Anda di halaman 1dari 20

Strategi Pemerintah Kalsel dalam memasuki pasar Internasional

February 5, 2011 Leave a comment BAB IV TANTANGAN, PELUANG DAN STRATEGI EKSPOR NON MIGAS KALIMANTAN SELATAN

Uraian pada bab keempat akan membahas mengenai Strategi pengembangan komoditi ekspor non migas, terutama mengenai kajian pasar komoditi perikanan Kalsel dalam memasuki pasar Uni Eropa. Dalam bab ini juga akan dikemukakan mengenai langkah-langkah yang dilakukan oleh pemerintah daerah Kalimantan Selatan dalam upaya pengembangan ekspor komoditi non migasnya agar dapat bersaing di pasar global. Kemudian, pembahasan pada bab ini akan diakhiri dengan ulasan mengenai kerjasama yang dilakukan oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kalsel dengan Japan International Cooperation Agency dalam upaya peningkatan ekspor non migas di wilayah Kalimantan Selatan.

A. Strategi Pemerintah Kalsel dalam memasuki Pasar Internasional. Kepastian akan datangnya globalisasi ekonomi tidak dapat kita hindari. Globalisasi ditandai dengan makin terbukanya pasar antar negara dan semakin cepatnya arus perdagangan barang dan jasa. Keadaan ini akan semakin memperketat persaingan dalam perdagangan internasional, karena hambatan masuk ke suatu negara akan semakin tipis. Agar mampu bersaing di pasar internasional, suatu negara harus mampu meningkatkan daya saing produknya supaya tidak kalah bersaing, apalagi untuk produk-produk yang bisa di produksi dimana saja dengan biaya yang relatif sama. Saat ini strategi perdagangan yang hanya mengandalkan jumlah produk yang bervariasi atau berspektrum luas ( broad-base) perlu ditingkatkan dengan muatan inovatif yang tinggi agar produk mampu menembus persaingan ketat antar produk yang dibuat dengan teknologi rendah dan mudah dibuat secara masal[1]. Untuk memenangkan persaingan luar negeri, sangat disarankan kepada pengusaha Kecil dan menengah yang berorientasi ekspor untuk secara terus menerus dan berkesinambungan melakukan pemantauan pasar strategis produknya, tidak hanya bagi perusahaan yang belum memiliki link atau akses pasar saja, tetapi juga perusahaan yang sudah lama menjadi pemain di pasar tujuan. a. Perikanan sebagai salah satu Komoditi Unggulan Kalsel.

Sebagaimana telah disebutkan dalam metode penyusunan di bab III bahwa dalam penyusunan produk unggulan daerah Kalimantan Selatan terdiri dari dua tahapan, yaitu menggunakan analisis tabel data berupa uraian statistik dan analisis deskriptif yang mengkombinasikan output hasil tahap pertama, hasil inventarisasi komoditi yang telah memasuki pasar ekspor dan program unggulan dari dinas teknis. Pada bab ini akan disajikan hasil analisis berdasarkan masing-masing metode dan tahapan. Dari hasil tersebut selanjutnya akan di gabungkan secara keseluruhan, kemudian akan dilakukan kajian pasar terhadap salah satu komoditi unggulan yang meliputi peluang pasar dan pertumbuhannya, pangsa pasar (market share), negara pesaing utama di dunia, saluran distribusi, prosedur impor, serta strategi untuk memasuki pasar.

a.

Produk Unggulan Berdasarkan Hasil Analisis Tabel Data.

Berdasarkan data pada Dinas Perindustrian dan Perdagangan Propinsi Kalimantan Selatan mengenai realisasi volume ekspor Kalimantan Selatan Tahun 2000-2004, diperoleh data sebagai berikut ; Tabel 4.1 Realisasi Volume Ekspor Berdasarkan Sektor Propinsi Kalimantan Selatan Tahun 2000-2004 No 1 2 3 4 5 6 Tahun (dalam Kg) Mata Dagangan 2000 2001 2002 2003 2004 Karet 20.235.632,00 25.379.648,46 32.841.002,00 27.464.857,64 26.131.590,44 Kayu 1.312.422.361,59 662.879.374,59 669.651.640,87 613.266.732,92 595.547.517,02 Rotan 2.134.257,59 2.502.995,01 4.879.074,29 6.417.336,18 10.481.861,66 Perikanan 3.194.016,34 2.732.497,66 1.889.855,19 1.379.693,06 2.071.193,22 Tambang 20.886.812.778,87 29.289.335.108,89 28.809.581.740,14 37.757.276.185,71 47.456.555.678,76 Produk 22.227.645.590,46 29.989.916.342,32 29.524.924.836,98 38.433.948.043,55 48.191.384.383,00 lain

Sumber : Dinas Perindustrian dan Perdagangan Propinsi Kalimantan Selatan.

Adapun uraian dari masing-masing sektor unggulan tersebut adalah sebagai berikut ; Tabel 4.2 Sektor Unggulan Berdasarkan Hasil Inventarisasi Dinas Perindustrian dan Perdagangan Propinsi Kalimantan Selatan atas Komoditi yang Telah di Ekspor Tahun 2000-2004 No Nama Sektor 1. Karet Uraian Sektor Ekspor Kalsel atas komoditas karet pada tahun 2000-2004 meliputi produk RSS, SIR, LATEX. Adapun negara importir terbesar atas komoditi ini meliputi Jepang, Korea Selatan, dan Amerika Serikat.

2.

Kayu

Ekspor Kalsel atas komoditas Kayu pada tahun 2000-2004 meliputi produk Kayu Gergajian, Plywood, Fancy Plywood, Film Paced Plywood, Block Board, Particle Board, Door Jamb, Dowel/ Moulding, Komponen Set, Laminated Board, Pachinko Frame, Flooring/ Wall Panel, Finger Joint, Garden Furniture, Bilah Ramin, Komponen Bangunan, Stick, Wood Carpet, Solid Door, S2S, Box Piano, Box Kipas Angin, Laminated Solid, Komponen Truck Body, Door Frame, Guitar Board, Kayu Log, Lunch Box, Square Tile, Garden Tile, Skiting Board. Adapun negara importir terbesar atas komoditi ini antara lain adalah Jepang, Amerika Serikat dan Saudi Arabia.

3.

