Anda di halaman 1dari 28

BAB I PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah Negara yang wilayahnya luas dan rakyatnya banyak, demokrasi tidak mungkin dilaksanakan secara langsung. Karena itu, dalam pengertian modren, demokrai dapat diselenggarakan melalui prinsip perwakilan sehingga pemerintah yang terbentuk disebut juga pemerintahan perwakilan atau pemerintahan representatif. Semua warga negara yang menganut demokrasi harus melaksanakan pemilihan umum, tetapi tidak semua pemilihan umum itu demokratis. Dalam demokrasi pemilihan umum adalah bagian dari perwujutan hak hak asasi yaitu kebebasan berbicara dan berpendapat, juga kebebasan berserikat. Mealalui pemilihan ini pula rakyat membatasi kekuasaan pemerintahan, sebab melalui pemilihan rakyat dapat mengangkat dan memberhentikan pemerintah. Karena itu, kadar demokratisnya juga sangat bergantung pada seberapa jauh pemilihan tersebut berlangsung secara bebas dan jujur. Setiap pemilih dapat menikmati kebebasan yang dimilikinya tanpa intimidasi dan kecurangan yang membuat kebebasan pemilih terganggu. 1 Kehidupan manusia di dalam masyarakat, memiliki peranan penting dalam sistem politik suatu negara. Manusia dalam kedudukannya sebagai makhluk sosial, senantiasa akan berinteraksi dengan manusia lain dalam upaya
1

Bondan Gunawan S, Apa Itu Demokrasi, Jakarta, Pustaka Sinar Harapan, 2000, Hal. 25

mewujudkan kebutuhan hidupnya. Kebutuhan hidup manusia tidak cukup yang bersifat dasar, seperti makan, minum, biologis, pakaian dan papan (rumah). Lebih dari itu, juga mencakup kebutuhan akan pengakuan eksistensi diri dan penghargaan dari orang lain dalam bentuk pujian, pemberian upah kerja, status sebagai anggota masyarakat, anggota suatu partai politik tertentu dan sebagainya. Setiap warga negara, dalam kesehariannya hampir selalu bersentuhan dengan aspek-aspek politik praktis baik yang bersimbol maupun tidak. Dalam proses pelaksanaannya dapat terjdi secara langsung atau tidak langsung dengan praktikpraktik politik. Jika secara tidak langsung, hal ini sebatas mendengar informasi, atau berita-berita tentang peristiwa politik yang terjadi. Dan jika seraca langsung, berarti orang tersebut terlibat dalam peristiwa politik tertentu. Kehidupan politik yang merupakan bagian dari keseharian dalam interaksi antar warga negara dengan pemerintah, dan institusi-institusi di luar pemerintah (non-formal), telah menghasilkan dan membentuk variasi pendapat, pandangan dan pengetahuan tentang praktik-praktik perilaku politik dalam semua sistem politik. Oleh karena itu, seringkali kita bisa melihat dan mengukur pengetahuanpengetahuan, perasaan dan sikap warga negara terhadap negaranya,

pemerintahnya, pemimpim politik dan lai-lain. Partisipasi politik merupakan aspek penting dalam sebuah tatanan negara demokratis, sekaligus merupakan ciri khas adanya modrenisasi politik.2 Secara umum partisipasi politik adalah kegiatan seseorang atau kelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik, antara lain dengan jalan memilih pemimpin negara dan secara langsung atau tidak langsung, mempengaruhi

Drs.sudijono sastroatmodjo, perilaku politik, semarang, ikip semarang press, 1995, hal. 67

kebijakan pemerintah (public policy). Kegiatan ini mencakup tindakan seperti memberikan suara dalam pemilihan umum dan lain sebagainya. 3 Budaya politik, merupakan bagian dari kebudayaan masyarakat dengan ciri-ciri yang lebih khas. Istilah budaya politik meliputi masalah legitimasi, pengaturan kekuasaan, proses pembuatan kebijakan pemerintah, kegiatan partaipartai politik, perilaku aparat negara, serta gejolak masyarakat terhadap kekuasaan yang memerintah. Kegiatan politik juga memasuki dunia keagamaan, kegiatan ekonomi dan sosial, kehidupan pribadi dan sosial secara luas. Dengan demikian, budaya politik langsung mempengaruhi kehidupan politik dan menentukan keputusan nasional yang menyangkut pola pengalokasian sumber-sumber masyarakat 4 Budaya politik terdiri dari serangkaian keyakinan, simbol-simbol dan nilai-nilai yang melatar belakangi situasi dimana suatu peristiwa politik terjadi. 5 Orang-orang yang melibatkan diri dalam kegiatan politik, paling tidak dalam pemberian suara (voting), dan memperoleh informasi cukup banyak tentang kehidupan. Pembahasan tentang budaya politik tidak terlepas dari partisipasi politik warga negara. Partisipasi politik pada dasarnya merupakan bagian dari budaya politik, karena keberadaan struktur - struktur politik di dalam masyarakat, seperti partai politik, kelompok kepentingan, kelompok penekan dan media masa yang kritis dan aktif. Hal ini merupakan satu indikator adanya keterlibatan rakyat dalam kehidupan politik ( partisipan ). Bagi sebagian kalangan, sebenarnya keterlibatan
3

Miriam budiardjo, dasar dasar ilmu politik, jakarta, PT. Gramedia pustaka utama, 2008, hal.367 4 Http//mjieshool.multy. Com/journal/item/30/budaya politik. 5 Ronaldh. Chilcote. Teori Perbandingan Politik, Jakarta : PT rajagrafindo persada, 2004 hal 11.

