Anda di halaman 1dari 18

1

BAB I PENDAHULUAN

Istilah kewirausahaan menurut Prof. DR. H. Yudha Bhakti A., SH., MH. secara umum dapat dikatakan sebagai suatu tindakan sadar dari seseorang yang memiliki sifat keunggulan berusaha yang progresif yang diaplikasikannya dalam mencapai suatu tujuan tertentu yang menginginkan perubahan positif. Dengan demikian, kewirausahaan akan berhubungan dengan segala sesuatu yang menyangkut teknik, metoda, sistem serta berbagai strategis bisnis pada umumnya yang dapat dipelajari tentang sukses atau mundurnya seorang wirausaha. Dewasa ini, kompetisi kewirausahaan terlihat sangat ketat dan sengit sehingga memunculkan kesempatankesempatan untuk melakukan kompetisi secara tidak sehat. Seharusnya, kompetisi secara tidak sehat tersebut harus dihilangkan dari dunia kompetisi usaha. Para pengusaha seharusnya dapat melakukan strategi usaha yang sehat, adil, dan jujur dalam mencapai tujuannya.

A.

LATAR BELAKANG MASALAH Latar belakang dari penulisan makalah ini adalah ketatnya kompetisi dalam berwirausaha yang dapat menimbulkan kesempatan-kesempatan untuk melakukan kompetisi secara tidak sehat.

B. PERUMUSAN DAN RUANG LINGKUP MASALAH Masalah yang akan dibahas merupakan masalah yang berkaitan dengan kompetisi kewirausahaan, pelanggaran dalam kompetisi kewirausahaan serta pengkaitan dari kompetisi kewirausahaan itu sendiri yang mencakup:

1. Kaitan dengan kaidah berpikir tepat dan logis. 2. Kaitan dengan etika profesi sebagai ilmu praktis dan ilmu terapan. 3. Kaitan dengan ideologi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. 4. Kaitan dengan Pancasila sebagai sistem nilai. 5. Kaitan dengan Pancasila sebagai paradigma pembangunan nasional. 6. Kaitan dengan UUD 1945 yang diamandemen.

C. TUJUAN PENULISAN Penulisan penelitian ini bertujuan untuk memperjelas pada masyarakat bahwa sebenarnya masalah kompetisi dalam berwirausaha dapat ditangani secara bijaksana oleh para pengusaha. Dengan penulisan penelitian ini diharapkan dapat menarik respon masyarakat untuk lebih mengetahui kaitan kompetisi dalam berwirausaha dengan berbagai aspek serta cara penyelesaiannya dari pelanggaran-pelanggaran yang ada dalam kompetisi kewirausahaan.

D. JENIS PENELITIAN DAN METODE ANALISIS Jenis penelitian yang dipakai adalah deskriptif, yaitu mendeskripsikan data yang sudah ada dan kemudian mengembangkannya, sedangkan metode yang digunakan adalah metode analisis historis, di mana data yang diambil sebagai sumber merupakan dari media yang sudah tersedia, seperti internet dan buku.

E. SISTEMATIKA PENULISAN Sistematika penulisan adalah dengan menjabarkan poin-poin yang sudah dikumpulkan per subbab pada bagian isi.

BAB II ISI

A.

