Anda di halaman 1dari 13

Mata Kuliah : Oseonografi perikanan Nama dosen : Hasriyani Hafid, S.

Kel

MAKALAH TENTANG PENGARUH GELOMBANG LAUT TERHADAP DISTRIBUSI DAN KELIMPAHAN IKAN

DISUSUN OLEH :

ALDRIYANUS .A MUH. ASPAR HASNIATI

SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI KELAUTAN (STITEK) BALIK DIWA MAKASSAR 2012

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat dan rahmatNyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul pengaruh gelombang laut terhadap kelimpahan ikan. Walaupun berbagai macam tantangan yang dihadapi, tapi semua itu telah memberikan pengalaman yang berharga untuk dijadikan pelajaran dimasa yang akan datang. Dalam penyusunan makalah ini, penulis banyak mendapat tantangan dan hambatan akan tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak tantangan itu bisa teratasi. Olehnya itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini, semoga bantuannya mendapat balasan yang setimpal dari Tuhan Yang Maha Esa. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari bentuk penyusunan maupun materinya. Kritik konstruktif dari pembaca sangat penulis harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya. Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita sekalian.

I.

PENDUHULUAN

1.1 Latar Belakang Kita tahu bahwa laut di permukaan bumi ini menempati sebagian besar permukaan bumi, ini menampakkan betapa pentingnya laut bagi keseimbangan kehidupan di bumi. Seperti yang dipaparkan oleh Prager dan Earle, 2000 dalamDahuri R., 2003, Secara global laut meliputi dua pertiga dari permukaan bumi dan menyediakan sekitar 97% dari keseluruhan ruang kehidupan di bumi, dan laut telah membentuk dan mendukung keberadaan serta kehidupan umat manusia di bumi sejak munculnya mahluk hidup pertama dari laut. Geografi Indonesia sebagai negara maritim bukan hanya memberikan makna yang besar bagi penduduknya, namun juga berperan penting dalam dimensi kepentingan global. Sisi lain dari kekayaan hayati dan nirhayati yang besar adalah bahwa lautan Indonesia memegang peranan penting dalam pengaturan sistim cuaca dan iklim dunia terutama sejak issue global warming diungkap, (Harsono, G.,2010). Di Indonesia sumberdaya ikan pelagis kecil diduga merupakan salah satu sumberdaya perikanan yang paling melimpah dan paling banyak ditangkap untuk dijadikan konsumsi masyarakat Indonesia dari berbagai kalangan, sedangkan ikan pelagis besar seperti tuna merupakan sebagian besar produk unggulan ekspor di Indonesia. Ikan pelagis kecil umumnya hidup di daerah neritik dan membentuk schooling juga berfungsi sebagai konsumen antara dalam food chain (antara produsen dengan ikan-ikan besar), (Suyedi R., 2001).