rakyat dalam proses politik, bukan sekedar pada tataran formulasi bagi keputusankeputusan yang dikeluarkan pemerintah atau berupa kebijakan politik, tetapi terlibat juga dalam implementasinya yaitu ikut mengawasi dan mengevaluasi implementasi kebijakan tersebut. Partisipasi Politik adalah kegiatan seseorang atau sekelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik, seperti memilih pimpinan negara atau upaya-upaya mempengaruhi kebijakan pemerintah. Oleh sebab itu, di negara negara demokrasi umumnya dianggap bahwa lebih banyak partisipasi masyarakat, lebih baik. Dalam alam pikiran ini tingginya tingkat partisipasi menunjukkan bahwa warga mengikuti dan memahami masalah politik dan ingin melibatkan diri dalam kegiatan kegiatan itu. Sebaliknya, tingkat partisipasi yang rendah pada umumnya dianggap sebagai tanda yang kurang baik, karena dapat ditafsirkan bahwa banyak warga tidak menaruh perhatian terhadap masalah kenegaraan. 6 Berdasarkan uraian di atas ini penulis tertarik memilih judul : BUDAYA POLITIK DAN PARTISIPASI POLITIK MASYARAKAT ( Studi kasus: budaya politik dan partisipasi politik masyarakat Desa Aek Tuhul, Kecamatan Batunadua Kota Padangsidempuan).

2. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah di uraikan di atas, maka perumusan masalah adalah: Seberapa besar pengaruh Budaya Politik
6

Miriam Budiardjo, op.cit, hal 369

dalam hal partisipasi politik masyarakat terkait dengan pilihan politiknya di dalam pemilu legislatif 2009. 3. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penulis melakukan penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui sejauh mana Budaya Politik berpengaruh terhadap

partisipasi masyarakat pada pemilu legislatif 2009. 2. Untuk mengetahui masalah partisipasi politik masyarakat di Desa Aek

tuhul Kec. Batunadua Padangsidempuan. 3. Sebagai Syarat guna memperoleh gelar sarjana Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik. 4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini di harapkan mampu memberikan masukan yang bermanfaat kepada semua pihak yang secara umum yaitu: 1. Bagi penulis, hasil penelitian ini dapat menjadi sarana latihan dalam menuangkan gagasan dan pikiran yang diperoleh selama mengikuti studi di fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik. 2. Bagi Akademik, penelitian ini diharapkan dapat memperkaya penelitian di bidang ilmu sosial dan ilmu politik, khususnya mengenai studi tentang perilaku pemilih 3. Sebagai referensi bagi penelitian lain yang mendalami permasalahan tentang partisipasi politik.

5. Kerangka Teori Unsur penelitian ini memerlukan kejelasan titik tolak atau landasan berfikir dalam memecahkan atau menyoroti masalah, maka di perlukan beberapa teori yang sangat relevan dengan permasalahan yang dimana teori teori merupakan serangkaian konsep, defenisi, dan proposi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan antara konsep. Dalam teori ini penulis akan memaparkan teori teori yang merupakan landasan berpikir masalah masalah penelitian yang sedang disoroti. 5.1. Teori Budaya Politik 5.1.1. Pengertian Budaya Politik Almond dan Verba mendefinisikan budaya politik sebagai suatu sikap orientasi yang khas warga negara terhadap sistem politik dan aneka ragam bagiannya, dan sikap terhadap peranan warga negara yang ada di dalam sistem itu. 7 Dengan kata lain, bagaimana distribusi pola-pola orientasi khusus menuju tujuan politik diantara masyarakat bangsa itu. Lebih jauh mereka menyatakan, bahwa warga negara senantiasa mengidentifikasikan diri mereka dengan simbolsimbol dan lembaga kenegaraan berdasarkan orientasi yang mereka miliki. Dengan orientasi itu pula mereka menilai serta mempertanyakan tempat dan peranan mereka di dalam sistem politik.8 Dengan memahami budaya politik, kita akan memperoleh paling tidak dua manfaat, yakni: (1) sikap-sikap warga Negara terhadap sistem politik akan
7

Gabriel A. Almond dan Sidney Verba, Dalam Buku, Budaya Pollitik, tingkah laku politik dan demokrasi di lima Negara, Bumi Aksara, Jakarta, 1990. Hal 13. 8 Arifin Rahman. Sistem Politik Indonesia , LPM IKIP Surabaya, 1998 hal, 32.

mempengaruhi tuntutan -tuntutan, tanggapannya, dukungannya serta orientasinya terhadap sistem politik itu; (2) dengan memahami hubungan antara

budaya politik dengan sistem politik, maksud-maksud individu melakukan kegiatan dalam sistem politik atau faktor-faktor apa yang menyebabkan terjadinya pergeseran politik dapat di mengerti. Budaya politik selalu inhern pada setiap masyarakat yang terdiri dari sejumlah individu yang hidup dalam sistem politik tradisional, transnasional, maupun modern. Almond dan Verba melihat bahwa pandangan tentang obyek politik, terdapat tiga komponen yakni komponen kognitif, efektif, dan evaluatif. Orientasi kognitif : yaitu berupa pengetahuan tentang dan kepercayaan pada politik, peranan dan segala kewajibannya serta input dan outputnya. Orientasi afektif : yaitu perasaan terhadap sistem politik, peranannya, para aktor dan pe-nampilannya. Orientasi evaluatif : yaitu keputusan dan pendapat tentang obyek-obyek politik yang secara tipikal melibatkan standar nilai dan kriteria dengan informasi dan perasaan. Oleh karena itu kebudayaan politik adalah bagian dari kebudayaan suatu masyarakat. Dalam kebudayaannya sebagai sub kultur, kebudayaan politik dipengaruhi oleh kebudayaan masyarakat secara umum. Kebudayaan politik menjadi penting di pelajari karena ada dua sistem : Pertama : Sikap warga negara terhadap orientasi politik yang menentukan pelaksanaan sistem politik. Sikap orientasi politik sangat mempengaruhi bermacam-macam tuntutan itu di utarakan, respon dan dukungan terhadap golonganm elit politik, respons dan dukungan terhadap rezim yang berkuasa.

