TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Definisi Sirosis adalah penyakit yang ditandai oleh adanya peradangan difus dan menahun pada hati yang diikuti proliferasi jaringan ikat, degenerasi dan regenerasi sel-sel hati sehingga timbul kekacauan dalam susunan parenkim hati. 2 Sirosis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif ditandai dengan distorsi dari struktur hepar dan pembentukan nodulus regeneratif.1 1.2 Epidemiologi Lebih dari 40 % sirosis hati asimtomatik, sering ditemukan pada pemeriksaan rutin kesehatan atau pada otopsi. Insiden sirosis hati di Amerika diperkirakan 360 per 100.000 penduduk. Di Indonesia data prevalensi sirosis hati belum ada , hanya ada laporan dari beberapa pusat pendidikan saja. Di RS Sardjito Yogyakarta jumlah pasien sirosis hati berkisar 4,1% dari pasien yang dirawat dibagian penyakit dalam dalam kurun waktu 1 tahun(2004). Dimedan dalam kurun waktu 4 tahun dijumpai pasien sirosis hati sebanyak 819 (4%) dari seluruh pasien di bagian penyakit dalam.1 1.3 Etiologi Etiologi dari sirosis hati disajikan dalam tabel 1. Di negara barat yang tersering akibat alkoholik sedangkan di Indonesia terutama akibat hepatitis B maupun C. Hasil penelitian di indonesia menyebutkan virus hepatitis B mengakibatkan sirosis sebesar 4050% dan virus hepatitis C 30-40%, sedangkan 10-20% penyebabnya tidak diketahui (non B-non C).1
Hepatitis virus Penyakit Keturunan Dan Metabolik Defisiensi alpha 1- antitripsin Sindrom Fanconi Galaktosemia Penyakit Gaucher Penyakit simpanan Glikogen Hemokromatosis Intoleransi fruktosa herediter Tirosinemia herediter Penyakit Wilson Obat dan Toksin Alkohol Amiodaron Arsenik Obstruksi bilier Penyakit perlemakan hati non alkoholik Sirosis bilier primer Kolangitis sklerosis primer Penyebab Lain Atau Tidak Terbukti Penyakit usus inflamasi kronik Fibrosis kistik Pintas jejunoileal Sarkoidosis
1.4. Klasifikasi Sirosis hati secara klinis dibagi menjadi sirosis hati kompensata yang berarti belum adanya gejala klinis yang nyata dan sirosis hati dekompensata yang ditandai gejala-gejala dan tanda klinis yang jelas. 1 Sirosis secara konvensional diklasifikasikan sebagai makronodular, besar nodul lebih dari 3 mm atau mikronodular, besar nodul kurang dari 3 mm atau campuran mikro dan makronodular. 1 1.5. Patogenesis
Kendati etiologi dari berbagai bentuk sirosis tidak dimengerti dengan baik, ada 3 pola khas yang ditemukan pada kebanyakan kasus yaitu: sirosis laenec, postnekrotik, dan biliaris.3 Sirosis Laenec Disebut juga sirosis sirosis alkoholik, portal da sirosis gizi. Hal ini dihubungkam dengan penggunaan alkohol. Dan merupakan 50% atau lebih dari seluruh kasus. 3 Perubahan pertama pada hati yang ditimbulkan alkohol adalah akumulasi lemak secara gradual di dalam sel-sel hati (penumpukan lemak). Para pakar umumnya setuju bahwa minuman beralkohol menimbulkan efek toksik langsung terhadap hati. Akumulasi lemak menunjukan adanya sejumlah gangguan metabolik, termasuk pembentukan trigliserida secara berlebihan, pemakaiannya yang berkurang dalam pembentukan lipoprotein, dan penurunaan oksidasi asam lemak. Sebab kerusakan hati diduga merupakan efek langsung alikohol terhadap sel-sel hati, yang diperberat oleh keadaan malnutrisi. Secara makroskopis, hati membesar, rapuh, dan tampak berlemak dan mengalami gangguan fungsional akibat akumulasi lemak yang banyak tersebut. 