Rotan

Ekspor Kalsel atas komoditas Rotan pada tahun 2000-2004 meliputi produk Lampit Rotan,Tikar Rotan, Keranjang Rotan, Pemukul Kasur, Ajiro Jabutan, Rattan Furniture, Bantal Rotan, Rattan Sabrina, Webbing Mat, Webbing Zabutan, Rattan Cushion, Ajiro Mat, Rattan Uitschort, Rattan Troy,

Hati Rattan, Rattan Mat, Rattan Carpet, Kulit Rotan. Adapun negara importir terbesar atas komoditi ini adalah Hongking, Jepang dan Singapore.

4.

Perikanan

Ekspor Kalsel atas komoditas Perikanan pada tahun 20002004 meliputi produk Udang Beku, Ikan Beku, Tulas Bulus, Kepiting Segar, Tempurung Bulus, Ubur-ubur Kering, Ikan Segar, Kura-kura Hidup, Udang Kering, Belut Hidup, Kulit Ular Air Kering, Tokek Kering, Kerapas Kura-kura. Adapun negara importir terbesar atas komoditi ini antara lain adalah Jepang, Hongkong dan Taiwan.

5.

Tambang

Ekspor Kalsel atas komoditas Tambang pada tahun 20002004 meliputi produk Batubara, Semen, Klinker, Batu Besi, Pasir Gunung, Pasir Sirkon. Adapun negara importir terbesar atas komoditi ini antara lain adalah Jepang, Thailand dan Taiwan.

No Nama Sektor 6. Produk Lain

Uraian Sektor Ekspor Kalsel atas komoditas Produk lain pada tahun 20002004 meliputi produk Akar Telunjuk Langit, Kulit Gemor, Formalin Bulk, Getah Jelutung, Biji Pinang, Cassia Vera, Damar, Furniture Bamboo, Arang Halaban, Sarang Burung, Bambo, Bambo Karpet, Perhiasan Emas, Marmer, Arang Tempurung, Alat Pertanian, Perabotan, Phenolic Glue (Lem), Dry Sea Weed (Rumput Laut), Kopera, Alat-alat Berat/Suku Cadang, Hardner, Minyak Kelapa Sawit (CPO). Adapun negara importir terbesar atas komoditi ini antara lain adalah Jepang, Korea Selatan, dan Amerika Serikat.

Sumber : Dinas Perindustrian dan Perdagangan Propinsi Kalimantan Selatan.

b.

Produk Unggulan menurut Pandangan Dinas Teknis.

Produk unggulan Propinsi Kalimantan Selatan menurut pandangan dinas teknis adalah produk yang diunggulkan oleh dinas dengan harapan bahwa produk tersebut nantinya dapat menunjang program peningkatan perekonomian daerah. Produk unggulan yang diperoleh merupakan data kompilasi dari Dinas Kehutananan dan Perkebunan, Dinas Kelautan dan Perikanan, Dinas Pertanian dan Peternakan dan Dinas Perindustrian dan Perdagangan serta Pusat Pelatihan dan Pengembangan Ekspor Daerah Propinsi Kalimantan Selatan. Produk-produk unggulan menurut pandangan dinas teknis diantaranya adalah Komoditi karet, rotan, kayu, udang beku, hasil tambang, kelapa sawit (CPO), kopra, kopi.

b. Arah Kebijakan, Strategi, dan Prioritas Rencana Strategis Pembangunan Perikanan dan Kelautan Kalimantan Selatan Tahun 2001 2005[2]. a. Arah Kebijakan

Kebijakan pembangunan sektor perikanan dan kelautan di Kalimantan Selatan didasarkan pada pendekatan pembangunan yang diarahkan agar mampu memainkan peranan utama dalam perbaikan perekonomian nasional dalam arti agar sektor perikanan dan kelautan mampu memposisikan dirinya sebagai penggerak pembangunan ekonomi nasional dan memberdayakan masyarakat pembudidaya ikan-nelayan agar mampu mandiri dalam melaksanakan usahanya serta dapat mengartikulasikan kepentingannya secara efektif. Disamping itu kegiatan usaha perikanan saat ini mengacu pada paradigma baru yaitu mengendalikan penangkapan, mengembangkan budidaya dan meningkatkan mutu. b. 1) 2) 3) 4) Strategi Umum Mengoptimalisasikan pemanfaatan sumberdaya domestik Menerapkan teknologi tepat guna dan spesifikasi lokasi. Meningkatkan efisiensi sistem aquabisnis dan diversifikasi produk. Membina keseimbangan pertumbuhan antara perikanan rakyat dan perikanan industri.

5) Meningkatkan pelayanan dan perlindungan kepada masyarakat perikanan, keterpaduan dalam pembangunan sosial masyarakat serta menciptakan iklim berusaha yang baik.

6)

Membina dan mengembangkan desa pesisir/desa nelayan beserta masyarakatnya.

7) Pemberdayaan masyarakat perikanan melalui penguatan modal usaha serta peningkatan akses dengan perbankan/lembaga perkreditan. 8) Meningkatkan perekonomian perikanan sekaligus wilayah, melalui pembinaan mutu dan ekspor hasil perikanan. 9) Merehabilitasi ekosistem/habitat pesisir, laut dan sumberdaya perikanan lainnya.

10) Memanfaatkan potensi dan kondisi wilayah setempat dalam mendorong pertumbuhan ekonomi serta mampu mempromosikan Kalimantan Selatan sebagai bagian dari wilayah Nusantara yang mempunyai kekhasannya sendiri. c. 1) Strategi Sektor Peningkatan kualitas sumberdaya manusia.

Pengembangan sumberdaya manusia pada sektor perikanan dan kelautan ditujukan tidak saja kepada pembudidaya ikan/nelayan atau masyarakat perikanan pada umumnya, tetapi juga termasuk kepada aparat-aparat pembina perikanan dan kelautan itu sendiri. Pengembangan sumberdaya yang dilakukan, tidak hanya mencakup aspek-aspek teknis, seperti penciptaan Iptek, manajemen ataupun peningkatan keterampilan dan produktifitas, tetapi mencakup juga aspek yang lebih mendasar, yaitu peningkatan harkat, martabat dan kepercayaan terhadap diri sendiri, kemampuan berwiraswasta serta tanggung jawab baik sebagai anggota keluarga, warga masyarakat ataupun prfibadi mandiri. Oleh karena itu pembinaan terhadap pembudidaya ikan/nelayan tidak hanya ditujukan kepada fungsi mereka sebagai faktor produksi atau tenaga kerja, tetapi juga kepada fungsi mereka sebagai sumberdaya insani yang memerlukan keseimbangan kesejahteraan rohani dan jasmani. Sedangkan terhadap aparat pembina diharapkan akan tetap mau dan mampu meningkatkan pengetahuan, keterampilan serta wawasannya sesuai perkembangan yang terjadi melalui berbagai kesempatan baik dalam negeri maupun luar negeri. 2) Peningkatan Minabisnis

