Anda di halaman 1dari 18

Pembelajaran Berbasis Proyek Pengertian Pembelajaran Berbasis Proyek

Menurut Thomas PBP adalah sebuah model atau pendekatan pembelajaran inovatif, yang menekankan belajar kontekstual melalui kegiatan-kegiatan yang kompleks (Khamdi, 2008:6). Fokus pembelajaran terletak pada konsep dan prinsip inti dari suatu disiplin studi, melibatkan peserta didik dalam investigasi pemecahan masalah dan tugas bermakna yang lain, memberi kesempatan peserta didik bekerja secara otonom mengkonstruk pengetahuan mereka sendiri dan puncaknya menghasilkan produk nyata.

Penerapan Pembelajaran Berbasis Proyek


Pada model Pembelajaran Berbasis Proyek peserta didik dilibatkan dalam memecahkan permasalahan yang ditugaskan, mengijinkan para peserta didik untuk aktif membangun dan mengatur pembelajarannya, dan dapat menjadikan peserta didik yang realistis. Pembelajaran ini mengacu pada hal-hal berikut :

Kurikulum

Pembelajaran berbasis proyek tidak seperti pada kurikulum tradisional, karena memerlukan suatu strategi sasaran di mana proyek sebagai pusat.

Responsibility

Pembelajaran berbasis proyek menekankan responsibility dan answerbility para peserta didik ke diri dan panutannya.

Realisme

Kegiatan peserta didik difokuskan pada pekerjaan yang serupa dengan situasi yang sebenarnya. Aktifitas ini mengintegrasikan tugas otentik dan menghasilkan sikap profesional.

Active-Learning

Menumbuhkan isu yang berujung pada pertanyaan dan keinginan peserta didik untuk menentukan jawaban yang relevan, sehingga dengan demikian telah terjadi proses pembelajaran yang mandiri.

Umpan Balik

Diskusi, presentasi dan evaluasi terhadap para peserta didik menghasilkan umpan balik yang berharga. Ini mendorong ke arah pembelajaran berdasarkan pengalaman.

Definisi Strategi, Metode dan Teknik Pembelajaran


OPINI | 18 November 2011 | 09:49 Dibaca: 1801 Komentar: 0 Nihil Dalam dunia pendidikan banyak sekali inovasi yang dilakukan tak terkecuali dalam pembelajaran, karena pembelajaran adalah kegiatan yang dilakukan untuk mengoptimalkan potensi siswa agar dapat mencapai tujuan pendidikan. Untuk itu perlu adanya perrencanaan yang matang, dalam perencanaan ini terdapat pendekatan pembelajaran yang meliputi strategi, metode dan teknik pembelajaran. Pendekatan pembelajaran ini harus dailakukan pembaharuan agar sesuai dengan perkembangan zaman. Strategi pembelajaran adalah suatu rangkaian kegiatan yang telah dirancang guna mencapai tujuan secara efektif dan efisien yang dilakukan oleh guru dan siswa. Macammacam strategi pembelajaran meliputi: Strategi Pembelajaran Ekspositori (SPE), Strategi Pembelajaran Inkuiri (SPI), Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah (SPBM) , Strategi Pembelajaran Kooperatif (SPK), Stategi Pembelajaran Kontekstual (CTL), Srategi Pembelajaran Afektif, Strategi Pembelajaran Kreatif Produk, Strategi Pembelajaran Inkuiri ktif , Strategi Pembelajaran Berbasis Proyek, Strategi Pembelajaran Kuantum, Strategi Pembelajaran Siklus, Srategi Pembelajaran Berbasis Komputer dan Berbasis Elektronik (E-Learning), Strategi Pembelajaran Peningkatan Kemampuan Berfikir (SPPKB). Metode pembelajaran adalah cara yang digunakan guru untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran. Macam-macam metode pembelajaran meliputi: Metode Ceramah, Metode Tanya Jawab, Metode Diskusi, Metode Kerja Kelompok, Metode Pemberian Tugas, Metode Demonstrasi, Metode Ceramah Plus, Metode Eksperimen, Metode Simulasi, Metode Examples non Examples, Metode Karya Wisata. Teknik pembelajaran adalah cara yang dilakukan guru dalam mengimplementasikan suatu metode secara spesifik, misalnya penggunaan metode diskusi, perlu digunakan teknik yang berbeda pada kelas yang siswanya tergolong aktif dengan kelas yang

siswanya tergolong pasif. Macam-maccam teknik pembelajaran meliputi teknik syarahan, Teknik perbincangan, Teknik projek, Teknik penyelesaian masalah, Teknik dapatan, Teknik permainan, Teknik kooperatif . Dari ketiga pendekatan pembelajaran itu harus saling berkesinambungan dan terus dilakukan pembaharuan-pembaharuan agar tujuan dari pembelajaran dapat dicapai secara optimal. Selain itu dalam pelaksanaan strategi, metode dan teknik pembelajaran guru harus menyesuaikan dengan kondisi kelas dan siswa.

Rabu, 18 Mei 2011


Model Pembelajaran Berbasis Proyek atau Tugas

1. Pengertian Pembelajaran berbasis proyek atau tugas adalah metode belajar yang menggunakan secara nyata. Pembelajaran berbasis proyek/tugas (project-based/task learning) membutuhkan suatu pendekatan pengajaran komprehensif di mana lingkungan belajar siswa didesain agar siswa dapat melakukan penyelidikan terhadap masalah-masalah autentik termasuk pendalaman materi dari suatu topik mata pelajaran, dan melaksanakan tugas bermakna lainnya. Pendekatan ini memperkenankan siswa untuk bekerja secara mandiri dalam mengkostruksikannya dalam produk nyata (Buck Institue for Eduction, 2001). Dalam pembelajaran berbasis proyek, siswa diberikan tugas atau proyek yang kompleks, cukup sulit, lengkap, tetapi realistik dan kemudian diberikan bantuan secukupnya agar mereka dapat menyelesaikan tugas. Di samping itu, penerapan strategi pembelajaran berbasis proyek/tugas ini mendorong tumbuhnya kompetensi nurturant seperti kreativitas, kemandirian, tanggung jawab, kepercayaan diri, dan berpikir kritis dan analitis. Dari berbagai karakteristiknya, Pembelajaran Berbasis Proyek didukung teoriteori belajar konstruktivistik. Konstruktivisme adalah teori belajar yang mendapat masalah sebagai langkah awal dalam pengumpulan dan mengintegrasikan pengetahuan baru berdasarkan pengalamannya dalam beraktivitas

