Anda di halaman 1dari 12

Majalah Kesehatan FKUB

HUBUNGAN PERILAKU MEROKOK DAN MOTIVASI BELAJAR ANAK USIA REMAJA DI SMK BINA BANGSA MALANG (RELATIONSHIP BETWEEN SMOKING BEHAVIOR AND MOTIVATION TO LEARN A TEENAGER) Kumboyono Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Jl. Veteran Malang 65145 e-mail: kumbo_yono05@yahoo.com atau kumboyono05@gmail.com ABSTRAK Remaja memiliki tugas tumbuh kembang yaitu mencari jati diri. Dalam mencari jati diri tersebut, banyak dipengaruhi oleh hal positif dan negatif. Salah satu pengaruh negatif pada remaja adalah perilaku merokok. Kegiatan merokok yang dilakukan saat proses belajar berlangsung dapat mempengaruhi motivasi belajar seorang remaja. Remaja memiliki tugas untuk belajar, membutuhkan motivasi yang kuat dalam mencapai prestasi belajar yang baik. Penelitian bertujuan untuk membuktikan hubungan perilaku merokok dengan motivasi belajar remaja. Studi dilakukan dengan metode cross sectional terhadap 51 siswa-siswi SMK Bina Bangsa Malang. Sample dipilih dengan menggunakan teknik purpossive sampling. Uji statistik yang digunakan adalah chi-square, dengan nilai signifikansi sebesar 0,238 (p value 0,05), dan x2 adalah 0,287. Hasil penelitian tersebut adalah tidak ada hubungan antara perilaku merokok dan motivasi belajar remaja. Kesimpulan dari penelitian tersebut, bahwa sebagian besar responden memiliki perilaku merokok ringan dengan motivasi belajar tinggi. Kata kunci: perilaku merokok, motivasi belajar, remaja. ABSTRACT The task of tenagger are growth and development that is looking for identity. In the search for identity, many influenced by the positive and negative. One of the negative influences on adolescent is a smoking behavior. Smoking activities undertaken during the learning process lasts may affect motivation to learn a teenager. Teenagers who still has a duty to learn, requires a strong motivation to achieve good learning performance. This study aims to prove the relationship of smoking behavior with adolescent learning motivation. This study was conducted using cross sectional conducted on 51 students of SMK Bina Bangsa Malang. Samples were selected using purposive sampling technique. The statistical test used was the chi-square, with a significance value of 0.238 (p value 0.05), and x2 is 0,287. The research

Majalah Kesehatan FKUB

results have meaning that there is no relationship between smoking behavior and motivation to learn a teenager. The conclusion from these studies, that most respondents have a mild smoking behavior with high learning motivation. Key words: smoking behavior, study motivation, adolescent. LATAR BELAKANG Merokok merupakan kegiatan yang berbahaya bagi kesehatan tubuh. Karena menurut badan kesehatan dunia (WHO) rokok merupakan zat aditif yang memiliki kandungan kurang lebih 4000 elemen, dimana 200 elemen di dalamnya berbahaya bagi kesehatan tubuh (Abadi, 2005). Jaya (2009) menambahkan bahwa racun yang utama dan berbahaya pada rokok antara lain tar, nikotin, dan karbon monoksida. Racun itulah yang kemudian akan membahayakan kesehatan perokok aktif dan perokok pasif (Murti, 2005). Perokok aktif dan perokok pasif memiliki resiko tinggi terkena berbagai macam penyakit akibat merokok. Hal ini disebabkan oleh racun-racun dari rokok tersebut dapat terakumulasi di dalam tubuh. Menurut penjelasan atas Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 19 tahun 2003 tentang pengamanan rokok bagi kesehatan, perokok aktif mempunyai resiko 2-4 kali lipat untuk terkena penyakit jantung koroner dan memiliki resiko lebih tinggi untuk kematian mendadak. Sedangkan perokok pasif memiliki resiko terkena penyakit kanker 30% lebih besar dibandingkan dengan perokok aktif itu sendiri. Masyarakat telah mengetahui bahaya merokok, namun angka kejadian merokok masih cenderung tinggi. Data Litbang Depkes tahun 2003, Indonesia merupakan urutan ke-5 di antara 10 negara di dunia yang mengonsumsi rokok. Indonesia mengalami peningkatan tajam konsumsi tembakau dalam 30 tahun terakhir, dari 33 milyar batang per tahun di tahun 1970 ke 217 milyar batang di tahun 2000. Data nasional menunjukkan bahwa konsumen rokok didominasi oleh remaja. Survei sosial ekonomi nasional tahun 2004, usia mulai merokok di tanah air yang tertinggi ada di kelompok usia remaja yaitu 15-19 tahun sebanyak 63,7%. SMK Bina Bangsa merupakan salah satu Sekolah Menegah Kejuruan yang berada di kota Malang. Sebagian besar muridnya berjenis kelamin laki-laki, dimana remaja laki-laki cenderung memiliki resiko tinggi untuk berperilaku merokok. Menurut hasil wawancara terhadap salah satu guru di sekolah tersebut, diungkapkan bahwa sekitar 70% dari 84 muridnya adalah perokok. Lebih lanjut guru tersebut mengungkapkan bahwa muridnya sering terlihat merokok di sekitar lingkungan sekolah. Utama (2004) menjelaskan bahwa biasanya kerusakan yang diakibatkan dari merokok akan terakumulasi sedikit demi sedikit dan baru dapat dirasakan langsung dalam beberapa tahun atau beberapa puluh tahun kemudian. Menurut data national cancer institute di Amerika Serikat tahun 2007, kanker akan terlihat atau dapat dirasakan gejalanya oleh perokok setelah 20 tahun atau lebih mengonsumsi rokok. Karena dampak penyakit dari perilaku merokok tersebut akan terlihat dalam jangka panjang, hal inilah yang membuat bahaya rokok terhadap kesehatan sulit diyakini. Remaja

