Anda di halaman 1dari 9

BAB VI

PEMBAHASAN

6.1 Persalinan Tenaga Kesehatan


Berdasarkan data yang diperoleh, 67% responden memilih pertolongan
persalinan oleh dukun bayi dan 33% memilih pertolongan persalinan oleh bidan.
Keadaan ini mencerminkan bahwa responden lebih memilih melahirkan di dukun
bayi daripada bidan. Hal ini karena pertimbangan tradisi di desa mereka yang
sudah sejak dahulu jika melahirkan ditolong oleh dukun bayi. Selain itu dukun
bayi lebih cepat dipanggil, mudah dijangkau, biayanya lebih murah, serta adanya
hubungan yang akrab dan bersifat kekeluargaan dengan ibu-ibu yang
ditolongnya.17
Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Meiwita Iskandar (1996) dalam
Amilda (2010) yang menyatakan bahwa masih banyak wanita negara berkembang
khususnya di pedesaan lebih suka memanfaatkan pelayanan tradisional dibanding
fasilitas pelayanan kesehatan modern. Dari segi sosial budaya masyarakat
khususnya di daerah pedesaan, kedudukan dukun bayi lebih terhormat, lebih
tinggi kedudukannya dibanding dengan bidan sehingga mulai dari pemeriksaan,
pertolongan persalinan sampai perawatan pasca persalinan banyak yang meminta
pertolongan dukun bayi. Masyarakat tersebut juga sudah secara turun temurun
melahirkan di dukun bayi dan menurut mereka tidak ada masalah.17
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 74% responden memiliki tingkat
pendidikan rendah. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Ridwan Amirudin
(2006) dalam Amilda (2010) yang menyatakan bahwa pendidikan berhubungan
dengan pemilihan tenaga penolong persalinan. Pendidikan dapat mempengaruhi
daya intelektual seseorang dalam memutuskan suatu hal, termasuk penentuan
penolong persalinan. Pendidikan yang kurang menyebabkan daya intelektualnya
masih terbatas sehingga perilakunya masih dipengaruhi oleh keadaan sekitarnya.17
Berdasarkan data penelitian didapatkan bahwa sebagian besar responden
termasuk dalam status ekonomi rendah yaitu 35% bekerja dengan penghasilan
tidak tetap dan 44% bekerja sebagai petani. Sebagian besar responden yang
40

termasuk dalam status ekonomi rendah memilih pertolongan persalinan oleh


dukun bayi. Responden yang termasuk dalam status ekonomi rendah cenderung
tidak mempunyai pendapatan keluarga yang memadai untuk memenuhi biaya
pelayanan pertolongan persalinan oleh bidan atau tenaga kesehatan lain. Hal ini
terjadi karena biaya persalinan di dukun bayi cenderung lebih murah
dibandingkan dengan pertolongan persalinan oleh bidan atau tenaga kesehatan
lain. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Ridwan Aminudin (2006) dalam
Amilda (2010) yang menyatakan bahwa status ekonomi berhubungan dengan
pemilihan tenaga penolong persalinan.17

6.2 Bayi yang mendapat ASI ekslusif


ASI adalah makanan alamiah berupa cairan dengan kandungan gizi
yangcukup dan sesuai untuk kebutuhan bayi, sehingga bayi tumbuh dan
berkembangdengan baik. Sedangkan untuk ASI eksklusif adalah ASI yang
diberikan pada bayi usia 0-6 bulan hanya diberi ASI saja tanpa memberikan
tambahan makananatau minuman lain. Adapun manfaat ASI eksklusif antara lain
mengandung zat gizi sesuai untuk kebutuhan bayi untuk pertumbuhan dan
perkembangan fisik serta kecerdasan, mengandung zat kekebalan, melindungi
bayi dari alergi, aman dan terjamin kebersihannya karena langsung disusukan
kepada bayi dalam keadaan segar, dan lain-lain.18
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa 92% bayi di RT.06
mendapatkan ASI ekslusif, hal ini menunjukkan bahwa kesadaran masyarakat
akan pentingnya pemberian ASI ekslusif hingga usia 6 bulan sudah sangat baik.
Hal ini ditunjang oleh adanya Posyandu Langsat di RT.06 yang aktif memberikan
informasi kepada para ibu tentang pentingnya pemberian ASI ekslusif.