Upaya peningkatan minabisnis ditempuh melalui pembinaan terhadap usaha-usaha perikanan baik skala kecil (perikanan rakyat) maupun skala besar (perikanan industri) secara pararel, seimbang dan saling mendukung, baik secara teknis maupun manajemen sejak dari kegiatan penyedian sarana produksi, produksi, pengolahan serta pemasaran hasil perikanan dan kelautan hingga mampu menghasilkan tingkat produktifitas, efisiensi dan efektifitas yang tinggi serta nilai tambah hasil-hasil perikanan dan kelautan. Selain itu, juga perlu kegiatan promosi, sistem informasi, keterkaitan usaha yang saling berkepentingan antara pembudidaya ikan/nelayan dengan pengusaha (Pola PIR dan Bapak Angkat), koperasi, terobosan daerah pemasaran serta mendorong usaha-usaha baik untuk meningkatkan konsumsi ikan dalam negeri maupun ekspor hasil perikanan dan kelautan

dalam kualitas dan mutu yang terjamin. Oleh karena itu pembinaan pasca panen sebagai bagian dari minabisnis, juga tetap mendapat prioritas utama. Sehubungan dengan hal-hal itu pula, perlu dicipakan iklim usaha yang baik dan perlu didorong pertumbuhan perikanan rakyat dan pengusaha perikanan yang saling mendukung dan membutuhkan. 3) Pemanfaatan sumberdaya perikanan dan kelautan

Potensi lahan perikanan dan kelautan Kalimantan Selatan yang cukup luas harus dapat dimanfaatkan secara optimal tanpa menganggu kelestariannya dengan tingkat efisiensi dan efektifitas setinggi mungkin melalui usaha ekstensifikansi, intensifikansi, diversifikasi dan rehabilitasi serta dengan menggunakan teknologi tepat guna serta memberikan prioritas utama terhadap komoditi perikanan ekonomis penting serta komoditas ikan lokal yang bernilai tinggi. Disamping itu, usaha pengembangan perikanan laut, juga masih memungkinkan untuk ekstensifikansi dengan mendorong kearah penangkapan jarak jauh serta pengembangan usaha budidaya laut pada lokasi-lokasi yang memungkinkan. Sehubungan dengan hal tersebut pengembangan armada penangkapan ikan tetap ditingkatkan agar mampu melaksanakan usaha penangkapan ikan jarak jauh serta pada gilirannya mampu memanfaatkan perairan Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE). Dalam hubungan dengan pemanfaatan sumberdaya perikanan, dan kelautan tetap berorientasi pada pembangunan perikanan yang ramah lingkungan serta tetap mengutamakan kelestarian sumberdaya hayati. Oleh karena itu dalam memanfaatkan sumberdaya perikanan dan kelautan terus diarahkan untuk pencapaian produktifitas optimal, pemanfaatan secara rasional peningkatan pendapatan serta pembangunan struktur usaha yang seimbang antara usaha perikanan skala besar dan kecil. 4) Peningkatan dan optimalisasi prasarana perikanan dan kelautan

Dalam rangka pengembangan kegiatan dan usaha perikanan, dan kelautan, pembangunan dan rehabilitasi prasarananya akan tetap dilanjutkan dan bahkan pula ditingkatkan. Prasarana perikanan dan kelautan yang telah dibangun, perlu dimanfaatkan secara optimal bagi kepentingan sebanyak-banyaknya masyarakat, terutama masyarakat perikanan dan kelautan. Pelabuhan Perikanan/Pangkalan Pendaratan Ikan selain dibangun untuk memperlancar kegiatan produksi, pengolahan dan pemasaran, sekaligus pula dijadikan sentra pengembangan masyarakat perikanan dan kelautan. 5) Pembangunan dan Pengembangan Balai-Balai Benih Ikan

Sesuai dengan kondisi wilayah dan potensi sumberdaya perikanan yang tersedia, pengembangan budidaya perikanan khususnya dalam memanfaatkan potensi perairan umum, sangat mutlak diperlukan. Pengembangan lahan gambut sejuta hektar di Kalimantan Tengah yang berbatasan dengan Kalimantan Selatan, pembukaan lahan gambut seribu hektar di Kabupaten Tanah Laut, serta pengembangan perairan umumnya yang sangat luas, memberikan isyarat bahwa kebutuhan benih serta induk-induk ikan yang unggul perlu disiapkan. Oleh karena itu pembangunan, pengembangan serta peningkatan balai-balai benih sesuai dengan keperluan dan fungsinya perlu mendapat prioritas tersendiri. Disamping itu pengembangan Unit-unit Pembenihan Rakyat (UPR) perlu tetap didorong pengembangannya. 6) Teknologi Usaha Perikanan dan Kelautan

Pengembangan teknologi usaha perikanan dan kelautan diarahkan pada teknologi yang tepat dan berhasil guna serta disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan yang ada. Pengembangan dilaksanakan dalam upaya meningkatkan efisiensi, produktifitas serta mutu hasil perikanan dan meliputi antara lain : teknologi budidaya, penangkapan, pemasaran, pasca panen ataupun informasi dan komunikansi. 7) Peningkatan keterpaduan Menanggulangi Kemiskinan

Untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat serta mempercepat pengentasan kemiskinan, koordinasi dan keterpaduan antara instansi terkait, perlu ditingkatkan kegiatan keterpaduan dalam rangka menanggulangi kemiskinan agar pelaksanaannya dapat berjalan lebih efisien dan berhasil guna serta tidak tumpang tindih. Kegiatan Pembangunan Desa, AMD, HKSN, Padat Karya, UPGK, PKK ataupun Posyandu tetap didukung dan dilaksanakan secara terpadu dan selalu harus dievaluasi manfaat serta dampaknya, khususnya bagi masyarakat perikanan. 8) Gema Insani, Gerbang Perak dan PMMT

Gerakan Makan Ikan yang telah dicanangkan oleh Presiden RI pada tanggal 16 Oktober 1996 di Jakarta, merupakan peristiwa dan momentum yang strategis bagi pengembangan perikanan di Indonesia termasuk di Kalimantan Selatan. Usaha peningkatan gizi masyarakat melalui peningkatan konsumsi makan ikan tetap ditingkatkan sebagai salah satu konstribusi sektor perikanan dan kelautan. Gerakan Makan Ikan, tidak sekedar bagaimana ikan dikonsumsi masyarakat, tetapi perlu dijabarkan lebih luas lagi, yaitu sejak proses pengadaan ikan itu sendiri, produksinya, pengolahannya hingga ikan tersebut disajikan pada konsumsi akhir dengan mutu yang terjamin.