Majalah Kesehatan FKUB

perokok yang memutuskan untuk melanjutkan perilaku merokoknya, umumnya frekuensi merokok mereka semakin lama cenderung semakin meningkat (Laventhal & Cleary dalam Mc Gee, 2005). Remaja yang sudah kecanduan merokok umumnya tidak dapat menahan keinginan untuk merokok dan cenderung lebih sensitif terhadap efek dari nikotin (Kandel dalam Baker, 2004). Remaja perokok kemudian semakin meningkatkan konsumsi rokoknya saat tubuh remaja perokok menginginkan nikotin. Rasa sensitif terhadap nikotin tersebut juga akan mempengaruhi otak. Abdullah (2010) mengatakan bahwa apabila rokok dikonsumsi sejak usia dini akan berpengaruh terhadap fungsi otaknya. Jika remaja perokok terus-menerus menghisap rokok, maka akan terjadi penumpukan nikotin di otak. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Prasadja (2008), penumpukan nikotin tersebut akan berpengaruh secara tidak langsung terhadap motivasi belajar remaja. Motivasi belajar merupakan faktor psikis yang bersifat non intelektual yang dapat menumbuhkan gairah, rasa senang dan semangat belajar (Sardiman, 1996 dalam Dimyati & Mudjiono, 2009). Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi motivasi belajar remaja yaitu kondisi lingkungan siswa (interaksi dengan teman sebaya), dan kondisi siswa (kesehatan, daya ingat dan konsentrasi) (Monks, 1989; Gunarsa, 1990 dalam Dimyati & Mudjiono, 2009). Kondisi siswa yang kurang stamina tersebut dapat dipengaruhi oleh zat-zat yang dikandung rokok (Prasadja, 2008). METODE Desain penelitian ini adalah deskriptif korelasional dengan pendekatan cross sectional. Pengukuran variabel perilaku merokok dan motivasi belajar diukur sekaligus dalam satu waktu atau point time approach. Penelitian dilaksanakan di SMK Bina Bangsa Malang. Populasi penelitian ini adalah semua siswa-siswi SMK Bina Bangsa Malang yang merokok. Sample diambil dengan teknik purposive sampling dengan kriteria inklusinya adalah siswa-siswi yang berumur 15-19 tahun. Dari jumlah populasi 59 orang, sebanyak 51 orang bersedia menjadi responden. Instrumen dalam penelitian menggunakan kuesioner jenis close ended question untuk perilaku merokok dan checklist dengan pilihan jawaban closed ended-dichotomy question (ya atau tidak) untuk variabel motivasi belajar. Setiap komponen dari masing-masing pertanyaan kuesioner motivasi belajar memiliki skor penilaian 0-1. Untuk pernyataan positif, jawaban ya bernilai 1 dan tidak bernilai 0. Penilaian sebaliknya berlaku pada pernyataan negatif jawaban ya bernilai 0 dan tidak bernilai 1. Kuesioner yang digunakan telah dilakukan uji validitas dan reliabilitas pada 30 November 2010. Pengambilan data untuk uji validitas dan reliabilitas dilakukan dengan menggunakan sample 33 siswa-siswi perokok di SMAN 1 Surabaya yang memiliki kriteria inklusi sama dengan populasi penelitian. Uji validitas dilakukan dengan menggunakan teknik korelasi product moment pearson dengan tingkat signifikansi sebesar 5%. Sedangkan uji reliabilitas dengan rumus spearman brown. Sehingga dari 30 item pertanyaan, didapatkan 21 item pertanyaan yang valid dan reliabel yang

