Anda di halaman 1dari 16

Kultura Volume: 11 No.

1 Desember 2010

MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR SISWA MADRASAH ALIYAH BINAAN UMN AL WASHLIYAH MELALUI PENYEIMBANGAN ANTARA TEORI DAN PRAKTEK Dra. Hj. Marija Dalimunthe, MA1 Abstrak Pembelajaran Agama Islam tidak bias lagi disandarkan pada metode pembelajaran konvensional semata, namun harus dikembangkan dengan metode pembelajaran dengan melakukan penyeimbangan antara teori dan praktek, supaya terjadi peningkatan kemampuan praktek siswa dalam pembelajaran agama Islam. Sebab, inti dari pembelajaran Agama Islam adalah terjadinya peningkatan praktek siswa terhadap materi pelajaran, jika dibandingkan dengan kemampuan memahaminya. A. Latar Belakang Prinsip Keseimbangan yang dianut dalam pendidikan Islam sudah mulai terabaikan. Hal ini disebabkan oleh berbagai factor, seperti munculnya kebijakan kurikulum berbasis kompetensi (KBK) yang ditawarkan oleh pemerintah melalui Departemen Pendidikan Nasional. Dalam prinsip KBK, semua mata pelajaran harus mengacu pada pembentukan kemampuan, keterampilan dan ketangkasan dalam bidang disiplin ilmu tertentu, sehingga dapat diimplementasikan secara nyata dalam kehidupan sehari-hari. Jadi prinsip KBK lebih memperioritaskan upaya pembentukan kompetensi, supaya mempunyai daya saing dalam menghadapi kehidupan modern ke depan. Berbeda dengan konsep dasar pendidikan islam di mana prinsip keseimbangan dalam segala hal lebih di utamakan dengan tidak mengabaikan prinsip kompetensi, supaya terjadi keselarasan dalam mencapai kebahagian dunia dan akhirat. Oleh karenanya, prinsip keseimbangan masih sangat relevan dan dibutuhkan dalam menghadapin kehidupan global sekarang. Kenyataan yang terjadi selama ini, sekian banyak jam mata pelajaran yang disediakan untuk siswa dan sekian banyak materi pelajaran agama yang disampaikan, bahkan sekian banyak guru yang mengajarkan pendidikan agama dengan berbagai predikan kesarjanaan, mulai dari S1, S2 dan S3, ternyata tetap saja masih banyak siswa yang belum terampil dan kompetens dalam mempraktekkan materi pendidikan agama Islam, khususnya yang menyangkut materi ibadah.

Dosen Kopertis Wil. I dpk UMN Al Washliyah

Kultura Volume: 11 No.1 Desember 2010

Keadaan semacam ini terjadi, pasti ada factor yangmelatar belakangi sebelumnya. Oleh karenanya, perlu dilakukan penelitian khusus melalui penelitian tindakan kelas(PTK) untuk menggali berbagai factor yang menyebabkan rendahnya kemampuan siswa dalam mempraktekkan materi pelajaran agama Islam danfaktor lemahnya kemampuan siswa dalam memahami dan menerjemahkan materi bacaan shalat dan ayat-ayat pendek yang telah dihafalnya selama ini. Untuk itu, metode dan sistem yang dipakai selama ii perlu diperbaharui dengan menggunakan sistem penyeimbangan frekuensi antara teori dan praktek pada pembelajaran agama Islam. Sesungguhnya sistem pembelajaran semacam ini merupakan sistem pembelajaran dalam agama Islam. Namun mayoritas orang melupakannya atau memang benar-benar belum memahaminya. Dengan demikian, melalui penelitian ini, akan dilihat bagaimana perkembangan dan kemajuan yang diperoleh. Dari latar belakang singkat yang dikemukakan di atas, maka lahirlah berbagai permasalahan yang perlu dijawab melalui penelitian yang dilakukan secara serius dan mendalam. Untuk menjawab berbagai pertanyaan yang ada, tidak hanya cukup dilakukan dengan membuka berbagai literature saja (library research), tetapi harus dilakukan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) supaya ditemukan jawaban yang dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya secara ilmiah. B. Perumusan dan Pemecahan Masalah 1. a. Washliyah ? b. Apakah pembelajaran agama Islam melalui penyeimbangan antara teori dan praktek dapat meningkatkan kemampuan siswa Madrasah Aliyah Binaan UMN Al Washliyah terhadap makna bacaan shalat dan ayat-ayat Al Quran ? 2. Pemecahan Masalah Untuk memecahkan permasalahan pertama dapat ditempuh dengan beberapa cara berikut : a. Meningkatakan dan memperbanyak frekuensi praktek siswa di kelas Perumusan Masalah Apakah pembelajaran agama Islam melalui penyeimbangan antara teori dan praktek dapat meningkatkan pemahaman siswa Madrasah Aliyah Binaan UMN Al

dalam bidang materi ibadah pada pelajaran agama islam. Dalam sistem seperti ini guru 2