3 Pada kasus sirosis laenec yang sangat lanjut, lembaran-lembaran jaringan ikat yang tebal terbentuk pada pinggir-pinggir lobulus, membagi parenkim menjadi nodulanodula halus. Dapat membesar akibat aktifitas regenerasi sebagai usaha hati untuk mengganti sel-sel yang rusak. Hati tampak terdiri dari sarang sarang sel-sel degenerasi dan regenerasi yang dikemas padat dalam kapsula fibrosa yang tebal. Keadaan ini disebut sirosi nodular halus. Hati akan menciut, keras dan hampir tidak memiliki parenkim normal pada akhir stadium sirosis,akibat hipertensi portal dan gagal hati. 3 Sirosis postnekrotik Sirosis postnekrotik agaknya terjadi menyusul nekrosis berbercak pada jaringan hati, menimbulkan nodula-nodula degeneratif besar dan kecil yang dikelilingi dan dipisahpisahkan oleh jaringan parut, berselang-seling dengan jaringan dengan jaringan parenkim hati normal. Banyaknya pasien dengan hasil tes HbsAg positif menunjukkan bahwa hepatitis kronik aktif agaknya merupakan peristiwa yang besar peranannya. Ciri yang agak aneh dari sirosis postnekrotik adalah bahwa tampaknya merupakan predisposisi terhadap neoplasma hati primer (hepatoma). 3 Sirosis biliaris
Kerusakan sel hati yang dimulai di sekitar duktus biliaris akan menimbulkan pola sirosis yang dikenal sebagai sirosis biliaris. Penyebab yang paling umum adalah obstruksi biliaris posthepatik. Stasis empedu menyebabkan penumpukan empedu di dalam massa hati dengan akibat kerusakan sel-sel hati. Terbentuk lembar-lembar fibrosa di tepi lobulus namun jarang memotong lobulus. Hati membesar, keras, bergranula halus, dan berwarna kehijauan. Sumbat empedu sering ditemukan dalam kapiler-kapiler dan duktulus empedu, dan sel-sel hati seringkali mengandung pigmen hijau. Saluran empedu ekstrahepatik tidak ikut terlibat. Komplikasi hipertensi portal jarang terjadi. 1 1.6. Manifestasi Klinis Gejala awal sirosis dekompensata meliputi perasaan mudah lelah dan lemas, selera makan berkurang , perasaan perut kembung, mual, berat badan menurun. Pada laki-laki dapat timbul impotensi, testis mengecil, buah dada membesar, dan hilangnya dorongan seksualitas. 1 Bila sudah lanjut ke dekompensata, manifestasi utama dan lanjut dari sirosis merupakan akibat dari dua tipe gangguan fisiologis: gagal sel hati dan hipertensi portal.3 Manifestasi gagal hepatoseluler adalah: 1,2,3 Ikterus pada kulit dan membran mukosa akibat hiperbilirubinemia, bila konsentrasi bilirubin kurang dari 2-3 mg/ dl tidak terlihat. Spider telangiektasis, suatu lesi vaskuler yang dikelilingi beberapa vena-vena kecil. Tanda ini sering ditemukan di bahu, muka, dan lengan atas. Eritema palmaris , warna merah saga pada thenar dan hipothenar telapak tangan. Fetor hepatikum akibat peningkatan konsentrasi dmetil sulfid akibat pintasan porto sistemik yang berat. Ginekomastia, atrofi testis yang mengakibatkan impotensi dan infertil, hilangnya rambut badan. Gangguan hematologik: anemia, leukopenia, trombositopenia. Gangguan pembekuan darah: perdarahan gusi, epistaksis, gangguan siklus haid. Edema perifer umumnya terjadi setelah timbulnya asites Manifestasi hipertensi portal adalah: 1,2,3
Asites, penimbunan cairan dalam rongga peritonium akibat hipertensi porta dan hipo albuminemia Sirkulasi kolateral: vena superfisial dinding abdomen ( caput medusae) dan varises esofagus, hemoroid interna Splenomegali, sering ditemukan terutama pada sirosis non alkoholik