Majalah Kesehatan FKUB

digunakan dalam penelitian ini. Untuk mengetahui hubungan dari kedua variabel tersebut, digunakan uji statistik chi-square crosstabs, dengan nilai p < 0,05 menggunakan program komputerisasi. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin, Usia, Waktu Pertama Kali Merokok, Jumlah Rokok yang Dihisap Per Hari, Jenis Rokok yang Dihisap Tabel 1. Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin, usia, waktu pertama kali merokok, jumlah rokok yang dihisap per hari, jenis rokok yang dihisap. No 1 2 No 1 2 3 4 5 No 1 2 3 No 1 2 3 No 1 2 Mild Kretek SD SMP SMA Jumlah Rokok yang Dihisap Per Hari 1-4 batang 5-14 batang > 15 batang Jenis Rokok yang Dihisap 15 16 17 18 19 Waktu Pertama Kali Merokok Laki-laki Perempuan Usia (tahun) Jenis Kelamin Frekuensi 43 8 Frekuensi 1 4 24 18 4 Frekuensi 9 24 18 Frekuensi 28 18 5 Frekuensi 48 3 % 84 16 % 2 8 47 35 8 % 18 48 34 % 55 35 10 % 94 6

Dari tabel 1 didapatkan sebagian besar responden berjenis kelamin laki-laki sebanyak 43 responden (84%). Pada karakteristik usia didapatkan sebagian besar responden berusia 17 tahun sebanyak 24 responden (47%). Pada karakteristik waktu pertama kali merokok sebagian besar responden adalah saat duduk di bangku SMP sebanyak 24 responden (48%). Pada karakteristik jumlah

Majalah Kesehatan FKUB

rokok yang dihisap per hari sebagian besar responden merokok 1-4 batang per hari yaitu sebanyak 28 responden (55%). Pada karakteristik jenis rokok yang dihisap sebagian besar responden menghisap rokok jenis mild sebanyak 48 responden (94%). Karakteristik Responden Berdasarkan Alasan Pertama Kali Merokok, Dari mana Pertama Kali Mengenal Rokok, Waktu Merokok, Pengetahuan Bahaya Merokok, Perilaku Merokok, Motivasi Belajar Tabel 2. Karakteristik responden berdasarkan alasan pertama kali merokok, pertama kali mengenal rokok, waktu merokok, pengetahuan bahaya merokok, perilaku merokok, motivasi belajar No 1 2 3 No 1 2 3 No 1 2 3 No 1 2 No 1 2 3 No 1 2 Tinggi Rendah Ringan Sedang Berat Motivasi Belajar Tahu Tidak tahu Perilaku Merokok Sebelum belajar Saat belajar Setelah belajar Pengetahuan Bahaya Merokok Diajak teman Sedang bermasalah Darimana Pertama Kali Mengenal Rokok Tayangan TV/ Iklan Keluarga Teman Waktu Merokok Alasan Pertama Kali Merokok Rasa ingin tahu Frekuensi 23 15 13 Frekuensi 5 11 35 Frekuensi 11 10 30 Frekuensi 50 1 Frekuensi 28 18 5 Frekuensi 37 14 % 45 29 26 % 10 21 69 % 21 20 59 % 98 2 % 55 35 10 % 73 27

Dari tabel 2 didapatkan bahwa alasan terbesar pertama kali merokok adalah karena rasa ingin tahu yaitu sebanyak 23 responden (45%). Pada karakteristik mengenal rokok pertama kali sebagian besar responden adalah dari teman sebanyak 35 responden (69%). Pada karakteristik waktu merokok