Kultura Volume: 11 No.1 Desember 2010

akan aktif dalam memperbaiki dan meluruskan kesalahan-kesalahan siswa terhadap praktek ibadah yang sebenarnya, seperti pelaksanaan shalat, berwudu, tayammum dan lain sebagainya. b. Menyuruh siswa untuk melakukan latihan dan praktek di masjid atau dirumah masing-masing dengan bimbingan oleh orang tua, ustad atau orang yang dianggap pandai. Cara seperti ini akan membantu dan mempercepat kepandaian siswa dalam hal praktek ibadah pada pelajaran agama islam. Untuk memecahkan permasalahan kedua dapat ditempuh dengan beberapa cara berikut : a. Meningkatkan dan memperbanyak frekuensi siswa dalam memahami

makna bacaan shalat dan ayat-ayat Al Quran yang di ajarkan kepadanya. Jadi siswa tidak hanya melulu disuruh untuk menghapal namun harus diimbangi dengan memberikan pemahaman terhadap bacaan-bacaan dan ayat Al Quran itu sendiri, supaya terjadi kekhusukan dalam mengamalkannya. b. 3. a. Memberikan latihan dan tugas untuk menulis terjemahan seluruh bacaan Tujuan Penelitian Untuk mengetahui secara jelas tentang penyebab rendahnya kemampuan siswa kelas II MAS Binaan UMN Al Washliyah dalam memperaktekkan materi ibadah pada pelajaran Agama Islam. b. Al Quran. 4. Kontribusi Hasil Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi atau manfaat baik secara teoritis maupun praktis. Secara teoritis memberikan imformasi yang jelas tentang manfaat yang diperoleh siswa dari upaya peningkatan frekuensi praktek dalam materi ibadah pada pelajaran agama isalam. Secara praktis, akan menambah ilmu pengetahuan dalam bidang ilmu kependidikan, khususnya pendidikan islam, sehingga dapat memberikan bahan ilmu pengetahuan bagi kalangan yang berminat mempelajarinya. Untuk mengetahui secara jelas tentang penyebab rendahnya pemahaman siswa kelas II Binaan UMN Al Washliyah terhadap makna bacaan shalat dan ayat-ayat shalat dan ayat Al Quran yang diajarkan kepadanya.

Kultura Volume: 11 No.1 Desember 2010

C. Kajian Pustaka Adap prinsip dalam Islam bahwa mempelajari ilmu harus sejalan dengan upaya prakteknya. Oleh karenanya, prinsip pendidikan yang benar adalah adanya keseimbangan antara mempelajari suatu ilmu dengan prakteknya sekaligus, sehingga muncul berbagai karya dan penemuan baru yang bermanfaat bagi kehidupan manusia. Kenyataan manunjukkan bahwa sebagian besar yayasan pendidikan Islam lebih menekankan pada penyampaian ilmu secara teoritis., daripada usaha mewujudkannya dalam dunia praktek. Artinya, pendidikan lebih asyik dalam mempelajari ilmu, sementara minat pengembangannya dan prakteknya si lapangan kurang mendapat perhatian penuh, kalaupun ada jumlahnya sedikit sekali. Hadari Nawawi berpendapat bahwa kalaupun prinsip pendidikan tetap saja sibuk dalam metode penyampaian ilmu saja, sementara upaya mewujudkannya dalam bentuk karya kurang mendapat perhatian, maka mulut lulusan pendidikan akan tidak banyak membawa perubahan bagi kemajuan. Sebagai contoh, sudah sekian banyak guru yang memegang mata pelajaran metode penelitian, ternyata hanya sedikit diatara mereka yang membuat karya tulis ilmiah yang bermutu. Contoh lain adalah banyak orang mampu mengajarkan cara sholat yang khusu, sementara sedikit sekali dari mereka yang mampu mempraktekkanya dengan khusu dan lain sebagainya. Semua ini terjadi akibat ketiadaan keseimbangan dalam mengajarkan teori dan praktek. Andai saja terjadi keseimbangan, maka persoalan semacam ini akan tidak terjadi. Disamping upaya menyeimbangkan antra teori dan praktek, juga dilakukan upaya menyeimbangkan antara hafalan pemahaman, karena kedua prinsip ini memiliki manfaat besar bagi siswa untuk memahami suatu ilmu. Dalam hal ini Imam Al Alusi berpendapat bahwa orang yang paham bahwa terhadap suatu ayat adalah lebih baik dari pada orang yang hafal tetapi tidak mampu memahaminya. Dan sebaik-baiknya orang adalah yang hafal lagi paham. DR. Yusuf Qardawi mengemukakan bahwa kelompok yang tertinggi dalam pendidikan adalah orang yang memahami ilmu, kemudian ia mengamalkannya. Kelompok ini seperti tanah subur yang dapat menumbuhkan tumbuh-tumbuhan. Sedangkan kelompok yang paling rendah adalah orang yang mempunyai hati yang suka menghafal, bukan pemahaman yang tajam, bukan pula kecerdikan akal yang dapat menyimpulkan makna-makna dan hukum-hukum.