Ukuran hati yang sirotik bisa membesar, normal atau mengecil. Bilamana hati teraba hati teraba keras dan noduler. 1 Hal lain yang dapat ditemukan yaitu, jari tabuh, perubahan kuku kuku Muchrche berupa pita putih horizontal dipisahkan dengan warna normal kuku.Gangguan tidur dan demam yang tidak terlalu tinggi. Gangguan mental berupa mudah lupa, sukar konsentrasi, bingung agitasi sampai koma. 1 Gambaran laboratoris yang dapat ditemukan: 1 Peninggian serum glutamil oksaloasetat (SGOT) dan serum glutamil piruvat transaminase (SGPT). Alkali fosfatase meningkat 2-3 kali batas normal. Gamma Glukonil Transpeptidase (Gamma GT) konsentrasinya sama dengan alkali fosfatase pada penyakit hati. Bilirubin, konsentrasinya bisa normal pada sirosis hati kompensata, meningkat pada stadium lanjut. Albumin, sintesisnya terjadi dijaringan hati, konsentrasi menurun perburukan sirosis Globulin, konsentrasinya meningkat pada sirosis Prothrombin time memanjang mencerminkan derajat tingkatan disfungsi sintesis hati. Natrium serum menurun pada sirosis dengan asites Kelainan hematologi anemia Seromarker hepatitis sesuai
Pemeriksaan penunjang lain yang dapat dilakukan yaitu: USG, biopsi hati, endoskopi saluran cerna atas, analisis cairan asites, barium meal. 1,4 1.7. Diagnosis
Penegakan diagnosis sirosis hati terdiri dari pemeriksaan fisik, laboratorium dan USG. Pada kasus tertentu perlu dilakukan biopsi hati atau peritoneoskopi karena sulit membedakan hepatitis kronik aktif yang berat dengan sirosis hati dini. 1 1.8. Diagnosis Banding Hepatitis kronis aktif 1.9. Pengobatan Prinsip penanganan sirosis dipengaruhi etiologi sirosis. Tujuan terapi mengurangi progresi penyakit, menghindarkan bahan-bahan yang bisa menambah kerusakan hati, pencegahan dan penanganan komplikasi. Umum: - Bed rest sampai gejala membaik - Diet rendah protein ( diet hati III: protein 1g/kgBB, 2000-3000kkal) - Jika ada asites diberikan diberikan diet rendah garam II (600-800 mg) atau III (1000-2000 mg) - Bila ada tanda-tanda prekoma atau koma hepatikum, diberikan diet hati I2 Untuk memberikan terapi terhadap penderita sirosis perlu di tinjau apakah sudah ada hipertensi portal dan kegagalan faal hati atau belum. a. sirosis tanpa kegagalan faal hati dan hipertensi portal perlu diberikan diet tinggi protein dan kalori. Lemak tidak perlu dibatasi. Disamping itu perlu diberikan vitamin; B12, essensial phosfolipid (EPL), cursil dan obat yang mengandung protein tinggi seperti superton. Hindari minuman beralkohol, zat hepatotoksik, dan makanan yang disimpan lama diudara terbuka lebih dari 24 jam. b. sirosis dengan kegagalan faal hati dan hipertensi portal. b1. istirahat aktifitas fisik dibatasi, dianjukan untuk istirahat ditempat tidur lebih kurang setengah hari setiap harinya, terutama yang suahdengan asites. b2. diet bila tidak ada tanda-tanda koma hepatikum diberikan diet 1500-2000 kal dengan protein sekurang-kurangnya 1 gr/kgbb/hr.perlu juga roboransia. Makanan dan minuman
yang mengandung alkohol dihentikan secaa mutlak. Makan minuman yang segar. Hindari makanan yang lebih dari 24 jam diudara bebas. Menurut gabuzzda (1970) pada penderita asites dan edema sedikit dapat hilang diet kaya protein (1-2 gr/ kgbb/hr), miskin Na (200500 mg Na/hr), istirahat saja dan pembatasan cairan 1-1,5 l/ hr. b3. diuretik bila selama 4 hari dengan pengobatan dietetik ternyata tidak ada respons, atau penurunan berat badan kurang dari 1 kg, maka perlu diberikan diuretik. Diuretik tidak diberikan jika kadar bilirubin serum dan kreatinin serum meninggi, sebab akan memperburuk fungsi hati dan ginjal. Langkah pertama diuretik yang diberikan ialah spironolacton (aldacton), karena merupakan