Majalah Kesehatan FKUB

mayoritas responden merokok setelah belajar sebanyak 30 responden (59%). Pada karakteristik pengetahuan bahaya merokok hampir seluruh responden mengetahui bahaya merokok sebanyak 50 responden (98%). Pada karakteristik perilaku merokok sebagian besar responden memiliki perilaku merokok ringan sebanyak 28 responden (55%). Pada karakteristik motivasi belajar sebagian besar responden memiliki motivasi belajar tinggi yaitu sebanyak 37 responden (73%). Hubungan Perilaku Merokok dan Motivasi Belajar Anak Usia Remaja di SMK Bina Bangsa Malang Tabel 3. Hubungan perilaku merokok dan motivasi belajar anak usia remaja di SMK Bina Bangsa Malang Perilaku Merokok Ringan Sedang Berat Total Tingkat Motivasi Belajar Rendah F 5 7 2 14 Tinggi F 23 11 3 37 N 28 18 5 51 0,238 Total p value

Berdasarkan tabel 3 dapat disimpulkan bahwa sebagian besar responden memiliki perilaku merokok ringan dengan motivasi belajar tinggi, yaitu sebanyak 23 responden. Hasil uji korelasi chi-square menggunakan crosstabs terhadap perilaku merokok dan motivasi belajar dengan nilai p < 0,05 dan hasil sig didapatkan nilai p = 0,238, maka Ho diterima yang berarti tidak terdapat hubungan yang bermakna antara perilaku merokok dan motivasi belajar anak usia remaja. Pembahasan Perilaku Merokok Remaja di SMK Bina Bangsa Malang Hasil penelitian menunjukkan bahwa prosentase tertinggi merokok berjenis kelamin laki-laki. Meskipun menurut penelitian yang dilakukan oleh Darwati & Murti (2007) menunjukkan responden jenis kelamin laki-laki dan perempuan mempunyai kemungkinan yang sama dalam kebiasaan merokok (OR = 1; CI 95% = 0,00-0,00). Fakta yang ada di SMK Bina Bangsa bahwa sebagian besar muridnya adalah berjenis kelamin laki-laki. Hal ini dikarenakan salah satu jurusan SMK tersebut adalah akuntansi yang peminatnya sebagian besar adalah laki-laki. Siswa-siswa tersebut cenderung memiliki perilaku merokok dibandingkan siswi-siswinya dikarenakan beberapa faktor, salah satunya adalah karena pergaulan remaja laki-laki dengan teman sebaya lebih luas dan kuat dibandingkan dengan remaja perempuan. Lebih luas dikarenakan remaja laki-laki lebih sering menghabiskan waktunya di luar rumah