Kedua

: dengan mengerti sikap hubungan antara kebudayaan politik dan

pelaksanaan sisitemnya, kita akan lebih dapat menghargai cara-cara yang lebih membawa perubahan sehingga sisitem politik lebih demokratis dan stabil. 9 Alfian, menganggap bahwa lahirnya kebudayaan itu sebagai pantulan langsung dari keseluruhan sistem sosial-budaya masyarakat. Hal ini terjadi melalui proses sosialisasi politik agar masyarakat mengenal, memahami, dan menghayati nilai-nilai lain yang hidup dalam masyarakat itu, seperti nilai-nilai sosial budaya dan agama. 10 5.1.2. Bentuk-bentuk budaya Politik Tipe Budaya Politik 1. Berdasarkan Sikap Yang Ditunjukkan Pada negara yang memiliki sistem ekonomi dan teknologi yang kompleks, menuntut kerja sama yang luas untuk memperpadukan modal dan keterampilan. Jiwa kerja sama dapat diukur dari sikap orang terhadap orang lain. Pada kondisi ini budaya politik memiliki kecenderungan sikap militan atau sifat tolerasi. a. Budaya Politik Militan Budaya politik dimana perbedaan tidak dipandang sebagai usaha mencari alternatif yang terbaik, tetapi dipandang sebagai usaha jahat dan menantang. Bila terjadi kriris, maka yang dicari adalah kambing hitamnya, bukan disebabkan oleh peraturan yang salah, dan masalah yang mempribadi selalu sensitif dan membakar emosi. b. Budaya Politik Toleransi

A.Rahman H.I. Sistem politik Indonesia Yogyakarta; Graha Ilmu, 2007 hal 269. Alfian, dalam buku sistem politik Indonesia. Oleh: Arifin Rahman, LPM IKIP, Surabaya 1998 hal 35.
10

Budaya politik dimana pemikiran berpusat pada masalah atau ide yang harus dinilai, berusaha mencari konsensus yang wajar yang mana selalu membuka pintu untuk bekerja sama. Sikap netral atau kritis terhadap ide orang, tetapi bukan curiga terhadap orang. Jika pernyataan umum dari pimpinan masyarakat bernada sangat militan, maka hal itu dapat menciptakan ketegangan dan menumbuhkan konflik. Kesemuanya itu menutup jalan bagi pertumbuhan kerja sama. Pernyataan dengan jiwa tolerasi hampir selalu mengundang kerja sama. Berdasarkan sikap terhadap tradisi dan perubahan. Budaya Politik terbagi atas : a. Budaya Politik Yang memiliki Sikap Mental Absolut Budaya politik yang mempunyai sikap mental yang absolut memiliki nilai-nilai dan kepercayaan yang. dianggap selalu sempurna dan tak dapat diubah lagi. Usaha yang diperlukan adalah intensifikasi dari kepercayaan, bukan kebaikan. Pola pikir demikian hanya memberikan perhatian pada apa yang selaras dengan mentalnya dan menolak atau menyerang hal-hal yang baru atau yang berlainan (bertentangan). Budaya politik yang bernada absolut bisa tumbuh dari tradisi, jarang bersifat kritis terhadap tradisi, malah hanya berusaha memelihara kemurnian tradisi. Maka, tradisi selalu dipertahankan dengan segala kebaikan dan keburukan. Kesetiaan yang absolut terhadap tradisi tidak

memungkinkan pertumbuhan unsur baru. b. Budaya Politik Yang memiliki Sikap Mental Akomodatif Struktur mental yang bersifat akomodatif biasanya terbuka dan sedia menerima apa saja yang dianggap berharga. Ia dapat melepaskan ikatan tradisi,

kritis terhadap diri sendiri, dan bersedia menilai kembali tradisi berdasarkan perkembangan masa kini.

Tipe absolut dari budaya politik sering menganggap perubahan sebagai suatu yang membahayakan. Tiap perkembangan baru dianggap sebagai suatu tantangan yang berbahaya yang harus dikendalikan. Perubahan dianggap sebagai penyimpangan. Tipe akomodatif dari budaya politik melihat perubahan hanya sebagai salah satu masalah untuk dipikirkan. Perubahan mendorong usaha perbaikan dan pemecahan yang lebih sempurna.

1. Berdasarkan Orientasi Politiknya

Realitas yang ditemukan dalam budaya politik, ternyata memiliki beberapa variasi. Berdasarkan orientasi politik yang dicirikan dan karakter-karakter dalam budaya politik, maka setiap sistem politik akan memiliki budaya politik yang berbeda. Perbedaan ini terwujud dalam tipe-tipe yang ada dalam budaya politik yang setiap tipe memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Dari realitas budaya politik yang berkembang di dalam masyarakat, Gabriel Almond mengklasifikasikan budaya politik sebagai berikut : a. Budaya Politik parokial (parochial political culture) yaitu tingkat partisipasi politiknya sangat rendah, yang disebabkan faktor kognitif (misalnya tingkat pendidikan relatif rendah). menyangkut budaya yang terbatas pada wilayah