a. Gelombang ( Upwelling ) Upwelling adalah penaikan massa air laut dari suatu lapisan dalam ke lapisan permukaan. Gerakan naik ini membawa serta air yang suhunya lebih dingin, salinitas tinggi, dan zat-zat hara yang kaya ke permukaan (Nontji, 1993). Menurut Barnes (1988), proses upwelling ini dapat terjadi dalam tiga bentuk yaitu : 1. Pertama, pada waktu arus dalam (deep current) bertemu dengan rintangan seperti midocean ridge (suatu sistem ridge bagian tengah lautan) di mana arus tersebut dibelokkan ke atas dan selanjutnya air mengalir deras ke permukaan. 2. Kedua, ketika dua massa air bergerak berdampingan, misalnya saat massa air yang di utara di bawah pengaruh gaya coriolis dan massa air di selatan ekuator bergerak ke selatan di bawah pengaruh gaya coriolis juga, keadaan tersebut akan menimbulkan ruang kosong pada lapisan di bawahnya. Kedalaman di mana massa air itu naik tergantung pada jumlah massa air permukaan yang bergerak ke sisi ruang kosong tersebut dengan kecepatan arusnya. Hal ini terjadi karena adanya divergensi pada perairan laut tersebut. 3. Ketiga, upwelling dapat pula disebabkan oleh arus yang menjauhi pantai akibat tiupan angin darat yang terus-menerus selama beberapa waktu. Arus ini membawa massa air permukaan pantai ke laut lepas yang mengakibatkan ruang kosong di daerah pantai yang kemudian diisi dengan massa air di bawahnya. Meningkatnya produksi perikanan di suatu perairan dapat disebabkan karena terjadinya proses air naik (upwelling). Karena gerakan air naik ini membawa serta air yang suhunya lebih dingin, salinitas yang tinggi dan tak kalah pentingnya zat-zat hara yang kaya seperti fosfat dan nitrat naik ke permukaan (Nontji, 1993). Selain itu proses air naik tersebut disertai dengan produksi plankton yang tinggi. Di perairan Selat Makasar bagian selatan diketahui terjadi upwelling. Proses terjadinya upwelling tersebut disebabkan karena pertemuan arus dari Selat Makasar dan Laut Flores bergabung kuat menjadi satu dan mengalir kuat ke barat menuju Laut Jawa. Dengan kondisi demikian dimungkinkan massa air di permukaan di dekat pantai Ujung Pandang secara cepat terseret oleh aliran tersebut dan untuk menggantikannya massa air dari lapisan bawah naik ke atas. Menurut (Nontji, 1993), proses air naik di Selat Makasar bagian selatan ini terjadi sekitar Juni sampai September dan berkaitan erat dengan sistem arus.

Air laut di lapisan permukaan umumnya mempunyai suhu tinggi, salinitas, dan kandungan zat hara yang rendah. Sebaliknya pada lapisan yang lebih dalam air laut mempunyai suhu yang rendah, salinitas, dan kandungan zat hara yang lebih tinggi. Pada waktu terjadinya upwelling, akan terangkat massa air dari lapisan bawah dengan suhu rendah, salinitas, dan kandungan zat hara yang tinggi (Sverdurp, 1942 vide Setiawan, 1991; Reddy 1993). Keadaan ini mengakibatkan air laut di lapisan permukaan memiliki suhu rendah, salinitas, dan kandungan zat hara yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan massa air laut sebelum terjadinya proses upwelling ataupun massa air sekitarnya. Sebaran suhu, salinitas, dan zat hara secara vertikal maupun horisontal sangat membantu dalam menduga kemungkinan terjadinya upwelling di suatu perairan. Pola-pola sebaran oseanografi tersebut digunakan untuk mengetahui jarak vertikal yang ditempuh oleh massa air yang terangkat. Sebaran suhu permukaan laut merupakan salah satu parameter yang dapat dipergunakan untuk mengetahui terjadinya proses upwelling di suatu perairan (Birowo dan Arief, 1983). Dalam proses upwelling ini terjadi penurunan suhu permukaan laut dan tingginya kandungan zat hara dibandingkan daerah sekitarnya. Tingginya kadar zat hara tersebut merangsang perkembangan fitoplankton di permukaan. Karena perkembangan fitoplankton sangat erat kaitannya dengan tingkat kesuburan perairan, maka proses air naik selalu dihubungkan dengan meningkatnya produktivitas primer di suatu perairan dan selalu diikuti dengan meningkatnya populasi ikan di perairan tersebut (Pariwono et al, 1988). Upwelling di perairan Indonesia dijumpai di Laut Banda, Laut Arafura, selatan Jawa hingga selatan Sumbawa, Selat Makasar, Selat Bali, dan diduga terjadi di Laut Maluku, Laut Halmahera, Barat Sumatra, serta di Laut Flores dan Teluk Bone (Nontji, 1993). Upwelling berskala besar terjadi di selatan Jawa, sedangkan berskala kecil terjadi di Selat Bali dan Selat Makasar (Birowo dan Arief, 1983). Menurut (Nontji 1993), upwelling di perairan Indonesia bersifat musiman terjadi pada Musim Timur (Mei-September), hal ini menunjukan adanya hubungan yang erat antara upwelling dan musim. b. Meningkatnya densitas ikan pelagis pada perairan upwelling disebabkan oleh ketersediaan makanan yang cukup untuk larva dan ikan kecil dan besar. Termasuk ikan pelagis pemangsa seperti tuna yang bermigrasi ke dekat lokasi upwelling. Perairan upwelling di cirikan dengan nilai suhu permukaan laut yang rendah di bawah 28C dan diikuti naiknya kandungan klorofil-a (0.8 - 2.0 mg).