KAITAN KAIDAH BERPIKIR TEPAT DAN LOGIS DENGAN KOMPETISI KEWIRAUSAHAAN Pemikiran secara tepat dan logis sebenarnya sangat berhubungan dengan komunikasi dan penggunaan struktur bahasa yang baik dan benar. Setiap kata-kata yang digunakan untuk berkomunikasi merupakan sebuah rangkaian dari berbagai term yang akhirnya membentuk suatu kalimat untun berkomunikasi dengan penafsiran tertentu. Dalam konteks Bahasa Indonesia, term-term tersebut terbagi atas beberapa aspek yang sangat rumit dan kompleks tergantung dari tingkat kesulitan bahasa itu sendiri. Penggolongan term ini didasarkan atas ciri-ciri mayoritas dari suatu sifat term itu sendiri. Dengan penggolongan term diharapkan suatu kalimat Bahasa Indonesia dapat terbentuk sesuai struktur yang baik dan benar tanpa ada penyimpangan arti dari suatu kalimat tersebut. Namun tak jarang terjadi kesesatan berpikir, yang berasal dari logika kita sendiri yang berusaha untuk membantah setiap informasi baru yang kita dapat dengan persepsi yang salah. Kesesatan berpikir umumnya menimbulkan kesesatan bahasa, yaitu tidak sinambungnya bahasa yang kita gunakan dengan pola pikir kita. Penyebab dan pencegahan dari kesesatan bahasa itu sendiri masih belum jelas diketahui penyebab pastinya, namun dapat dicegah dengan mengelompokkan kesesata-kesesatan tersebut sesuai dengan ciri mayoritasnya. Hasil dari pengelompokan tersebut adalah kesesatan bahasa yang berfokus pada struktur, dan kesesatan relevansi yang berkaitan dengan penafsiran dari bahasa itu sendiri. Berpikir tepat dan logis berarti berpikir dengan benar dan tanpa terjadi kesesatan di dalam berpikir tersebut. Berpikir tepat dan logis diperlukan di dalam semua aspek kehidupan, termasuk di dunia wirausaha. Pemerintah saat ini menggalakkan kewirausahaan di kalangan masyarakat. Hal ini semakin memicu ketatnya kompetisi di dunia wirausaha. Di sinilah kaidah berpikir tepat dan logis

diperlukan. Dalam memulai usaha, harus dipikirkan secara tepat semua faktor-faktor pendukungnya seperti modal, kemampuan, dan lain-lain. Ketika sudah masuk di dalam ketatnya kompetisi berwirausaha, seringkali seseorang mengalami banyak ganjalan dan halangan. Sekali lagi seorang wirausahawan wajib berpikir secara tepat dan logis. Dengan berpikir tepat dan logis, seorang wirausahawan mampu mencari jalan keluar dari masalah yang menimpa usahanya. Dengan berpikir tepat dan logis pula seorang wirausahawan mampu mencari jalan atau cara untuk mengembangkan usahanya agar tetap mampu bersaing dalam kompetisi berwirausaha.

B.

KAITAN ETIKA PROFESI SEBAGAI ILMU PRAKTIS DAN ILMU TERAPAN DENGAN KOMPETISI KEWIRAUSAHAAN Secara mendasar, etika merupakan ketentuan maupun tolak ukur yang membatasi antara perilaku yang baik dan yang buruk dalam sebuah masyarakat. Etika itu sendiri dibagi menjadi dua tahapan besar, yaitu etika praktis dan etika terapan. Etika praktis merupakan tahapan di mana etika masih melakukan kerja sama dengan ilmu lain untuk melihat prinsip yang baik dan buruk, sedangkan etika terapan lebih ke tahap praktek atau aplikasi nyata dalam kehidupan sehari-hari. Apabila etika sudah masuk ke dalam bagian profesi, etika tersebut berarti membahas tentang batas buruk dan baiknya praktek sebuah tindakan sesuai profesi yang ada di masyarakat, dan tiap-tiap profesi memiliki etika yang berbeda-beda untuk dipraktekkan. Etika profesi juga berlaku di dalam dunia kewirausahaan yang memiliki definisi sebagai berikut. Kewirausahaan (entrepreneurship) adalah proses penciptaan sesuatu yang baru pada nilai menggunakan waktu dan upaya yang diperlukan, menanggung resiko keuangan, fisik, serta riesiko sosial yang mengiringi, menerima imbalan moneter yang dihasilkan serta kepuasan dan kebebasan pribadi. (Hisrich, Robert D., halaman: 10)