antagonis dan aldosteron, dan bekerja mengahambat reabsorbsi natrium dan klorid, serta juga menambah ekskresi kalsium. Kerjanya di tubuli distal ginjal. Sebaai pengganti spironolacton dapat dipakai triamterene atau amiloride yang mempunyai fungsi sama, yaitu bekerja ditubuli distal dan tidak mengeluarkan K. pemberian spironolacton dimulai dengan dosis rendah mis 25 mg/hr, bila selama 3hr tidak ada respons baru dosis ditingkatkan sedikit demi sedikit sampai memperoleh respons yang cukup. Spironolacton biasa dipakai bersama-sama diuretik lain misalnya dengan furosamid dengan maksud untuk menambah efek diuresis dengan resiko pengeluaran K kurang. Cara ini baru dilakukan jika spironolacton dengan dosis tinggi tidak efektif merespon diuresis. Pengawasan yang ketat terhadap kadar bikarbonat dan K. Kontraindikasi dari pemberian diuretik ialah: perdarahan gastrointestinal, penderita dengan muntah-muntah atau diare, prekoma atau koma hepatikum: Sebagai akibat pemberian diuretik akan timbul: Hipokalemi; maka pemberian diutretik dihentikan, dan diberikan penambahan KCl. Hiponatremi; diatasi dengan pemberian cairan yang dibatasi 500 cc/hr atau pemberian 2 ltr manitol 20% intravena bekerja sebagai diuretik osmotik. Alkalosis hipokloremik; karena kehilangan Na dan Cl, dan dapat dibatasi dengan pemberian klorida. Koma hepatikum sekunder; karena hipokalemi, kehilangan cairan. Bila terlihat tanda-tanda prekoma atau koma sebaiknya pemberian diuretik dihentikan.
b4. obat-obatan prednison hanya diberikan pada penderita yang diduga sengan posthepatik sirosis, hepatitis aktif kronis dimana masih terdapat ikterus, gama globulin dan transaminase yang masih meninggi. c. peritoneo-venous shunt le veen dkk (1974,1976) melakukan operasi kecil peritoneous shunt untuk mengurangi cairan asites secara teratur dan memasukkan melalui suatu pipa yang diberi katub, sehingga memberikan satu arah kedalam vena jugularis pada penderita dengan asites yang tidak berhasil diobati dengan diuretik. Hasilnya 76,5% pasien dapat dihilangkan asitesnya, bahkan kadar serum protein dan ratio albumin-globulin kembali normal, hal ini disebabkan karena kadar protein yang ada didalam cairan asites dialirkan kembali ke tubuh penderita. Juga kadar ureum yang tinggi kembali normal. d. parasintesis menurut Conn (1982) dan sherlock (1989) dikenal 2 tujuan parasintesis: Diagnosti; tujuan untuk mengevaluasi cairan asites, kemudian dilakukan pemeriksaan terhadap jumlah sel dan hitung jenis, protein, macam mikroorganisme Terapi; untuk mengeluarkan cairan asites yang sangat banyak sehingga dapat menggangu pernapasan penderita. Biasanya pengeluran cairan di batasi 2 L. bila terlalu sering dilakukan akan menimbulkan komplikasi yaitu infeksi luka bekas parasintesis, kebocoran cairan asites pada luka bekas tusukan, hiponatremi, koma hepatikum karena gangguan keseimbangan elektrolit, kehilangan protein tubuh, gangguan faal ginjal, perdarahan, perforasi usus. 5 1.10. Komplikasi Komplikasi yang sering dijumpai antara lain peritonitis bakterial spontan, yaitu infeksi cairan asites oleh satu jenis bakteri tanpa ada bukti infeksi sekunder intra abdominal. Biasanya pasien ini tanpa gejala, namun dapat timbul demam dan nyeri abdomen. Pada sindrom hepatorenal, terjadi gangguan fungsi ginjal akut berupa oliguri, peningkatan ureum, kreatinin tanpa adanya kelainan organik ginjal. Kerusakan hati lanjut menyebabkan penurunan perfusi ginjal yang berakibat pada penurunan filtrasi glomerulus.