Majalah Kesehatan FKUB

dibandingkan remaja perempuan. Lebih kuat dikarenakan pada saat remaja laki-laki sedang berkumpul bersama teman-temannya, mereka akan saling memengaruhi baik secara positif maupun negatif. Hasil penelitian terlihat bahwa sebagian besar responden mengenal rokok pertama kali dari teman. Hal ini diperkuat dalam pernyataan Safitri (2010) bahwa salah satu pengaruh teman sebaya adalah dalam pembentukan perilaku merokok. Jika ada teman yang merokok maka kemungkinan besar teman lainnya juga merokok. Hal ini dikarenakan remaja laki-laki yang menolak untuk merokok dianggap tidak jantan dan dijauhi dari kelompok mereka (peer group). Berdasarkan WHO dalam Kristian (2010), sebagian besar subjek penelitian terdiri dari kelas ekonomi menengah ke bawah menyatakan alasan merokok untuk kejantanan atau gengsi bagi laki-laki. Hal ini bertolak belakang dengan data yang ada di SMK Bina Bangsa bahwa sebagian besar responden memiliki alasan merokok karena rasa ingin tahu/coba-coba. Sehingga rokok yang awalnya hanya untuk memenuhi rasa ingin tahu/coba-coba, kemudian akan berlanjut menjadi perilaku merokok. Menurut Monique (2001) ada beberapa alasan yang membuat remaja menjadi perokok adalah mencoba-coba/ikut-ikutan, menambah kepercayaan diri/jati diri, mengisi waktu luang, mengahangatkan tubuh, dan menghilangkan stres. Rata-rata umur responden adalah 17 tahun. Hal ini dikarenakan jumlah responden terbesar berasal dari kelas XI dan XII. Sedangkan rentang umur 15-16 yang berasal dari kelas X hanya memiliki prosentase kecil dikarenakan jumlah siswa-siswi kelas X di SMK Bina Bangsa lebih sedikit dibandingkan dengan 2 kelas di atasnya. Selain jumlah yang sedikit, mereka masih tergolong takut untuk merokok terutama di lingkungan sekolah. Hasil tersebut diperkuat oleh Purba (2009) dalam penelitiannya terhadap umur dan kebiasaan merokok siswa SMA. Terdapat hubungan yang signifikan antara umur di atas 16 tahun terhadap kebiasaan merokok, dengan nilai probabilitas p = 0,041. Hal tersebut dikarenakan remaja dengan usia di atas 16 tahun merasa dirinya sudah dewasa dan berhak untuk merokok, selain itu remaja yang berumur di bawah 16 tahun memiliki kecenderungan merokok dalam tahap coba-coba. Penelitian tersebut diperkuat oleh penelitian Jamal (2006) dalam Adhayanti (2007) yang membuktikan bahwa di Indonesia usia perokok pemula semakin muda. Adhayanati menjelaskan sebanyak 70% perokok di Indonesia memulai merokok sebelum usia 19 tahun. Dari hasil penelitian bahwa sebagian besar responden merokok pertama kali saat duduk di bangku SMP. Hal tersebut dikarenakan karakteristik remaja pada tahap tumbuh kembangnya yang cenderung ingin tahu terhadap hal baru, termasuk rokok. Data tersebut diperkuat dengan penelitian yang dilakukan oleh Adhayanti bahwa 63,7% dari 44 responden memulai merokok pada saat SMP. Menurut Jamal (2006) dalam Adhayanti (2007) hal tersebut dikarenakan masa pubertas remaja semakin cepat, sehingga keinginan untuk mencoba hal baru semakin datang lebih awal. Sesuai tugas perkembangan remaja menurut Hurlock (1997) ciri yang menonjol pada masa ini adalah individu mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang amat pesat, baik fisik, emosional dan sosial. Jumlah rokok yang dihisap oleh siswa-siswi SMK Bina Bangsa sebagian besar 1-4 batang per hari dengan jenis mild. Hal tersebut dikarenakan hampir seluruh responden mengetahui bahaya merokok. Sehingga mereka memilih menjadi perokok ringan dibandingkan perokok berat. Dengan

Majalah Kesehatan FKUB

menjadi perokok ringan, mereka tetap bisa merokok dengan meminimalisir bahaya kesehatan yang ada. Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Purba (2009) yang dilakukan terhadap siswa SMA Parulian 1 Medan didapatkan hasil nilai probabilitas p = 0,234 yang berarti tidak ada hubungan antara pengetahuan dan kebiasaan merokok. Hal tersebut menurut Notoadmojo (2003) dikarenakan remaja hanya sekedar mengetahui namun belum memahami, mengaplikasikan, menganalisis, mensintesis, dan mengevaluasi. Selain karena faktor pengetahuan mengenai bahaya merokok, responden menjadi perokok ringan dengan jenis mild dikarenakan uang saku yang mereka miliki terbatas, terutama untuk membeli rokok dalam pak. Biasanya mereka lebih memilih membeli rokok dalam satuan batangan sesuai uang saku yang dimiliki. Pernyataan tersebut diperkuat oleh penelitian yang dilakukan Adhayanti (2007) bahwa para remaja menjadi perokok ringan dibandingkan perokok berat adalah karena faktor keuangan. Remaja yang masih sekolah atau belum bekerja, masih menggantungkan keuangan mereka dari orang tua mereka. Sehingga mereka akan cenderung membatasi konsumsi rokoknya dalam sehari dikarenakan keterbatasan uang yang dimilikinya. Motivasi Belajar Remaja di SMK Bina Bangsa Malang Berdasarkan hasil penelitian didapatkan sebagian besar responden memiliki motivasi belajar tinggi. Menurut Monks (1989) & Gunarsa (1990) dalam Dimyati & Mudjiono (2009) motivasi belajar dipengaruhi faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi cita-cita siswa, kepribadian siswa dan kondisi siswa. Sedangkan faktor eksternal meliputi teman sebaya, iklan di media massa dan keluarga. Faktor lainnya adalah jenis rokok yang dihisap oleh remaja memengaruhi fungsi otak remaja dalam berkonsentrasi. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan jenis rokok yang dihisap sebagian besar adalah jenis mild. Dibandingkan jenis kretek, mild memiliki kandungan nikotin yang jauh lebih rendah. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Perbawasari & Syuderajat (2009) bahwa salah satu diferensiasi produk jenis rokok kretek berfilter yang mild adalah kadar tar dan nikotin yang lebih rendah dibandingkan dengan rokok kretek ataupun rokok kretek berfilter. Hal tersebut berarti nikotin yang dihisap dan masuk ke otak akan lebih sedikit, sehingga tidak memengaruhi fungsi otak secara drastis. Faktor lain adalah sebagian besar responden merokok setelah selesai belajar, termasuk saat istirahat. Hal tersebut juga turut meningkatkan motivasi belajar. Dikarenakan efek nikotin dari rokok yang masih ada di dalam otak mampu meningkatkan konsentrasi belajar yang secara tidak langsung meningkatkan motivasi belajar. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Pergadia (2010) menjelaskan bahwa nikotin yang merupakan kandungan dari rokok memiliki efek stimulan, dimana perokok akan merasa segar dan nyaman saat merokok. Responden dalam penelitian tersebut menyatakan bahwa merokok dapat menurunkan kecemasan, depresi dan masalah lainnya. Metode pembelajaran yang diberikan oleh pengajar di SMK juga mampu membuat minat siswa-siswi terhadap materi tersebut menjadi meningkat. Metode pembelajaran seperti praktik di lapangan, membuat siswa-siswi lebih antusias dan lebih mudah memahami dalam menerima materi