Sesuai dengan definisi di atas, konsep awal dari kewirausahaan adalah keuntungan pribadi. Segala faktor produksi dimanfaatkan untuk menghasilkan keuntungan dan mendapat laba secara individualistis maupun kelompok terbatas. Hal ini tak urung memungkinkan munculnya usaha dan kompetisi yang tidak sehat dalam mengembangkan usaha bisnis pribadi masing-masing. Hal inilah yang terkadang melanggar etika di dalam kompetisi kewirausahaan. Sebelum membahas lebih lanjut, perlu diperhatikan juga bahwa etika profesi juga berlaku di dunia kewirausahaan. Etika tersebut mengatur batas-batas antar baik dan buruknya suatu tindakan atau keputusan, baik di dalam usaha itu sendiri maupun hubungan dengan kompetitor yang lain. Dengan adanya etika profesi yang tegas dan tersosialisasi dengan baik, sebenarnya diharapkan tidak terjadinya penyimpangan individu maupun kompetisi di dalam dunia kewirausahaan. Sayangnya, beberapa tindakan yang menyimpang dari etika di dalam dunia wirausaha pun masih banyak terjadi. Penyimpangan ini khususnya berasal dari kompetisi yang tidak sehat, dan kebanyakan pelanggaran ini terjadi dalam hal pemasaran yang berhubungan erat dengan pencemaran nama baik, dan eksploitasi sumber daya manusia dan produksi. Paragraf berikut akan membahas contoh nyata pelanggaran etika profesi dalam menjalankan usaha. Pernah terjadi di Jakarta, sebuah perusahaan GSM ingin mempromosikan keefisienan dari tarifnya dengan cara menyindir secara langsung produk kompetitornya melalui baliho yang dipasang bersebelahan dan menjelekkan pihak kompetitor. Dihaapakan dengan cara seperti itu penjualan produk GSM tersebut akan meningkat. Apakah metode kasar seperti ini berhasil pada akhirnya? TIDAK! Ternyata pemasangan iklan seperti itu malah menurunkan jumlah penjualan produksi GSM tersebut pada saat itu. Pertanyaan pentingnya adalah, mengapa terjadi hal yang tidak diharapkan? Mengapa respon yang dikeluarkan oleh masyarakat ternyata malah kebalikan dari respon yang dinantikan? Kembali ke definisi awal etika, bahwa etika secara umum merupakan tolak ukur dari perbuatan baik dan buruk seseorang ataupun kelompok, dan etika sendiri terbentuk dari kebiasaan masyarakat yang berulang-ulang. Ketika muncul iklan seperti itu,

masyarakat dapat menilai dari tinjauan terapan etika, apakah layak memasarkan produk dengan menjatuhkan secara eksplisit nama kompetitor saingan. Ketika masyarakat secara naluriah mengambil kesimpulan bahwa hal ini bertentangan dalam etika kompetisi wirausaha, mereka otomatis menolak untuk memberi dukugan terhadap perusahaan yang melanggar kode etik dan menghasilkan reaksi yang sebaliknya. Secara tidak langsung, etika merupakan sebuah tuntutan yang sangat keras sebagai syarat minimal yang harus dipenuhi untuk menjamin keberhasilan suatu usaha pemasaran dalam hal ini (Keraf, Sonny, 1998, halaman: 40). Orientasi utama wirausaha adalah mengambil keuntungan maksimal dengan usaha dan biaya tertentu, dan diusahakan seminimal mungkin. Hal inilah yang mungkin menjadi salah satu kontribusi utama mengapa pelanggaran etika profesi dapat terjadi. Karena motivasi kompetisi dengan wirausaha lainnya, terkadang yang terkena imbas penyimpangan kode etik adalah sumber daya manusia dan faktor produksi dari alam. Dengan meminimalisasi biaya demi mengunggulkan usaha pribadi dengan usaha kompetitor, pemeliharan kualitas lingkungan hidup akan menurun dan tak jarang beberapa tenaga kerja atau buruh mendapat perlakuan yang tak layak dan terjadi pelanggaran etika. Limbah dibuang sembarangan, tidak merawat kelestarian lingkungan, dan perlakuan tak adil terhadap pegawai merupakan beberapa contoh nyata pelanggaran etika profesi sederhana yang sudah tak asing lagi di telinga kita. Pelanggaran etika profesi tersebut secara langsung melanggar etika profesi praktis dan tidak langsung secara terapan (karena prinsip terapan merupakan perkembangan lebih lanjut dari prinsip praktis). Sebenarnya terdapat beberapa faktor yang kemungkinan menyebabkan pelanggaran etika profesi menjadi lebih seirng terjadi: 1. Motivasi yang kuat tetapi salah. Keuntungan besar merupakan motivasi yang utama dalam berwirausaha dan tidak dapat dihakimi salah. Motivasi ini akan dianggap salah apabila pada terapannya malah melanggar etika profesi dan menghalalkan segala cara untuk mengambil keuntungan dan memenangkan kompetisi antar wiraswasta.

2. Sosialisasi dan pendidikan yang kurang akan etika profesi kompetisi wirausaha, yang akhirnya menyebabkan terbatasnya pola pikir yang terlingkupi oleh batasan etika itu sendiri. 3. Perbedaan konsep etika dan lingkungan yang tidak mendukung , yang biasanya terbiasa dan malah membudayakan kebiasaan kompetisi yang tidak sehat. Dengan adanya 3 poin di atas, berjalannya kompetisi yang sehat akan lebih sulit sehingga penerapan etika kompetisi secara sehat harus lebih dibumikan lagi. Di beberapa negara, etika profesi khususnya di bidang kompetisi wirausaha berbeda-beda. Di beberapa negara, memasarkan suatu produk dengan menjelekkan atau mencantumkan nama produk lain sudah melanggar etika. Namun, di negara lain, sindir menyindir antar produk sudah menjadi hal yang biasa. Hal ini menunjukkan sifat etika profesi wirausaha yang heterogen tiap negara, yang pada akhirnya menuntut masyarakat untuk lebih kritis dalam menentukan dan menerapkan etika profesinya. Sebenarnya, kompetisi merupakan sebuah syarat mutlak dalam menjalan-kan kewirausahaan. Kompetisi akan mendorong wirausahawan untuk mencari faktor produksi dan sumber daya manusia secara lebih efisien dan meningkatkan kreativitas agar produknya unggul di pasaran dan dapat bersaing dengan baik. Tanpa kompetisi, takkan ada fluktuasi dalam praktek wirausaha. Namun, cara dari berkompetisi itu sendiri harus diperhatikan, apakah melanggar etika profesi secara praktis dan terapan atau tidak. Apabila kebaikan dan keburukan kompetisi tak terbatasi oleh etika profesi, akan terjadi kemungkinan terdapat kompetisi yang tak sehat di berbagai bidang usaha.

C.

KAITAN

IDEOLOGI

DALAM

KEHIDUPAN

BERBANGSA

DAN

BERNEGARA, SERTA MACAM-MACAM IDEOLOGI DENGAN KOMPETISI KEWIRAUSAHAAN Ideologi menurut Destutt de Tracy adalah kumpulan ide atau gagasan. Kata ideologi sendiri diciptakan oleh Destutt de Tracy pada akhir abad ke-18 untuk mendefinisikan "sains tentang ide". Dasar dari perubahan yang utama adalah ideologi

atau keyakinan, tetapi tentu saja ada perubahan yang tidak dilandasi oleh ideologi atau keyakinan. Demikian juga halnya dalam berwirausaha. Dalam hal ini kita belajar dari Tri Setyo Budiman (47), sebagaimana dikutip Kompas, 19 Juni 2008 : Dasar pertama memulai usaha sendiri adalah ideologi yang kuat, baru mencari metodologi yang tepat untuk mengimplementasikannya. Para pemula harus ingat, membangun usaha tak bisa dalam waktu singkat. Harus ada proses, yang bisa melatih kita agar tidak tergelincir. Langkah selanjutnya adalah mewujudkan ideologi/keyakinan dengan mencari pola manajerial praktis, yang mudah diterapkan sehari-hari sambil terus memperbaiki kelemahan. Dalam berwirausaha, para wirausaha harus tetap mendukung dan membela ideologi negara yaitu Pancasila,UUD 1945, dan kebijaksanaan pemerintah. Lahirnya suatu hukum dalam berusaha pada suatu negara merupakan pencerminan dari suatu ideologi suatu bangsa. Dalam sistem ekonomi kapitalis yang tidak terkontrol cenderung melahirkan monopoli melalui manajerial kartel yang sangat dominan yang dapat mengakibatkan terhambatnya mekanisme perdagangan, misalnya melahirkan tindakan price fixing, pembatasan wilayah pemasaran, diskriminasi harga terhadap wilayah tertentu, tying contract, merger atau akuisisi, inside trading, interlocking directorates, dan exclusive dealing contract. Praktek penghambatan perdagangan seperti dicontohkan diatas akan mengurangi kompetisi dalam usaha industri dan mungkin akan menghambat pelaku bisnis lainnya untuk memasuki bidang perdagangan tersebut. Dalam kehidupan berwirausaha, ideologi sangatlah penting karena menjadi dasar dalam pandangan, pemikiran dan pengambilan langkah-langkah keputusan dalam berusaha.

D.

KAITAN PANCASILA SEBAGAI SISTEM NILAI DENGAN KOMPETISI KEWIRAUSAHAAN

Dalam kehidupan bermasyarakat di Indonesia, nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila harus tetap kita pegang teguh karena pancasila menjadi pedoman dalam kehidupan kita, salah satunya adalah dalam berwirausaha. Sebelum melanjutkan lebih dalam mengenai nilai-nilai pancasila dalam berwirausaha, kita harus mengetahui apa itu kewirausahaan. Dalam sebuah artikel di www.geocities.com/yudhanet/a07.pdf, Penulis membaca sebuah artikel yang di tulis oleh Prof. DR. H. Yudha Bhakti A, SH., MH. Di artikel itu menyebutkan kewirausahaan berarti suatu tindakan sadar dari seseorang yang memiliki sifat keunggulan berusaha yang progresif yang di aplikasikannya dalam mencapai suatu tujuan tertentu yang menginginkan perubahan positif. Dalam wirausaha banyak terjadi kompetisi tidak sehat yang berlawan dengan nilai-nilai pancasila. Kompetisi usaha tidak sehat adalah kompetisi antar pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi atau pemasaran barang atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat kompetisi usaha. Kompetisi yang tidak sehat telah menimbulkan suasana tidak baik pada mekanisme pasar sehingga pada akhirnya mengakibatkan kerugian bagi para konsumen dan konsumen. Masalah kompetisi tidak sehat ini melibatkan paling tidak empat pelaku utama, yaitu konsumen , pengusaha, pemerintah dan masyarakat. Peran pemerintah dalam membuat peraturan yang mengatur agar tidak terjadi kompetisi tidak sehat ini sangat penting, karena jika kompetisi tidak sehat ini terjadi bukan hanya konsumen yang dirugikan, produsen pun akan mengalami kerugian. Namun peraturan yang baik hanya akan ada artinya jika diikuti oleh adanya kesadaran hukum dalam masyarakat tempat pengaturan itu dikeluarkan. Alasan utama dibuat peraturan tentang kompetisi itu adalah harus adanya kesederajatan kedudukan antara konsumen dan produsen sehingga tidak ada yang dirugikan. Manfaat dengan dibuatnya peraturan itu adalah optimalisasi peningkatan watak dan kualitas pengusaha untuk menjadi seorang pengusaha yang memperhatikan kepentingan masyarakat sekitarnya, ini akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia. Inti dari artikel yang Penulis baca menyebutkan bahwa ada dua nilai yang harus tetap kita jaga yaitu kesederajatan kedudukan dan memperhatikan kepentingan

10

masyarakat. Kesederajaan kedudukan sesuai dengan sila kedua dan kelima pancasila yang berbunyi, Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab dan Keadilan Bagi Seluruh Rakyat Indondesia, memperhatikan kepentingan masyarakat juga sesuai dengan sila kelima.

E.

KAITAN

PANCASILA

SEBAGAI

PARADIGMA

PEMBANGUNAN

NASIONAL: DIKAITKAN DENGAN NILAI-NILAI PANCASILA DENGAN KOMPETISI KEWIRAUSAHAAN Dewasa ini pengannguran ada di mana-mana, baik di daerah kota maupun desa. Banyak penggangguran yang menganggur karena di-PHK, tetapi juga ada yang menganggur karena mereka tidak diterima bekerja ketika melamar pekerjaan. Sebenarnya di-PHK atau tidak diterima kerja bukanlah suatu masalah yang besar jika kita kreatif dan ada usaha. Jika kita mau berpikir banyak cara untuk memperoleh atau bahkan memiliki perkerjaan. Memiliki? Ya. Satu-satunya cara adalah dengan berwirausaha. Kebanyakan orang di Indonesia agak takut berwirausaha. Dalam benak mereka, wirausaha adalah suatu hal yang melelahkan dan menjemukan serta hasil yang didapat tidak menentu. Orang Indonesia lebih suka berkerja di lingkungan pemerintahan dan juga bekerja di suatu perusahaan swasta ternama meskipun posisi kita di perusahaan itu adalah pekerja rendahan. Namun, resiko bekerja di suatu perusahaan swasta ternama juga besar. Salah satunya resiko paling memberatkan pekerja adalah di-PHK. Namun kalau kita semua memiliki pikiran seperti di atas, negara dan bangsa kita sulit untuk maju. Rakyat kita cenderung akan bergantung dan kurang memiliki inisiatif untuk menciptakan lapangan kerja. Pemerintah juga akan mengalami kesulitan untuk menyelesaikan masalah pengangguran. Pemerintah harus menyediakan lapangan kerja. Oleh karena itu kita harus memiliki inisiatif dalam berbisnis. Jika diantara kita semua sudah memiliki inisiatif untuk berwirausaha, bukan tidak mungkin sedikit demi sedikit pengangguran akan berkurang.

11

Namun, untuk berwirasausaha kita harus mematuhi peraturan-peraturan yang ada. Salah satunya mematuhu peraturan dalam berwirausaha yang ada hubungan dengan pancasila. Dalam berwirausaha kita harus berlandaskan pada nilai-nilai pancasila, yaitu jujur, adil, tidak curang, berasas kekeluargaan, pantang penyerah, kerja kers, tidak curang, dan tidak membeda-bedakan pelayanan terhadap suku yang berbeda. Jika seorang usahawan bisa mempraktekkan semua nilai-nilai pancasila, maka tidak menutup kemungkinan usahanya akan sukses. Wirausaha juga merupakan kontribusi warga negara Indonesia untuk pembangunan nasional. Coba bayangkan jika semua warga negara berwirausaha, maka kita tidak lagi bergantung dengan negara lain untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Pendapatan nasional Indonesia juga akan meningkat karena pemasukan pajak juga akan meningkat. Jika pemasukan meningkat, maka ada cukup banyak dana untuk membangun sarana dan prasana untuk kepentingan rakyat Indonesia. Namun hal di atas akan sia-sia jika tidak dilandasi pancasila.Akibatnya pembangunan nasional cenderung sentralistik, dimana pembangunan pesat akan terjadi di daerah pusat pemerintahan saja sedangka di daerah yang jauh dengan pusat pemerintahan akan terlantakan. Inilah yang tidak diinginkan. Oleh karena itu, dalam berwirausaha kita wajib memegang teguh nilai-nilai pancasila

F.

KAITAN UUD 1945 YANG DIAMANDEMEN: MASA REFORMASI DENGAN KOMPETISI KEWIRAUSAHAAN Secara sederhana, berusaha merupakan keinginan dari setiap orang dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan. Masalah kompetisi di bidang kewirausahaan melibatkan setidaknya empat pihak, yaitu konsumen, pengusaha, pemerintah, dan masyarakat. Kompetisi yang tidak sehat telah menimbulkan suasana tidak baik pada mekanisme pasar sehingga menimbulkan kerugian bagi konsumen maupun produsen. Dalam hal ini, peran pemerintah dalam melaksanakan kebijaksanaan ekonominya akan sangat menentukan bagi perlindungan kedua belah pihak. Adanya kompetisi yang jujur

12

dapat memberi kepastian bagi konsumen itu sendiri. Untuk itu tujuan akhir dari pengaturan kompetisi adalah untuk kepentingan konsumen, sehingga diperlukan adanya kebijaksanaan pemerintah untuk menentukan prioritas. Kepentingan konsumen itu sendiri juga dijamin oleh hukum yang disesuaikan dengan kondisi konsumen dan pasar sekalipun pengaturan itu masih perlu lebih ditingkatkan. Pengaturan tentang kompetisi usaha dalam prakteknya memerlukan pula suatu perubahan orientasi sikap atau perilaku. Masalah sikap ini berkaitan dengan penerapan hukum itu sendiri. Pengaturan kompetisi usaha ini perlu diikuti peran aktif pemerintah untuk bersikap responsif dalam mengambil langkah dan tindakan yang diperlukan sehubungan dengan pelaksanaan suatu undang-undang. Secara substantif adanya undang-undang yang mengatur kompetisi secara sehat diharapkan menjadi pemicu bagi perkembangan dunia usaha yang wajar dan adil bagi segenap pihak. UUD 1945 menjamin hak setiap warga negara untuk menjalankan usahanya bagi kehidupannya seperti yang tertulis dalam UUD 1945 pasal 27 ayat 2 yang menyatakan bahwa tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Tetapi dalam kompetisi kewirausahaan seharusnya timbul juga rasa saling menghormati hak-hak berusaha para wirausaha yang lain, seperti tercantum dalam UUD 1945 pasal 28J ayat 1, yang merupakan hasil Amandemen UUD 1945 kedua, yang menyatakan bahwa setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

CONTOH KASUS

Isu Telepon dan SMS Layar Merah "Terbukti" Meminta Korban Selasa, 13-05-2008 13:41:57 oleh: Sabjan Badio (http://www.wikimu.com/News/displaynews.aspx?id=8207)