Salah satu manifestasi hipertensi porta adalah varises esofagus. Dua puluh sampai 40% pasien sirosis dengan varises esofagus pecah yang menimbulkan perdarahan. Ensefalopati hepatik, merupakan kelainan neuropsikiatrik akibat disfumgsi hati. Mula-mula ada gangguan tidur (insomnia dan hipersomnia), selanjutnya dapat timbul gangguan kesadaran yang berlanjut sampai koma. Pada sindrom hepatopulmonal terdapat hidrotoraks dan hipertensi portopulmonal.2 1.11. Prognosis Prognosis sirosis sangat bervariasi dipengaruhi sejumlah faktor meliputi etiologi, bertanya kerusakan hati, komplikasi dan penyakit lain yang menyertai. Klasifikasi Child Pugh dapat digunakan untuk menentukan prognosis. 2 Tabel 2. Klasifikasi Child Pugh Parameter Klinis Bilirubin (mg/dl) Albumin (g/dl) Asites Defisit neurologis Nutrisi Kombinasi skor: 5-6 Child A mortalitas 10-15% 7-9 Child B mortalitas 30% 10-15 Child C mortalitas >60% Poin 1 <2 >3.5 tidak ada tidak ada baik Poin 2 2-3 3-3.5 terkontrol minimal cukup Poin 3 >3 <3 sulit dikontrol berat/ koma Kurang
Jenis Kelamin : Laki-laki ANAMNESIS Seorang pasien laki-laki berumur 29 tahun masuk Bangsal Interne Pria RS Dr. M Djamil sejak tanggal 7 Februari 2012 dengan : Keluhan Utama : Nyeri perut kanan atas sejak 2 minggu yang lalu.
10
Riwayat Penyakit Sekarang : Nyeri perut kanan atas sejak 2 minggu yang lalu, nyeri dirasakan terus menerus Bengkak pada perut sejak 3 minggu yang lalu, makin lama makin membesar Demam sejak 1 minggu yang lalu, suhu tidak tinggi, tidak menggigil dan tidak berkeringat dan hilang timbul BAB berwarna hitam sejak 3 hari yang lalu, saat ini BAB tidak hitam BAK berwarna seperti teh pekat sejak 1 minggu yang lalu Perut terasa kembung dan cepat kenyang saat makan Riwayat mual sejak 1 bulan yang lalu, riwayat muntah disangkal Nafsu makan menurun, berat badan menurun 5 kg sejak 1 tahun terakhir Badan letih lesu sejak 2 bulan yang lalu Tungkai sembab sejak 1 minggu yang lalu Riwayat muntah darah disangkal Riwayat epitaksis 2 minggu yang lalu Riwayat transfusi darah disangkal Riwayat sesak sejak 1 bulan yang lalu, semakin hari dirasakan semakin sesak Riwayat batuk berdahak sejak 1 bulan yang lalu Riwayat sakit kuning sebelumnya disangkal Riwayat Penyakit Keluarga Orang tua laki-laki pasien pernah menderita sakit kuning Riwayat Pekerjaan dan Kebiasaan Pasien adalah seorang tukang ojek dan riwayat minum minuman beralkohol disangkal PEMERIKSAAN FISIK Vital sign
11
Keadaan umum Kesadaran Tekanan Darah Frekuensi Nadi Frekuensi Nafas Suhu Pemeriksaan Sistemik
: sedang : compos mentis cooperatif : 120/70 mmHg : 100x/menit : 29x/menit : 380C : turgor kulit baik, tidak ikterik, spider nevi (-) : rambut mata telinga hidung mulut : hitam, tidak mudah dicabut : konjungtiva anemis sklera ikterik : tidak ditemukan kelainan : tidak ditemukan kelainan : caries dentis (+), tonsil T1T1, faring tidak hiperemis
Leher
: JVP 5-2 cmH2O Kelenjar getah bening tidak membesar Tiroid tidak membesar
Thorak Paru: Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi Jantung Inspeksi : iktus tidak terlihat Palpasi : iktus teraba 1 jari medial LMCS RIC V Perkusi : batas jantung kiri : 1 jari medial LMCS RIC V batas jantung kanan : LSD : simetris kiri dan kanan, statis dan dinamis : fremitus kiri meningkat : redup di basal paru kiri dan kanan : bronkhovesikular, ronki +/+ basah halus nyaring dikedua lapangan paru
12
batas atas
: RIC II kiri