Oleh karena itu Gema Insani harus didukung oleh Gerakan Pembangunan Perikanan Rakyat dengan segala daya dan kemampuan yang ada, termasuk pada kantong-kantong kemiskinan dengan mengarahkan pada potensi-potensi daerah itu sendiri yang memungkinkan. Disamping itu, untuk menjamin tersedianya produk-produk hasil perikanan yang berkualitas, Program Manajemen Mutu Terpadu (PMMT) tetap didorong dalam pelaksanaannya. Pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya ikan perlu dilaksanakan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Peraturan-peraturan di bidang perikanan lebih mengarah dalam upaya menjaga kelestarian sumberdaya perikanan dan kelautan, agar pelaksanaannya sejalan dengan peraturan yang berlaku perlu adanya pengawasan dan pengendalian di lapangan. Dalam melaksanakan pengawasan dan pengendalian sebagai upaya penegakan peraturan dibidang perikanan, perlu didahului oleh pembinaan dan sosialisasi tentang hukum kepada pelaku usaha dibidang perikanan khusus pembudidaya ikan dan nelayan serta masyarakat pada umumnya. Untuk lebih mengoptimalkan pengawasan, akan dilakukan pembinaan sistem pengawasan mandiri oleh masyarakat, melalui penggalangan SISWASMAS (Sistem Pengawasan Masyarakat) dan Kelompok Masyarakat Pengawas (POKMASWAS). Penataan ruang wilayah pesisir dan pantai serta rehabilitasi ekosistem pesisir (mangrove, terumbu karang, estuaria dll). Dalam pengelolaan habitat pesisir di Kalimantan Selatan, saat ini tingkat pemanfaatan potensi sumberdaya tidak merata karena belum mengarah pada perencanaan pembangunan perikanan yang mengacu pada tata ruang termasuk didalamnya tata guna lahan perikanan untuk usaha penangkapan dan budidaya perikanan. Untuk mengantisipasi kerusakan habitat pesisir akibat kurangnya kesadaran masyarakat akan potensi sumberdaya ikan tersebut, maka perlu adanya dukungan pengaturan, penataan, pengawasan dan pengendalian terhadap pengelolaan sumberdaya ikan serta perlu juga dilakukan kegiatan perbaikan/rehabilitasi habitat pesisir pada daerah-daerah yang sudah mengalami kerusakan. Pembangunan dan pengembangan wilayah pesisir, pantai dan kelautan Pembangunan dan pengembangan wilayah pesisir, termasuk didalamnya masyarakat desa pantai/desa nelayan yang merupakan bagian dari masyarakat secara keseluruhan perlu mendapat perhatian khusus dan penanganan tersendiri. Hal ini mengingat bahwa pada umumnya desa pantai/desa nelayan masih jauh tertinggal dibandingkan dengan masyarakat desa lain, akibat terisolasinya mereka dari pusat kegiatan selama ini.Dilain pihak, masyarakat desa pantai/desa nelayan dengan perikanan dan kelautannya, keberadaannya mempunyai nilai yang strategis dan sangat prospektif. Oleh karena itu, dalam rangka meningkatkan harkat dan martabat masyarakat desa, khususnya di Kalimantan Selatan serta melepaskan mereka dari keterbelakangan dan kemiskinanan dimaksud, sudah waktunya pembangunan desa pantai/desa nelayan perlu direalisasikan secara nyata. Agar pelaksanaannya dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan pembangunan desa pantai/desa nelayan perlu diwujudkan dalam perencanaan khusus yang mantap, sehingga

potensi dana, daya yang tersedia dapat dimanfaatkan secara terpadu, berdaya guna dan berhasil guna.

c. Kajian Pasar Komoditi Perikanan Kalsel di Uni Eropa. Dalam pelaksanaannya, strategi menurut komoditi lebih menekankan pada objek yang dianggap primadona di daerah. Diantara produk-produk unggulan yang berasal dari Propinsi Kalimantan Selatan, sebagai contoh komoditi udang beku, merupakan salah satu produk unggulan Kalsel untuk non minyak dan gas yang perlu mendapatkan perhatian, khususnya terjaminnya pemasaran, terutama pasar ekspor yang memiliki hubungan positif dengan penambahan devisa negara. Adapun permasalahan yang tengah dihadapi oleh pengusaha di Propinsi ini adalah masih kaburnya informasi tentang pasar ekspor, seperti besarnya permintaan pasar, trend pasar, prosedur ekspor, jalur distribusi, lokal partner serta pemilihan strategi pemasaran yang efisien dan efektif. Kegiatan ekspor yang berhasil hanya akan dapat dicapai, dengan mengetahui tendensi perkembangan dan pertumbuhan pasar untuk produk ekspor dan untuk pasar tujuan ekspor. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka dalam tulisan ini penulis mencoba memaparkan kajian pasar produk udang beku di Uni Eropa, meliputi peluang pasar dan pertumbuhannya, pangsa pasar (market share), negara pesaing utama di dunia dan pesaing regional di Asia Tenggara, saluran distribusi, prosedur impor, serta strategi untuk memasuki pasar[3]. a) Deskripsi Produk Shrimps Prawns Frozen termasuk dalam SITC 03611 atau termasuk dalam CN Code 030613. Produk-produk ini jika dirinci terdiri dari shrimp and prawn family pandalidae, genus Crangon, deepwater rose shrimps, genus Penaeus dan lainnya. Lebih dari 85% produk ekspor udang beku Indonesia ke Uni Eropa merupakan jenis genus Penaeus. b) Trend Impor i. Impor Uni Eropa dari Dunia

Impor udang beku UE selama periode tahun 1996 2000 memperlihatkan peningkatan ratarata 11.47% pertahun, atau meningkat dari Euro 1,3 milyar tahun 1996 menjadi Euro 2.05 milyar pada tahun 2000. Peningkatan ini terjadi karena pada tahun 1998 dan 2000 impor udang beku UE dari dunia meningkat cukup besar masing-masing 26.95% dan 54.74%. Sementara itu pada periode yang sama volume impor mengalami peningkatan rata-rata 4.57% pertahun lebih rendah dari peningkatan nilai ekspornya. Dengan menggunakan perhitungan perbandingan nilai impor terhadap volume maka diperoleh perkiraan harga impor yaitu adanya kecenderungan meningkat rata-rata 5.07% pertahun selama periode 1996-2000. Pada tahun 2001 nilai impor udang beku UE dari dunia memperlihatkan peningkatan 17.95% dibandingkan periode yang sama tahun 2000, sementara volume impornya meningkat