dukungan luas yang bersandar pada ide bahwa peserta didik membangun pengetahuannya sendiri di dalam konteks pengalamannya sendiri. Dalam konteks pembaruan di bidang teknologi pembelajaran, Pembelajaran Berbasis Proyek dapat dipandang sebagai pendekatan penciptaan lingkungan belajar yang dapat mendorong pebelajar mengkonstruk pengetahuan dan keterampilan melalui pengalaman langsung. Proyek dalam Pembelajaran Berbasis Proyek dibangun berdasarkan ide-ide pebelajar sebagai bentuk alternatif pemecahan masalah riil tertentu, dan pebelajar mengalami proses belajar pemecahan masalah itu secara langsung. Menurut banyak literatur, konstruktivisme adalah teori belajar yang bersandar pada ide bahwa pebelajar mengkonstruk pengetahuan mereka sendiri di dalam konteks pengalaman mereka sendiri (Murphy, 1997; Brook & Brook, 1993, 1999; Driver & Leach, 1993; Fraser, 1995). Pembelajaran konstruktivistik berfokus pada kegiatan aktif pebelajar dalam memperoleh pengalaman langsung (doing), ketimbang pasif menerima pengetahuan. Dari perspektif konstruktivis, belajar bukanlah murni fenomena stimulus-respon sebagaimana dikonsepsikan para behavioris, akan tetapi belajar adalah proses yang memerlukan pengaturan diri sendiri (self-regulation) dan pembangunan struktur konseptual melalui refleksi dan abstraksi (von Glaserfeld, dalam Murphy, 1997). Kegiatan nyata yang dilakukan dalam proyek memberikan pengalaman belajar yang dapat membantu refleksi dan mendekatkan hubungan aktivitas dunia nyata dengan pengetahuan konseptual yang melatarinya yang diharapkan akan dapat berkembang lebih luas dan lebih mendalam (Barron, Schwartz, Vye, Moore, Petrosino, Zech, Bransford, & The Cognition and Technology Group at Vanderbilt, 1998). Hal ini menunjukkan bahwa Pembelajaran Berbasis Proyek, yang mendasarkan pada aktivitas dunia nyata, berpotensi memperluas dan memperdalam pengetahuan konseptual dan prosedural (Gagne, 1985), yang pada khasanah lain disebut juga knowing that dan knowing how (Wilson, 1995). Knowing that and how is not sufficient without the disposition to do (Kerka, 1997). Perluasan dan pendalaman pemahaman pengetahuan tersebut dapat diamati dengan mengukur peningkatan kecakapan akademiknya. Peranan guru yang utama adalah mengendalikan ide-ide dan interpretasi siswa dalam belajar, dan memberikan alternatif-alternatif melalui aplikasi, bukti-bukti, dan argumenargumen.

2. Katakteristik pembelajaran berbasis proyek / tugas Pembelajaran berbasis proyek memiliki potensi yang besar untuk memberikan pengalaman belajar yang lebih menarik dan bermakna bagi siswa ( Gear, 1998). Sedangkan menurut Buck Institute For Education (1999)dalam Made (2000, 145) belajar berbasis proyek memiliki karakteristik yaitu : a. c. d. e. f. Siswa membuat keputusan dan membuat kerangka kerja Siswa merancang proses untuk mencapai hasil Siswa bertanggunga jawab untuk mendapatkan dan mengelola informasi yang dikumpulkan Siswa melakukan evaluasi secara kontinu Siswa secara teratur melihat kembali apa yang meraka kerjakan b. Terdapat masalah yang pemecahannya tidak ditentukan sebelumnya

g. Hasil akhir berupa produk dan di evaluasi kualitasnya h. Kelas memiliki atmosfir yang memberikan toleransi kesalahan dan perubahan.

3. Ciri ciri dan Prinsip Pembelajaran Berbasis Proyek atau Tugas Ada lima criteria apakah suatu pembelajaran berproyek termasuk pembelajaran berbasis proyek , lima criteria itu yaitu : a. Keterpusatan ( centrality) Proyek dalam pembelajaran berbasis proyek adalah pusat atau inti kurikulum, bukan pelengkap kurikulum ,didalam pembelajaran proyek adalah strategi pembelajaran, pelajaran mengalami dan belajar konsep konsep inti suatu disiplin ilmu melalui proyek. Model ini merupakan pusat strategi pembelajaran, dimana siswa belajar konsep utama dari suatu pengetahuan melalui kerja proyek. Oleh karna itu, kerja proyek bukan merupakan praktik tambahan dan aplikasi praktis dari konsep yang sedang dipelajari , melainkan menjadi sentral kegiatan pembelajaran dikelas. b. Berfokus pada pertanyaan atau masalah Proyek dalam PBL adalah berfokus pada pertanyaan atau masalah , yang mendorong pelajar menjalani (dalam kerja keras ) konsep-konsep dan prinsip-prinsip inti atau pokok dari disiplin. c. Investigasi konstruktif atau desain

