mengenai suatu hukum dalam Islam yang merupakan tanggapan atau jawaban terhadap pertanyaan yang diajukan oleh peminta fatwa dan tidak mempunyai daya ikat. Dengan mengikuti isi atau hukum dari fatwa yang diberikan kepadanya. Hal ini disebabkan fatwa kata lain, si peminta fatwa, baik perorangan, lembaga maupun masyarakat luas tidak harus seorang mufti atau ulama di suatu tempat bisa saja berbeda dari fatwa ulama lain di tempat yang sama. Fatwa biasanya cenderung dinamis karena merupakan tanggapan terhadap belum tentu dinamis, tetapi minimal fatwa itu responsif.[5] perkembangan baru yang sedang dihadapi masyarakat peminta fatwa. Isi fatwa itu sendiri Tindakan memberi fatwa disebut futya atau ifta, suatu istilah yang juga merujuk
pada profesi memberi nasihat. Orang yang memberi fatwa disebut mufti atau ulama, lembaga ataupun siapa saja yang membutuhkannya. Ijtihad
sedangkan yang meminta fatwa disebut mustafti. Peminta fatwa bisa berupa perorangan,
yang bersifat praktis dengan cara istinbth (penggalian hukum)[18]. Dalam Taysr al-
Wushl (Abu Rustah: 2000, 257), ijtihad menurut istilah ahli ushul fikih adalah
mengerahkan segenap kemampuan dalam rangka mencari dugaan kuat terhadap hukum syariah sehingga seorang mujtahid merasa tidak mampu lagi untuk berbuat lebih dari yang telah diusahakannya. Ijtihad bukan sesuatu yang sangat sulit hingga mustahil dilakukan. Sebab, ijtihad adalah
mengerahkan segenap kemampuan dalam rangka mencari dugaan kuat terhadap hukum syariah. Bagi orang yang telah mampu dan telah memenuhi syarat-syarat ijtihad, syarat ijtihad, ulama berbeda dalam menetapkannya. melakukan ijtihad ini bukan perkara yang mustahil.[19]Adapun terkait dengan syaratOrang yang melakukan ijtihad tidak disebut mujtahid.
dari khithb asy-Syri (seruan pembuat hukum)yakni dari nash-nash yang diwahyukan kepada Rasulullah saw., yaitu al-Quran dan as-Sunnahadalah wajib atas kaum Muslim (An-Nabhani, Muqaddimah ad-Dustr, hlm. 41).
Syariah Islam menjadikan ijtihad dalam rangka menggali (istinbth) hukum syariah