Berdasarkan beberapa penelitian, upwelling di Indonesia terjadi antara lain : 1. di Samudra Hindia selatan 2. Pulau Jawa 3. Nusa Tenggara Barat 4. Sumatra, 5. laut di Kepulauan Maluku, 6. Selat Makasar, perairan Kepulauan Selayar, Laut Banda dan Laut Arafura. Pergerakan massa air yang disebabkan oleh perubahan jenis iklim musiman (monsoon) pelagis. Wilayah yang juga berperan dalam penyebaran (migrasi) ikan terutama

di pengaruhi oleh fenomena ini adalah 1. Proses pelepasan material (discharge) yang beragam dari pantai ke laut merupakan fenomena oseanografi yang berpotensi dapat menurunkan kualitas air. 2. Selanjutnya di khawatirkan akan mengganggu kese imbangan ekosistem pesisir serta penurunan potensi sumberdaya perikanan laut. Dengan mengetahui pola sebaran discharge termasuk jenis material yang di kandungnya, upaya antisipasi dapat lebih difokuskan pada perioda musim rawan dimana dampaknya terjadi pada wilayah perairan yang lebih luas khususnya untuk discharge inorganik. Pentingnya peman tauan fenomena oseanografi menggunakan teknologi satelit penginderaan jauh ini, terutama jika dikaitkan dengan aktivitas nelayan dalam memanfaatkan potensi perikanan (pelagis) yang sangat tergantung pada kondisi musiman. Seperti di perairan Laut Jawa dan Samudra Hindia pada musim angin barat (November Maret) merupakan musim paceklik untuk nelayan yang melaut. Hal ini disebabkan pada musim barat di wilayah pesisir angin bertiup lebih kencang dibandingkan pada musim timur. Sehingga untuk kapal-kapal kecil lebih sulit beroperasi. Untuk itu nelayan sebaiknya bisa mencari alternatif lain sebagai sumber penghasilan pada saat paceklik ikan tersebut. Ikan mampu hidup dengan baik pada kisaran suhu 20-30C. Perubahan suhu di bawah 20C atau di atas 30C akan menyebabkan ikan mengalami stres. Contohnya ikan pelagis.Keberadaan beberapa ikan pelagis pada suatu perairan dipengaruhi oleh faktor-faktor oseanografi. Faktor oseanografis yang dominan adalah suhu perairan. Hal ini dsebabkan karena pada umumnya setiap spesies ikan akan memilih suhu yang sesuai dengan lingkungannya untuk makan memijah dan aktivitas lainnya. Salinitas mempunyai peran penting bagi kehidupan organism perairan termasuk ikan karena secara fisiologis berkaitan erat

dengan penyesuaian tekanan osmotik ikan. distribusi alami ikan-ikan ikan, dewasa dan secara makanan, atau faktor lain yang membatasinya maka secara tidak

Arus secara langsung dapat mempengaruhi tidak langsung mempengaruhi pengelompokan yaitu suhu. Arus mempengaruhi lingkungan ikan mempengaruhi kelimpahan