Proyek melibatkan pelajaran dalam investigasi konstruktif dapat berupadesain, pengambilan keputusan, penemuan masalah, pemecahan masalah, deskoveri akan tetapi aktifitas inti dari proyek ini harus meliputi transformasi dan kontruksi pengetahuan d. Bersifat otonomi pembelajaran Lebih mengutamakan otonomi, pilihan waktu kerja dan tanggung jawab pelajaran terhadap proyek e. Bersifat realisme Pembelajaran berebasis proyek melibatkan tantangan kehidupan nyata , berfokus pada pertanyaanatau masalah autentik bukan simulative dan pemecahannya berpotensi untuk diterapkan dilapangan yang sesungguhnya. 4. Pelaksanaan pembelajaran berbasis proyek atau tugas Berdasarkan kegiatan pengajar dan pelajar dalam pendekatan PBL, maka PBL yang akan dibuat di dalam lingkungan web terbagi dalam tiga tahapan yakni persiapan, pembelajaran dan evaluasi, tetapi dari tiga tahapan tersebut dapat dideskripsikan menjadi enam tahapan sebagai berikut a. Persiapan Pengajar merancang desain atau membuat kerangka proyek yang bermanfaat dalam menyediakan informasi yang dibutuhkan oleh pelajar dalam mengembangkan pemikiran terhadap proyek tersebut sesuai dengan kerangka yang ada, dan menyediakan sumber yang dapat membantu pengerjaannya. Hal ini akan mendukung keberhasilan pelajar dalam menyelesaikan suatu proyek dan cukup membantu dalam menjawab pertanyaan, beraktifitas dan berkarya. Kerangka menjadi sesuatu yang penting untuk dibaca dan digunakan oleh pelajar. Oleh karenanya, pengajar harus melakukan perannya dengan baik dalam menganalisa dan mengintegrasikan kurikulum, mengumpulkan pertanyaan, mencari web site atau sumber yang dapat membantu pelajar dalam menyelesaikan proyek, dan menyimpannya di dalam web. b. Penugasan/menentukan topik. Sesuai dengan tugas proyek yang diberikan oleh pengajar maupun pilihan sendiri, pelajar akan memperoleh dan membaca kerangka proyek, lalu berupaya mencari sumber yang dapat membantu. Dengan berdasar pada referensi alamat web yang berisi materi relevan, pelajar dengan cepat dan langsung mendapatkan materi yang berkualitas yang sesuai dengan kebutuhan proyek. Lalu pelajar berupaya berpikir dengan

kemampuannya berdasar pada pengalaman yang dimiliki, membuat pemetaan topik, dan mengembangkan gagasannya dalam menentukan sub topik suatu proyek.

c.

Merencanakan kegiatan. Pelajar bekerja dalam proyek individual, kelompok dalam satu kelas atau antar kelas. Pelajar menentukan kegiatan dan langkah yang akan diambil sesuai dengan sub topiknya, merencanakan waktu pengerjaan dari semua sub topik dan menyimpannya di dalam web. Jika bekerja dalam kelompok, tiap anggota harus mengikuti aturan dan memiliki rasa tanggungjawab. Sedangkan pengajar berkewajiban menyampaikan isi dari rencana proyeknya kepada orang tua, sehingga orang tua dapat ikut serta membantu dan mendukung anaknya dalam menyelesaikan proyek.

d. Investigasi dan penyajian. Investigasi disini termasuk kegiatan : menanyakan pada ahlinya melalui e-mail, memeriksa web site, dan saling tukar pengalaman dan pengetahuan serta melakukan survei melalui web. Dalam perkembangannya, terkadang berisi observasi, eksperimen, dan field trips. Diskusi dapat dilakukan secara sinkron dan asinkron melalui chating. Lalu penyajian hasil dapat berupa gambar, tulisan, diagram matematika, pemetaan dan lain-lain. Secara rutin, orang tua dan pengajar berkomunikasi untuk memantau kegiatan dan prestasi yang dicapai oleh pelajar. e. Finishing. Pelajar membuat laporan, presentasi, halaman web, gambar, dan lain-lain. Sebagai hasil dari kegiatannya. Lalu pengajar dan pelajar membuat catatan terhadap proyek untuk pengembangan selanjutnya. Peserta menerima feedback atas apa yang dibuatnya dari kelompok, teman, dan pengajar. Fasilitas feedback online disajikan untuk memungkinkan setiap individu secara langsung berkomentar dan memberikan kontribusi, dan agar dilihat dan bermanfaat bagi orang lain. f. Monitoring/Evaluasi. Pengajar menilai semua proses pengerjaan proyek yang dilakukan oleh tiap pelajar berdasar pada partisipasi dan produktifitasnya dalam pengerjaan proyek. 5. Kesimpulan Pembelajaran berbasis proyek / tugas adalah sebuah metode penyajian bahan pembelajaran yang diberikan oleh guru kepada peserta didik berupa seperangkat tugas yang harus dikerjakan peserta didik, baik secara individual maupun secara kelompok.