16.61%. Perkembangan impor udang beku Uni Eropa dari Indonesia dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 4.3 Perkembangan impor udang beku Uni Eropa dari Indonesia Tahun Nilai Impor (Euro 000) 1996 1278909 1997 1322887 1998 1679434 1999 1528825 2000 2047092 Trend (96-00) 11.47% 2000(Jan-June) 814435 2001 (Jan-June) 960620 Perubahan (%) 3.44 26.95 -21.23 54.74 17.95 Volume (M Perubahan Ton) (%) 241686 234199 -3.10 277916 18.67 261825 -5.79 285745 9.14 4.57% 123588 144116 16.61 Harga (Euro/m ton) 5.29 5.65 6.04 5.05 7.16 5.07% 6.59 6.67

ii.

Pangsa Impor Produk Udang Beku di Uni Eropa

Peranan impor extra-UE udang beku dalam total nilai impor UE relatif sangat kecil tidak lebih dari 0.25%. Pangsa impor tersebut selama 5 tahun (1996-2000) memperlihatkan penurunan dari 0.22% pada tahun 1996 menjadi 0.20% tahun 2000. Hal ini memperlihatkan selama lima tahun impor udang tidak memperlihatkan peningkatan permintaan yang berarti dibandingkan permintaan impor akan produk-produk yang lain. Sebagai gambaran impor udang beku selama tahun 1996-2000 meningkat rata-rata 11.47% pertahun sedangkan nilai total impor extra EU selama periode tersebut meningkat rata-rata 13.78% pertahun.

Tabel 4.4

Pangsa Impor Produk Udang Beku di Uni Eropa Tahun Impor Udang UE (Euro 000) 1278909 1322887 1679434 1528825 2047092 814435 960620 Total Impor UE dari Dunia (Euro 000) 581101000 672568000 710538000 779825000 1028962000 440061000 531164454 Pangsa Impor Udang (%) 0.22 0.20 0.24 0.20 0.20 0.19 0.18

1996 1997 1998 1999 2000 2000 (Jan-June) 2001 (Jan-June)

iii.

Impor menurut negara asal

Pada tahun 2000 Uni Eropa mengimpor udang beku sebesar Euro 2.484,8 juta. Selama 4 tahun berturut-turut (1996-1999), Ecuador merupakan pemasok udang beku yang terbesar bagi Uni Eropa. Pangsa pasar impor dari Ecuador pada tahun 1996 mencapai 11,49% dan mencapai puncaknya pada tahun 1997 mencapai 12,63%. Setelah tahun 1997 pangsa impor UE dari Ecuador mengalami penurunan, sehingga pada tahun 2000 Ecuador hanya menduduki tempat ke-7 sebagai pemasok udang beku ke pasaran UE dengan pangsa 4.03%. Kecenderungan serupa dialami oleh Thailand yang selama periode 1996-1998 merupakan pemasok terbesar kedua di UE dengan pangsa masing-masing 9,90% tahun 1996 dan 8,40% tahun 1997. Ekspor udang beku Thailand ke UE pada tahun 1999 dan 2000 menurun menjadi Euro 78,8 juta dan Euro 96,1 juta, angka ini masih jauh di bawah prestasi terbesar yang dicapainya dalam tahun 1998 (Euro 190,7 juta). Perdagangan intra-EU untuk udang beku cukup besar peranannya, negara-negara anggota UE seperti Belanda, Perancis, Belgia dan Inggris serta Denmark merupakan pemasok utama.

iv.

Impor dari Indonesia

Data statistik Eurostat tahun 1996-2000 mencatat kenaikan nilai impor udang beku UE yang berasal dari Indonesia dengan laju pertumbuhan rata-rata 44.62% pertahun. Sedangkan volume impornya meningkat rata-rata 42.33% pertahun selama periode tersebut meningkat dari 2879 metrik ton tahun 1996 menjadi 11734 metrik ton tahun 2000. Pada tahun 2001 (Januari-Juni) nilai impor udang beku UE dari Indonesia meningkat 43.70% sementara volumenya meningkat 38.32%. Selama periode tersebut telah tercatat pula kenaikan pangsa pasar komoditi yang berasal dari Indonesia dari 1.66% tahun 1996 menduduki tempat ke 19 sebagai pemasok (termasuk impor intra EU), menjadi 4.88% pada perode Januari-Juni 2001 atau menduduki peringkat ke 5 sebagai pemasok (termasuk impor intra EU). Gambaran mengenai hal ini dapat dilihat pada data berikut:

Tabel 4.5

Impor dari Indonesia Tahun Nilai Impor Perubahan Volume (Euro 000) 25030 48145 83143 85699 118699 47971 68935 (%) 92.35 72.69 3.07 38.51 43.70 Perubahan Harga (Nilai/Volume) (M Ton) (%) 2879 8.69 4799 66.69 10.03 8323 73.43 9.99 9856 18.42 8.70 11734 19.05 10.12 4835 9.92 6688 38.32 10.31

1996 1997 1998 1999 2000 2000 (Jan-Jun) 2001 (Jan-June)

Negara pesaing Indonesia di UE (berdasarkan data tahun 2001) adalah Argentina dengan pangsa 10.21%, India 6.23%, Bangladesh 6.06% dan Belanda 5.05%. Keempat negara tersebut mempunyai peranan sebesar 27.55% dari total impor udang beku UE. Walaupun saat ini Indonesia telah menjadi salah satu pemasok yang patut diperhitungkan oleh negara-negara pengekspor lainnya terutama bagi negara ASEAN, saat ini produk udang beku Indonesia dihadapkan oleh masalah-masalah standar yang cukup memprihatinkan. Pada bulan September 2001, UE mengeluarkan keputusan untuk melakukan pengawasan yang ketat melalui pemeriksaan melalui sampel setiap pengiriman udang yang dilakukan Indonesia akibat ditemukannya cloramfenikol dalam udang Indonesia. Chloramfenikol merupakan bahan kimia yang digunakan sebagai antibiotik yang dapat membahayakan manusia dan penggunaannya dilarang di UE dengan toleransi sebesar 0%. Disamping itu saat ini produk udang Indonesia juga dihadapkan masalah nitrofuran yang juga dilarang oleh digunakan di UE. Masalah ini masih dalam penyelidikan Komisi Eropa. c) Peraturan/Prosedur Impor i. Peraturan Terkait