Kultura Volume: 11 No.1 Desember 2010

Prinsip hafalan hanya cocok diberlakukan pada pendidikan tingkat dasar, tetapi pada tingkat menengah dan tingkat pendidikan tinggi harus dapat disejajarkan dan diseimbangkan antara hafalan dan pemahaman. Kenyataan yang terjadi bahwa sebagian besar yayasan pendidikan Islam memberikan porsi menghafal lebih banyak daripada porsi memahami. Orang yang memiliki kemampuan menghafal mempunyai kedudukan terhormat dalam pendidikan Islam. Hal ini dapat dibuktikan dari sikap mereka memberikan penghormatan yang berlebihan terhadap penghafal Al Quran. Perlombaan-perlombaan dilakukan diberbagai penjuru dan hadiah-hadiah disiapkan dalam jumlah yang besar. Sementara jarang sekali diberi penghargaan atau hadiah bagi para ahli tafsir, ahli hadis, fiqh, usul fiqh, tauhid dan lain sebagainya. Mereka jarang memperoleh penghargaan sebagaaimana yang diberikan kepada penghafal Al Quran. Padahal secara riil, keperluan ummat kepada penafsir Al Quran dan hadis sangat besar dalam kehidupan manusia. Persoalan selanjutnya adalah melakukan upaya penyeimbangan antara ibadah dan keduniaan. Perlu diketahui bahwa salh satu tujuan diadakannya pendidikan adalah supaya manusia bisa hidup bahagia di dunia dan di akhirat. Siapa yang ingin bahagia di dunia harus bisa menguasai ilmu tentang keduniaan dan siapa yang ingin bahagia di akhirat harus menguasai ilmu keakhiratan. Dan barang siapa yang ingin bahagia di dunia dan akhirat, tentu harus menguasai kedua ilmu tersebut. Oleh karenaya, harus ada keseimbangan antara ilmu keduaniaan dan ilmu yang menyangkut akhirat, tidak boleh diabaikan salah satu dari keduanya. Allah SWT tidak menginginkan hambanya hanya beribadah saja, tetapi Allah juga menhendaki adanya keseimbangan antara ibadah dengan bekerja sebagaimana ditegaskan Allah dalam firmanNya:Apabila telah ditunaikan sembahyang, maka bertebaranlah kamu dimuka bumi dan carilah karunia Allah Melalui ayat ini, Allah menyuruh manusia supaya beribadah dan bekerja secara seimbang. Dengan kata lain, Allah menghendaki adanya keseimbangan antara pendidikan yang menyangkut ibadah dengan pendidikan yang menyangkut keduaniaan. Jangan ada diskriminasi diantara keduanya, demi tercapainya kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Tetapi kenyataan yang terjadi bahwa ilmu agama dalam pandangan dunia pendidikan umum masih dianggap nomor dua, begitu juga ilmu umum dalam dunia pendidikan agama dianggap nomor dua juga. Padahal kedua ilmu tersebut merupakan kebutuhan pokok manusia yang saling dukung mendukung. 5

Kultura Volume: 11 No.1 Desember 2010

Kalau prinsip ini tetap saja dipertahankan akan terjadi ketimpangan pengetahuan bagi peserta didik yang belajar di yayasan pendidikan Islam. Artinya, satu sisi mereka memiliki ilmu keagamaan yang banyak, namun di sisi lain mereka memiliki ilmu keduniaan yang sedikit. Akibatnya, terjadi kesulitan dalam menghadapi permasalahan keduniaan. D. Metodologi Penelitian 1. Rencana dan Prosedur Penelitian 1. Setting Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Madrasah Aliyah Swasta (MAS) Binaan UMN Al Washliyah Medan. Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK), yakni penelitian yang dilaksanakan oleh Dosen dan Guru di dalam kelas. 2. lain : a. b. c. Aktifitas pembelajaran ; Keterampilaan dalam memperaktekkan materi ibadah, seperti shalat, whudu, Hasil belajar pelajaran agama Islam. 1. 2. Rencana Tindakan Prosedur penelitian tindakan kelas (PTK) ini terdiri dari 3 siklus. Tiap Variabel yang Diselidiki Untuk menjawab permasalahan, ada beberapa variable yang mesti diselidiki, antara

tayammum dan lain-lain ;

siklus dilaksanakan sesuai dengan perubahan yang ingin dicapai seperti apa yang telah didesain dalam factor yang diselidiki. Untuk dapat melihat kompetensi siswa dalam memperaktekkan secara nyata tentang materi ibadah pada pelajaran agama islam, maka diberikan quiz, lembar observasi dan perintah peraktek langsung yang berfungsi sebagai evaluasi awal. Sedangkan observasi dilakukan untuk dapat mengetahui tindakan yang tepat yang akan diberikan dalam rangka meningkatkan keterampilan dan aktivitas belajar siswa. Berdasarkan refleksi awal ini dilaksanakanlah penelitian tindakan kelas dengan menggunakan prosedur berikut : Perencanaan (Planning), pelaksanaan tindakan kelas (action),

Kultura Volume: 11 No.1 Desember 2010

observasi (observation), dan refleksi (reflection) yang berlaku dalam setip siklus. Untuk lebih jelasnya prosedur penelitian tindakan untuk siklus pertama dapat dijabarkan sebagai berikut : Perencanaan Kegiatan tahap pelaksanaan adalah membuat scenario pembelajaran dengan meningkatkan frekuensi latihan dalam materi ibadah pada pelajaran agama islam. Membuat lembar observasi untuk melihat bagaimana kondisi belajar mengajar di kelas ketika dilakukan peningkatan frekuensi praktek dalam materi ibadah, seperti pelaksanaan shalat, berwudu, tayammum dan lainnya. Pelaksanaan Tindakan Kegiatan tahap pelaksanaan tindakan adalah melaksanakan scenario pembelajaran yang telah direncanakan sebelumnya. Observasi Kegiatan tahap observasi dilaksanakan terhadap proses belajar-mengajar dengan menggunakan lembar observasi dan pengamatan langsung dilapangan. Refleksi Kegiatan refleksi adalah merupakan tahap analisis yang dilakukan terhadap quiz, tes dan lembar observasi. Hasil yang diperoleh tersebut merupakan temuan dari penelitian ini, yang dapat juga dijadikan sebagai acuan untuk merencanakan siklus berikutnya. Idikator Kinerja Yang menjadi indicator kinerja dalam penelitian ini adalah : Aktivitas dalam pembelajaran dari siklus ke siklus dapat meningkat keterampilan peraktek ibadah siswa dan pemahaman siswa terhadap makna bacaan shalat dan beberapa ayat-ayat Al Quran dapat meningkat dari siklus ke siklus berikutnya hingga sampai pada taraf serap siswa mencapai serata 85 %> E. Hasil Penelitian Dan Pembahasan Dalam pelaksanaan proses penyeimbangan antara teori dan praktek pada pembelajaran pendidikan Agama Islam ini, maka guru dalam membagi waktu satu jam mata pelajaran menjadi dua bagian. Dalam satu jam mata pelajaran yang berlaku secara nasional adalah 45 menit. Jadi jumlah ini dibagi dua menjadi 22,5 menit. Untuk 22,5 menit pertama dipergunakan guru untuk menyampaikan 7

Kultura Volume: 11 No.1 Desember 2010

materi pelajaran agama yang berhubungan dengan pelaksaan ibadah secara praktek. Setelah selesai menyampaikan teori, kemudian guru mempergunakan waktu 22,5 yang kedua untuk menyampaikan materi pelajaran agama, khususnya masalah pelaksanaan ibadah secara praktek. Jadi separuh waktu dipergunakan untuk menerangkan dan memahamkan siswa secara siswa ecara teoritis dan separuh kedua dipergunakan untuk mempraktekkan secara langsung dari apa-apa yang telah diterangkan dalam teori sebelumya. Cara seperti ini sangat besar artinya dan manfaatnya dalam membantu siswa memahami setiap materi pelajaran yang disampaikan kepadanya. Jika ada siswa yang kurang memahami dan menguasai materi yang disampaikan dan dijelaskan guru pada sisi teoritisnya, maka dapat dibantu dan disempurnakan melalui sesi pelaksanaan praktek. Dan bagi siswa yang telah memahami apa-apa yang disampaikan guru dalam teoritis, maka pelaksanaan praktek akan berfungsi sebagai penguat dan penghilang keraguan baginya. Dalam operasionalisasinya, guru harus mampu memperkirakan pembagian mereka antara teori dan praktek pada setiap penyampaian materi pelajaran. Guru tidak diperkenankan menggunakan jam mata pelajaran lebih banyak untuk teori dari pada praktek, melainkan harus diselenggarakan secara seimbang. Dengan kata lain, seorang guru harus mampu mempraktekkan semua materi pelajaran yang disampaikan secara teori sebelumnya. Jadi jangan sampai ada materi yang belum bisa dipraktekkan dengan alasan waktunya telah habis. Untuk mengantisipasi hal tersebut supaya tidak terjadi, maka seorang guru harus memiliki persiapan yang matang sebelum mengajar. Yang dimaksud dengan persiapan matang adalah : 1. Guru memiliki Hand out 2. Guru memiliki SAP 3. Guru memiliki Media Pembelajaran, seperti Gambar OHP, dll. 4. Skenario pembelajaran, terutama dalam penguasaan pembagian waktu antara teori dan praktek. Setelah berbagai sarana yang dibutuhkan telah tersedia, baru dilakukan scenario pembelajaran di kelas dengan sistem penyeimbangan antara teori dan praktek pada pelajaran agama Islam. PTK ini dilaksanakan dengan melalui tiga siklus dan setiap siklus dilalui dengan 5 kali tatap muka. Jadi jumlah tatap muka yang dilaksanakan pada PTK ini sebanyak 15 kali tatap muka.

Kultura Volume: 11 No.1 Desember 2010

Pada setiap kali tatap muka, disampaikan satu materi ibadah, dimulai dengan materi pelaksanaan wudhu`. Dalam penyampaian materinya di kelas, guru menggunakan pembelajaran dengan sistem penyeimbangan antara teori dan pratek. Artinya, guru tidak hanya melulu untuk menyampaikan materi saja dengan menggunakan metode ceramah, namun ia harus mampu membagi jam mata pelajaran menjadi dua bagian. Separoh dipergunakan untuk menjelaskan materi secara teoritis dan separoh waktunya dipergunakan untuk melaksanakan praktek secara langsung, di depan kelas atau di tempat lain yang telah disediakan. Sistem dan persiapan semacam ini adalah diberlakukan untuk ketiga siklus dan setiap pertemuan. Masing-masing pertemuan, menggunakan sistem dan sarana prasarana yang disediakan sebelumnya, supaya bisa diamati berbagai kemajuan dan kelemahan yang dijumpai dilapangan. Atas dasar itulah, peneliti baru bisa melakukan pengamatan dan analisa data secara cermat yang disusun pada laporan akhir nantinya. 1. Pelaksanaan Siklus I Setelah dilaksanakan secara cermat dan terprogram di kelas pada sisklus pertama, ternyata terjadi perobahan dan kemajuan pesat menyangkut pelaksanaan proses belajar mengajar. Di antara kemajuan dan perobahan tersebut dapat dilihat secara jelas pada diri siswa, lingkungan belajar, guru, motivasi dan aktivitas belajar, situasi kelas dan hasil belajar siswa. Selama pembelajaran yang dilangsungkan dengan menggunakan sistem penyeimbangan antara teori dan praktek tersebut, benar-benar terjadi peningkatan motivasi siswa dalam mengikuti, memahami dan mendengarkan setiap materi yang diajarkan. Tingginya motivasi belajar siswa tersebut dipengaruhi oleh berbagai factor berikut : 1. Mereka senang, langsung bisa melihat dan mempraktekkan semua materi yang disampaikan; 2. Dengan penggunaan sistem penyeimbangan antara teori dan praktik ini, siswa merasa tidak jenuh mengikuti setiap materi pelajaran, sekalipun selama ini mereka anggap sulit dan menjenuhkan; 3. Dengan penggunaan sistem penyeimbangan antara teori dan praktik ini, siswa merasa ingin segera dikoreksi oleh guru pengasuh mata pelajaran. Selain itu, kondisi dan motivasi guru juga meningkat, dimana guru pengasuh merasa tertolong dalam meningkatkan dan memberikan pemahaman setiap materi pelajaran kepada siswa. Artinya, guru 9