Penggunaan metode yang tepat akan turut menentukan efektivitas dan efisiensi pembelajaran dan memberikan kesempatan peserta didik melakukan sendiri kegiatan belajar yang ditugaskan. empat prinsip berikut ini akan membantu siswa dalam perjalana mereka menjadi pembelajar mandiri yang efektif. a. Membuat tugas bermakna, jelas, dan menantang Salah satu tantangan paling sukar yang dihadapi guru pada saat mereka menggunakan pekerjaan kelas atau pekerjaan rumah adalah menjaga siswa tetap terlibat. Pada saat bekerja sendiri, sangat mudah bagi sisa untuk kehilangan minat dan melalukan tindakan yang tidak relevan, khususnya apabila tugas-tugas itu rutin. Kebanyakan guru setuju bahwa tugas pekerjaan kelas dan pekerjaan rumah mandiri yang dapat mempertahankan keterlibatan siswa memiliki tujuan yang jelas. Siswa perlu mengetahui dengan tepat apa yang mereka harus kerjakan, mengapa mereka mengerjakan pekerjaan itu, dan apa yang dibutuhkanuntuk menyelsaikan pekerjaan itu. Siswa-siswa itu tetap berada dalam tugas selama pekerjaan kelas dan menyelesaikan pekerjaan rumah apabila mereka menyikapi tugas-tugas tersebut secar bermakna. Linda Anderson (1985) menunjukan bahwa guru jarang menaruh perhatian pada tujuan pekerjaan kelas atau strategi-strategi belajar yang telibat. Sebaliknya, guru menekankan pada arahan-arahan procedural. Sebagai contoh guru dpat menghabiskan waktu banyak menjelaskan kepad siswa di mana menulis nama di kertas atau bagaimana menyusun jawaban-jawabannya. Sementar petunjuk-petunjuk tentang apa yang dilakukan adalah penting guru tidak menyertakan penjelasan tentang mengapa sesuatu harus dikerjakan dan proses-proses pembelajaran yang terlibat. Sebelum memberikan suatu tugas, guru hendaknya mempertimbangkan cirri penting itu secara seksama dan kemudian menyediakan waktu cukupuntuk menjelaskan cirri penting itu kepada siswa. b. Menganekaragamkan Tugas-tugas Sama dengan kehidupan pada umumnya, keanekaragaman menambah daya tarik tugas pekerjaan kelas dan pekerjaan rumah.siswa kemungkinan besar ttap terlibata dan mengerjakan pekerjaan mereka jika tugas-tugas lebih bervariasi dan menarik daripada rutindan monoton. Guru yang efektif mengubah panjang dan cara tugas yang diberikan di samping hakikat tugas beljar dan strategi-strategi kognitif yang telibat. Membaca di dalam hati, laporan proyek-proyek khusus, dan bahan-bahan multimedia menawarkn berbagai macam cara untuk menyelesaikan pekerjaan mandiri. Pilihan kemungkinan tidak terbatas dan tidak aka alasan bagi guru untuk membuat jenis tugas yang sama dari hari ke hari.

c.

Menaruh Perhatian pada Tingkat Kesulitan Menetapkan tingkat kesulitan yang cocok atas tugas-tugas yang diberikan kepada siswa merupakan suatu bahan baku penting untuk keterlibatan berkelanjutan yang dibutuhkan untuk penyelesaian tugas-tugas tersebut. Apabila siswa diharapkan untuk bekerja secara mandiri, tugas tesebut sehrusnya memiliki tingkat kesulitan yang menjamin kemungkinan berhasil tinggi. Siswa tidak akan tertantang ketika tugas-tugas yang diberikan guru terlalu mudah. Mereka menyikapi tugas-tugas seperti sebagai pekerjaan yang tidak menantang. Pada umumnya tugas yang baik perlu memiliki tingkat kesulitan cukup sehingga kebanyakan siswa memandangnya sebagai sesuatu yang menantang, namun cukup mudah sehingga kebanyakan siswa akan menemukan pemecahannya dan mengerjakan tugas tersebut atas jerih payah sendiri.

d. Memonitor Kemajuan Siswa Akhirnya, merupakan hal penting bagi guru untuk memonitor tugas-tugas pekerjaan kelas dan pekerjaan rumah. Monitoring hendaknya meliputi pengecekan untuk mengetahui apakah siswa memahami tugas mereka dan proses-proses kognitif yang telibat. Monitoring ini juga termasuk pengecekan pekerjaan siswa dan mengembalikan tugas dengan umpan balik. Pad saat beberfapa siswa diberikan pekerjaan kelas, maka guru dapat bekerja dengan siswa lain.a dianjurkan agar guru menyediakan waktu 5 atau 10 menit untuk berkeliling di antara siswa yang bekerja untuk memastikan apakah mereka memahami tugas tersebut sebelum menangani siswa-siswa lain. Apabila siswa bekerja dalam kelompok-kelompok, maka guru hendaknya berada dalam kelompokkelompok tersebut secara bergantian dan berkeliling di antara siswa yang bekerja secara mandiri. Meskipun mengoreksi tugas menghabiskan waktu, hendaknya guru mengoreksi pekerjaan yang dibuat siswa dan mengembalikan kepda mereka dengan umpan balik. Kompetensi yang dikembangkan selain kompetensi disiplin ilmu (discipline-based competencies) dan kompetensi interpersonal (interpersonal competencies ) dan kompetensi intrapersonal ( intrapersonal competencies) dalam diri siswa. Kompetensi disiplin ilmu berkaitan dengan pemahaman konsep, prinsip dan teori dari disiplin ilmu. Kompetensi interpersonal mencakup kemampuan berkomunikasi, berkolaborasi, berperilaku sopan dan baik, menangani konflik, bekerjasama, membantu orang lain, dan menjalin hubungan dengan orang lain dan masyarakat. Kompetensi intrapersonal

mencakup apresiasi terhadap keragaman, melakukan refleksi diri, disiplin, beretos kerja tinggi, membiasakan diri hidup sehat, mengendalikan emosi, tekun, mandiri, dan mempunyai motivasi. Kompetensi yang telah diidentifikasi dari pebelajar ini merupakan kompetensi yang amat penting untuk keberhasilan hidupnya, dan sebagai tenaga kerja merupakan kompetensi yang amat penting di tempat kerja. Karena hakikat kerja proyek adalah kolaboratif, maka pengembangan kompetensi tersebut berlangsung di antara pebelajar. Di dalam kerja kelompok suatu proyek, kekuatan individu dan cara belajar yang diacu memperkuat kerja tim sebagai suatu keseluruhan. 6. Keuntungan dan kelemahan dari pembelajaran berbasis proyek atau tugas Keuntungan dari Belajar Berbasis Proyek adalah sebagai berikut: a. Meningkatkan motivasi. Laporan-laporan tertulis tentang proyek itu banyak yang mengatakan bahwa siswa suka tekun sampai kelewat batas waktu, berusaha keras dalam mencapai proyek. Guru juga melaporkan pengembangan dalam kehadiran dan berkurangnya keterlambatan. Siswa melaporkan bahwa belajar dalam proyek lebih fun daripada komponen kurikulum yang lain. b. Meningkatkan kemampuan pemecahan masalah. Penelitian pada pengembangan keterampilan kognitif tingkat tinggi siswa menekankan perlunya bagi siswa untuk terlibat di dalam tugas-tugas pemecahan masalah dan perlunya untuk pembelajaran khusus pada bagaimana menemukan dan memecahkan masalah. Banyak sumber yang mendiskripsikan lingkungan belajar berbasis proyek membuat siswa menjadi lebih aktif dan berhasil memecahkan problem-problem yang kompleks. c. Meningkatkan kolaborasi. Pentingnya kerja kelompok dalam proyek memerlukan siswa mengembangkan dan mempraktikkan keterampilan komunikasi ( Johnson & Johnson, 1989). Kelompok kerja kooperatif, evaluasi siswa, pertukaran informasi online adalah aspek-aspek kolaboratif dari sebuah proyek. Teori-teori kognitif yang baru dan konstruktivistik menegaskan bahwa belajar adalah fenomena sosial, dan bahwa siswa akan belajar lebih di dalam lingkungan kolaboratif (Vygotsky, 1978; Davidov, 1995). d. Meningkatkan keterampilan mengelola sumber.