langsung

tertentu dan sebagai pembatas distribusi geografisnya c. Tipe upwelling setidaknya ada 5 tipe Upwelling, yaitu : 1. Coastal upwelling Merupakan upwelling yang paling umum diketahui, karena membantu aktivitas manusia dalam melakukan kegiatan penangkapan ikan. Upwelling ini terjadi karena, efek coriolis yang membelokan angin kemudian permukaan laut akan terbawa oleh angin menjauhi pesisir, sehingga air laut dalam yang mengadung nutrien sangat tinggi, akan menggantikan air permukaan yang terbawa oleh angin. Daerah yang sering terjadi coastal upwelling adalah pesisir Peru, Chili, Laut Arabia, Barat Daya Afrika, Timur New Zealand, Selatan Brazil, dan pesisir California 2. Equatorial Upwelling Serupa dengan coastal upwelling namun, lokasi terjadi berada di daerah equator. 3. Southern Ocean Upwelling Upwelling yang disebabkan oleh angin yang berhembus dari barat bertiup ke arah timur di daerah sekitar Antartica membawa air dalam jumlah yang sangat besar ke arah utara. Upwelling ini serupa dengan coastal upwelling, namun berbeda dalam lokasi, karena pada daerah selatan tidak ada benua atau daratan besar antara Amerika Selatan dan Antartika, sehingga upwelling ini membawa air dari daerah laut dalam. 4. Tropical Cyclone Upwelling Upwelling yang disebakan oleh tropical cyclone yang melewati area. Biasanya hanya terjadi pada cyclone yang memiliki kecepatan 5 mph (8 km/h). 5. Artificial Upwelling Tipe upwelling, yang disebabkan oleh energi gelombang atau konversi dari energi suhu laut yang dipompakan ke permukaan. Upwelling jenis ini yang menyebabkan blooming algae Secara ekologis, efek dari upwelling berbeda-beda, namun ada dua akibat yang utama : Pertama, upwelling membawa air yang dingin dan kaya nutrien dari lapisan dalam, yang mendukung pertumbuhan seaweed dan blooming phytoplankton.

Blooming phytoplankton tersebut membentuk sumber energi bagi hewan-hewan


laut yang lebih besar termasuk ikan laut, mamalia laut, serta burung laut. Akibat kedua dari upwelling adalah pada pergerakan hewan. Kebanyakan ikan laut dan invertebrata memproduksi larva mikroskopis yang melayang-layang di kolom air. Larva-larva tersebut melayang bersama air untuk beberapa minggu atau bulan tergantung spesiesnya. Spesies dewasa yang hidup di dekat pantai,

upwelling dapat memindahkan larvanya jauh dari habitat asli, sehingga


mengurangi harapan hidupnya. Upwelling memang dapat memberikan nutrien pada perairan pantai untuk produktifitas yang tinggi, namun juga dapat merampas larva ekosistem pantai yang diperlukan untuk mengisi kembali populasi pantai tersebut. d. Thermoklin Pengaruh Faktor Salinitas Di Laut Pada Tingkah Laku Dan Kelimpahan Ikan. Ikan adalah hewan berdarah dingin, yang suhu tubuhnya selalu menyesuaikan dengan suhu sekitarnya. Selanjutnya dikatakan pula bahwa ikan mempunyai kemampuan untuk mengenali dan memilih range suhu tertentu yang memberikan kesempatan untuk melakukan aktivitas secara maksimum dan pada akhirnya mempengaruhi kelimpahan dan distribusinya. Pengaruh suhu terhadap ikan adalah dalam proses vertikall, seperti pertumbuhan dan pengambilan makanan, aktivitas tubuh, seperti kecepatan renang, serta dalam rangsangan syaraf. Pengaruh suhu air pada tingkah laku ikan paling jelas terlihat selama pemijahan. Suhu air laut dapat mempercepat atau memperlambat mulainya pemijahan pada beberapa jenis ikan. Suhu air dan arus selama dan setelah pemijahan adalah faktor-faktor yang paling penting yang menentukan kekuatan keturunan dan daya tahan larva pada spesies-spesies ikan yang paling penting secara komersil. Suhu ekstrim pada daerah pemijahan (spawning ground) selama musim pemijahan dapat memaksa ikan untuk memijah di daerah lain daripada di daerah tersebut. Perubahan suhu jangka panjang dapat mempengaruhi perpindahan tempat pemijahan (spawning ground) dan fishing ground secara vertikal. Secara alami suhu air permukaan merupakan lapisan hangat karena mendapat radiasi matahari pada siang hari. Karena pengaruh angin, maka di lapisan teratas sampai kedalaman kira-kira 50-70 m terjadi pengadukan, hingga di lapisan tersebut terdapat suhu hangat (sekitar 28C) yang ertical. Oleh sebab itu lapisan teratas ini sering pula disebut lapisan vertikal. Karena adanya pengaruh arus dan pasang surut, lapisan ini bisa menjadi lebih tebal lagi. Di perairan