atau lingkup yang kecil, sempit misalnya yang bersifat provincial. Karena wilayah yang terbatas acapkali pelaku politik sering memainkan peranannya seiring dengan diferiensiasi, maka tidak terdapat peranan politik yang bersikap khas dan berdiri sendiri. Yang menonjol dalam budaya politik adalah kesadaran anggota masyarakat akan adanya pusat kewenangan\kekuasaan politik dalam masyarakat b. Budaya Politik kaula (subyek political culture) yaitu masyarakat

bersangkutan sudah relatif maju (baik sosial maupun ekonominya) tetapi masih bersifat pasif. anggota masyarakat mempunyai minat perhatian, mungkin juga kesadaran terhadap sistem sebagai keseluruhan terutama pada aspek outputnya. Kesadaran masyarakat sebagai aktor dalam politik untuk memberikan input politik boleh dikatakan nol. Posisi sebagai kaula merupakan posisi yang pasif dan lemah. Mereka menganggap dirinya tidak berdaya mempengaruhi atau mengubah sistem dan oleh karena itu menyerah saja pada kepada segala kebijakan dan keputusan para pemegang jabatan c. Budaya Politik partisipan (participant political culture), yaitu budaya politik yang ditandai dengan kesadaran politik sangat tinggi. Masyarakat dalam

budaya ini memiliki sikap yang kritis untyuk memberi penilaian terhadap sistem politik dan hampir pada semua aspek kekuasaan. d. Budaya Politik campuran(mixed political cultures) yaitu gabungan karakeristik tipe-tipe kebudayaan politik yang murni. 11

5.1.3. Budaya Politik Masyarakat dan Partisipasi

11

Http :// mjieshool. Multiply. Com/jurnal//item/30/Badaya Politik.

Budaya politik terdiri dari serangkaian keyakinan, simbol-simbol dan nilai-nilai yang melatar belakangi situasi dimana suatu peristiwa politik terjadi. 12 Orang-orang yang melibatkan diri dalam kegiatan politik, paling tidak dalam pemberian suara (voting), dan memperoleh informasi cukup banyak tentang kehidupan politik kita sebut berbudaya politik partisipan. Orang-orang yang secara pasif patuh pada pejabat-pejabat pemerintahan dan undang-undang, tetapi tidak melibatkan diri dalam politik ataupun memberikan suara dalam pemilihan, kita sebut dalam pemilihan subyek. Golongan ketiga adalah orang-orang yang sama sekali tidak menyadari atau mengabaikan adanya pemerintahan dan politik. Mereka ini mungkin buta huruf, tinggal di desa yang terpencil, atau mungkin nenek-nenek tua yang tidak tanggap terhadap hak pilih dan menggungkung diri dalam kesibukan keluarga. Orang-orang dari golongan ketiga ini kita sebut budaya politik parokial. Tiga model tentang kebudayaan politik, atau tentang orientasi terhadap pemerintahan dan politik. Model pertama adalah masyarakat demokratik industrial. Dalam sistem ini jumlah partisipan mencapai 40-60% dari penduduk dewasa. Jumlah subyek kurang lebih 30%, sedang golongan parokial kira-kira 10%. Gambaran ini tidak luar biasa di masyarakat demokratik industrial. Dalam sistem itu terdapat cukup banyak aktivis politik untuk menjamin adanya kompetisi partai-partai politik dan kehadiran pemberi suara yang besar, maupun publik peminat politik yang kritis yang mendiskusikan masalah-masalah kemasyarakatan dan pemerintahan dan kelompok-kelompok

12

Ronald H. Chilcote, Teori perbandingan politik, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2004 hal 11.

pendesak yang mengusulkan kebijaksanaan-kebijaksanan baru dan melindungi kepentingan khusus mereka.Model kedua adalah sistem otoriter hanya sebagian industrial dan modren seperti Portugal. Meskipun terdapan organisasi politik beberapa partisipasi politik, seperti mahasiswa dan kaum intelektual, menentang sistem itu dan berusaha merubahnya melalui tindakantindakan persuasif. Kelompok-kelompok terhormat seperti pengusaha, kelompok gereja, dan tuan tanah mendiskusikan masalah-masalah

pemerintahan, serta ikut aktif dalam kegiatan lobbying. Tetapi sebagian besar rakyat dalam sistem itu hanya sebagai subyek yang pasif, mengakui pemerintah dan tunduk pada hukumnya, tetapi tidak melibatkan diri dalam urusan pemerintahan.Model ketiga adalah sistem demokratis pra-industrial seperti republik Dominika yang sebagian besar Warganegaranya buta huruf di pedesaan dan buta huruf. Dalam negara semacam ini hanya terdapat sedikit sekali partisipan yang terutama terdiri dari profesional terpelajar, usahawan, dan tuan tanah, sejumlah besar pegawai, buruh, dan petani bebas secara langsung terpengaruh atau terkena oleh perpajakan dan kebijaksanaan resmi pemerinth lainnya. Tetapi kelompok warganegara yang paling besar terdiri dari kelompok tani yang buta huruf, yang pengetahuannya tentang dan keterlibatannya dalam kehidupan politik dan pemerintahannya sangat sedikit. Kesadaran kelas merupakan sekumpulan sikap-sikap yang sangat mempengaruhi struktur dari sistem kepartaian dan stabilitas pemerintah. Motivasi untuk berpartisipasi atau sikap-sikap yang berkaitan dengan kehendak untuk maju terus, untuk memperoleh kecakapan, dan untuk mengumpulkan kekayaan material adalah

