Tentang
PENEMPATAN TENAGA KERJA ASING
(Lembaran Negara No. 8 Tahun 1958)
Menimbang : bahwa untuk menjamin bagian yang layak dari kesempatan kerja di
Indonesia bagi warga Indonesia, perlu diadakan peraturan untuk
mengawasi pemakaian tenaga bangsa asing di Indonesia;
MEMUTUSKAN:
Pasal 1
1. setiap pekerjaan yang dilakukan di bawah perintah orang lain dengan menerima upah
atau tidak; setiap pekerjaan yang dijalankan atas dasar borongan dalam suatu
perusahaan, baik oleh orang yang menjalankan pekerjaan itu sendiri maupun oleh orang
yang membantu orang yang menjalankan pekerjaan itu;
a. majikan, ialah setiap orang atau badan hukum, yang mempekerjakan orang lain, atau
jika majikan berkedudukan di luar Indonesia wakilnya yang sah atau yang menurut
kenyataan bertindak sebagai wakilnya.
b. Menteri, ialah Menteri Perburuhan.
Pasal 2
Pasal 3
1. Dalam mengambil keputusan untuk memberi izin atau tidak, Menteri atau pejabat
tersebut pada pasal 2 ayat (2) berhak minta bantuan dari kalangan buruh dan majikan
atau orang-orang yang dipandangnya perlu.
2. Izin diberikan dengan memperhatikan keadaan dan perkembangan pasar kerja serta
aspirasi nasional untuk menduduki tempat-tempat yang penting dalam segala lapangan
masyarakat yang disesuaikan dengan rencana pendidikan kejuruan dan rencana
pembangunan yang konkrit.
3. Izin tersebut berlaku untuk waktu yang ditentukan dalam izin itu, waktu mana tiap-tiap
kali dapat diperpanjang.
4. Izin tersebut dapat diberikan untuk satu atau beberapa orang yang akan menjalankan
pekerjaan-pekerjaan atau untuk jabatan-jabatan tertentu.
5. Dalam izin itu dapat ditetapkan syarat-syarat tertentu.
6. Izin dapat dicabut kembali sewaktu-waktu, bilamana majikan melanggar syarat-syarat
yang ditetapkan.
Pasal 4
2. Surat keberatan itu harus memuat alasan-alasan mengapa penolakan, dianggap tidak
betul dan disertai turunan surat keputusan penolakan.
Pasal 5
2. Dengan yang dimaksud pada ayat (1) bersifat interdepartemental dan terdiri dari
wakil-wakil Kementerian Perburuhan, Kementerian Sosial, Kementerian Pendidikan
Pengajaran dan Kebudayaan, Kementerian Agama, Kementerian Perdagangan,
Kementerian Perindustrian, Kementerian Keuangan, Kementerian Luar Negeri,
Kementerian Pertanian, Kementerian Pelayaran, Kementerian Perhubungan dan
Kementerian Dalam Negeri.
3. Menteri dan Dewan tersebut di atas, dalam soal-soal yang bersifat sosial, kulturil dan
religius harus minta pertimbangan Menteri Sosial, Menteri Pendidikan, Pengajaran
dan Kebudayaan dan Menteri Agama, dengan pengertian, bahwa dalam perbedaan
pendapat, soalnya harus diajukan kepada Kabinet untuk diputuskan.
Pasal 6
Majikan yang mengajukan permohonan, membayar biaya-biaya yang akan ditetapkan lebih
lanjut dalam Peraturan Menteri.
Pasal 7
1. Barang siapa diminta bantuannya oleh pejabat termasuk pada pasal 2 atau dewan
termaksud pada pasal 5, berkewajiban untuk memberikannya, jika perlu dibawah
sumpah.
Pasal 9
1. Majikan yang melanggar pasal 2 ayat (1) atau tidak memenuhi syarat-syarat
termaksud pada pasal 3 ayat (5) atau tidak memenuhi kewajiban termaksud pada
pasal 2 ayat (4) dihukum dengan hukuman kurungan selama-lamanya tiga bulan
atau denda sebanyak-banyaknya sepuluh ribu rupiah.
2. Barang siapa yang tidak memenuhi kewajiban termaksud pada pasal 7, dihukum
dengan hukuman kurungan selama-lamanya satu bulan atau denda sebanyak-
banyaknya tiga ribu rupiah.
Pasal 10
3. Tidak ada tuntutan terhadap hal-hal pada ayat (1) dan (2) kecuali ada pengaduan
dari yang bersangkutan.
Pasal 11
Hal-hal yang diancam dengan hukuman pada pasal 9 dan 10 ayat (2) dianggap sebagai
pelanggaran dan yang diancam dengan hukuman pada pasal 10 ayat (1) dianggap sebagai
kejahatan.
Pasal 12
1. Apabila ketika diperbuat pelanggaran termaksud pada pasal 9 belum lewat waktu dua
tahun semenjak yang melanggar dikenakan hukuman yang tidak dapat diubah lagi
karena pelanggaran yang sama, hukuman setinggi-tingginya yang tersebut pada
pasal itu dapat ditambah sepertiga.
2. Terhadap pelanggaran yang terulang untuk kedua kalinya atau seterusnya, tiap-tiap
kali terjadi dalam waktu lima tahun, setelah hukuman yang terakhir tidak dapat
diubah lagi, hanya dijatuhkan hukuman kurungan.