Bagian dari menjadi siswa yang independen adalah bertanggungjawab untuk menyelesaikan tugas yang kompleks. Pembelajaran Berbais Proyek yang diimplementasikan secara baik memberikan kepada siswa pembelajaran dan praktik dalam mengorganisasi proyek, dan membuat alokasi waktu dan sumber-sumber lain seperti perlengkapan untuk menyelesaikan tugas. e. Increased resource management skills Pembelajaran berbasis proyek yang diimplementasikan secara baik menberikan kepada siswa pembelajaran dan praktik dalam pengorganisasian proyek dan membuat alokasi waktu dan sumber-sumber lain seperi perlengkapan untuk menyelesaikan tugas. Kelemahan dari pembelajaran ini yaitu : a. Kebanyakan permasalahan dunia nyata yang tidak terpisahkan dengan masalah kedisiplinan , untuk itu disarankan mengajarkan dengan cara melatih dan menfasilitasi peserta didik dalam menghadapi masalah . b. Memerlukan banyak waktu yang harus diselesaikan untuk menyelesaikan masalah. c. Memerlukan biaya yang cukup banyak Untuk mengatasi kelemahan dari pembelajaran berbasis proyek seorang peserta didik dapat mengatasi dengan cara memfasilitasi peserta didik dalam menghadapi masalah , membatasi waktu peserta didik dalam menyelesaikan proyek, meminimaliskan dan menyediakan peralatan yang sederhana yang terdapat dilingkungan sekitar , memilih lokasi penelitian yang terjangkau yang tidak membutuhkan banyak biaya dan waktu. d. Banyak peralatan yang harus disediakan

Berbasis Proyek Learning: Olah Raga dengan Tujuan sebuah


Steven Wolk Ketika anak-anak bebas memilih proyek mereka sendiri, mengintegrasikan pengetahuan sesuai dengan kebutuhan, motivasi-dan-sukses mengikuti secara alami. Sekitar tiga minggu lalu, dalam keselamatan kelas saya, tarantula merangkak naik lenganku. Tak perlu dikatakan, itu adalah pengalaman yang unik. Ujung delapan kaki berbulu merasa seperti bantalan di bagian bawah cakar anjing. Tubuh terasa lembut, dengan rambut kaku yang tumbuh pada sudut tajam. Dan mata, baik ... ada delapan dari mereka.

Adegan ini merupakan indikasi dari pengalaman sangat eklektik saya telah dengan anak kelas 5 saya dalam proyek berbasis ruang kelas kami. Hanya tiga minggu sebelumnya, mahasiswa, yang telah memilih untuk mempelajari laba-laba untuk proyek, bertanya kelas kita apakah kita akan membiarkan tarantula merangkak mengangkat senjata kami. (Karena takut untuk hidup saya, saya menjawab tidak.) Dia melanjutkan untuk melacak dan mewawancarai seorang profesor biologi setempat, yang kemudian datang ke kelas kami dengan laba-laba. Berdasarkan apa yang mereka berdua katakan, saya kembali. Tentu saja, gagasan pembelajaran berbasis proyek bukanlah hal baru. William Heard Kilpatrick, seorang profesor di College populer Guru, digembar-gemborkan ide pada kuartal pertama abad ini. Itu adalah visi kenabiannya yang membantu memotivasi saya untuk membuat berbasis proyek, ruang kelas demokratis. Kilpatrick adalah seorang penganjur mendasarkan sekolah pada anak-dipilih proyek yang menimbulkan "Kegiatan tujuan." Dengan kata lain, proyek yang berasal intrinsik untuk tujuan nyata, sebagai lawan guru ekstrinsik ditugaskan dan sekolah dibuat tugas. Dia setuju dengan John Dewey bahwa sekolah seharusnya tidak hanya mempersiapkan satu untuk hidup, tapi hidup itu sendiri: Sebagai tindakan terarah dengan demikian unit khas kehidupan layak dalam masyarakat demokratis, sehingga juga harus itu dibuat unit khas prosedur sekolah (Kilpatrick 1918). Itu berasal proyek dari kepentingan anak itu sendiri sangat penting untuk yang memiliki tujuan. Memang, Kilpatrick melihat ini sebagai yang paling berharga oleh-produk dari pelajaran berbasis proyek. Kelas kami memiliki dua kali satu jam proyek setiap hari. Di pagi hari, siswa dapat menyelidiki apa saja yang mereka pilih, baik secara individu maupun kolaboratif. Siswa telah menggunakan waktu untuk mempelajari segala sesuatu dari hydrofoils untuk gajah untuk Claude Monet, serta untuk mengecat rak buku kelas. Sore adalah untuk eksplorasi kelas. Kami bergantian antara siswa-topik yang dimulai (setelah banyak diskusi) yang dipilih secara konsensus kelas, seperti "Kesetaraan dan Prasangka" dan "Ekosistem Perkotaan kami," dan proyek yang didasarkan pada kurikulum 5th kelas kita, seperti "The Age of Eksplorasi. " Sebelum siswa mulai proyek mereka, mereka harus menulis rencana dan memiliki aku menyetujuinya. Rencana ini proyek merupakan bagian tidak terpisahkan dari ruang kelas kami. Mereka berkomunikasi pentingnya berpikir melalui proyek secara keseluruhan sebelum benar-benar mulai bekerja. Rencana harus mencakup topik pertanyaan bahwa siswa ingin menjawab, sumber daya mungkin, bagaimana mereka akan menunjukkan apa yang telah mereka pelajari, ketika penelitian mereka akan mulai dan berakhir, dan ketika mereka akan mempresentasikan proyek selesai mereka di depan kelas. Setelah menyelesaikan proyek mereka, siswa juga harus menulis evaluasi diri untuk membantu mereka menjadi metakognitif menyadari pembelajaran mereka.