Majalah Kesehatan FKUB

yang disampaikan. Sesuai tahap tumbuh kembang remaja sebagai masa pelatihan (Retnowati, 2010). Selain itu minat yang sama antar siswa terhadap materi pelajaran yang ada membuat siswa-siswi semakin termotivasi dalam belajar. Hal tersebut dikarenakan minat yang sama mampu menstimulus siswa-siswi untuk saling bertukar pikiran terhadap materi yang disenangi. Bagi siswa minat ini sangat penting karena dapat menggerakkan perilaku siswa ke arah yang positif sehingga mampu menghadapi segala tuntutan, kesulitan serta mempersiapkan resiko dalam pembelajarannya. Minat juga menentukan baik tidaknya dalam pencapaian tujuan, sehingga semakin besar minat belajar seorang siswa akan semakin besar kesuksesannya dalam belajar. Pernyataan tersebut ditegaskan oleh pendapat Slameto (1991) bahwa minat merupakan kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan. Kegiatan yang diminati seseorang diperhatikan terus menerus yang disertai dengan rasa senang sehingga mampu meningkatkan motivasi belajar. Hubungan Perilaku Merokok dan Motivasi Belajar Anak Usia Remaja di SMK Bina Bangsa Malang Berdasarkan penelitian didapatkan bahwa sebagian besar siswa-siswi memiliki motivasi belajar tinggi dengan perilaku merokok ringan. Ho diterima yang berarti tidak terdapat hubungan antara perilaku merokok dan motivasi belajar anak usia remaja. Hal ini disebabkan bahwa tidak hanya perilaku merokok yang mempengaruhi motivasi belajar seorang remaja, namun banyak hal lain yang bisa mempengaruhi motivasi belajar. Menurut Soemanto (1984) motivasi belajar merupakan faktor psikis yang bersifat non intelektual yang berperan dalam menimbulkan gairah belajar serta perasaan senang dan bersemangat untuk belajar. Frandsen menjelaskan dalam Suryabrata (2006) ada beberapa aspek yang memotivasi belajar seseorang, yaitu adanya rasa ingin tahu, sifat kreatif dan rasa ingin maju, keinginan untuk mendapatkan simpati, ingin memperbaiki kegagalan, mendapatkan rasa aman, serta takut akan hukuman. Aspek sifat ingin tahu dan ingin menyelidiki dunia yang lebih luas membuat siswa-siswi SMK Bina Bangsa memiliki rasa ingin tahu yang tinggi terhadap materi yang diberikan oleh pengajar (Suryabrata, 2006). Hal tersebut diperkuat dengan adanya data dari kuesioner dalam pertanyaan mengenai metode belajar yang disampaikan pengajar dan rasa ingin tahu terhadap pembelajaran semester ini. Sifat kreatif dan keinginan untuk maju ditunjukkan oleh siswa-siswi SMK Bina Bangsa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran dalam bentuk praktik. Dengan metode praktik di lapangan secara langsung, mampu meningkatkan pola pikir yang kreatif dengan mengembangkan pemecahan masalah yang ada secara langsung di lapangan (Suryabrata, 2006). Aspek keinginan untuk mendapatkan simpati dari orang tua, guru dan teman-teman ditunjukkan oleh peran lingkungan. Lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap pembentukan perilaku seseorang ditunjukkan dengan adanya kompetisi secara sehat antar siswa. Kompetisi tersebut dimaksudkan untuk