Peraturan UE yang diterapkan untuk produk udang beku sebagian besar sama dengan peraturan yang diterapkan untuk produk perikanan lainnya. Karena pada prinsipnya peraturan-peraturan yang diterapkan UE untuk produk udang khususnya standar kesehatan, keselamatan konsumen dan perlindungan bagi kelestarian lingkungan juga diterapkan untuk produk perikanan. Peraturan-peraturan yang diterapkan adalah: 1. 1. Council Declaration of 30 May 1980 on the Common Fisheries Policy 2. Council Directive 92/59/EEC of 29 June 1992 on General Product Safety (Rapid Alert System for Foodstuffs) 3. Commission Decision No. 2001/705/EC of 27 September 2001 concerning certain protective measures with regard to certain fishery and aqua-culture products intended for human consumption and originating in Indonesia (notified under document number C(2001) 2935)

4. Council Regulation (EC) No 2578/2000 of 17 November 2000 amending Regulation (EC) No 2406/96 laying down common marketing standards for certain fishery products 5. Council Regulation (EC) No 1298/2000 of 8 June 2000 amending for the fifth time Regulation (EC) No 850/98 for the conservation of fishery resources through technical measures for the protection of juveniles of marine organisms ii. Daftar alamat instansi pemerintah terkait dengan proses impor

Directorate General for Health and Consumer Protection European Commission, Directorate D Food Safety : production and distribution chain Rue de la Loi 200, B-1049 Bruxelles Belgium Telpon : 32-2-2991111. Fax : 32-2- 2991061 d) Peraturan / Prosedur Labeling Komisi Eropa mengatur labelling & packaging untuk fisheries products dalam beberapa keputusan yaitu: i. Labelling 1. 1. Council Directive 90/496/EEC of 24 September 1990 on nutrition labeling for foodstuffs 2. Directive 2000/13/EC of the European parliament and of the Council of 20 March 2000 on the approximation of the laws of the member States relating to the labeling, presentation and advertising of foodstuffs 3. Commission Directive 94/54/EC of 18 November 1994 concerning the compulsory indication on the labeling of certain foodstuffs of particulars other those provided for in Council Directive 79/112/EEC 4. Council Directive 96/21/EC of 29 March 1996 amending Commission Directives 94/54/EC concerning the compulsory indication on the labeling of certain foodstuffs of particulars other than those provided for in Directive 79/112/EEC 5. Commission Directive 1999/10/EC of 8 March 1999 providing for derogations from the provisions of article 7 of Council Directive 79/112 as regards the labeling foodstuffs 6. Council Regulation (EEC) No 2081/92 of 14 July 1992 on the protection of geographical indications and designations of origin for agricultural products and foodstuffs 7. Council Regulation (EC) No 535/97 of 17 March 1997 amending Regulation (EEC) No 2081/92 on the protection of geographical indications and designations of origin for agricultural products and foodstuffs 8. Commission Regulation (EEC) No 2037 of 27 July 1993 laying down detailed rules of application of Council Regulation (EEC) no 2081/92 on the protection of geographical indications and designations of origin for agricultural products and foodstuffs 9. Commission Regulation (EC) No 1107/96 of 12 June 1996 on the registration of geographical indications and designations of origin under the procedure laid down in article 17 of Council Regulation (EEC) No 2081/92

10. Commission Regulation (EC) No 123/97 of 23 January 1997 supplementing the Annex to Commission Regulation (EC) No 1107/96 on the registration of geographical indications and designations of origin under the procedure laid down in Article 17 of Regulation (EEC) No 2081/92 11. Council Regulation (EEC) No 2081/92 of 14 July 1992 on certificates of specific character for agricultural products and foodstuffs 12. Commission Regulation (EEC) No 1848/93 of 9 July 1993 laying down detailed rules for the application of Council Regulation (EEC) No 2082/92 on certificates of specific character for agricultural products and foodstuffs 13. Commission Regulation (EC) No 2515/94 of 9 September 1994 amending Regulation (EEC) NO 1848/93 laying down detailed rules for the application of Council Regulation (EEC) No 2082/92 on certificates of specific character for agricultural products and foodstuffs ii. 1. 1. Commission Regulation (EC) No 50/2000 of 10 January 2000 on the labelling of foodstuffs and food ingredients containing additives and flavourings that have been genetically modified or have been produced from genetically modified organisms. 2. Council Regulation (EC) No 1139/98 of 26 May 1998 concerning the compulsory indication of the labelling of certain foodstuffs produced from genetically modified organisms of particulars other than those provided for in Directive 79/112/EEC 3. Commission Regulation (EC) No 49/2000 of 10 January 2000 amending Council Regulation (EC) No 1139/98 concerning the compulsory indication on the labeling of certain foodstuffs produced from genetically modified organisms of particulars other than those provided for in Directive 79/112/EEC. e) Peraturan Perpajakan i. Bea Masuk (MFN Tariff) GMO Labelling

030613 ( Shrimps and prawns: 03061310 of the family Pandalidae 12% 03061330 Shrimps of the genus Crangon 18% 03061340 Deepwater rose shrimps (Parapenaeus) 12% 03061350 Shrimps of the genus Penaeus 03061380 Other 12% 12%

ii.

Pajak Konsumsi

Walaupun sejak 1 Januari 1993 UE telah berusaha mengadakan harmonisasi Value Added Tax (pajak yg dikenakan pada tingkat penjualan ke konsumer akhir) negara-negara anggota UE, namun sampai sekarang hal tsb belum mencapai hasil. Sebagai akibatnya masingmasing negara anggota memberlakukan VAT yg berbeda untuk produk makanan sebagaimana yg terlihat pada tabel berikut ini : Tabel 4.6 VAT rates (in %) yang berlaku untuk produk makanan di UE, May 2000 Negara Belgia Denmark Jerman Yunani Spanyol Perancis Irlandia Itali Zero rate 0 Super Reduced 4 4,2 4 3 Reduced Rate Rate 6 7 8 7 5,5 12,5 10 6 10 5/12 17 12 Standard Rate 21 25 16 19,6 21 17 25 -

Luksemburg Belanda Austria Portugal Finlandia Swedia Inggris 0

iii.