Auskultasi: BJ murni, irama reguler, bising (-), M1>M2, P2<A2 Abdomen Inspeksi Palpasi : : perut tampak membuncit, caput medusae (-), venectasi (-) : hepar teraba 5 jari di bawah arcus costa dan 5 jari di bawah prosessus xyphoideus, konsistensi keras, pinggir tumpul, nodul (+). Lien tidak teraba. Perkusi Auskultasi Alat Kelamin Ektremitas : shifting dullness (+) : bising usus (+) normal : tidak diperiksa : udem (+/+), palmar eritem (+/+), Reflek fisiologis +/+, reflek patologis -/LABORATORIUM Darah : Hb Leukosit Trombosit Ht SGOT SGPT Ureum Kreatinin Cl darah : 10g/dl : 13.800/mm3 : 261.000/mm3 : 31% : 963 u/l : 742 u/l : 194 mg/dl : 2,4 mg/dl : 105 mmol
Kalium darah: 5,4 mmol/L Natrium darah : 128 mmol/L GDS : 107 mg/dl HBsAg Albumin Globulin :+ : 2 g/dl : 2,7 g/dl
13
Total bilirubin : 3,09 mg/dl DIAGNOSA Sirosis hepatis postnekrotik stad.dekompensata Bronkopneumonia duplex e.c CAP TERAPI Istirahat / DH II IVFD aminofusin hepar : tutofusin: NaCl 0,9% = 1:2:1 8 jam/kolf Ceftriaxone inj 1x 2gr Ciprofloxacin inf 2x 100 mg Systenol 3x 1 tab Ambroxol syr 3x C1 Curcuma 3x 1 tab Transamin inj 3x1 ampul Vit K inj 3x 1 ampul Lactulac 3x C1 Klisma pagi/ sore
ANJURAN PEMERIKSAAN Darah rutin Hematologi lengkap Faal hepar Faal ginjal Profil lipid Hepatitis marker CT scan Abdomen Kultur sputum Rontgen foto thorax
14
FOLLOW UP Rabu, 8 Februari 2012 Anamnesis : - Nyeri perut (+) - Sesak (+) - Batuk (+) - Demam (-) - Mual (+) - Muntah (-) - BAK berwarna pekat seperti teh Pemeriksaan fisik Keadaan umum : sakit sedang Kesadaran TD Nadi Nafas Suhu Mata Thorak Paru: Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi : simetris kiri dan kanan, statis dan dinamis : fremitus kiri meningkat : redup di basal paru kiri dan kanan : bronkhovesikular, ronki +/+ basah halus nyaring dikedua lapangan paru Abdomen Inspeksi : : perut tampak membuncit, caput medusae (-), venectasi (-) : compos mentis cooperative : 110/80 : 85x/menit : 27x/menit : 37,20C : konjungtiva anemis dan sclera ikterik
15
Palpasi
: hepar teraba 5 jari di bawah arcus costa dan 5 jari di bawah prosessus xyphoideus, konsistensi keras, pinggir tumpul, nodul (+). Lien tidak teraba.
: shifting dullness (+) : bising usus (+) normal : udem (+/+), palmar eritem (+/+), Reflek fisiologis +/+, reflek patologis -/-
Pemeriksaan laboratorium Hb Leukosit Trombosit LED Diff count MCH MCV MCHC SGOT SGPT Terapi Istirahat / DH II IVFD aminofusin hepar : tutofusin: NaCl 0,9% = 1:2:1 8 jam/kolf Ceftriaxone inj 1x 2gr Ciprofloxacin inf 2x 100 mg Systenol 3x 1 tab Ambroxol syr 3x C1 Curcuma 3x 1 tab Transamin inj 3x1 ampul Vit K inj 3x 1 ampul : 9 mg/dl : 12.900/mm3 : 238.000/mm3 : 40 mm/mol : 0/1/2/81/14/2 : 26 pg : 79 fl : 32% : 669 u/l : 603 u/l
Hematocrit : 28%
16
Kamis, 9 Februari 2012 Anamnesis : - Nyeri perut (+) - Sesak (+) - Batuk (+) - Demam (-) - Mual (+) - Muntah (-) - BAK berwarna pekat seperti teh Pemeriksaan fisik Keadaan umum : sakit sedang Kesadaran TD Nadi Nafas Suhu Mata Thorak Paru: Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi : simetris kiri dan kanan, statis dan dinamis : fremitus kiri meningkat : redup di basal paru kiri dan kanan : bronkhovesikular, ronki +/+ basah halus nyaring dikedua lapangan paru Abdomen : : compos mentis cooperative : 110/70 : 80x/menit : 25x/menit : 37,00C : konjungtiva anemis dan sclera ikterik
17
Inspeksi Palpasi
: perut tampak membuncit, caput medusae (-), venectasi (-) : hepar teraba 5 jari di bawah arcus costa dan 5 jari di bawah prosessus xyphoideus, konsistensi keras, pinggir tumpul, nodul (+). Lien tidak teraba.
