Anda di halaman 1dari 7

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Kegunaan utama resin komposit adalah sebagai bahan restorasi baik pada gigi anterior maupun posterior. Selain itu juga digunakan sebagai pit dan fisur sealant, serta sebagai luting composite (misalnya untuk luting keramik dan restorasi komposit indirect). Dan dapat juga digunakan sebagai mahkota dan jembatan sementara.1 Resin komposit pertama kali diperkenalkan oleh Bowen pada tahun 1962.2-4 Resin komposit mempunyai warna yang hampir menyerupai warna gigi asli, memiliki nilai estetis dan biokompatibilitas yang tinggi.5,6 Akan tetapi, resin komposit mempunyai kelemahan yaitu adanya penyusutan pada saat polimerisasi yang menyebabkan terbentuknya celah (gap) antara dinding kavitas dan resin komposit yang dapat mengakibatkan terjadinya kebocoran mikro.6,7 Selain itu, perbedaan koefisien ekspansi thermal antara struktur gigi dan resin komposit juga dapat mempengaruhi kerapatan tepi restorasi antara resin komposit dan dinding kavitas.8 Davidson et al. cit Rosin et al. menyatakan bahwa tekanan kontraksi resin komposit selama polimerisasi akan menghasilkan kekuatan yang bersaing dengan kekuatan perlekatan, sehingga dapat mengganggu perlekatan terhadap dinding kavitas, hal ini merupakan salah satu penyebab utama terjadinya kerusakan tepi.9 Petrovic et al. juga menyatakan bahwa kontraksi polimerisasi menyebabkan perubahan volume resin komposit, yang berperan penting dalam menentukan celah (gap) antara kavitas dan restorasi serta microleakage yang terbentuk.6

Universitas Sumatera Utara

Celah yang terbentuk menjadi jalan masuk bagi bakteri dan saliva beserta komponennya dari dalam rongga mulut.6,7 Menurut Brannstrom cit Petrovic et al., hal ini dapat menyebabkan timbulnya perubahan warna, kerusakan tepi restorasi, karies sekunder, penyakit pulpa, dan adanya rasa sakit setelah penumpatan.6,7,9,10 Ada dua sistem adhesif yang diperkenalkan pada saat ini yaitu total etch adhesive system dan self etch adhesive system. Penelitian ini menggunakan sistem adhesif berupa one step self etching system generasi ke-7 yang menggabungkan etsa, primer, dan bonding sekaligus dalam satu liquid. Sehingga sistem ini lebih sederhana. Selain itu, self etching adhesive system juga dapat menghindari terjadinya overetching. Overetching dapat terjadi bila menggunakan total etching adhesive system yang dapat menyebabkan bahan primer tidak dapat memasuki seluruh kedalaman zona demineralisasi dan meninggalkan matriks kolagen yang tidak terhibridisasi yang pada akhirnya akan menyebabkan terjadinya kegagalan perlekatan yang prematur.11 Self etching adhesive system tidak menghilangkan seluruh smear layer dan juga tidak membuka tubulus dentin secara keseluruhan. Menurut Pashley cit Oliveira, smear layer dapat mengurangi permeabilitas dentin. Dengan menghilangkan seluruh smear layer dapat meningkatkan permeabilitas dentin yang akan menyebabkan pergerakan cairan tubulus dentin dari arah pulpa yang dapat menimbulkan sensitivitas dan mengganggu perlekatan restorasi serta melarutkan bahan adhesif.12 Karena self etching tidak menghilangkan smear layer secara keseluruhan maka sistem ini berpotensial dalam mengurangi sensitivitas pasca perawatan dan tidak begitu terganggu oleh cairan tubulus dentin.

Universitas Sumatera Utara

Unterbrink cit Attar et al. menyatakan bahwa resin komposit flowable diindikasikan untuk merestorasi lesi karies klas V dikarenakan sifat bahan yang mudah beradaptasi dengan dinding kavitas dan mudah menggunakannya.7,13 Akan tetapi, restorasi resin komposit pada karies servikal sering mengalami kegagalan. Menurut Kaplan et al. cit Chimello et al., adaptasi marginal pada kavitas klas V menjadi lebih sulit karena sedikit atau tidak adanya enamel pada tepi servikal, sehingga restorasi berkontak dengan sementum atau dentin. Hal ini akan mengurangi kekuatan perlekatan karena kekuatan perlekatan resin komposit terhadap permukaan dentin lebih lemah dibandingkan dengan perlekatan resin komposit terhadap permukaan enamel.10 Selain itu, adanya cairan sulkus gingival juga merupakan salah satu penyebab kegagalan restorasi resin komposit pada daerah servikal.14 Barghi et al. cit Oberholzer et al. menyatakan bahwa lampu halogen mempunyai lama nyala yang terbatas, yaitu 40100 jam. Kemampuan lampu halogen akan berkurang seiring dengan waktu pemakaian disebabkan oleh karena pada saat light curing unit beroperasi akan memancarkan suhu yang tinggi. Hal ini akan mengurangi efektivitas penyinaran seiring dengan waktu pemakaian. Untuk mengatasi kekurangan lampu halogen, Mills cit Oberholzer et al. menyarankan penggunaan light-emitting diode (LED) yang bersifat statis. Maksudnya adalah kemampuan LED tidak berubah seiring waktu.15-7 Panjang gelombang cahaya yang dihasilkan oleh bola lampu halogen dibatasi antara 370-550 nm agar dapat disesuaikan dengan absorbsi camphorquinone, yaitu 470 nm.18 Kelemahan halogen light curing unit yaitu bahwa bola lampu, reflektor, dan filter nya dapat berkurang kemampuannya seiring dengan waktu pemakaian. Bola