6.3 Menimbang bayi dan balita setiap bulan


Penimbangan bayi dan balita dimaksudkan untuk
memantau pertumbuhannya setiap bulan. Penimbangan bayi dan balita dilakukan
setiap bulan mulai umur 1 bulan sampai 5 tahun di Posyandu. Setelah
penimbangan bayidan balita tersebut, pencatatan bisa dilakukan di KMS (Kartu
41

Menuju Sehat). Dari pencatatan yang rutin tersebut dapat terlihat berat badannya
naik atau tidak naik dengan cara melihat perkembangannya dari garis
pertumbuhannya. Manfaat penimbangan pada balita setiap bulan di Posyandu
lainnya antara lain untuk mengetahui apakah balita tumbuh sehat, mengetahui dan
mencegah gangguan pertumbuhan balita, mengetahui balita yang sakit (demam,
batuk, pilek, diare), berat badan dua bulan berturut-turut tidak naik, balita yang
berat badannya BGM (Bawah Garis Merah) yang dicurigai gizi buruk sehingga
dapat segera dirujuk ke Puskesmas, mengetahui kelengkapan imunisasi, dan
mendapatkan penyuluhan gizi.18
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh 85% rumah tangga membawa
bayi dan balitanya timbang setiap bulan di Posyandu. Hal ini disebabkan karena
Posyandu di wilayah ini aktif melaksanakan pelayanan penimbangan bayi dan
balita sekali dalam sebulan dan dicatat KMS, terbukti dengan Posyandu ini diberi
penghargaan Posyandu terbaik. Dan dari data Puskesmas Sempaja didaerah ini
tidak didapatkan balita yang menderita gizi buruk.

6.4 Penggunaan Air bersih


Berdasarkan hasil penelitian diperoleh 85% rumah tangga menggunakan
air bersih. Sebagian besar penduduk menggunakan air bersih yang berasal dari air
yang terjangkau di daerah tersebut yaitu sumur bor. Hal ini sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh Syafrizal tahun 2002 bahwa bila pada tempat
tinggal responden dekat dengan sungai, maka ada kemungkinan keluarga akan
memanfaatkan sungai sebagai sumber air bersih dan tidak ada keinginan untuk
mencari sumber air bersih lainnya, sehingga keterjangkauan terhadap air bersih ini
berhubungan dengan perilaku hidup bersih dan sehat.18

6.5 Kebiasaan Mencuci tangan


Manfaat mencuci tangan dengan air bersih dan sabun dapat mencegah
timbulnya penyakit menular terutama penyakit yang disebabkan oleh bakteri.
Manfaat yang lain dapat membunuh kuman penyakit yang ada di tangan,
mencegah penularan penyakit seperti diare, kolera, disentri, thypus, infeksi
42

cacing, penyakit kulit, infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), flu burung.
Air yang tidak bersih banyak mengandung kuman dan bakteri penyebab penyakit,
jila digunakan, kuman berpindah ke tangan. Pada saat makan, kuman dengan
cepat masuk kedalam tubuh, yang bisa menimbulkan penyakit. Sabun dapat
membersihkan kotoran dan membunuh kuman, karena tanpa sabun kotoran dan
kuman masih tertinggal di tangan. Sedangkan frekuensi dan waktu yang tepat
untuk mencuci tangan adalah setiap kali tangan kita kotor yaitu setelah memegang
uang, setelah memegang hewan, setelah berkebun, setelah buang air besar, setelah
menceboki bayi atau anak, sebelum makan dan menyuapi anak, sebelum
memegang makanan, sebelum menyusui bayi, dan lain-lain.18
Dari teori diatas dan dihubungkan dengan hasil penelitian bahwa
kesadaran untuk mencuci tangan dengan air bersih sudah cukup tinggi. Disini
dapat dibuktikan dengan hasil penelitian bahwa sebesar 95% anggota rumah
tangga sudah mencuci tangan. Kebiasaan mencuci tangan dengan air mengalir dan
sabun merupakan suatu perilaku yang penting dalam mencegah terjadinya
penyakit.