Generalized System of Preference (GSP)

Berdasarkan Pasal 7 point 2 dari Skema GSP untuk periode 1 Januari 2002 s/d 31 Desember 2004, produk schrimps prawns merupakan produk yang termasuk dalam daftar produk sensitif oleh sebab itu produk tersebut mendapatkan preferensi penurunan tarif 3,5%. Tarif normal MFN sebesar 12%. Namun demikian pada skema yang lama penurunan tarif yang diperoleh lebih besar dari 3.5%. Berdasarkan artikel 7 point 3 beneficiary diperbolehkan untuk menggunakan ketentuan yang lama jika penurunan tarif pada skema GSP sebelumnya lebih tinggi. Oleh sebab itu tarif produk udang beku di UE dengan GSP akan diberlakukan sesuai dengan tarif yang lama yaitu sebesar 4,2%. f) Karakteristik Produk Ada sekitar 300 species di dunia untuk shrimps akan tetapi species utama yang diperjual belikan di pasar UE adalah : Pink (Pandalus borealis), Pacific white (Penaeus vannamei), sedangkan species lainnya adalah : Black Tiger (Penaeus monodon), Chinese white (Penaeus chinensis) dan gulf (Penaeus aztecus). i. Perbandingan dengan produk sejenis negara bersangkutan (negara kajian pasar)

Tidak dapat dipungkiri bahwa negara pemasok yang telah maju memiliki kemampuan lebih baik dalam pengolahan udang mentah menjadi udang beku yang siap untuk diekspor ataupun dikonsumsi. Komoditi ini termasuk rentan terhadap kriteria kesehatan yang dipersyaratkan oleh Uni Eropa. Dapat dikatakan bahwa setiap tahunnya timbul kasus penolakan produk udang oleh kantor inspeksi veteriner di negara anggota UE karena tercemar oleh bakteri (salmonela) atau terkandungnya chloramphenicol dalam udang beku yang berasal dari Indonesia atau negara pemasok lainnya.

ii.

Karakteristik produk dari negara-negara pemasok lain

Produk serupa yang berasal dari negara-negara tropis (Bangladesh, India, Thailand, Malaysia) pada umumnya hampir sama dengan produk yang diekspor oleh negara pesaing Indonesia dari Asia. Demikian pula halnya dengan produk serupa yang berasal dari negaranegara anggota Uni Eropa (Perancis, Denmark, Belanda atau Belgia). Karena produk-produk yang diekspor oleh negara-negara UE (intra trade) berasal dari produk-produk yang diimpor dari negara-negara Asia dan Amerika Latin. g) Sistem Distribusi Dan Praktek Bisnis i. Kondisi pasar bersangkutan (negara kajian pasar)

Pada bulan Januari UE mengeluarkan larangan atas impor beberapa produk hewani dari Cina termasuk diadalamnya untuk shrimp. Karena Cina a merupakan produser dan eksporter terbesar dari farmed shrimps maka hal ini telah memberikan dampak yang cukup besar bagi kondisi pasar di UE. Meskipun wild caught shrimp juga dilarang, akan tetapi larangan tsb hanya terfokus pada farmed shrimps dan jika situasi ini tidak diselesaikan dengan baik maka dampaknya akan menjadi lebih serius. Produser-produser lainnya tentu saja akan memanfaatkan keadaan ini. Thailand mengambil kesempatan ini untuk lebih bersikap agressif

dalam mempromosikan produk shrimps mereka baik ke EU maupun Amerika Serikat. India dan Indonesia juga masuk ke dalam fokus karena para pembeli Eropa kemudian beralih kepada kedua negara ini sebagai supplier pengganti. Average price (per kg) Black Tiger : US$ 13-15, White : US $ 9 -13; dan Pandalus : US$ 5-8. Namun demikian menurut Seafood Internasional, harga shrimps dilaporkan cenderung meningkat, sebagian karena adanya situasi ini (adanya larangan impor shrimps dari Cina ) dan sebagian lagi karena dampak yang biasa dari post-Christmas, yg menyebabkan menurunnya permintaan (Seafood International, Maret 2002 , hal 15). ii. Saluran distribusi

Sebagian besar dari produk-produk perikanan di UE merupakan produk yang diimpor dari negara lain dan hampir tidak ada negara anggota UE yang dapat menyediakan kebutuhannya sendiri (self-sufficient). Pasar untuk produk-produk perikanan di Uni Eropa dikarakterisasikan sebagai pasar yang banyak para pemainnya adalah para suplier, processor dan distributor produk perikanan. Namun, walaupun demikian diharapkan bahwa dimasa yang akan datang akan lebih sedikit pemain yang akan aktif di pasar, yang pada akhirnya akan mengarah kepada sentralisasi yang lebih jauh lagi. Para pemain di pasar produk perikanan ini seringkali memberikan kewajiban-kewajiban kepada eksportir /penjual dengan sistem operasional yang berbeda. Sebagai akibatnya tercipta saluran perdagangan produk-produk perikanan yang berbeda sebelum sampai pada tujuan akhir mereka yaitu konsumen. Pilihan atas saluran distribusi perdagangan dan partner dagang tergantung dari produk dan servis yang dapat diberikan oleh partner dagang yg potensial. Dengan menyeleksi salah satu saluran distribusi dan partner dagang yang spesifik, partner dagang yang lainnya seringkali secara otomatis akan mengikuti proses yang sama. Hal penting dalam saluran distribusi ini adalah bahwa eksportir menyadari akan adanya saluran distribusi yang berbeda di pasar. Beberapa eksportir akan melakukan tawar-menawar secara langsung dengan para pengguna akhir (end-user dalam hal ini para pedagang eceran) yang utama, sementara yang lainnya akan menjualnya dengan cara lain yaitu menjualnya kepada para pedagang bebas ( independent importers) atau kepada para agen penjualan. Sekarang ini penggunaan internet dianggap sebagai salah satu cara atau alat komunikasi yang baik antara para businessman dan masyarakat, akibatnya transaksi melalui e-commerce juga mengalami peningkatan. Para businessman lebih menyukai penjualan melalui e-commerce karena hal ini berimplikasi pada keuntungan yg lebih besar dan lebih cepat. Akan tetapi, jika berhadapan dengan konsumer individual, perkembangan e-commerce lambat karena konsumer masih lebih suka pergi ke supermarket atau ke penjual (trader/dealker/ fishmonger). Ada empat partner dagang utama bagi para eksportir produk-produk perikanan yaitu mereka yang bergerak dalam bidang industri (industrial user), agen penjualan, importir, dan the processing industry and end-product manufacturers. Dalam praktek pendistribusian produk perikanan, armada kapal ikan asing tidak mensuplai secara langsung keluar negeri tetapi biasanya kepada pelelangan ikan domestik atau kepada seorang eksportir. Sedangkan endproduct manufacturers boleh membeli produk dari armada asing tsb secara langsung dari eksportir atau dari agen penjualan, importir atau dari processing industry.

Ada bermacam-macam perusahaan yg bergerak di sektor produk perikanan ini. Beberapa perusahaan mempersempit proses produksi mereka kepada proses pembekuan atau pada proses filleting ikan tsb. Sementara perusahaan-perusahaan lainnya khususnya Belanda dan Belgia, mengkhususkan usaha mereka dibidang mengekspor kembali produk-produk perikanan tersebut ke negara-negara lainnya. Sebagai contoh , mereka mengimpor produkproduk perikanan yang eksotik dari negara berkembang dan kemudian mengekspornya ke negara-negara tetangga mereka, karena itulah maka sulit untuk menggambarkan struktur perdagangan produk perikanan ini kedalam garis-garis yg sederhana. Produk perikanan dalam kemasan untuk konsumen langsung dan catering.Dalam satu kasus mungkin saja sesorang ingin mengekspor produk perikana dalam bentuk atau kemasan untuk konsumen langsung atau untuk catering. Dalam hal ini partner dagang yang akan membuka jalan agar penetrasi ke pasar Eropa sukses adalah para agen dan importir yang mungkin saja akan menjual pula produk-produk tersebut untuk digunakan dalam industri makanan. Sementara itu retail atau organisasi catering juga melakukan hal yang berbeda. Mereka hampir tidak pernah membeli secara langsung dari luar negeri, kecuali untuk beberapa mata rantai dari supermarket yang lebih besar. Suksesnya penjualan eceran di supermarket dan hypermarket telah menjadi jelas dalam pasar seafood dan ikan. Sebagai akibat dari kepopuleran one-stop shopping, maka supermarket-supermarket mulai memperkenalkan counter-counter ikan dan secara perlahan-lahan mencapai kepopuleran yang lebih melebihi para penjual ikan tradisional. Namun demikian hadirnya counter-counter ikan bukannya tanpa masalah, karena konsumer pada awalnya memperlihatkan sikap yang ragu-ragu untuk membeli karena mereka tidak yakin akan jaminan mutu dari ikan-ikan yang dijual tersebut. Lebih jauh lagi, kurangnya pengetahuan masyarakat dalam menangani dan mempersiapkan ikan menyebabkan tertundanya peralihan dari penjual ikan yang trampil kepada counter-counter ikan. Di Eropa utara dan Skandinavia, penjualan dari penjual ikan biasa dan yg ditaruh di dalam stal-stal di pasar telah sangat menurun. Di daerah Mediterania, para penjual ikan dan stall-stall ikan di pasar masih merupakan mayoritas yg besar dari penjualan produk-produk perikanan, memberikan gambaran negara-negara yg secara relatif berada dibawah perkembangan dalam nuansa multiple retailing. Bermacam supermarket yang berbeda dengan pasar-pasar umum ataupun penjual ikan pada umumnya juga merupakan salah satu pemain dalam pasar ikan di UE ini. Pasar-pasar belakangan ini mendominasi penjualan fresh,chilled,smoked dan fried products, sementara supermarket mendominasi penjualan penjualan produk-produk yang sudah dibekukan dan yg dikemas dalam kaleng. Dalam tahun-tahun terkahir ini beberapa supermarket mulai menawarkan berbagai macam lagi produk-produk fresh/chilled yang belum dikemas seperti berbagai macam fillets dan shrimps. Lebih jauh lagi dengan teknisteknis pengepakan yang baru seperti MAP packaging, hal ini dapat memperpanjang kesegaran dari fresh/chilled fish di supermarket dan membuatnya cukup berharga untuk dimasukkan ke dalam kelompok berbagai macam produk perikanan. Kelompok penjual ikan dan kelompok catering tidak membeli produk ikan secara langsung dari luar negeri, melainkan membelinya dari wholesalers/importers dalam negeri. Sedangkan sektor kelembagaan seperti rumah-rumah jompo dan rumah sakit seringkali membelinya dari importir yang memang khusus menjual produk-produk yang jaminan keamanannya tinggi. iii. Hal-hal yang perlu diperhatikan jika pertama kali masuk ke pasar bersangkutan (negara kajian pasar)

Mengingat bahwa UE sangat concern dengan masalah kebersihan dan kesehatan maka UE memberlakukan foods allert system dengan ketat. Dengan demikian hal utama yang harus diperhatikan adalah mutu produk tsb yaitu bebas dari chloramphenicol residues yaitu zat yg berpotensi mengandung spectrum antibiotik yg luas, yg dianggap bersiko tinggi bagi kesehatan manusia. Sertifikat kesehatan harus benar-benar sesuai dengan kondisi barang yg dikirim karena kalau tidak maka produk tersebut akan ditahan di salah satu pelabuhan masuk dan jika terbukti mengandung zat atau bakteri yang dianggap membahayakan maka produk tsb akan dimusnahkan. h) Sistem / Syarat Pembayaran Penentuan mengenai kondisi-kondisi pembayaran untuk suatu tarnsaksi ekspor merupakan bagian dari paket negosiasi antara penjual dan pembeli. Kedua pihak kurang lebih akan mengajukan kepentingannya. Penjual menginginkan adanya jaminan yang kuat bahwa pembeli akan membayar barang-barang yang disuplainya tersebut akan dibayar sesuai dengan harga atau kondisi yg tercantum dalam kontrak, sedangkan pembeli harus yakin mengenai availability, quantity, quality dan kelangsungan dari produyk yg dia beli, sebelum dia membayar dengan harga yang telah disetujui. Metode dan terms of payment yang umum digunakan adalah: 1. 2. 3. 4. 5. 6. Cleant payment Documents against payment (D/P) Letter of Credit Bank Guarantee Cheques Payment on consigment basis

Sedangkan delivery terms yang digunakan adalah FOB, CFR dan CIF. i) Layanan Purna Jual Layanan purna jual sangat penting karena dapat menjaga kelangsungan bisnis. Dalam hal ekspor shrimps dan prawns ini, mengingat demikian ketatnya pemeriksaan terhadap higienis produk maka yang sangat perlu diperhatikan adalah pemeliharaan terhadap mutu produk yang akan diekspor.

Anda mungkin juga menyukai