Pasal 13
1. Jika seuatu hal yang diancam dengan hukuman dalam Undang-Undang ini dilakukan
oleh sesuatu badan hukum atau perserikatan, maka tuntutan ditujukan serta
hukuman dijatuhkan terhadap pengurus atau pemimpin-pemimpin badan hukum atau
perserikatan itu.
2. Jika pemimpin badan hukum atau perserikatan dipegang oleh badan hukum atau
perserikatan lain, maka ketentuan pada ayat (1) berlaku bagi pengurus badan hukum
atau perserikatan yang memegang pimpinan itu.
Pasal 14
2. Pegawai-pegawai termaksud pada ayat (1) berkuasa untuk minta lihat semua surat-
surat yang dipandangnya perlu untuk menjalankan tugasnya dapat diduga dijalankan
hal-hal yang dapat dikenakan hukuman menurut Undang-Undang ini.
3. Jikalau pegawai-pegawai termaksud pada ayat (1) ditolak untuk memasuki tempat-
tempat termaksud pada ayat (2), walaupun telah menunjukkan surat keterangan
atau surat perintah yang berkenaan dengan tugasnya, maka mereka dapat minta
bantuan polisi, agar dapat memasuki tempat-tempat tersebut.
Pasal 15
Undang-Undang ini tidak berlaku untuk pegawai diplomatic dan konsuler dari perwakilan
Negara Asing.
Pasal 16
Undang-Undang ini disebut “Undang-Undang tentang Penempatan Tenaga Kerja Asing” dan
mulai berlaku pada hari diundangkan.
PENJELASAN UMUM
Baik untuk menjamin bagian yang layak dari kesempatan kerja bagi warga negara
Indonesia, maupun untuk memenuhi hasrat bangsa Indonesia untuk menduduki tempat-
tempat yang layak dalam pelbagai lapangan kerja yang sampai sekarang kebanyakan masih
diduduki oleh orang-orang asing.
Penempatan tenaga asing sampai sekarang tidak banyak berbeda dari pada sebelum
kemerdekaan. Keadaan ini akan berlangsung terus, jika Pemerintah tidak mulai turut campur
dalam penempatan tenaga itu dengan tegas. Di dalam melaksanakan penempatan tenaga-
tenaga asing itu Pemerintah berpendapat bahwa khusus untuk menghilangkan unsur-unsur
kolonial dalam struktur ekonomi negara kita dalam lapangan usaha yang vital bagai
perekonomian nasional dan yang mempunyai sifat-sifat tersebut, pengawasan terhadap
tenaga-tenaga asing harus diperkeras, diantaranya dengan menutup jabatan-jabatan tertentu
untuk tenaga asing dan menyediakan khusus untuk tenaga-tenaga Indonesia dan antara
tenaga Indonesia dan tenaga asing untuk pekerjaan yang sama sifat, nilai dan
tanggungjawabnya masih terdapat diskriminasi, hal mana oleh Pemerintah tidak diingini.
Sebaliknya “Indonesianisasi “ itu pada sifatnya minta waktu karena Pemerintah harus
berusaha menyediakan dan mendidik tenaga-tenaga Indonesia untuk mengganti tenaga-
tenaga asing itu.
Selama orang-orang asing yang berada di Indonesia dapat pindah bekerja atau ganti
pekerjaan tanpa pengawasan dari Pemerintah, usaha-usaha Pemerintah untuk mengatur
pekerjaan orang asing dengan mengatur/membatasi pemasukan orang asing pada
hakekatnya tidak mungkin membawa hasil-hasil yang diharapkan.
Karena itu dalam Undang-Undang ini dipergunakan “system” pemberian izin untuk
mempekerjakan tiap-tiap orang asing. Dengan demikian, maka semua pekerjaan orang asing
(vreemdelingenarbeid) dapat diawasi oleh Pemerintah.
Jadi izin masuk bagi orang asing yang hendak bekerja di Indonesia harus
dihubungkan dengan izin untuk mempekerjakan orang asing itu.
Pasal 1
Dari pasal ini teranglah, bahwa diatur dalam Undang-Undang ini hanyalah pekerjaan
dalam suatu hubungan kerja dengan menerima upah atau tidak dan pekerjaan borongan
dalam suatu perusahaan. Jadi Undang-Undang ini tidak berlaku misalnya terhadap orang-
orang asing yang hendak menjalankan sendiri suatu pekerjaan bebas (“Vrije beroepen”
seperti pengacara, dokter, akuntan dan sebagainya).
Pasal 2
Pasal 3
Sebelum mengambil keputusan diberikan izin atau tidak pejabat yang bersangkutan
berhak minta bantuan dari kalangan buruh dan kalangan majikan atau orang–orang yang
dipandangnya perlu.
Dalam surat izin ditentukan waktu berlakunya dengan mengingat perkembangan
pasar kerja.
Demikian pula dapat ditetapkan syarat–syarat tertentu, misalnya kewajiban majikan
untuk mendidik tenaga Indonesia. Syarat–syarat selanjutnya ialah tidak boleh pindah dari
pekerjaan waktu mana izin itu diberikan .
Pasal 4 dan 5
Bila permintaan izin ditolak oleh pejabat yang bersangkutan, maka majikan yang
bersangkutan, masih dapat diberi kesempatan untuk mengajukan keberatan kepada Menteri
sendiri, yang dapat berubah keputusan pejabat tersebut.
Pasal 6
Pasal 7 dan 8
Pasal 9 s/d 14
Pasal–pasal ini yang memuat peraturan formeel berhubung dengan pelanggaran dari
Undang–Undang ini, tidak perlu dijelaskan lebih lanjut.
Pasal 15 s/d 16