6.6 Jamban Sehat


Gambaran perilaku hidup bersih dan sehat berdasarkan indikator
penggunaan jamban sehat didapatkan dari 102 sampel 77% diantaranya memilki
jamban yang sesuai persyaratan sehat, sedangkan 23% lainnya belum dapat
dikatakan layak sebagai jamban sehat. Hal ini dikarenakan pada april 2011 lalu
pemerintah kota Samarinda memberikan bantuan berupa jamban leher angsa dan
sumur semen kepada masyarakat batu cermin khususnya RT 06 sehingga sebagian
besar sudah memenuhi syarat. Sedangkan 23% yang tidak memenuhi syarat dapat
dikarenakan berbagai hal seperti keterbatasan dana untuk membuat jamban
sendiri, kebiasaan warga setempat BAB, BAK maupun mandi serta mencuci di
sungai yang mengalir disekitar pemukiman dan kurangnya pengetahuan tentang
pentingnya jamban sehat dan risiko penyakit yang didapat jika tidak memiliki
jamban sehat.
43

Hal ini mungkin dapat diatasi dengan memberikan edukasi kepada


warga yaitu lantai jamban hendaknya selalu bersih dan tidak ada genangan air,
membersihkan jamban secara teratur sehingga ruang jamban dalam keadaan
bersih, tidak ada kotoran atau serangga didalamnya, kemudian perlu dilakukan
pendataan masyarakat yang belum memiiki jamban sehat kemudian dengan
pembiayaan swadaya masyarakat ataupun bantuan yang dapat diusulkan pada
pemerintah untuk pembangunan jamban sehat bagi beberapa keluarga yang sangat
tidak mampu (dalam segi ekonomi) yang belum mempunyai jamban sehat dan
belum pernah mendapat bantuan sebelumnya. Selain itu dapat dilakukan
penyuluhan atau penyebaran leaflet mengenai syarat-syarat jamban sehat dan
bagaimana pembangunan jamban sehat dengan harga terjangkau serta risiko
penyakit yang didapat jika jamban tidak sehat karena jamban sehat sendiri
merupakan upaya protektif penyakit akibat transmisi fekal oral.19
Menurut penelitian Burmawi Seramat (2003) didapatkan hasil lebih dari
setengah (64,8 %) warganya yang berpendidikan minimal SD yang mempunyai
jamban keluarga 33,09 %. Masyarakat yang berpendapatan diatas Upah Minimum
Regional Kabupaten di Kendal 61,90% dan sekitar 74,62% mempunyai jamban
keluarga Hal ini menunjukkan adanya kecenderungan hubungan pendidikan,
pengetahuan, dan sikap dengan kepemilikan jamban keluarga.19
Hal ini didasarkan teori menurut WHO (1992) dimana pengetahuan dapat
membentuk keyakinan tertentu sehingga seseorang berperilaku sesuai dengan
keyakinan tersebut. Perilaku yangdidasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng
daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan.20