Seluruh Dunia itu sebuah Kelas


Proyek-proyek kami membantu menciptakan lingkungan belajar yang kaya. Dua pertiga dari cara dalam tahun ajaran sekolah, para siswa telah menyelesaikan lebih dari 60

proyek. Berjalan ke ruang kelas kami selama proyek, dan Anda mungkin melihat anakanak tergeletak di karpet mengambil catatan dari buku-buku tentang habitat berangberang atau di kehidupan abad pertengahan, atau dua siswa di seluruh ruangan menonton rekaman video tentang Jane Goodall, atau orang lain melakukan tes pada aerodinamis pesawat terbang kertas. Pergi ke perpustakaan lorong (siswa lama berlatih bermain mereka tulis), dan Anda mungkin menemukan anggota bagian lain dari penelitian kelas melakukan pada realitas virtual atau sejarah Halloween. Jika Anda kemudian pergi ke lab komputer, Anda akan melihat, misalnya, satu siswa memasukkan data survei sementara yang lain belajar untuk menulis bahasa komputer baru. Singkatnya, Anda tidak pernah tahu apa yang mungkin Anda mengalami berikutnya, atau, yang paling penting, apa yang siswa mungkin mengalami berikutnya. Pengalaman anak-anak tidak terbatas pada kelas, bagaimanapun, atau bahkan untuk sekolah itu sendiri. Salah satu gagasan paling menyedihkan dari sekolah adalah bahwa hal itu harus terjadi dalam dinding-dinding kelas. Dunia ini di luar sana untuk berinteraksi dengan, dan tahun terakhir ini, siswa telah berinteraksi dengan itu dalam berbagai cara. Mereka memiliki, misalnya

menulis surat kepada seorang ahli zoologi di Kebun Binatang Nasional; tertulis kepada Richard Reeves, penulis Presiden Kennedy, dan menggunakan internet untuk penelitian presiden John F. Kennedy; mewawancarai terapis tentang pelecehan anak; mewawancarai karyawan dan penduduk di sebuah panti jompo untuk "Kesetaraan dan Prasangka" proyek kami kelas; diamati paus beluga di Shedd Aquarium, dan disurvei orang tua tentang kekerasan dalam permainan video.

Ketika tahun ajaran dimulai, siswa ragu-ragu untuk menggunakan telepon kelas untuk meminta informasi. Sekarang, hampir sehari berlalu ketika beberapa siswa tidak melacak jawaban melalui telepon.

Perasaan Komunitas
Hasil lain yang kuat dari pengajaran berbasis proyek adalah penciptaan sebuah komunitas pembelajaran benar. Ketika pekerjaan ini benar-benar mengalir, ada etos tertentu di udara; siswa ke dalam pekerjaan mereka begitu tajam, sehingga benar-benar, dan mereka terus-menerus berinteraksi dan bekerja sama satu sama lain. Seorang mahasiswa mengadakan percobaan ilmiah menciptakan vakum dengan lilin, stoples, dan air, dan tiga anak-anak lain datang untuk menonton. Dua siswa penelitian sejarah sepatu, dan teman sekelas mengembara ke mendengarkan anekdot menarik. Siswa lain membangun model ditetapkan untuk film animasi, dan seseorang menawarkan saran. Ada sesuatu tentang hal ini menular spontan memberi dan mengambil. Peran saya dalam menumbuhkan suasana seperti itu sangat penting. Saya selalu bergerak dari satu siswa ke yang berikutnya-menonton, mendengarkan, bertanya atau menjawab pertanyaan, menantang, menawarkan saran, atau pinjaman tangan. Saya jauh lebih sedikit seorang guru dari seorang fasilitator, panduan, dan sumber daya.

Kilpatrick dianggap sifat sosial berbasis proyek ruang kelas salah satu kekuatan yang paling menarik. Ini adalah cara alam, ia menulis, untuk anak-anak untuk mengembangkan karakter moral mereka: Anak-anak hidup bersama dalam mengejar beragam tujuan, beberapa individu dicari, banyak bersama-sama. Seperti harus terjadi dalam pergaulan sosial, kesempatan stres moral akan muncul .... Bawah mata guru terampil anak-anak sebagai embrio masyarakat akan membuat diskriminasi semakin halus seperti apa yang benar dan tepat (1918). Kelas kami tidak mengalami "stres moral" di kali, tetapi sebagai sebuah komunitas kita bekerja melalui itu bersama-sama. Memiliki pertemuan kelas setiap hari (berdasarkan Glasser 1975) memberi semua orang kesempatan formal untuk membahas masalah. Akibatnya, masalah disiplin yang minimal, terutama karena siswa tertarik untuk apa yang mereka lakukan-mereka melihat kegiatan mereka memiliki tujuan.

