Anda di halaman 1dari 6

JAKARTA, kabarbisnis.

com: Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih mengirim tim investigasi menindaklanjuti kasus malpraktek di RS Global Medika (Awal Bros Group) Jl. MH Thamrin 3, Cikokol, Tangerang, terhadap Maureen Angela Gouw (8 bulan), yang kehilangan jari kelingkingnya putus setelah disuntik cairan infus. "Kami akan menangani masalah ini secara serius, dengan mengirim tim untuk menyelidiki masalah malpraktek ini. Kita akan lihat apakah ada malpraktek atau penyakit dari anak itu sendiri," papar Menkes di Jakarta, Kamis (3/3/2011). Linda Kurniawati, ibunda Maureen menceritakan, pada 15 November 2010, ia membawa putrinya ke RS Global Medika karena mengalami panas tinggi dan muntah-muntah. Di rumah sakit itu, Maureen diberi obat penurun panas dan anti muntah oleh dr. Robert Soetandro. Esoknya, panas Maureen masih tinggi dan masih muntah disertai kejang-kejang. Linda membawa kembali ke RS Global Medika dan dimasukkan ke UGD langsung diinfus. Saat Linda menengok anaknya, tangan Maureen sudah diperban. "Saya heran, sakitnya panas, tapi tangannya diperban. Saya suruh dokter membuka perban, tenyata tangannya bengkak berwarna merah keungu-unguan. Bahkan setelah diinfus, tangan putri saya bengkak,n melepuh seperti habis terbakar," ungkapnya. Linda pun minta keterangan pada dokter jaga, dr. Ida, dijelaskan akibat pemakaian bahan kimia yang digunakan dalam cairan infus yang diinjeksikan di tangan kanan Maureen. "Saya pun kaget. Apalagi dr. Ida mengaku cairan itu sebelumnya tidak pernah digunakan pada bayi," paparnya. Meski demikian, sambung dia, dr. Ida meyakinkan bengkak tangan anaknya segera sembuh dalam sepekan. Ternyata malah jadi cacat hingga saat ini. Jari kelingking tangan kanannya putus, setelah disuntik cairan infus. Bahkan dua jari lainnya menyatu. Bayi itu mengalami cacat permanen. Linda kembali datang ke RS Global Medika untuk meminta pertanggungjawaban, ternyata malah menyelepelekan. Bahkan saat keluarga Linda meminta RS Global menyerahkan isi rekam medis, ternyata sampai saat ini tidak diberikan oleh pihak RS, padahal meminta hasil isi rekam medis merupakan hak pasien, dan itu diatur dalam undang-undang. Linda pun sudah melakukan somasi, tapi tak ditanggapi

Jemberpost.com Kasus dugaan mala praktek yang dilakukan oleh Puskesmas Tanggul terhadap pasien Ika Kustinawati (22) yang bersalin itu berlanjut. Kini, dua lembaga layanan kesehatan yang menangani mulai saling lempar dan saling tuduh. RSUD dr Soebandi, menyalahkan penanganan oleh Puskesmas Tanggul, karena sebelum dibawa ke RSUD dr Soebandi, pasien ini ditangani Puskesmas Tanggul. Supriyadi, suami pasien menceritakan bahwa saat itu dirinya mempertanyakan kepada pihak RSUD dr Soebandi. Dijawab oleh pihak RSUD dr Soebandi dalam hal ini oleh Tim Medis yang menangani bahwa kesalahan ada di pihak Puskesmas Tanggul. Tim Medis RSUD dr Soebandi, mengatakan bahwa pihak Puskesmas yang menangani pertama itu yang keliru, ujar Supriyadi. Supriyadi, tidak berhasil mengingat siapa yang menyatakan itu. Entah dari pihak perawat atau dokter yang menangani di RSUD dr Soebandi. Yang jelas, saat dia kebingungan dan menanyakan pertanggungjawaban ke RSUD , pihak RSUD menyatakan kesalahan lebih di pihak Puskesmas Tanggul.