Majalah Kesehatan FKUB

mendapatkan hasil pembelajaran yang maksimal agar mendapat simpati dari orang tua, guru maupun teman-teman (Suryabrata, 2006). Aspek keinginan untuk memperbaiki kegagalan yang lalu dengan usaha yang baru baik dengan kooperasi maupun dengan kompetisi (Suryabrata, 2006). Bagi siswa-siswi SMK Bina Bangsa kegagalan yang ada, tidak membuat menjadi malas. Faktanya motivasi belajar siswa-siswi yang tinggi membuktikan bahwa kegagalan tidak membuat menyerah, justru terus memperbaiki nilai mereka dengan memotivasi diri agar lebih baik dalam belajar. Aspek keinginan untuk mendapatkan rasa aman bila menguasai pelajaran. Minat yang dimiliki siswa-siswi SMK Bina Bangsa terhadap materi pembelajaran, membuat mereka terpacu untuk belajar agar mampu menguasai materi pelajaran. Dengan menguasai materi tersebut saat proses pembelajaran berlangsung siswa mampu mengikuti proses pembelajaran dengan baik (Suryabrata, 2006). Aspek ganjaran atau hukuman sebagai akhir daripada belajar diperlihatkan dalam peraturan yang ada di sekolah seperti nilai minimum untuk kelulusan mata pelajaran. Hal tersebut akan membuat siswa-siswi menjadi takut. Agar tidak tinggal kelas sebagai ganjaran akhir sistem pembelajaran, dilakukan dengan meningkatkan motivasi belajar agar terhidar dari hukuman tersebut (Suryabrata, 2006). Lingkungan berpengaruh terhadap pembentukan perilaku seseorang, yang secara tidak langsung dapat meningkatkan motivasi belajar. Hal ini dijelaskan dalam model promosi kesehatan (health promotion model). Model promosi kesehatan adalah suatu cara untuk menggambarkan interaksi manusia dengan lingkungan fisik dan interpersonalnya dalam berbagai dimensi. HPM memengaruhi dan meramalkan tentang perilaku kesehatan. Model ini menggabungkan dua teori yaitu dari teori nilai pengharapan (expectancy-value) dan teori pembelajaran sosial (social cognitive theory) dalam perspektif keperawatan manusia dilihat sebagai fungsi yang holistik (Ahyar, 2010). KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa: 1) sebagian besar responden memiliki perilaku merokok ringan, yaitu menghisap 1-4 batang rokok per hari dengan jenis rokok mild. Salah satu faktor penyebab perilaku merokok tersebut adalah pengaruh teman. Remaja mengenal rokok pertama kali dari teman melalui hubungan sosialnya; 2) sebagian besar responden memiliki motivasi belajar tinggi. Tingginya motivasi belajar remaja di SMK Bina Bangsa Malang disebabkan karena metode pembelajaran dan kinerja pengajar yang menarik serta minat yang sama terhadap materi pelajaran; 3) bahwa tidak ada hubungan antara perilaku merokok dan motivasi belajar remaja di SMK Bina Bangsa Malang. Hal ini bisa dipengaruhi beberapa faktor seperti karakteristik responden yang tergolong perokok ringan, adanya minat responden yang besar terhadap materi pelajaran serta metode pembelajaran yang menarik.