Kultura Volume: 11 No.1 Desember 2010

tidak perlu terlalu capek dalam menyampaikan materi secara monoton sebagaimana yang berlangsung selama ini, namun guru lebih banyak aktif dalam memberikan koriksi dan menuntun praktek yang sebenarnya di hadapan para peserta didik. Kemajuan selanjutnya yang dapat dilihat dan diamati adalah situasi pembelajaran di kelas cukup hidup, aktif dan penuh semangat. Semua peserta didik ikut aktif dalam memberikan pertanyaanpertanyaan tanpa ada rasa malu atau sungkan. Pada siklus I ini, soal diberikan sebanyak 30 nomor. Dan setelah dilakukan koreksi, ternyata mayoritas siswa mampu menjawab soal dengan benar. Tabel 1. Data tentang prestasi siswa dalam menjawab berbagai soal yang diajukan No 1 2 3 4 Prestasi Siswa Siswa yang menjawab benar semua Siswa yang menjawab salah satu Siswa yang menjawab salah dua Sisw yang menjawab salah tiga Jumlah Data : Primer 2005 Dari data tabel di atas menunjukkan bahwa memang benar terjadi peningkatan kualitas pemahaman siswa dengan menggunakan sistem pembelajaran dengan menyeimbangkan antara teori dan praktek. Selain kemajuan dan keunggulan yang diperoleh melalui sistem pembelajaran dengan menggunakan sistem penyeimbangan antara teori dan praktek tersebut, ternyata juga terdapat berbagai kelemahan yang memang cukup berarti pada sislus pertama ini, antara lain : 1. Terjadi keributan di dalam kelas. Kondisi ini terjadi akibat adanya praktek yang dilangsungkan secara bergiliran. Ketika terjadi kesalahan dalam praktek yang dilakukan oleh siswa di depan kelas, secara spontan siswa yang lain memberikan sorakan yang bernilai ejekan; 2. Terjadi kekakuan yang dialami oleh sebagian guru pengasuh. Artinya, guru merasa diburu-buru untuk bisa menyampaikan materi sesingkat dan sepadat mungkin, mengingat sedikitnya waktu yang disediakan dalam penyampaian praktek, yakni hanya 22,5 menit; 2. Pelaksanaan Siklus II Dalam pelaksanaan siklus dua ini, sudah mulai terjadi peningkatan demi peningkatan. Guru pengasuh mata pelajaran agama langsung menerapkan metode baru sebagaimana yang tertuang 10 Jumlah 28 orang 6 orang 4 orang 2 orang 40 % 70 10 15 5 100%

Kultura Volume: 11 No.1 Desember 2010

dalam penelitian tindakan kelas (PTK) ini, yakni meningkatkan dan memperbanyak frekuensi praktek siswa di kelas dalam bidang materi ibadah. Dalam proses penerapan siklus II ini, terjadi kemajuan pesat yang dialami siswa dimana motivasi dan semangat mereka dalam mengikuti dan mendengarkan pelajaran sangat meningkat, bahkan mereka dengan penuh rasa gembira dan rileks mengikuti materi yang diajarkan oleh guru. Kemajuan tersebut antara lain: 1. Terjadinya perhatian siswa terhadap penjelasan guru; 2. Banyaknya siswa yang bertanya tehadap materi pelajaran; 3. Semangatnya siswa dalam mengamati berbagai praktek ibadah; 4. Banyaknya siswa secara sukarela mempergunakan dan mempraktekkan kembali di depan kelas terhadap materi ibadah yang diajarkan oleh guru. 5. Tidak adanya rasa jenuh siswa dalam mengikuti materi pelajaran selama proses belajar mengajar berlangsung. Munculnya sikap berani siswa dalam memprakekkan materi ibadah yang disampaikan didorong oleh adanya berbagai faktor yang melatar belakanginya. Lebih jelasnya dapat dilihat dalam table berikut : Tabel 2. Jawaban responden tentang factor pendorong munculnya sikap berani siswa mempraktekkan materi pelajaran No 1. 2. 3. Faktor pendorong Ingin dikoreksi Guru Ingin mendapat pujian dari Guru Ingin menerapkanteori dalam praktek Jumlah Sumber : data primer 2005 Data di atas menunjukkan bahwa mayoritas siswa berani mempraktekkan dan memperagakan materi ibadah dengan penuh kesadaran. Karena mereka ingin dikoreksi oleh guru pengajarnya. Selain itu, umumnya siswa ingin memiliki kemampuan dalam menjalankan ibadah sebagaimana yang dilakukan oleh gurunya. Yang lebih membuat ketertarikan dan lebih menambah sikap keberanian siswa, antara aktifnya Guru meluruskan berbagai kesalahan yang dilakukan siswa. Guru akan aktif memberikan penjelasan dan mengajari secara rinci terhadap siswa yang melakukan praktek. 11 Jumlah 27 5 8 40 % 67.5 12.5 20 100%