dangkal lapisan vertikal ini sampai ke dasar. Lapisan permukaan laut yang hangat terpisah dari lapisan dalam yang dingin oleh lapisan tipis dengan perubahan suhu yang cepat yang disebut termoklin atau lapisan diskontinuitas suhu. Suhu pada lapisan permukaan adalah seragam karena percampuran oleh angin dan gelombang sehingga lapisan ini dikenal sebagai lapisan percampuran (mixed layer). Mixed layer mendukung kehidupan ikan-ikan pelagis, secara pasif mengapungkan plankton, telur ikan, dan larva, sementara lapisan air dingin di bawah termoklin mendukung kehidupan hewan-hewan bentik dan hewan laut dalam.Pada saat terjadi penaikan massa air (upwelling), lapisan termoklin ini bergerak ke atas dan gradiennya menjadi tidak terlalu tajam sehingga massa air yang kaya zat hara dari lapisan dalam naik ke lapisan atas.jangka pendek dari kedalaman termoklin dipengaruhi oleh pergerakan permukaan, pasang surut, dan arus. Di bawah lapisan termoklin suhu menurun secara perlahan-lahan dengan bertambahnya kedalaman. Kedalaman termoklin di dalam lautan Hindia mencapai 120 meter. Menuju ke selatan di daerah arus equatorial selatan, kedalaman termoklin mencapai 140 meter.Lapisan campuran lintang-menengah sangat tipis di akhir musim panas ketika angin-angin melemah, dan cahaya matahari menghangatkan permukaan lapisan . Pada waktu yang bersamaan, pemanasan sangat kuat dan angin sangat lemah, sehingga lapisan hanya memiliki ketebalan beberapa meter. Pada musim gugur, badai pertama dari musim mencampur panas masuk ke dalam lautan mempertebal lapisan campuran, tetapi sedikit panas yang hilang. Pada musim dingin, pemanasan hilang dan lapisan campuran meneruskan untuk mempertebal, menjadi sangat tebal pada akhir musim dingin. Pada musim semi, angin melemah, cahaya matahari meningkat dan membentuk lapisan campuran yang baru. Dibawah lapisan campuran, temperatur air menurun dengan cepat terhadap kedalaman kecuali pada lintang tinggi. Jarak kedalaman dimana suku dari peubah, gradien dari temperatur adalah besar yang disebut dengan termoklin (thermoklin). Karena densitas berhubungan dekat dengan temperatur, termoklin juga cenderung menjadi lapisan dimana gradien dari densitas adalah yang terbesar, yang disebut dengan piknoklin (pycnocline). Puncak dari termoklin sedikit berfariasi terhadap musim sebagaimana yang terlihat pada daerah antara 20 dan 200 desibar pada . Ini merupakan termoklin musiman. Termoklin permanen memanjang dari bawah termoklin musiman sampai pada kedalaman 1500-1200 meter . Pada lintang tinggi, seperti pada stasiun aac pada gambar, bisa jadi lebih dingin, permukaan lebih segar di atas termoklin