Universitas Sumatera Utara

lampu halogen memiliki lama hidup sekitar 100 jam dan kemampuannya dapat berkurang seiring dengan waktu pemakaian sehubungan dengan temperatur sewaktu pemakaian yang tinggi.18 Sedangkan suatu LED mempunyai lama nyala lebih dari 10.000 jam dan hanya mengalami sedikit degradasi pada pemakaiannya.16,17 LED light curing unit menghasilkan sinar dengan range panjang gelombang antara 460-480 nm sehingga sangat hemat energi dan dapat dioperasikan dengan tenaga baterai.19 Dalam penelitiannya, Stahl et al. menyatakan bahwa hasil klinis restorasi resin komposit dipengaruhi oleh kualitas light curing unit yang digunakan.16 Pada penelitian Mills et al. cit Oberholzer et al. menemukan bahwa suatu LED light curing unit mampu mempolimerisasi hingga kedalaman yang lebih dalam daripada halogen light curing unit.15 Akan tetapi, Dunn et al. pada penelitiannya menyatakan bahwa halogen light curing unit menghasilkan resin komposit dengan kekerasan permukaan yang lebih baik daripada LED light curing unit.17 Uhl et al. menyatakan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan pada Knoop hardness antara polimersasi dengan halogen light curing unit dan LED light curing unit.20 Felix et al. pada penelitiannya menemukan bahwa resin komposit yang dipolimerisasi pada jarak 2 mm dan 9 mm dengan menggunakan LED light curing unit mempunyai nilai kekerasan yang lebih baik atau sama dengan menggunakan halogen light curing unit.22 Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas polimerisasi resin komposit. Menurut El-Mowafy et al., faktor-faktor tersebut antara lain intensitas cahaya, lama penyinaran, panjang gelombang cahaya, ketebalan resin komposit, jarak ujung light

Universitas Sumatera Utara

curing unit dengan permukaan restorasi, warna resin komposit, dan komposisi bahan resin komposit itu sendiri.23 Aguiar et al. pada penelitiannya menyimpulkan bahwa faktor yang berpengaruh untuk memperoleh polimerisasi yang adekuat adalah jarak ujung light curing unit terhadap resin komposit dan warna resin komposit yang digunakan.24 Prati et al. cit Aguiar et al. menyatakan bahwa jarak ujung light curing unit terhadap resin komposit merupakan faktor yang sulit untuk dikendalikan karena hal ini tergantung pada perluasan karies, besarnya karies dan posisi karies. Jika jaraknya lebih besar dari 2 mm, dispersi cahaya light curing unit akan meningkat sehingga akan sulit untuk memperoleh polimerisasi yang efektif.24 Ersoz et al. menemukan bahwa semakin jauh jarak ujung light curing unit dengan permukaan resin komposit menyebabkan semakin berkurangnya kekerasan permukaan resin komposit.25 Jarak penyinaran yang diaplikasikan pada penelitian ini adalah 0 mm dan 5 mm, karena jarak yang biasa digunakan di klinik adalah 0 mm dan jarak penyinaran yang distandarisasi menurut penelitian Radzi et al. adalah 5 mm.26 Oleh karena restorasi klas V sering mengalami kegagalan, terutama dengan terbentuknya celah microleakage yang dapat menimbulkan berbagai masalah dengan polimerisasi yang dilakukan dengan halogen light curing unit dengan jarak penyinaran yang berbeda, dan dengan diperkenalkannya light-emitting diode light curing unit yang bersifat lebih statis, maka dirasakan perlu untuk mengamati dan membandingkan microleakage pada restorasi klas V dengan kedua jenis light curing units tersebut pada jarak penyinaran yang berbeda.

Universitas Sumatera Utara

1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dijelaskan di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut : 1. Apakah ada perbedaan microleakage antara penggunaan light-emitting

diode light curing unit dan halogen light curing unit pada restorasi klas V? 2. Apakah ada perbedaan microleakage pada restorasi klas V dengan jarak

penyinaran yang berbeda?

1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui pengaruh penggunaan light-emitting diode light curing

unit dan halogen light curing unit terhadap microleakage pada restorasi klas V. 2. Untuk mengetahui pengaruh jarak penyinaran yang berbeda terhadap

microleakage pada restorasi klas V.

1.4 Manfaat Penelitian Beberapa manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Sebagai pertimbangan untuk memilih light curing unit yang dapat

menghasilkan polimerisasi dengan penutupan tepi restorasi yang baik pada restorasi kavitas klas V. 2. Sebagai pertimbangan untuk memilih jarak penyinaran yang dapat

menghasilkan polimerisasi dengan penutupan tepi restorasi yang baik pada restorasi kavitas klas V.

Universitas Sumatera Utara

3.

Sebagai dasar dalam usaha meningkatkan pelayanan kesehatan gigi

masyarakat terutama dalam bidang konservasi gigi sehingga gigi dapat dipertahankan selama mungkin di dalam rongga mulut.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai