1. Siphon harus mampu menahan gaya uplift pada saat kondisi airnya kosong.
Kondisi yang paling berbahaya pada konstruksi siphon adalah pada saat siphon dalam keadaan kosong. Pada saat kondisi ini gaya uplift yaitu gaya yang disebabkan oleh tekanan hidrostatis dari bawah konstruksi siphon, menekan konstruksi siphon ke arah atas. Gaya ini cenderung mengangkat konstruksi siphon. Sedangkan untuk mengimbanginya diperlukan gaya Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Ir. Agus Suroso MT IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
2
penahan yang arahnya vertikal ke bawah yaitu gaya berat akibat berat sendiri konstruksi siphon dan gaya berat akibat berat lapisan penutup siphon. 2. Siphon harus dibuat pada kedalaman yang cukup di bawah dasar sungai. Pada kondisi ini konstruksi siphon harus aman terhadap bahaya gerusan tanah dasar sungai (degradasi) maupun bahaya gerusan lokal akibat dasar sungai yang terganggu. Jika konstruksi siphon berada terlalu dekat dengan permukaan dasar sungai, maka tanah penutup di atas siphon kemungkinan akan terkikis. Untuk itu konstruksi siphon harus dibuat pada kedalaman yang cukup terhadap dasar sungai. Pada bagian dasar palung sungai, konstruksi siphon sebaiknya dalam posisi horisontal dan panjangnya ke arah tebing sungai harus cukup, karena tebing sungai keungkinan bisa juga terjadi erosi. , Sedangkan pada bagian lereng sungai bisa dibuat miring. Lapisan penutup dasar sungai (di atas konstruksi siphon) sebaiknya berupa pasangan gabion (bronjong).
Gambar 2. profil memanjang siphon Berikut ini contoh perhitungan hidraulika bangunan siphon: Data-data :
= = = = = = = =
2.88 m3/dt 5.77 m 1.27 m 0.46 m/dt +13.09 +14.36 59.05 m segi empat
Siphon melintasi sungai, sehingga konstruksi siphon diletakkan di bawah dasar sungai.
A = Q v = 2.88 / 2 = 1.44m2 A = 2.[( B.h) 4(0.5 x0.25hx0.25h)] A = 2.(h 2 0.125h 2 ) 1.44 = 1.75h 2 h = 0.90m
Kehilangan energi akibat gesekan dihitung dengan rumus :
v 2 .L Hf = 2 4 / 3 k .R
Dengan : Hf V L K R = = = = = kehilangan energi akibat gesekan (m). kecepatan aliran, (v = 2 m/dt) panjang siphon, (L = 59.05 m) koefisien kekasaran Strickler (k = 70) jari-jari hidraulik (m)
- Luas penampang basah untuk tiap barrel A = 1.44 / 2 = 0.72 m2 - Keliling basah P
= (4 x 0.5h) + (4 x 0.354h) = 2h + 1.41h = 3.41h = 3.41 x 0.90 = 3.07 m Jari-jari hidraulik R = = = A/P 0.72 / 3.07 0.23 m
Hf =
5
Dengan : Hb V Kb Kb = = = = = = = kehilangan energi di bagian belokan (m) kecepatan aliran, (v = 2 m/dt) koefisien akibat belokan 0.04, untuk belokan 15 ( 1 kali belokan) 0.042, untuk belokan 16.5 (1 kali belokan) (0.040+0.042) . 22/(2x9.81) 0.017 m
Hb
masuk keluar
H masuk = 0.20(2 0.46) 2 / 2 g H masuk = 0.024 m H masuk = 0.40(2 0.46) 2 / 2 g H masuk = 0.048m
Bangunan Talang Bangunan talang merupakan salah satu bangunan persilangan yang dibangun untuk mengalirkan debit yang dibawa oleh saluran yang jalurnya terpotong oleh lembah dengan bentang panjang atau terpotong oleh sungai. Bangunan talang berupa saluran terbuka yang dipasang membentang dari tebing sisi hulu ke tebing sisi hilir. untuk menyeberangkan debit. Aliran di dalam talang harus dalam kondisi yang stabil (Fr < 0.7) atau dalam kondisi sub kritis bangunan talang: Data-data : Berikut ini contoh perhitungan hidraulik
2.88 m3/dt 1.27 m (sebelum bangunan talang) +13.17 (sebelum bangunan talang) +14.44 (sebelum bangunan talang) 31 m 70
Kecepatan aliran v di dalam talang direncanakan 1.5 m/dt, sehingga luas penampang basah talang menjadi :
A=
7
Lebar dasar talang menjadi : A=Bxh
v i= 2/3 k .R
Fr =
v g .h
Kehilangan energi pada bagian peralihan antara saluran dan bagian talang dihitung dengan rumus :
8
= +14.13 1.27 = +13.16 Elevasi muka air di talang hilir = elevasi muka air talang hulu (i x L) = +14.43 (0.0013 x 31) = +14.38 Elevasi dasar talang bagian hilir = elevasi muka air talang hilir kedalaman aliran = +14.38 1.27 = +13.11
+14.44
+14.43
+14.38
+14.36
1.27 m +13.09
abutment
pilar
L = 31 m
Bangunan Terjun Bangunan terjun dibangun untuk mengatasi kemiringan medan yang terlalu curam, sementara kemiringan yang dibutuhkan oleh saluran tergolong landai. Bangunan terjun biasanya dibangun pada daerah yang kondisi topografinya memiliki kelerengan yang curam. Ada 4 bagian dari bangunan terjun yaitu : Bagian pengontrol, berada di hulu sebelum terjunan, berfungsi untuk mencegah penurunan muka air yang berlebihan.
10
terjun. Tipe peredam energi yang akan dipilih tergantung dari bilangan Froude yang terjadi di dalam aliran. Berikut ini tipe peredam energi berupa kolam olakan USBR :
1. 2. 3. 4.
Kolam Olak USBR Type I Kolam Olak USBR Type II Kolam Olak USBR Type III Kolam Olak USBR Type IV
untuk bilangan Fr < 1.7 untuk bilangan Fr > 4.5 untuk 4.5 < Fr < 13 untuk 2.5 < Fr < 4.5
Perlindungan Dasar Segera sesudah aliran mengalami terjunan, kecepatan aliran tergolong masih tinggi meskipun sudah dipasang bangunan peredam energi, sehingga masih diperlukan perlindungan dasar saluran yang biasanya berupa pasangan bronjong (gabion) untuk menghindari gerusan pada dasar saluran atau pada dinding saluran. Berikut ini contoh perhitungan hidraulik bangunan terjun : Pada suatu saluran irigasi akan dibangun bangunan terjun karena kondisi topografi yang curam. Ddata-data dari saluran tersebut antara lain : Debit rencana Q Lebar dasar B = = = = = = 7.57 m3/dt 5.77 m 1.65 m 0.00014 1.5 (sisi horizontal) 42.5
- Kedalaman aliran y1
Kemiringan dasar saluran i Kemiringan dinding m Koefisien Strickler k
- Kondisi saluran banyak mengangkut sedimen. - Beda tinggi antara muka air di hulu dan hilir (terjunan ) z = 1.61 m - Kedalaman aliran sesudah terjunan y2 = 1.65 m. - Disyaratkan pada saat terjadi Q70, tidak diperbolehkan terjadi penurunan air.
Berikut ini sketsanya :
11
Gambar 5. Sketsa bangunan terjun Tentukan dimensi bagian pengontrol. Jawab : Dibuat terlebih dulu kurva hubungan antara debit Q dengan kedalaman aliran y untuk saluran tersebut.
Perhitungan kurva Q~y m= 1.5 k= 42.5 i = B y A m m m2 5.77 0.10 0.59 5.77 0.20 1.21 1 0 .8 5.77 0.30 1.87 .6 5.77 0.40 2.55 1 0 5.77 0.50 3.26 1 0 .4 5.77 0.60 4.00 1 0 .2 5.77 0.70 4.77 .0 5.77 0.80 5.58 1 0 .8 5.77 0.90 6.41 0 0 5.77 1.00 7.27 0 0 .6 5.77 1.10 8.16 0 0 .4 5.77 1.20 9.08 .2 5.77 1.30 10.040 0 5.77 1.40 11.020 0 .0 5.77 1.50 12.03 5.77 1.60 13.07 5.77 1.70 14.14
y (m)
0.00014 P m 6.13 6.49 6.85 7.21 7.57 7.93 8.29 8.65 9.01 9.38 9.74 10.10 10.46 10.82 011.18 .0 0 11.54 11.90
R m 0.10 0.19 0.27 0.35 0.43 0.50 0.58 0.64 0.71 0.78 0.84 0.90 0.96 1.02 2 1.08 .0 0 1.13 1.19
V m/dt K rv Q~y u a 0.11 0.16 0.21 0.25 0.29 0.32 0.35 0.38 0.40 0.42 0.45 0.47 0.49 0.51 0.53 4 0 .0 Q(m /d 0.553 t) 0.56
Q m3/dt 0.06 0.20 0.39 0.64 0.93 1.28 1.66 2.09 2.57 3.09 3.65 4.26 4.91 5.61 6 0 .06.35 7.14 7.98
8 0 .0
1 .0 0 0
12
Bagian pengontrol berupa penyempitan lebar dasar dengan penampang segi empat. Besar Q70% = 70 % x Q rencana = 70% x 7.57 = 5.30 m3/dt Kedalaman aliran berkaitan dengan debit Q70%, diplot di kurva ketemu y70 = 1.357 m Maka : A70 v70 H70 = B. y70 + m. y702 = Q70% / A70 = y70 + v702/(2g) = = = (5.77 x 1.36) + (1.5 x 1.362) = 10.59 m2 5.30 / 10.59 = 0.50 m/dt 1.357 + (0.502/2 x 9.81) = 1.37 m
Q = Cd 2 / 3 (2 / 3 g ) .B.H 1.5 Cd = 0.93 + 0.1 (H70/L) L = panjang bagian pengontrol ( L = 1.5 m) Untuk L = 1.50 m, maka pada saat Q70% : Cd70 = 0.93 + 0.1 ( 1.37 / 1.50) = 1.021, sehingga lebar dasar bisa dicari : Q = Cd 2 / 3 (2 / 3 g ) .B.H 1.5 5.3 = 1.021( 2 / 3) (2 / 3 g ) .B.(1.37)1.5 , maka B = 1.90 m
saluran pengontrol
Kurva Q ~ y
6.00
8.00
10.00
13