Anda di halaman 1dari 2

Setelah perundingan resmi hampir 10 tahun dan didahului oleh perundingan-perundingan selama lebih dari 5 tahun melalui panitia

persiapan, maka tercapailah kesepakatan seperti yang dituangkan dalam Konvensi Hukum Laut PBB 1982. Awalnya konvensi ini diharapkan dapat di terima secara konsesus, tetapi Amerika Serikat pada saat terakhir terasa sangat mengecewakan dan meminta diadakan voting (pemungutan suara) karena ternyata tetap menentang ketentuan dalam konvensi sehingga tak ikut menandatangani Konvensi. Namun demikian, walaupun menolak menerima dan menandatangani Konvensi, Amerika Serikat ikut menandatangani Final Act. Perjuangan hukum laut ini mulai memasuki tahap ketiga yaitu tahap implementasi, baik di dunia internasional, regional maupun nasional. Konvensi hanya diratifikasi oleh negara-negara berkembang dan tidak ada negara-negara maju yang meratifikasinya kecuali Iceland. Agreement ini telah ditandatangani oleh Indonesia (kini menunggu ratifikasi oleh Indonesia) dan membuat berbagai negara industry di dunia meratifikasi Konvensi seperti Jepang, Jerman, Perancis, Italia, Australia, Cina dan lain-lain. Namun demikian Amerika Serikat dan Kanda masih belum juga belum meratifikasi Konvensi Hukum Laut 1982 tersebut. Karna itu Amerika d Serikat dan Kanada adalah provisional members dalam ISBA selama 16 November 1994 s/d 16 November 1988. Pihak Indonesia, DEPLU, sudah sejak 1990 mengorganisir lokakarya-lokakaryanya untuk mengelola potensi konflik di Laut Cina Selatan melalui pengembangan dialog, confidance building measurs. Inisiatif ini telah disambut di seluruh dunia sebagai suatu contoh yang positif dari diplomasi pencegahan konflik yang dilakukan oleh Indonesia, khususnya di bidang kelautan.

C. Kawasan Sebelah Barat Indonesia Indonesia telah memberi perhatian yang lebih besar terhadap usaha-usaha kerjasama di Samudra Hindia yang melibatkan Negara-negara Afrika, Asia, Australia, baik dari pihak pemerintah ataupun lainnya.

BAB !V PERMASALAHAN Indonesia perlu selalu memperhatikan kepentingan nasional Indonesia dan tanggung jawab internasionalnya dalam menghadapi berbagai masalah yang berkaitan dengan Hukum Laut Internasional dan masalah-masalah kelautan, contohnya saja: Indonesia merencanakan membuka tiga jalur Utara-Selatan, yaitu melalui Selat sunda, Selat Lombok dan Selat Maluku. Akan tetapi beberapa Negara seperti Amerika Serikat, Inggris dan Australia meminta agar Indonesia juga segera membuka jalur Barat-Timur melalui Laut Jawa dan Laut Flores yang mereka nilai strategis sebab bisa memperpendek jarak tempuh dari/ke Samudra Hindia, Samudra PAsifik dan Laut Cina Selatan. Sesuai dengan ketentuan Konvensi, pihak-pihak lain juga mempunyai kepentingan di perairan Indonesia, yang hak-haknya di jamin oleh Konvensi. Untuk menjamin keamanan dan keselamatan laut-laut Indonesia perlu ditingkatkan usaha-uasaha untuk meningkatkan kemampuan penegakan hkum dan keamanan di laut. Banyak sekali masalah yang bisa mengemuka di masa depan yang menyangkut masalah-masalah perbataasan dengan Negara-negara tetangga termasuk masalah batas Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE). Batas ini harus diajukan kepada Contonental Shelf Commission di PBB menjelang 16 November 2004 untuk dipelajari dan di akui keabsahannya. Beberapa hal di dalam negeri yang perlu mendapat perhatian dalam rangka implementasi Hukum Laut: Susahnya mengembangkan koordinasi lintas sektorial yang efektif dan menghindari tugas-tugas yang tumpang tindih. Masih kurangnya pengertian yang mendalam terhadap ketentuan-ketentuan baru dalam Hukum Laut di kalangan pejabat maupun akademisi. Kurangnya dana untuk pengembangan sektor kelautan Perlunya perhatian yang lebih besar terhadap laut dalam Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN), Recana Pembangunan Lima Tahun (REPELITA), Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (RAPBN), dll.

Anda mungkin juga menyukai