6.7 Tidak ada jentik


Masih adanya masyarakat di RT 06 yang penampungan airnya bebas dari
jentik 31% dikarenakan kurangnya pengetahuan tentang pentingnya
melaksanakan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dan hubungannya dengan
penyakit yang dihubungkan dengan daur hidup nyamuk. Tingkat pendidikan
warganya yag mayoritas setingkat SD mempengaruhi pengetahuan secara umum
mengenai faktor resiko penyebab penyakit yang salah satunya adalah adanya
44

jentik di penampungan air. Selain itu pendapatan yang kurang sebagai petani yang
membuat mereka terus bekerja tanpa mengenal waktu membuat masyarakat RT
06 mengabaikan pentingnya menjaga kesehatan lingkungan tempat tinggalnya
salah satunya melaksanakan PSN.
Mungkin perlu diadakan penyuluhan mengenai pentingnya cara (menutup
tempat penampungan air, mengubur barang-barang bekas yang bias menampung
air dan menguras bak mandi, serta memantau) serta risiko penyakit yang dapat
ditimbulkan karena nyamuk, membuat jadwal satu minggu sekali untuk
membersihkan rumah masing-masing dan kerja bakti warga di lingkungan sekitar,
serta pembagian bubuk abate kepada warga yang masih belum terbebas dari jentik
dapat semakin mengurangi rumah tangga yang penampungan airnya terdapat
jentik.21
Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Anton Sitio (2008) yang
menyatakan bahwa responden dengan pendidikan memadai (min SMA)
sebanyak 63,5% yang di anggap cukup memahami dan melaksanakan
pemberantasan sarang nyamuk. Sedangkan sebanyak 16 orang (20,8%) responden
dianggap tidak memiliki pengetahuan yang cukup tentang PSN namun
pengetahuan ini tidak memiliki perbedaan yang signifikan terhadap kejadian
DBD.21

6.8 Makan sayur dan buah setiap hari


Pekerjaan masyarakat RT 06 yang sebagian besar petani ladang
memungkinkan masyarakatnya untuk mengkonsumsi sayur dan buah setiap
harinya sekitar 81% dari 102 sampel. Hasil pertanian yang mereka tanam selain
untuk dijual juga mereka gunakan untuk konsumsi sehari-hari, sehingga
pemenuhan gizi yang terkandung dalam sayur dan buah dapat terpenuhi.
Sedangkan 19% yang tidak mengkonsumsi sayur dan buah sebagin besar
dikarenakan masyarakat masih kurang menyadari pentingnya makan dengan
jumlah cukup dan gizi seimbang, serta masih menganggap makanan bergizi (sayur
dan buah) adalah makanan yang mahal. Diharapkan pada sebagian sampel ini
dapat diberikan penyuluhan pentingnya menjaga kesehatan, menjaga pola makan
45

dan tidur yang cukup agar kesehatan tetap terjaga, pentingnya makan dengan
jumlah cukup dengan gizi seimbang, dan member pengertian bahwa makanan
bergizi tidak mesti mahal.22
Hasil penelitian ini tidak dapat menggambarkan kecukupan gizi secara
umum masyarakat RT. 06. Meski sebagian besar rutin mengkonsumsi buah dan
sayur, tetapi perlu dikaji lagi bagaimana pola pemenuhan konsumsi sumber
pangan lain (seperti protein hewani). Sehingga hasil penelitian ini memperlihatkan
hasil lebih baik dibanding penelitian dari Mapandin (2006) yang menyatakan
pekerjaan kepala keluarga dan ibu rumah tangga berpengaruh terhadap konsumsi
makanan pokok dan tambahan (seperti buah dan sayur) pada rumah tangga
dimana kepala rumah tangga yang bekerja sebagai pegawai pemerintahan jauh
lebih sering mengkonsumsi buah dan sayur 77,9% dibandingkan pada rumah
tangga dengan kepala rumah tangga yang bekerja sebagai petani 2,6%. Hasil
penelitian ini sejalan dengan yang dikemukakan Tejasari (2002) bahwa faktor
jenis pekerjaan kepala rumah tangga dan ibu rumah tangga berpengaruh nyata
terhadap skor mutu konsumsi makanan rumah tangga.23
Pernyataan Tejasari ini diperkuat oleh pernyataan Apriadji (1996)
dimana upaya pemenuhan konsumsi makanan yang bergizi seperti sayur dan buah
berkaitan erat dengan daya beli rumah tangga. Pengetahuan gizi memegang
peranan sangat penting dalam menggunakan makanan dengan tepat, sehingga
dapat tercapai keadaan dan status gizi yang baik.24