Sekadar diketahui, saat ini polisi sedang mengusut kasus ini. Kasat Reskrim Polres Jember AKP Kusworo Wibowo, SIk, mengatakan bahwa Tim Penyidik Tipiter telah melakukan penyelidikan. Bahkan, dalam waktu dekat para pihak akan dilakukan pemanggilan secara resmi. Terima kasih, laporannya. Dan kita akan tindak lanjuti segera, ujar Kasat Reskrim AKP Kusworo, kemarin. Sebelumnya, kasus ini muncul setelah korban Ika Kustinawati, yang hamil 9 bulan lebih itu merasakan akan melahirkan. Lalu oleh keluarga dibawa ke Puskesmas Tanggul, yakni pada tanggal 2 Pebruari 2011. Saat itu kontraksi terjadi. Dan penanganan dilakukan seperti pasien biasa selama ini yang hendak melahirkan. Pihak perawat, bidan, dan tim medis magang itu menangani serius Ika. Sebetulnya, saya diminta ke bidan terdekat. Tetapi saya ada menyuruh ke Puskesmas saja., ujarnya. Penanganan itu dilakukan setelah tanggal 3 Pebruari 2011, pukul 15.00 WIB besoknya, karena air ketuban sudah pecah. Baru kemudian karena sudah pecah, maka vagina bagian atas digunting. Sebab, saat itu tidak segera keluar bayinya. Karena belum keluar juga digunting lagi di bagian bawah. Bahkan, saat itu perutnya didorong dengan perawat dan bidan bidan itu. Yang menggunting saya itu lebih banyak bidan magang, ujar Ika Kustinawati. Baru setelah beberapa jam, bayi bisa dikeluarkan. Beratnya sekitar 3,1 Kg. Kemudian vagina dijahit. Hanya saja saat itu mengalami kekacauan sebab batas vagina dan dubur itu sudah tidak ada lagi batas. Hanya tersisa satu centimeter saja. Karena Puskesmas akhirnya tidak sanggup, maka dirujuk ke RSUD dr Soebandi. Hanya saja sampai di RSUD dr Soebandi ditangani biasa. Saat itu, pihak RSUD menyayangkan kenapa kok jadi seperti ini. Kalau tidak sanggup sejak awal kan seharusnya dikirim ke RSUD. Bayi 3,1 Kg, kok seperti ini, ujar dokter di RSUD dr Soebandi.

Kini keluarga dan pasien saat meminta pertanggungjawaban ke Puskesmas tidak digubris. Bahkan dicampakkan begitu saja. Kita seperti dibuang begitu saja, ujarnya. Bidan Siti Muawanah adalah saksi kunci dalam kasus ini. Proses persalinan diduga tidak wajar karena pengguntingan vagina hingga 3 centi meter lebih. Kini, orangtua bayi laki laki

bernama Ifza Praditya Akbar (1 bulan) terbaring lemah di tempat tidur. Dia menunggu kejelasan penanganan dan pertanggungjawaban dari pihak Puskesmas Tanggul

Pekanbaru, Indonesia (News Today) - Fadli bocah 1,8 tahun diduga menjadi korban malpraktek di RS Ibnu Sina, Pekanbaru. Awalnya hanya mengalami sakit demam biasa. Kini bocah itu dalam keadaan koma setelah dioperasi dua kali di kepalanya. Bocah bernama lengkap Muhammad Juni Fadli (1,8) sudah sepekan ini dalam kondisi koma di ruang Basic RS Ibnu Sina di Sukajadi, Pekanbaru. Orangtuanya Andri (40) dan Neneng (36) kini hanya bisa pasrah melihat buah hatinya tergolek tak berdaya. Air mata mereka sudah kering, melihat Fadli tak lagi bisa diajak bicara. "Saya sudah iklas, kalau anak saya pergi meninggalkan kami. Sudah sebulan sakit, kondisinya kian parah. Saya tak tahan melihat kondisi anak saya sudah koma dalam sepekan ini. Biarlah dia pergi, daripada harus menanggung derita pasca operasi di bagian kepalanya," kata Andri kepada detikcom, Senin (14/03/2011) di RS Ibnu Sina, Pekanbaru. Bagian kepala bocah ini masih terlihat dibalut perban putih bekas jaitan operasi. Tak ada lagi suara tangisan Fadli. Fadli hanya terlihat tergolek lemas tanpa bisa diajak berkomunikasi. Menurut Andri, warga Kecamatan Ujung Batu Rokan, Kab Rokan Hulu (Rohul), anaknya ini awal Februari lalu mengalami penyakit demam. Saat itu dirujuk ke rumah sakit di Rohul. Dari sana, Fadli diminta dirujuk ke rumah sakit yang ada di Pekanbaru. Lantas pilihannya, Andri membawa anaknya di RS Ibnu Sina. Saat di RS Ibnu Sina, lantas bocah ini dilakukan scaning. Hasilnya diagnosa tim medis, di bagian otak balita ini ada cairan yang berlebih. Dari sana tim medis meminta persetujuan orangtuanya untuk dilakukan operasi. Demi keselamatan buah hatinya, Andri pun menyetujui operasi tersebut. "Operasi bedah kepala pun dilakukan, yang kata dokter untuk mengambil cairan berlebih di otak kepalanya. Operasi ini kami harus mengeluarkan dana Rp 11 juta," kata Andri.

Usai operasi pada awal Februari lalu, sepekan kemudian Fadli pun diizikan pulang ke rumahnya. Tapi Sepekan pasca operasi, tiba-tiba Fadli mengalami kejang-kejang dengan kondisi tubuh yang panas. "Saya panik, lantas Fadli kami bawa lagi ke RS Ibnu Sina Pekanbaru," kata Andri. Sesampainya di RS Ibnu Sina, Fadli kembali harus menjalani scaning. Betapa terkejutnya hati kedua orangtuah bocah itu. Tim medis menyebut, kondisi kejang-kejang yang dialami Fadli dikarenakan posisi selang yang bergeser di dalam kepalanya. "Keterangan dokter ini sangat aneh, kok dengan gampangnya bila selang di dalam otak anak saya bergeser. Saya terkejut, kok bisa dokter bilang kondisi selangnya bergeser. Yang salahkan mereka, bukan anak saya, kata Andri. Tapi Andri tetap sabar menghadapi cobaan ini. Lantas saran tim medis untuk untuk operasi kedua kalinya pun dia setujui lagi. Untuk kedua kalinya kepala bocah ini kembali menjalani operasi. Dananya sebesar Rp 15 juta. Setelah menjalani operasi kedua ini, kondisi Fadli bukannya membaik. Seminggu setelah operasi tidak ada perubahan yang berarti. Malah Fadli sampai sekarang dalam keadaan koma. "Anehnya, dokter bilang lagi, anak saya harus dioperasi untuk yang ketiga, dengan dimintai dana lagi Rp 20 juta. Darimana lagi saya punya uang sebanyak itu. Operasi yang kemarin saja itu saya menghutang kepada keluarganya," kata Andri. Kini Andri hanya bisa pasrah melihat kondisi anaknya dalam keadaan lemas dan koma. Permintaan pihak RS Ibnu Sina yang meminta dana untuk dilakukan operasi ketiga kalinya tidak bisa terpenuhi. "Anehnya sekali, pihak rumah sakit hanya bilang ada keselahan lagi di selang yang ada di kepala anak saya. Kalau memang itu kesalahan pihak medis, kenapa saya yang harus dimintai dana lagi. Ini sudah tidak beres," kata Andri. "Saya tidak punya lagi uang, lebih baik anak saya pergi untuk selamanya. Tak tahan saya melihat penderitaannya," tambah Andri yang kerjanya seharian membuat sangkar burung itu. Sementara itu Humas RS Ibnu Sina, Karti Utami Dewi kepada mengatakan, pihaknya belum dapat menjelaskan soal kronologi pasien tersebut. Pihaknya masih akan meminta keterangan dari dokter yang menangani Fadli.

"Soal jenis penyakitnya dan kronologinya, sebaiknya hal itu dijelaskan oleh dokter yang menangani pasien tersebut. Kita tidak berwenang untuk menjelaskannya," kata Dewi kepada wartawan. Namun demikian, Dewi mengaku, RS Ibnu Sina akan tetap semaksimal mungkin melakukan penanganan intensif terhadap Fadli. "Kalau soal penanganan, kita akan tangani secara maksimal," kata Dewi.

Anda mungkin juga menyukai