permanen. Lapisan campuran cenderung untuk menjadi lebih asin dari pada termoklin antara lintang 10 dan 40, dimana penguapan melebihi presipitasi. Pada lintang tinggi lapisan campuran lebih segar karena hujan dan es mencair yang mengurangi salinitas. Di beberapa wilayah tropis, seperti pada kolam hangat di tropical pasifik bagian barat, hujan juga menghasilkan sebuah lapisan campuran tipis yang lebih segar.Pengaruh Termoklin Perubahan kedalaman lapisan termoklin ternyata mempunyai pengaruh besar terhadap produktivitas perairan. Lapisan termoklin yang berada di perairan lebih dalam mengakibatkan terhambatnya pasokan zat hara ke lapisan permukaan dari lapisan dalam. "Hal ini pada gilirannya bisa mengakibatkan menurunnya stok ikan di laut." Lapisan ini juga ternyata berpengaruh terhadap tingkah laku ikan. Hal ini terlihat dari besarnya tangkapan ikan nelayan. Selain kedua hal tersebut, termoklin juga mempengaruhi rambatan suara di dalam laut. Sehingga dapat dimanfaatkan kapal selam untuk menghindari alat detektor pihak lawan. Selain itu disinyalir, lapisan ini juga dianggap lebih stabil dibandingkan dengan lapisan permukaan. "Sehingga dapat dikatakan materi yang berada di bawah lapisan termoklin akan sulit terangkat kembali ke lapisan permukaan," urainya untuk menjelaskan kemungkinan limbah tailing yang teraduk. Sedangkan mengenai adanya lapisan termoklin yang ada di perairan tersebut. John menjawab bahwa di keseluruhan perairan di Indonesia dapat ditemukan termoklin. Hanya di lautan dangkal seperti di Laut Jawa dan Arafura, lapisan ini jarang ditemukan. Secara umum menurutnya, termoklin di Indonesia berada di antara kedalaman minus 70 meter hingga minus 220 meter, dengan ketebalan sekitar 150 meter. "Yang jelas menurutnya lapisan termoklin sendiri merupakanunsur yang tidak tetap berada pada suatu kedalaman tertentu, melainkan berubah-ubah tergantung pada musim dan adanya fenomena global seperti El Nino atau Indian Dipole Mode," ungkap John lagi menutup pembicaraan. (str-Sulung Prasetyo) e. Lapisan Thermoklin Termoklin adalah lapisan di perairan di mana terjadi perubahan suhu yang cepat pada arah kedalaman atau vertikal, perubahan suhu perairan yang besar dengan bertambahnya kedalaman perairan.Pada daerah metalimnion terdapat lapisan termoklin yaitu lapisan dimana suhu akan turun sekurang-kurangnya 1oC dalam setiap 1 meter (Jorgensen & Volleweider, 1989). Jadi makin ke dalam makin dingin suhu air.

Kasus pencemaran di Buyat Pante karena tidak mendukungnya unsur termoklin di perairan tersebut yang menjadi daerah tempat pembuangan limbah tailing PT Newmont. Angin juga merupakan salah satu faktor pembangkit lapisan termoklin. Dengan adanya angin yang bertiup di atas permukaan perairan, apalagi bila bertiup dengan tetap dan dalam jangka waktu cukup lama, maka bisa menstimulasi proses pengadukan yang dimulai dari lapisan paling terdekat dengan permukaan, hingga secara perlahan-lahan merambat ke kedalaman tertentu. Karena proses pengadukan inilah, suhu di lapisan atas perairan menjadi relatif lebih sama. Lapisan dengan permukaan suhu lebih seragam ini kadang disebut lapisan permukaan atau lapisan teraduk. Di bawah lapisan teraduk ini kadang masih terdapat sisa lapisan dengan perubahan suhu yang besar, yang disebut termoklin.lapisan ini juga dianggap lebih stabil dibandingkan dengan lapisan permukaan. "Sehingga dapat dikatakan materi yang berada di bawah lapisan termoklin akan sulit terangkat kembali ke lapisan permukaan," urainya untuk menjelaskan kemungkinan limbah tailing yang teraduk . termoklin di Indonesia berada di antara kedalaman minus 70 meter hingga minus 220 meter, dengan ketebalan sekitar 150 meter. "Yang jelas menurutnya lapisan termoklin sendiri merupakan unsur yang tidak tetap berada pada suatu kedalaman tertentu, melainkan berubah-ubah tergantung pada musim dan adanya fenomena global seperti El Nino atau Indian Dipole Mode. Keberadaan klorofil-A maksimum pada bagian batas atas lapisan termoklin Lapisan termoklin yang dangkal lebih menunjang produktivitas primer daripada lapisan termoklin yang dalam karena percampuran nutrien lebih mudah mencapai lapisan permukaan perairan Sumber oksigen terlarut sebagian adalah reaerasi permukaan (Seller dan Markland, 1987). Reaerasi permukaan di danau atau waduk dapat terjadi oleh oleh angin yang kuat, menghasilkan gelombang permukaan dan gelombang internal serta arus horizontal yang kuat. Gelombang permukaan terlihat jelas, sedangkan gelombang internal terjadi di termoklin (Gambar 2). Gelombang gravitasi internal dengan panjang gelombang yang pendek menjadi tidak stabil dan pecah di tengah danau, dan menyebabkan pengadukan turbulen lokal, terjadi transfer massa air dari hipolimnion ke epilimnion. Pembentukan gelombang turbulen ini terutama terjadi di dekat dasar termoklin.Pengadukan vertikal seperti halnya aliranhorizontal disebabkan olangin dipermu kaan. Selama musim panas ,air dibagian atas menjadi lebih panas jika dibandingkan dengan air yang ada pada lapisan dibawahnya. akibatnya hanya pada lapisan atas yang hangat terjadi sirkulasi dan ini tidak bercampur dengan air yang lebih dingin dan lebih padat.