10

Majalah Kesehatan FKUB

Saran untuk penelitian selanjutnya yaitu: 1) perlu dilakukan penelitian lain dengan tema baru yang masih berhubungan dengan perilaku merokok dan belajar remaja, seperti hubungan kosentrasi remaja perokok dan kemampuan menerima materi pelajaran; 2) perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan waktu yang lebih lama dan desain penelitian yakni cohort yang lebih menekankan pada time period approach, dimana peneliti melakukan observasi secara langsung terhadap setiap responden; 3) untuk SMK Bina Bangsa Malang bahwa pihak sekolah perlu membuat peraturan larangan merokok di lingkungan sekolah. Karena perilaku merokok merupakan perilaku yang tidak sehat, yang jika dilakukan dalam jangka panjang dapat merusak fungsi organ tubuh seperti otak, jantung, paru-paru dan sistem tubuh lainnya. Kerusakan fungsi organ tubuh tersebut dapat menyebabkan siswa-siswi perokok menjadi sakit sehingga kesulitan dalam menerima materi pelajaran di sekolah. Oleh karena itu pihak sekolah juga perlu memfasilitasi kesehatan siswa-siswinya dengan mengoptimalkan peran UKS sebagai upaya preventif. DAFTAR PUSTAKA Abadi. 2005. Biaya Sosial Akibat Merokok. Jakarta: Majalah Tarbawi Edisi 104. Abdullah, A.H. 2010. Nikotin Beku Dalam Otak Perokok. http://inijalanku.wordpress.com/parti2/nikotin-terkumpul-dalam-otak-perokok. Diakses pada 27 Maret 2010. Adhayanti, R. 2007. Hubungan Tingkat Pengetahuan Bahaya Rokok Bagi Kesehatan Terhadap Perilaku Merokok. Universitas Brawijaya. Malang Ahyar. Januari 2010. Baker, B.T. 2004. School-Related Stress and Psychosomatic Symptoms Among Norwegian Adolescents. Annual Review of Psychology. http://www.proquest.com/ Cancerhelp. 2010. Smoking and Lung Cancer. http://www.cancerhelp.org.uk/type/lung-cancer/about/lung-cancer-risks-and-causes#smoking. Diakses pada 24 September 2010. Darwati, N. & Murti, B. 2007. Persepsi Antara Keanggotaan Asuransi Kesehatan dan Kebiasaan Merokok. Diakses pada 20 Januari 2011. Dimyati & Mudjiono. 2009. Belajar Dan Pembelajaran. Jakarta: PT Rineka Cipta. Hurlock, E.B. 1997. Psikologi Perkembangan Edisi Kelima. Jakarta: Penerbit Erlangga. Jaya, M. 2009. Pembunuh Berbahaya Itu Bernama Rokok. Yogyakarta: Rizma. Kristian, D.W. 2010. Health Belief Perilaku Merokok Remaja Awal. Skripsi Universitas Muhamadiyah Malang. 2010. Health Promotion Diakses Model. pada 19 http://ahyarwahyudi.wordpress.com/2010/12/12/health-promotion-model.

11

Majalah Kesehatan FKUB

Litbang Depkes. 2003. Konsumsi Rokok Dan Prevalensi Merokok. www.litbang.depkes.go.id.pdf. Diakses pada 7 Maret 2010. Mc Gee. 2005. Is Cigarette Smoking Associated With Suicidal Ideation Among Young People? The American Journal of Psychologyi. Washington. http://www.proquest.com/ Monique, A. 2001. Menghindari Merokok. Jakarta: PT. Balai Pustaka. Monks, F.J. 1989. Psikologi Perkembangan. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Murti, B. 1997. Prinsip dan Metode Riset Epidemiologi. Yogyakarta: Gadjah mada University Press. Notoadmojo, S. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Perbawasari, S. & Syuderajat, F. 2009. Reputasi Sampoerna A-Mild di Mata Mahasiswa FIKOM UNPAD Tinjauan Kualitatif Menggunakan Focus Group Discussion. Universitas Padjajaran, Bandung. Pergadia, M.L., Agrawal, A., Heath, A.C., Martin, N.G., Bucholz, K.K., Madden, P.A. 2010. Nicotine withdrawal symptoms in adolescent and adult twins. Department of Psychiatry, Washington University School of Medicine, St. Louis, MO, USA. (Abstract). Aug;13(4):359-69. pergadim@psychiatry.wustl.edu. Diakses pada 13 Oktober 2010. Prasadja, A. 2008. Kesehatan Tidur Dan Kebiasaan Merokok. http://www.dailymotion.com/prasadja/journal. Diakses pada 27 Maret 2010. Purba, Y.C. 2009. Nicotine withdrawal symptoms in adolescent. Department of Psychiatry, Washington University School of Medicine, St. Louis, MO, USA. (Abstract). Diakses pada 13 Oktober 2010. Retnowati, S. 2010. Remaja dan Permasalahannya. Yogyakarta: Makalah Fakultas Psikologi UGM. Safitri. 2010. Remaja dan Rokok. Yogyakarta: Makalah Fakultas Psikologi UGM. Slameto. 1991. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta. Soemanto, W. 1984. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Bina Aksara. Suryabrata, S. (2006). Psikologi pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Utama, A. 2004. Bahaya Merokok: Mari Kita Pikirkan Lagi!. (http://www.antirokok.or.id/product_index.htm. Diakses pada 28 Agustus 2010.

12

Anda mungkin juga menyukai