Tidak Pergi dengan Kitab


Ruang kelas kami berutang spontanitas dan lingkungan belajar yang kaya untuk yang lain, tidak kurang penting, strategi belajar:

Proyek tidak terikat dengan kurikulum buku teks. Misalnya, bukan mempelajari fraksi hanya empat minggu ketika bab ditutupi, para siswa telah bekerja dengan fraksi sejak September dan akan terus melakukannya sepanjang tahun. Kami mengambil pendekatan perkembangan dan konstruktivis untuk belajar. Karena saya tidak percaya ada yang namanya "anak kelas 5," tidak ada kelas 5 atau proyek tinggi atau rendah track-track, proyek-proyek saja. Semua orang hasil dengan kecepatan sendiri. Ini tidak berarti bahwa semua siswa akan menantang diri mereka sendiri, kita harus menyenggol satu sama lain dalam proyek-proyek menantang dan ide. Itu adalah komponen kunci dari warisan Kilpatrick itu: ruang kelas penuh guru, bukan hanya peserta didik. Seperti dalam kehidupan, setiap proyek memerlukan siswa untuk bekerja dalam banyak disiplin ilmu. Seperti William Ayers wrote: Proyek dapat mengintegrasikan dan memberikan makna pada aspek lain dari sekolah dan kurikulum ...; proyek dapat menjadi fenomenal ekonomis, melakukan tugas ganda, tugas triple, quadruple tugas dalam memenuhi mandat linier dan pedoman miskin (1993).

. Proyek memungkinkan siswa untuk menggunakan proses, keterampilan, dan ide-ide sesuai dengan kebutuhan Kata Kilpatrick: Kita belajar lebih baik-tentu sebagai aturan-saat kita menghadapi situasi menyerukan penggunaan hal yang harus dipelajari. Hal lain dianggap sama maka, kita akan mencoba untuk mengajarkan aritmatika kami karena diperlukan (1925).

Misalnya, seorang mahasiswa baru-baru ini disurvei kelas pada pemain basket favorit mereka. Hal ini mungkin tampaknya penggunaan sembrono waktu belajar, tetapi tidak untuk anak yang melakukan survei-seorang gadis yang berjuang dengan matematika.

Dia membangun sebuah grafik pie yang mencerminkan pemain paling sangat disukai oleh kelas. Dia bekerja keras untuk mengkonversi pecahan ke dalam persentase, dan akurat menggambar pie chart diperkirakan setelah empat kali usaha. Akhirnya, dia diberi makan datanya ke dalam komputer dan membuat grafik-grafik yang dengan sangat bermakna cocok diperkirakan. Dalam presentasi kelas, dia mengejutkan saya dengan memiliki kerumunan semua orang di sekitar komputer saat ia menunjukkan mereka bagaimana untuk menghasilkan grafik. Dalam beberapa hari, tiga siswa lain yang digunakan komputer untuk membuat grafik untuk proyek mereka.

Sukses untuk Semua


Alasan paling penting untuk belajar melalui proyek-proyek adalah bahwa mereka berfungsi sebagai outlet untuk setiap anak untuk mengalami kesuksesan. Dengan mempercayai anak-anak dan memungkinkan mereka untuk memilih apa untuk mengeksplorasi, mereka menjadi termotivasi secara intrinsik-lebih dari senang untuk bekerja keras untuk kualitas tertinggi. Kilpatrick menekankan pentingnya membiarkan anak-anak untuk memilih (atau program) proyek mereka sendiri. Dalam pertukaran imajiner berikutnya, ia digambarkan hanya mengapa dia berpikir ini adalah penting: Pertanyaan: Tidakkah anda berpikir bahwa guru sering harus menyediakan rencana? Ambil jagung penanaman anak, misalnya; memikirkan limbah tanah dan pupuk dan usaha. Ilmu pengetahuan telah bekerja di luar rencana yang lebih baik daripada anak laki-laki dapat membuat .... Kilpatrick: Tergantung pada apa yang Anda cari. Jika Anda ingin jagung, berikan anak itu rencana. Tapi jika Anda ingin anak laki-laki daripada jagung, yaitu, jika Anda ingin mendidik anak untuk berpikir dan merencanakan untuk dirinya sendiri, kemudian biarkan dia membuat rencana sendiri (Kilpatrick 1925). Proyek juga membantu siswa berhasil karena mereka memungkinkan mereka untuk menggunakan semua mereka "kecerdasan," hanya sebagai "proyek" dari normal seharihari hidup lakukan. Oleh karena itu, saya tidak terkejut mengetahui bahwa Howard Gardner (1992), yang telah mengajukan teori bahwa ada berbagai bentuk kecerdasan, adalah pendukung kuat dari pelajaran berbasis proyek. Dalam eksplorasi mereka, murid-murid saya telah ditarik atas keseluruhan keterampilan dan kemampuan. Di antara kreasi mereka: film animasi, buku, poster, grafik, drama, acara permainan, percobaan sains, wawancara, program komputer, laporan, video, model, survei, karya seni, dan demonstrasi. Sukses dan harga diri pergi tangan-di-tangan. Murid-murid saya sangat bangga dalam pekerjaan mereka dan prestasi. Seorang mahasiswa yang berjuang dengan matematika memutuskan untuk survei teman-teman sekelasnya pada warna favorit mereka. Setelah bekerja keras untuk mengubah data ke dalam sebuah grafik indah ditarik, ia dengan cepat menjadi ahli kelas, relawan untuk mengajar orang lain bagaimana melakukan hal yang sama. Dua siswa-satu dengan harga diri rendah dan yang lainnya kurang motivasi-diberi tanggung jawab les anak kelas 1 dan 2 selama waktu proyek. Kedua anak kelas 5

tumbuh dalam proses. Pada orang tua / guru / siswa konferensi kami, salah satu siswa yang dicat ulang rak buku memiliki pertukaran ini dengan ayahnya: Ayah: Apakah Anda belajar sesuatu dengan proyek ini? Siswa: Ya, saya belajar untuk percaya pada diriku sendiri. Saya tidak berpikir kami akan menyelesaikannya, tapi kami lakukan. Hal ini penting untuk menunjukkan bahwa memberikan siswa kebebasan untuk mengeksplorasi apa yang ingin mereka tidak memberi mereka kekuasaan penuh. Kilpatrick akan menjadi orang pertama yang setuju bahwa terserah kepada guru untuk menetapkan batas-batas dan menjaga harapan yang tinggi. Untuk tujuan ini, saya sering mendiskusikan dan harapan model dengan siswa saya.