f. Hubungan Daerah Penangkapan Ikan dengan Thermoklin Lapisan ini merupakan transisi antara lapisan permukaan dengan lapisan dalam perairan. Lapisan termoklin dapat terbentuk karena adanya proses pemanasan oleh sinar matahari dan proses pengadukan di lapisan permukaan oleh angin Lapisan termoklin dapat berpengaruh terhadap migrasi vertikal ikan-ikan yang berada di bawah lapisan termoklin menuju ke lapisan permukaan. Pada penangkapan, hal ini penting untuk diketahui, karena kita dapat menyesuaikan alat tangkap dengan habitat ikan yang akan ditangkap.

g. Distribusi Ikan Ada 3 distribusi pada ikan yaitu : 1. distribusi geologis --> berhubungan dengan waktu / jaman periode umur ketika spesies itu terdapat 2. distribusi geografis --> berdasarkan tempat ditemukannya 3. distribusi ekologis --> berdasarkan toleransi terhadap lingkungan sekitarnya Untuk distribusi ekologis merupakan disitribusi ikan yang dipengaruhi faktor lingkungan seperti abotik, biotik, teknologi, dan kegiatan manusia. Faktor abiotik berupa tumbuhan maupun hewan yang terdiri atas produsen, konsumen, dan dekomposer. Fitoplankton sebagai penghasil oksigen dan sebagai bahan makanan organisme perairan pada rantai makanan. Fitoplankton dapat hidup dan berkembang bila ada sumber cahaya, kecuali zooplankon yang dapat hidup sampai 6000-7000 meter dibawah permukaan laut asal ada oksigen terlarut dan destristus. Oleh karena itu distribusi ikan sangat dipengaruhi oleh disitribusi plankton.

DAFTARA PUSTAKA I Nyoman Sceyasa, Ir. MS. Nurhuda Moch, A.Pi , M.Sc 2001 Ekologi Perairan Edisi II Departemen Kelautan dan Perikanan , Sekolah Tinggi Perikanan Jakarta 2001. Sahala Hutabarat dan stewart M.Evans, PENGANTAR OSEANOGRAFI, Universitas indonesia Press. Jakarta 2008 Irnawati Ririn dkk, Pembentukan Daerah Penangkapan Ikan , Departemen sumberdaya Perikanan FPIK IPB 2009 (Jorgensen & Volleweider, 1989). http://kuliahitukeren.blogspot.com/2011/02/lapisan-campuran-lautan-dan-termoklin.html http://jala-sena.blogspot.com/2011/03/pengaruh-faktor-salinitas-di-laut-pada.html http://jala-sena.blogspot.com/2011/03/pengaruh-faktor-salinitas-di-laut-pada.html

Anda mungkin juga menyukai