sangat penting dalam modernisasi ekonomi dan politik. Kolompok penduduk yang mau memperbaiki keadaannya sendiri cenderung untuk berhasil dalam mengumpul modalkan untuk investasi dalam mencapai pertumbuhan tingkat ekonomi yang sangat tinggi, atau dalam mengembangkan pendidikan dirinya sendiri. 13 5.2. Teori Partisipasi 5.2.1. Pengertian partisipasi Politik Partisipasi politik adalah kegiatan seseorang atau kelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik, yaitu dengan jalan memilih pimpinan Negara dan, secara langsung atau tidak langsung, mempengaruhi kebijakan pemerintah (public policy). Kegiatan ini mencakup tindakan seperti memberikan suara dalam pemilihan umum, mengadiri rapat umum, menjadi anggota suatu partai atau kelompok kepebtingan, mengadakan hubungan (contatcting) dengan pejabat pemerintah atau anggota perlemen, dan sebagainya 14. Berikut disajikan Pendapat beberapa ahli. 1. Keith Fauls Dalam bukunya, Political Sociology: A Criticical Introduction, Keith Fauls (1999:133) memberikan batasan partisipasi politik sebagai keterlibatan secara aktif (the active engage ment) dari individu atau kelompok ke dalam

13

Mohtar Masoed, Colin MacAndrews, Perbandingan sistem Politik, Yogyakarta : Gadja Mada University Press,2001, hal 42 14 Miriam Budiharjo, op,cit,hal 1-2

proses pemerintahan. Keterlibatan ini mencakup keterlibatan dalam proses pengambilan keputusan maupun berlaku oposisi terhadap pemerintah. 15 2. Herbert McClosky dalam International Encyclopedia of the Social Sciences: Dalam International Encylopaedia of the Social Sciences, Herbert McClosky memberikan batasan partisipasi politik sebagai kegiatan kegiatan sukarela dari warga masyarakat melalui mana mereka mengambil bagian dalam proses pemilihan penguasa, dan secara langsung atau tidak langsung, dalam proses pemb entukan kebijakan umum. 16 3. Samuel P. Huntington dan Joan M. Nelson dalam No Easy Choice: Political Participation in Developing Countries: Dalam buku No Easy Choice: Political Participation in Developing Countries, Huntington dan Nelson membuat batasan partisipasi politik sebagaikegiatan warga Negara yang bertindak sebagai pribadi-pribadi, yang dimaksut sebagai pembuatan keputusan oleh pemerintah. Partisipasi bisa bersifat individual atau kolektif,terorganisir atau sepontan, mantap atau sporaecara damai atau kekerasan,legal atau illegal,edic,fektif atau tidak efektif. 17 4. Michael Rush dan Philip Althoff

Keith Fauls, Polotical Sociology : A Critical Introduction, (1999:133) Dr.Damsar, Pengantar Sosiologi Politik, Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2010, hal 180. 16 Herbert McClosky, International Encylcopaedia of the social Sciences, Herbert. Dr. Damsar, Pengantar Sosiaologo Politik, Jakarta: Kencana Prenanda media Group,2010,ibid, hal 180. 17 Samuel P. Huntington Dan Joan M. Nelson, No Easy Choice: Political Participation in Developing Countries. Dr. Damsar, Pengantar Sosiaologo Politik, Jakarta: Kencana Prenanda media Group,2010,ibid, hal 180.

15

Dalam buku Sosiologi Politik, Rush dan Althoff (2003) memberikan batasan partisipasi politik sebagai keterlibatan dalam aktivitas politik pada suatu sistem politik.Beberapa pandangan ahli tentang tipologi partisipasi politik. 18 5.2.2. Bentuk-bentuk Partisipasi Politik 1. DAFID F. ROTH DAN FRANK L. WILSON Dalam buku The Comparative Study of politics, Roth dan Wilson (1976 ) membuat tripologi partisipasi politik atas dasar piramida pattisipasi. Pandangan Roth dan Wilson tentang piramida politik menujukan bahwa semakin tinggi intensitas dan drajat aktivitas politik seseorang, maka semakin kecil kuantitas orang yang terlibat di dalamnya. 19

Gambar 1. Piramida Partisipasi Politik Sumber : di adaptasi dari David F.Roth & Frank L. Wilson, The Comparative Study Of Politics, dalam: http://catatankecilgue.blogspot.com

Intensitas dan derajat keterlibatan yang tinggi dalam aktivitas politik di kenal sebagai aktivis. Adapun yang termasuk dalam kelompok aktivis adalah
18

Michel Rush Dan Philip Althoff, Sosiologi Politik (2003), Dr.Damsar, Pengantar Sosiologi Politik, Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2010, ibid, hal 180. 19 David. F. Roth dan Frank L. Wilson, The Comparative Study of Politics (1976) Dr.Damsar, Pengantar Sosiologi Politik, Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2010, ibid, hal 183.

pemimpin dan para fungsionaris partai atau kelompok kepentingan yang mengurus organisasi secara penuh waktu (full-time). Termasuk dalam kategori ini adalah kegiatan politik dipandang menyimpang atau negatif seperti pembunuh politik, teroris, atau peleku pembajakan untuk meraih tujuan politik.Lapisan berikutnya setelah lapisan puncak piramida dikenal dengan partisipan. Kelompok ini mencakup berbagai aktivitas sebagai petugas atau juru kampanye, mereka yang terlibat dalam program atau proyek sosial, sebagai pelobi politik, aktif dalam partai politik atau kelompok kepentingan. Mereka ikut dalam kegiatan politik yang tidak banyak menyita waktu, tidak menuntut prakarsa sendiri, tidak intensif dan jarang melakukannya. Misalnya member suara dalam pemilihan umum(legislatif dan eksekutif), mendiskusikan isu politik, dan mengadiri kampanye politik. Sedangkan lapisan terbawah adalah kelompok orang yang apolitis, yaitu kelompok orang yang tidak peduli terhadap sesuatu yang berhubungan dengan politik. 2. MICHAEL RUSH DAN PHILIP ALTHOFF Rush dan Althoff mengajukan hierarki partisipasi politik sebagai suatu tipologi politik. Hirarki tertinggi dari partisipasi politik menurut Rush dan Althoff adalah menduduki jabatan politik atau administrative. Sedangkan hierarki yang terendah dari suatu partisipasi politik adalah orang yang apati saecara total yaitu orang yang tidak melakukan aktivitas politik apapun secara total. Semakin tinggi Hierarki partisipasi politik maka semakin kecil kuantitas dari keterlibatan orangorang, seperti yang diperhatikan oleh Bagan Hirarki partisipasi politik dimana garis vertikal segitiga menujukan Hierarki, sedangkan garis orijonyalnya menujukan kuantitas dari keterlibatan orang-orang.

Gambar 2. Hierarki Partisipasi politik Sumber : diadaptasi Michael Rush & Philip Althoff, dalam : Proff. Dr. Damsar, Pengantar Sosiologi Politik 2010.

3.

Gabriel A. Almond Dalam buku perbandingan Sistem Politik yang disunting oleh Masoed

dan MacAndrews ( 1981 ), Almond membedakan partisipasi politik atas dua bentuk 20, yaitu : 1. Partisipasi politik konvensional, yaitu suatu bentuk partisipsi politik yang

normal dalam demokrasi modern. 2. Partisipasi politik nonkonvensional, yaitu suatu bentuk partosipasi politik lezim dilakukan dalam kondisi normal, bahkan dapat berupa

yang tidak

kegiatan illegal, penuh kekerasan dan revolusioner.

Gabriel A. Almond, Perbandingan Sistem Politik disunting oleh Masoed dan MacAndrew(1981), Dr.Damsar, Pengantar Sosiologi Politik, Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2010, ibid, hal 186.

20

Adapun rincian dari pandangan Almond tentang dua bentuk partisipasi politik dapat dilihat pada table berikut. Tabel 1 Bentuk-bentuk Partisipasi Politik Konvensional Pemungutan suara Diskusi Politik Kegiatan Kampanye Membentuk dan bergabung dalam kelompok kepentingan Komunikasi individual dengan Nonkonvensional Pengajuan petisi Demonstrasi Konfrontasi Mogok Tindak kekerasan politik terhadap benda (perusakan, pemboman, pembakaran ) Tindakan kekerasan politik terhadap manusia (penculikan poembunuhan) Perang gerilnya dan revolusi Sumber: Almond dalam Masoed dan MacAndrews(1981) 5.2.3. Partisipasi Politik Masyarakat Partisipasi merupakan salah satu aspek penting demokrasi. Partisipasi merupakan taraf partisipasi politik warga masyarakat dalam kegiatan-kegiatan politik baik yang bersifat aktif maupun pasif dan bersifat langsung maupun yang bersifat tidak langsung guna mempengaruhi kebijakan pemerintah. Wahyudi Kumorotomo mengatakan Partisipasi adalah berbagai corak tindakan massa maupun individual yang memperlihatkan adanya hubungan

pejabaat politik dan administrasi

timbal balik antara pemerintah dan warganya. 21Partisipasi masyarakat dalam kegiatan kegiatan lain dari pada pemilihan umum di atur sedemikian rupa sehingga mendukung usaha perubahan masyarakat ke arah terciptanya masyarakat. Partisipasi politik tidak hanya dibina melalui partai politik, Tetapi juga melalui organisasi organisasi yang mencakup golongan muda, golongan buru serta organisasiorganisasi kebudayaan. 22 5.3. Pemilu/Sistem Pemilu 5.3.1. Pengertian Pemilu Pemilihan Umum (Pemilu) adalah proses pemilihan orang - orang untuk mengisi jabatan-jabatan politik tertentu. Jabatan-jabatan tersebut beraneka-ragam, mulai dari presiden, wakil rakyat di berbagai tingkat pemerintahan, sampai kepala desa. Pemilu merupakan salah satu usaha untuk mempengaruhi rakyat secara persuasif (tidak memaksa) dengan melakukan kegiatan retorika, public relations, komunikasi massa, lobby dan lain-lain kegiatan. Dalam Pemilu, para pemilih dalam Pemilu juga disebut konstituen, dan kepada merekalah para peserta Pemilu menawarkan janji-janji dan programprogramnya pada masa kampanye. Kampanye dilakukan selama waktu yang telah ditentukan, menjelang hari pemungutan suara.Setelah pemungutan suara dilakukan, proses penghitungan dimulai. Pemenang Pemilu ditentukan oleh aturan main atau sistem penentuan pemenang yang sebelumnya telah ditetapan dan disetujui oleh para peserta, dan disosialisasikan ke para pemilih.

Wahyudi Kumorotomo, Etika Administrasi Negara, Jakarta : Etika Rajawali Press, 1999, hal. 112. 22 Miriam Budiharjo, Partisipasi dan partai politik, Jakarta Yayasan Obor Indonesia, 1998. hal 13.

21

Sejak proklamasi kemerdekaan hingga tahun 2004 di Indonesia telah dilaksanakan pemilihan umum sebanyak sepuluh kali, yaitu dimulai tahun 1987, 1992, 1997, 1999, 2004, 2009. Jumlah kontestan partai partai politik dalam pemilihan disetiap tahunya tidak selalu sama, kecuali pada pemilu tahun 1977 sampai 1997. Pemilihsan umum (pemilu) di Indonesia pada awalnya ditujukan untuk memilih anggota lembaga perwakilan, yaitu DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota. Setelah amandemen keempat UUD 1945 pada 2002, pemilihan presiden dan wakil presiden (pilpres), yang semula dilakukan oleh MPR, disepakati untuk dilakukan langsung oleh rakyat sehingga pilpres pun dimasukkan ke dalam rezim pemilu. Pilpres sebagai bagian dari pemilu diadakan pertama kali pada Pemilu 2004. Pada 2007, berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007, pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah (pilkada) juga dimasukkan sebagai bagian dari rezim pemilu. Di tengah masyarakat, istilah "pemilu" lebih sering merujuk kepada pemilu legislatif dan pemilu presiden dan wakil presiden yang diadakan setiap 5 tahun sekali. Pemilihan umum di Indonesia menganut asas "Luber" yang merupakan singkatan dari "Langsung, Umum, Bebas dan Rahasia". Asal "Luber" sudah ada sejak zaman Orde Baru. Langsung berarti pemilih diharuskan memberikan suaranya secara langsung dan tidak boleh diwakilkan. Umum berarti pemilihan umum dapat diikuti seluruh warga negara yang sudah memiliki hak menggunakan suara. Bebas berarti pemilih diharuskan memberikan suaranya tanpa ada paksaan dari pihak manapun, kemudian Rahasia berarti suara yang diberikan oleh pemilih bersifat rahasia hanya diketahui oleh si pemilih itu sendiri.

Kemudian di era reformasi berkembang pula asas "Jurdil" yang merupakan singkatan dari "Jujur dan Adil". Asas jujur mengandung arti bahwa pemilihan umum harus dilaksanakan sesuai dengan aturan untuk memastikan bahwa setiap warga negara yang memiliki hak dapat memilih sesuai dengan kehendaknya dan setiap suara pemilih memiliki nilai yang sama untuk menentukan wakil rakyat yang akan terpilih. Asas adil adalah perlakuan yang sama terhadap peserta pemilu dan pemilih, tanpa ada pengistimewaan ataupun diskriminasi terhadap peserta atau pemilih tertentu. Asas jujur dan adil mengikat tidak hanya kepada pemilih ataupun peserta pemilu, tetapi juga penyelenggara pemilu. 23 5.3.2. Sistem Pemilu Terdapat dua cara atau sistem pemilihan umum, yaitu sebagai berikut :

A. Sistem Distrik Sistem distrik merupakan sistem pemilu yang paling tua dan di dasarkan kepada kesatuan geokrafis, dimana satu kesatuan geokrafis mempunyai satu wakil di parlemen. B. Sistem Proposional Sistem perwakilan Proposional adalah persentase kursi di DPR di bagi kepada tiap tiap partai politik, sesuai dengan jumlah suara yang di perolehnya dalam pemilihan umum, khusus di daerah pemilihan. Jadi, jumlah kursi yang di peroleh suatu golongan atau partai adalah sesuai dengan jumlah suara yang di perolehnya dalam masyarakat untuk keperluan itu kini di tentukan suatu
23

http :/id. Wikipedia.org/wiki/Budaya_Politik

pertimbangan, misalnya ( satu wakil ): 400.000 penduduk, Sistem Proposional ini sering di kombinasdikan dengan beberapa prosedur lain, seperti system daftar (list system), di mana setiap partai mengajukan daftar calon dan si pemilih memilih satu partai dengan semua calon yang di ajukan oleh partai itu untuk bermacan macam kursi yang sedang di perebutkan.
24

Pemilihan umum adalah pemindahan hak dari setiap warga Negara kepada kelompok yang akan memerintah atas nama kekuasaan dari rakyat. Agar pemerintah yang berkuasa itu betul betul menjalankan kekuasaannya sesuai dengan hati nurani rakyat, maka pelaksanaan pemilihan umum harus berpedoman kepada asas asas yang telah disepakati bersama. Pada umum nya di berbagai Negara menerapkan beberapa asas pemilihan umum, yaitu sebagai berikut. a. Langsung, yaitu warga Negara yang sudah berhak memilih dapat secara

langsung memilih partai atau kelompok peserta pemilihan umum tanpa perantara. b. Umum, Artinya penyerahan hak yang di simbolkan dengan menusuk atau

mengundi harus di landasi oleh pemikiran dan segala konsekuensinya, mengerti apa dan untuk apa pemilihan umum. Oleh sebab itu, anak anak, orang gila, dan lain lain atas pertimbangan tertentu tidak di beri hak untuk memilih dalam pemilihan umum. Jadi, tidak seluruh warga Negara berhak ikut dalam pemilihan umum, melainkan pada umumnya atau mayoritas. c. Bebas. Agar pilihan seseorang itu betul betul sesuai dengan

keinginannya keinginannya, maka seseorang tidak boleh di paksa dan di tekan untuk memilih sesuatu.

Drs. Syahrial Syarbaini, M.A. Drs. A. Rahman, M.M. Drs. Monang Djihado,Sosiologi dan Politik, Jakarta: Ghalia Indonesia 2002, hal81.

24

d.

Rahasia. Pemilihan menyangkut pada hak hak yang sangat pribadi. Untuk itu, apa yang menjadi pilihan seseorang tidak siapa pun yang mengetahuinya. Sesuatu yang bersifat pribadi tentu tidak ingin diketahui oleh orang lain.

e.