6.9 Melakukan aktivitas fisik setiap hari


Hampir seluruh sampel (100%) usia diatas 10 tahun melakukan aktivitas
fisik setiap harinya. Hal ini dikarenakan seluruh masyarakat RT 06 memiliki
aktivitas luar rumah terutama untuk menambah pendapatan keluarga, kehidupan
ekonomi yang masih tergolong ekonomi menengah kebawah memaksa mereka
untuk bekerja (beraktivitas rutin) setiap harinya.
Lokasi demografi yang berada di dataran tinggi membuat mereka tidak
pernah tidak untuk beraktivitas hal ini juga mungkin di karenakan masyarakat RT
06 menyadari pentingnya berolahraga rutin setiap hari, untuk menjaga kesehatan,
46

dan aktivitas fisik dianggap sebagai olahraga rutin yang murah meriah dan
bermafaat.

6.10 Tidak merokok didalam rumah


Masih cukup besarnya sampel yang merokok dalam rumah 46%
kemungkinan disebabkan oleh kebiasaan masyarakat (dalam hal ini bapak-bapak)
yang sudah merokok sejak muda, yang sangat sulit untuk berhenti merokok dan
Kurangnya pengetahuan terhadap bahaya rokok yang sangat fatal bagi kesehatan
diri sendiri dan orang di sekitar.
Penyuluhan mengenai berbagai risiko penyakit yang dapat timbul akibat
rokok, baik bagi diri sendiri maupun lingkungan sekitar, serta perlu diberikan
edukasi kerugian langsung berupa finansial yang harus dikeluarkan setiap harinya
untuk memenuhi keinginan untuk merokok, sedangkan untuk pemenuhan
kebutuhan pokok dan kesehatan saja mereka sangat susah untuk mendapatkannya.
Masih cukup besarnya angka indikator ini didukung oleh hasil pendataan
pemetaan sebelumnya pada PHBS rumah tangga Kota Surakarta tahun 2006,
menunjukkan urutan permasalahan kebiasaan merokok di dalam rumah
menduduki peringkat pertama. Hasil survey menunjukkan masyarakat yang tidak
merokok sebanyak 1340 orang (46%), dan yang merokok 1574 orang (54%).25

6.11 Gambaran rumah tangga sehat


Berdasarkan hasil penelitian didapatkan 13 rumah tangga (13%)
memenuhi kriteria sehat sedangkan 89 rumah tangga (87%) lainnya tidak sehat.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rumah tangga di RT 06 belum
menerapkan PHBS dengan baik. Untuk mengatasi hal ini dapat dilakukan:1
a. Pendataan rumah tangga yang ada di wilayahnya dengan menggunakan
Kartu PHBS atau Pencatatan PHBS di Rumah Tangga pada buku kader.
b. Pendekatan kepada kepala desa/lurah dan tokoh masyarakat untuk
memperolah dukungan dalam pembinaan PHBS di Rumah Tangga.
c. Sosialisasi PHBS di Rumah Tangga ke seluruh rumah tangga yang ada di
desa/kelurahan melalui kelompok dasawisma.
47

d. Memberdayakan keluarga untuk melaksanakan PHBS melalui penyuluhan


perorangan, penyuluhan kelompok, penyuluhan massa dan pergerakan
masyarakat.
e. Mengembangkan kegiatan-kegiatan yang mendukung terwujudnya Rumah
Tangga Ber-PHBS.
f. Memantau kemajuan pencapaian Rumah Tangga Ber-PHBS di wilayahnya
setiap tahun melalui pencatatan PHBS di Rumah Tangga.

Anda mungkin juga menyukai