: shifting dullness (+) : bising usus (+) normal : udem (+/+), palmar eritem (+/+), Reflek fisiologis +/+, reflek patologis -/-
Pemeriksaan laboratorium Hb Leukosit Trombosit TERAPI Istirahat / DH II IVFD aminofusin hepar : tutofusin: NaCl 0,9% = 1:2:1 8 jam/kolf Ciprofloxacin tab 2x 500 mg Systenol 3x 1 tab Vit K inj 3x 1 ampul Transamin inj 3x1 ampul Lactulac 3x C1 Klisma pagi/ sore : 9 mg/dl : 12.900/mm3 : 238.000/mm3
Hematocrit : 28%
18
DISKUSI Telah dirawat seorang pasien laki-laki umur 29 tahun dengan keluhan Nyeri perut kanan atas sejak 2 minggu yang lalu. Pada anamnesis ditemukan bahwa perut telah membesar sejak 3 minggu yang lalu dan semakin membesar. Pasien juga mengeluhkan demam ringan yang tidak menggigil dan tidak berkeringat serta hilang timbul. Ditemukan melena sejak 3 hari yang lalu, sementara itu urin berwarna teh pekat sejak 1 minggu yang lalu, perut terasa kembung dan cepat kenyang saat makan ,riwayat mual sejak 1 bulan yang lalu, nafsu makan menurun, berat badan menurun 5 kg sejak 1 tahun terakhir, badan letih lesu sejak 2 bulan yang lalu, kaki sembab sejak 1 minggu yang lalu, riwayat epitaksis 2 minggu yang lalu. Riwayat menderita sakit kuning sebelumnya dan alkoholisme disangkal pasien. Pada pemeriksaan fisik ditemukan keadaan umum sedang, tekanan darah, nadi, dalam batas normal, pasien sesak dan demam. Pemeriksaan sistemik ditemukan kulit tidak ikterik, tidak ditemukan spider naevi. Konjuctiva anemis dan sklera ikterik, tidak ada fetor hepatis, JVP dalam batas normal, paru didapatkan fremitus kiri meningkat, perkusi redup di basala kedua lapangan paru, suara nafas bronkovesikular, ronkhi +/+ basa halus nyaring di kedua lapangan paru dan jantung dalam batas normal, ginekomastia tidak ada, asites pada abdomen serta pitting edem pada ekstremitas bawah. Pada pemeriksaan laboratorium darah, LED menigkat, albumin dan globulin menurun, bilirubin total meningkat, SGOT dan SGPT yang meningkat serta HbsAg yang positif. Dari anamnesis, pemeriksaaan fisik, pemeriksaan labor rutin dan pemeriksaan penunjang ditegakkan diagnosis primer sirosis hepatis post nekrotik stadium dekompensata, dan diagnosis sekunder Bronkopneumonia susp CAP. Sesuai panduan pelayanan medik PAPDI, terapi pasien meliputi istirahat cukup, diet seimbang (diet rendah protein dan diet rendah garam) karena pada pasien ini telah terdapat gangguan faal hepar dan asites. Pada pasien ini diberikan antibiotic untuk infeksi pada paru. Selain itu diberikan systenol, ambroxol, curcuma, lactulax, vitamin K injeksi dan transamin injeksi untuk mengatasi perdarahan.
19
DAFTAR PUSTAKA
1. Nurdjanah siti: Sirosis Hati. In: Aru W.Sudoyo, Bambang Setiyohadi, Idrus Alwi, Marcellus Simadibrata K, Siti Setiati, editors. buku Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 1. edisi keempat. Jakarta PB. I; 2006. 2. Arif Mansyur et al: Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: media aesculapius; 1999. 3. Wilson Lorraine M, Lester Lula B: Hati, Saluran Empedu, dan Pankreas. In: Sylvia A. Price, Loraine M. Wilson, editors. Buku Patofisiologi. Buku 1. edisi keempat. jakarta PB EGC; 1995. 4. Rani A. Aziz et al: Panduan Pelayanan Medik. Jakarta PB PAPDI; 2006 5. Hadi Sujono: Gastroenterologi. Bandung; 2002.
20