Jujur dan adil. Asas ini lebih di tunjukan kepada pihak pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan pemilihan umum, seperti petugas pemilihan umum harus jujur dan bersikap adil kepada semua peserta pemilihan umum. 25

5.3.3. Pemilu 2009 di Indonesia Rakyat dalam Pemilihan Umum (Pemilu) 2009, tidak sekedar menjadi obyek, ia pun dapat menjadi subyek. Masyarakat juga dapat ikut serta dalam pencalonan anggota legislatif, seperti anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Bahkan dalam pencalonan Presiden dan Wakil Presiden, asalkan tentu saja memenuhi persyaratan sebagaimana diundangkan dalam UU No 10 tahun 2008 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD, dan UU tentang Pemilu Presiden (Pilpres). Warga masyarakat yang bermaksud menjadi calon anggota DPD, cukup dengan melampirkan daftar nama, tandatangan dan/atau fotokopi kartu tanda penduduk (KTP) para

pendukungnya sejumlah yang dipersyaratkan UU. Selanjutnya, kita tinggal mendaftarkan ke KPU setempat.Jadi sesuai dengan bunyi dalam UUD 1945 dan sesuai dengan hak asasi kita sebagai bangsa yang merdeka serta berdaulat, masyarakat memiliki hak memilih dan dipilih. Arti memilih sebagaimana
25

Op.cit hal 84.

sudah kita jelaskan di antaranya adalah dengan memberikan tanggapan (mengkritisi) terhadap seluruh kegiatan yang berkaitan dengan

penyelenggaraan dan pelaksanaan Pemilu 2009. Hak memilih lainnya kita wujudkan dalam mencoblos gambar Parpol yang menjadi pilihan kita dan mencoblos gambar Capres/Wapres yang kita anggap sesuai dengan hati nurani. Itulah di antara peran masyarakat dalam Pemilu 2009 dari sekian banyak peranan lain. 26 6. Metodologi Penelitian 6.1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif. Metode penelitian deskriptif dapat di artikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang di selidiki dengan menggambarkan, meringkas dari berbagai kondisi dengan berbagai variable yang timbul ada masyarakat yang menjadi objek dari penelitian saya ini. Penelitian deskriptif melakukan analisis dan menyajikan data dan fakta secara sistematis sehingga dapat mudah di pahami dan di simpulkan.

6.2. Populasi dan Sampel A. Populasi Polulasi dalam pemilihan ini adalah masyarakat yang terdaftar di data pemilihan tetap pada Pemilihan Umum Legislatif 2009. B. Sampel

26

Harian umum pelita. Politik dan keamanan, edisi 2010, Minggu 23 Mei.

Sampel adalah sebagian yang di ambil dari populasi yang menggunakan cara tertentu. Dalam menggunakan jumlah sampel untuk koesioner, penulis menggunakan rumus Taro Yamane, 27 sebagai berikut:

n=

N N (d ) 2 + 1

Keterangan : n N D : Jumlah sampel : Jumlah populasi : Presisi 10% dengan tingkat kepercayaan 90%

Jumlah Pemilu Legislatif Di Desa Aek Tuhul sebanyak 500 jiwa. Maka sampel yang di gunakan dalam penelitian ini sebanyak:
n= 500 500(0,1) 2 + 1

n=

500 500(0,01) + 1

500 6

=83,33 Jadi sampel yang di gunakan untuk menjadi responden dalam penelitian ini dibulatkan menjadi 84 orang. 6.3. Teknik Pengumpulan Data

27

Rahmat, Jalaluddin, Metode Komunikasi, bandung : Remaja Rosdakarya, 1991, hal 81.

Segala keterangan atau informasi mengenai segala hal yang berkaitan dengan tujuan penelitian. Ada beberapa metode yang bisa di gunakan untuk mengumpulkan data antara lain sebagai berikut : 1. Penelitian kepustakaan yaitu, dengan mempelajari bukubuku, laporanlaporan serta bahan-bahan yang lain yang berhubungan dengan penelitian. 2. Penelitian lapangan yaitu, dengan mengumpulkan data dengan menggunakan dialog langsung dengan terjun langsung kelokasi penelitian. Penelitian ini dapat di lakukan dengan cara : a. Kuisioner tertutup ( angket ) adalah suatu daftar pertanyaan yang akan di tanyakan kepada responden. b. Wawancara adalah melakukan Tanya jawab langsung dengan beberapa orang yang mempunyai pengaruh pada lokasi tersebut atau daerah yang di teliti.

7. Analisis Data Dalam penelitian ini, data maupun informasi yang di peroleh kemudian disusun, dianalisa dan disajikan untuk memperoleh gambaran sistematis tentang kondisi yang ada. Kemudian dta yang ada akan di sajikan dalam bentuk table dan akan di analisis secara sistematis. Hasil analisis dari

penelitian ini bersifat kualitatif. Selanjutnya akan menghasilkan sebuah kesimpulan yang akan menjelaskan masalah yang diteliti. 8. Sistematika Penulisan BAB I : PENDAHULUAN Bab ini terdiri dari latar belakang masalah, perumusan masalah, batasan masalah, asumsi, tujuan penelitian, signifikasi penelitian, kerangka teori, metodologi dan sistematika penelitian. BAB II : DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN Bab ini Menguraikan tentang gambaran umum dari lokasi penelitian di Desa Aek Tuhul Kecamatan Batunadua Kota Padangsidempuan. BAB III : PEMBAHASAN DAN ANALISA DATA Bab ini akan menguraikan hasil penelitian berupa penyajian data dan juga analisis data dari penelitian yang telah di lakukan. BAB IV : PENUTUP Bab ini akan berisi kesimpulan saransaran yang di peroleh dari penelitian yang telah di lalakukan.

Anda mungkin juga menyukai