Kultura Volume: 11 No.1 Desember 2010

Dalam pelaksanaan Siklus II ini, kondisi kemampuan siswa dalam mempraktekkan ibadah masih dalam tingkat sederhana maksudnya, umumya mereka masih dalam tahap menikmati perubahan Metode Pengajaran dari metode lama menuju Metode baru. Selain itu pula, jumlah pertemuan atau tatap muka dalam setiap siklus adalah sebanyak 5x. Jumlah demikian adalah tergolong sedikit, sehingga membuat siswa belum mampyu mempraktekkan secara benar dan sempurna sebagaimana yang dianjurkan dalam teorinya. Kelemahan selanjutnya adalah jumlah dan jenis materi ibadah tidak banyak yang dapat disampaikan dalam Siklus II, mengingat jumlah pertemuannya yang sedikit. 3. Pelaksanaan Siklus III Dalam pelaksanaan siklus III ini, berbagai kelemahan dan kekurangan yang dihadapi pada siklus I dan II sudah mulai bisa di atasi. Bahkan terjadi perkembangan pesat di luar dugaan, terutama menyangkut proses belajar mengajar di dalam kelas. Bukan itu saja, semangat, motivasi dan aktivitas belajar di luar kelas juga meningkat, akibat pengaruh penerapan pembelajaran dengan menggunakan sistem penyeimbangan antara teori dan praktek. Betapa tidak, pada sistem ini, guru tidak hanya menuntun dan mengoreksi praktek siswa di dalam kelas saja, namun guru juga menyuruh siswa untuk banyak melakukan praktek materi pelajaran di luar kelas, seperti di rumah, di masjid-masjid, majlis ta`lim, dan lain sebagainya. Kegiatan siswa dalam memperaktekkan materi ibadah tersebut di luar kelas, dibuktikan dengan data dan isian kartu yang telah disediakan sebelumnya. Melalui kartu tersebut, akan diketahui secara jelas, berapa kali siswa melakukan praktek, jenis materi pelajaran apa yang dipraktekkannya, pada bulan dan minggu keberapa, dan siapa pembimbingnya. Kemajuan danpeningkatan tersebut, terdapat pada beberapa hal berikut : 1. Terjadinya peningkatan dan kemajuan pada aktivitas pembelajaran agama Islam siswa, baik di dalam kelas maupun di luar kelas; 2. Terjadinya peningkatan dan pemahaman siswa terhadap berbagai materi yang diajarkan kepadanya. Hampir semua soal yang diajukan kepada siswa, pasca penyampaian seluruh materi di akhir siklus, mampu dijawab dengan benar; 3. Terjadinya peningkatan penguasaan siswa terhadap makna bacaan yang terdapat dalam shalat maupun pada ayat-ayat pendek yang diajarkan kepada mereka;

12

Kultura Volume: 11 No.1 Desember 2010

1. Terjadinya lingkungan belajar yang kondusif, efektif dan efisien. Umumnya siswa sangat tertarik dengan metode ini. Lebih jelasnya dapat dilihat dalam table berikut : Tabel 5. jawaban responden tentang ketertarikan mereka terhadap metode penyeimbangan antara teori dan praktek pada pembelajaran agama Islam Tabel 3. Jawaban responden tentang factor ketertarikan siswa terhadap pembelajaran melalui penyeimbangan antara teori dan praktek No 1. 2. 3. Faktor Ketertarikan Seimbangnya Teori dan praktek Adanya Unsur bermain Metodenya Tidak monoton Jumlah Sumber : data primer 2005 Data table di atas menunjukkan bahwa memang siswa benar-benar tertarik dengan metode yang ditawarkan. Bahkan mereka inginmetode semacam ini tetap dipertahankan,demi mudahnya mereka bisa memahami dan mempraktekkan berbagai materi ibadah yang membutuhkan praktek. Kenyataan ini dapat disertakan melaui penelitian terakhir kempulan soal-soal selama 3 tahun terakhir yang tersimpan dlam arsip MAS binaan UMN Al-Wasliyah lebih jelasnya dapat dilihat dalam table berikut : Jumlah 19 10 11 40 % 47.5 25 27.5 100%

Tabel 4. Data tentang perbandingan jumlah soal yang bernilai teori dan praktek.

13

Kultura Volume: 11 No.1 Desember 2010

No 1 2

Jenis soal Mid Semester Ujian Final Ujian Negara

Jumlah Soal 2003 50 50 50 150

Jumlah Soal 2004 50 50 50 150

Jumlah Soal 2005 50 50 50 150

Sifat Soal Teori 147 145 150 442 Praktek 3 5 0 8

Jumlah

Sumber : Data primer 2005 Tampilan data tabel di atas menunjukkan bahwa hanya hanya sekian persen saja sifat soal yang mengarah pada pemberian praktek siswa. Jadi jelaslah sudah bahwa sungguh sistem pembelajaran nasional kita tidak seimbang antara teori dan praktek. Oleh karenanya, wajar saja kalau kompetensi siswa kita memiliki kemampuan rendah. Oleh karenya akibat kebijakan dalam membanyakkan porsi soal bersifat teoritis maka menimbulakan dampak negatif bagi siswa, yakni rendahnya kemampuan mereka dalam memahami materi bacaan shalat dan ayat-ayat pendek yang diajarkan kepada mereka F. Simpulan 1. Kesimpulan 14