The Last Word


Baru saja saya disurvei siswa saya untuk lebih memahami persepsi mereka dari kelas kami. Saya menemukan bahwa, sangat, bagian favorit mereka di zaman kita adalah waktu proyek. Mengapa? Untuk anggota alasan identik kelas kelas 5 di 1920 (Hennes 1921) mengatakan bahwa mereka menyukainya, "Kami bisa membuat pilihan kita sendiri." Para siswa melihat proyek sebagai milik mereka, sebagai relevan dengan kehidupan mereka. Dan mempercayakan mereka dengan kebebasan dan kesempatan untuk bekerja sama membuat kurikulum mereka memberi mereka kepemilikan dan rasa memiliki bagi masyarakat kelas. Mereka memiliki kepentingan nyata dalam apa yang terjadi karena begitu banyak itu adalah ciptaan mereka sendiri.

Referensi
Ayers, W. (1993) Mengajar:. Perjalanan seorang Guru. New York: Teachers College. Gardner, H. (1992) Pikiran tidak bersekolah:. Cara Anak Berpikir dan Bagaimana Sekolah Harus Ajarkan. New York: Basic Books. Glasser, W. (1975). Sekolah Tanpa Kegagalan. New York: Harper dan Row. Hennes, M. (1921). "Proyek Pengajaran di Kelas Kelima Advanced." Teachers College Rekam 19, 2: 137-148. Kilpatrick, WH (1918). "Metode Proyek." Teachers College Rekam 19, 4: 319-335. Kilpatrick, WH (1925) Dasar-dasar Metode:. Pembicaraan Informal atas Pengajaran. New York: Macmillan. Halaman 1 Jurnal Teknologi Pendidikan Vol. 18 No 1, Fall 2006 -39 Proyek Berbasis Teknologi: Strategi Instruksional Pengembangan Melek Teknologi Moti Frank dan Abigail Barzilai

Kita hidup dalam masyarakat yang semakin tergantung pada teknologi. Warga yang memahami dan merasa nyaman dengan konsep dan cara kerja modern teknologi lebih mampu berpartisipasi penuh dalam masyarakat dan di global pasar (ITEA, 2003a). Hal ini untuk kepentingan pendidikan sains untuk membantu siswa mengembangkan pemahaman yang lebih besar dan penghargaan untuk teknologi dan teknik (Bybee, 2000). Untuk alasan ini semakin banyak suara-suara yang menyerukan studi wajib teknologi oleh anak usia sekolah di seluruh dunia. Melek teknologi adalah kemampuan untuk menggunakan, mengelola, menilai, dan memahami teknologi. Ini melibatkan penerapan pengetahuan dan kemampuan untuk situasi dunia nyata (ITEA, 2003a). Kurikulum nasional Israel untuk SMP SMA mencakup subjek yang disebut "Ilmu Pengetahuan dan Teknologi." besar Satu tujuan pembelajaran, sebagaimana ditentukan oleh Departemen Pendidikan, sedang mengembangkan teknologi keaksaraan. Dalam rangka untuk mempersiapkan pre-service guru untuk mengajar ini subjek di SMP kursus metode wajib telah dikembangkan oleh Departemen Pendidikan di Teknologi dan Sains di Technion, Israel Institute of Technology. Program ini berdasarkan kurikulum nasional ilmu pengetahuan dan teknologi di sekolah menengah pertama. Salah satu tujuan dari kursus adalah untuk mempersiapkan calon guru untuk merancang dan mengelola lingkungan belajar yang mempromosikan melek teknologi. Pengembangan Profesi Guru Standar Teknologi Standar pengembangan profesional untuk staf, guru, dan pendidik adalah umum. Beberapa contoh termasuk mereka yang berasal dari Pusat Ilmu Pengetahuan, Matematika, dan Teknik Pendidikan (1996); Nasional Pengembangan Staf Dewan (2001); Maryland Departemen Pendidikan (2006); New Jersey Departemen Pendidikan (2006), dan Blasie & Palladino, 2005. ITEA (2003b) telah mengembangkan standar profesional untuk digunakan dalam memastikan efektif dan terus menerus di-service dan pre-service pendidikan guru

Daftar-pembanding untuk mendukung Pembelajaran Berbasis Proyek dan evaluasi Menggunakan Multiple Intelligences

John Dewey berteori bahwa belajar tidak hanya mempersiapkan satu untuk hidup, tetapi juga harus menjadi bagian integral dari kehidupan itu sendiri. Simulasi masalah nyata dan real pemecahan masalah adalah salah satu fungsi dari pembelajaran berbasis proyek. Siswa membantu memilih proyek mereka sendiri dan menciptakan kesempatan belajar didasarkan pada kepentingan individu dan kekuatan. Proyek membantu siswa dalam berhasil dalam kelas dan di luar, karena mereka memungkinkan peserta didik untuk menerapkan kecerdasan ganda dalam menyelesaikan proyek mereka dapat dibanggakan. Masyarakat kita menghargai individu yang dapat memecahkan masalah secara kreatif, dengan menggunakan kekuatan ganda, jadi mengapa kita tidak mendorong siswa untuk melakukan hal yang sama?

Namun, strategi pengajaran tradisional cenderung berfokus pada saja kecerdasan verbal / linguistik dan matematis / logis. Ini dapat membuat frustrasi bagi orang yang merasa nyaman dengan modalitas belajar yang kurang tradisional, seperti kinestetik, visual, interpersonal, intrapersonal, musikal, atau naturalis. Proyek pembelajaran berbasis memungkinkan guru untuk menggabungkan pengajaran banyak dan strategi pembelajaran dalam perencanaan dan pelaksanaan proyek. Membantu peserta didik dalam mengembangkan semua kecerdasan mereka akan membuat belajar menjadi bagian dari hidup, bukan hanya persiapan untuk itu.

Anda mungkin juga menyukai