Kultura Volume: 11 No.1 Desember 2010

1. Terjadinya kelemahan dan rendahnya kemampuan siswa dalam mempraktekkan materi ibadah, lebih didorong oleh factor berikut : a. Kurangnya praktek ibadah pada mata pelajaran agama Islam yang diberikan Guru kepada siswa; b. Jarangnya Guru menggunakan media pembelajaran, khususnya menyangkut penggunaan gambar yang berhubungan dengan pelaksanaan ibadah; c. Jarangnya Guru memberikan kesempatan bertanya kepada siswa. Guru lebih banyak menghabiskan waktunya dalam menjelaskan materi pelajaran; d. Guru jarang memberikan tugas yang harus dikerjakan dan diselesaikan di rumah siswa. 2. Sedangkan penyebab rendahnya pemahaman siswa dalam menguasai makna bacaan shalat dan ayat-ayat pendek sebagai berikut : a. Guru lebih asik dan berfokus dalam menyuruh siswa menghafal bacaan shalat dan ayat-ayat pendek saja, tanpa memperdulikan apakah siswa memahami artinya atau tidak; b. Jarang sekali ada soal yang diberikan guru mangarah pada pengupasan makna bacaan shalat dan ayat pendek yang pernah diajarkan kepada guru. Daptar Bacaan Abdul Wahab Khallaf, Ilmu Usulil Fiqh,tt Maktabah Dawah Islamiyah, Kairo. Abdul Munim Al-Maligy, Dendam anak-anak, Bulan Bintang, 1980, Jakarta Abdul Kodir Munsy, Pedoman Mengaja (Bimbingan Praktis Untuk Calon Guru)r, Al-Ikhlas, tt, Surabaya. Bukhari, Shahih Bukhari,tt.Juz I, Maktabah Assikbi, Beirut. Depdikbud, Pedoman Umum Penyelenggaraan Kejar Paket B Dalam Rangka Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun, 1994 /1995, Jakarta. Hadari Nawawi, Organisasi Sekolah dan Pengelolaan Kelas, Gunung Agung, 1985, Jakarta. Helmi Karim, Fiqh Muamalah, 1997, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta Heinz Kock, Saya Guru Yang Baik !?, tt, Kanisius, Yogyakarta. Harjanto, Perencanaan Pengajaran, 1997,Rineka Cipta, Jakarta. Ibnu Rusd, Bidayatul Mujtahid, tt, Keluarga Semarang, Semarang.

15

Kultura Volume: 11 No.1 Desember 2010

Ki Mohammad Said Reksohadiprodjo, Masalah Pendidikan Nasional Beberapa Sumbangan Pikiran, Haji Masagung, 1989, Jakarta Muammal Hamidy dan Imron A. Manan, Terjemahan Tafsir Ayat Ahkam Ash Shabuni, PT. Bina Ilmu, 1994, Surabaya. M. Arifin, Kapita Selekta Pendidikan, Bumi Aksara, 2000, Jakarta Moch. Idochi, Kepemimpinan Dalam Proses belajar Mengajar, Angkasa, 1990, Bandung. Muslim, Abdul Husain Ibnul Hujjaj, 1992, Shahih Muslim, Istambul. Masjfuk Zuhdi, Studi Islam, 1993, Jilid III, PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta. Masri Singarimbun, Metode Penelitian Survai, LP3ES,Cet.II. 1995, Jakarta. Nasution, Teknologi Pendidikan, Bumi Aksara, 1994, Jakarta. P.Joko Subagyo, Metode Penelitian Dalam Teori dan Praktek, 1997. PT.Rineka Cipta, Jakarta. Sanapiah Faisal, Format-format Penelitian Sosial, 1992, Rajawali Press, Jakarata. Sukarno, Dasar-dasar Pendidikan sains, 1981, Bharata Karya Aksara, Jakarta. Ulbert Silalahi, Studi Tentang Ilmu Administrasi, sinar Baru, tt , Bandung. Yusuf Qardhawi, Fiqh Prioritas Urutan Amal yang Terpenting dari yang Penting, 1997, Gema Insasi Press. Yunus Hasan, Perbaikan & Penyeragaman Bentuk Program Pendidikan dan Pelatihan (Program Pengajaran), 1998 1999, Depdiknas. Winardi, Pemimpin dan Kepemimpinan dalam Menejemen, Alumni, 1979, Bandung. W. James Popham, Bagaimana Mengajar Secara Sistematis, Kanisus, 1981, Jakarta. Zakiah Daradjat, Membina Nilai-nilai Moral di Indonesia, Bulan Bintang, tt, Jakarta. Zuhairini, Filsafat Pendidikan Islam, Bumi Aksara, tt, Jakarta.

16

Anda mungkin juga menyukai