13

Beberapa waktu lalu, saya mendapat SMS dari saudara di Sumatra, bertanya perihal telepon atau SMS layar merah. Telepon dan SMS tersebut ada hubungannya dengan angka 666 (angka syetan). Mulanya, saya mendiamkan aja. Lama-lama, tertarik juga untuk mencari tahu. Setelah tanya sana tanya sini, browsing beberapa saat, barulah saya paham apa yang dimaksudkan dengan telepon layar merah atau SMS layar merah. Kabarnya, jika SMS atau telpon tersebut diterima, akan menyebabkan si penerimanya sakit bahkan mati. Kabar lain mengemukakan bahwa sudah terbukti beberapa korban di Sumatra. Membaca lebih lanjut soal korban, ternyata kejadiannya begini: Sang suami bercerita tentang telpon layar merah kepada istrinya, istrinya jadi ketakutan. Beberapa saat kemudian, istrinya menerima telpon dari nomor yang belum tercatat di handpone-nya. Perempuan tersebut langsung pingsan. Jika itu benar terjadi, bukan gara-gara telpon layar merah kan? Logisnya si istri ketakutan atas cerita suaminya. Ketakutan sama saja dengan tekanan psikologis. Hal ini sama seperti diagnosa dokter: tekanan psikologis. Jadi, bukan karena telpon layar merah (tapi karena isu telpon layar merah, benar). Tidak perlu dibesar-besarkanlah. Cerita lain pula, telepon dan SMS tersebut berhubungan dengan operator baru, AXIS (soal yang ini saya benar-benar tidak tahu). Bersamaan dengan itu, ada juga cerita tentang santet. Soal santet lewat SMS, Ki Gendeng Pamungkas mengatakan mungkin saja, tapi yang bisa cuma dia. Jadi, kalau ada yang disantet lewat SMS, tinggal minta pertanggungjawaban Ki Gendeng Pamungkas aja, kan cuma dia yang bisa (dan mungkin)? Kemudian, ada analisis lain, WHO (melalui Kepdik Prof. Dr. Blanca Lochar, cerita lain melalui Kepdik Prof. Dr. Adi Mok) menyatakan bahwa itu radiasi infra merah yang dipancarkan secara berlebihan. Ini tidak mungkin terjadi, seorang yang mengerti elektronika berujar: sebelum infra red yang begitu besar sampai ke HP kemudian ke

14

pemiliknya, BTS-nya akan hancur duluan. Buktinya tidak ada BTS yang rusak karena infra red. Setelah melacak lebih lanjut, saya menemukan kenyataan: WHO tidak pernah mengemukakan pernyataan soal infra red tersebut. Mereka juga tidak mempunyai anggota (baik tingkat regional maupun internasional) yang bernama Prof. Dr. Blanca Lochar atau pun Prof. Dr. Adi Mok seperti yang diberitakan. Soal infra red ternyata bohong besar yang lain di antara kebohongan-kebohongan yang lain. Yang mungkin benar hanyalah: Beberapa orang pingsan dan mungkin meninggal gara-gara ketakutan setelah mendengar isu bohong telpon dan SMS layar merah, kemudian disingkat menjadi Beberapa Orang Menjadi Korban Telpon dan SMS Layar Merah. Sesuai dengan judul tulisan ini, yang meminta korban adalah isunya bukan telpon atau SMS-nya. (***) Contoh kasus ini menunjukkan adanya kompetisi secara tidak sehat di dalam kompetisi usaha antar operator telepon seluler. AXIS sebagai pendatang baru di dunia provider dihujani isu-isu yang sebenarnya tidak masuk akal tetapi berdampak luas dan besar di masyarakat sehingga menyebabkan kecemasan dan penilaian yang buruk terhadap provider AXIS. Para oknum yang tidak bertanggung jawab menyebarkan isuisu ini untuk membuat prasangka negatif dalam masyarakat agar provider AXIS menjadi tidak laku. Hal ini jelas-jelas melanggar norma, etika, serta hukum yang ada. Setiap warga negara berhak untuk menjalankan usaha yang dilakukannya yang merupakan pencerminan dari UUD 1945 pasal 27 ayat 2. Selain itu, kasus ini juga mencemarkan nama provider AXIS. Seharusnya, pengusaha provider dapat bertindak lebih adil dan jujur, serta dapat melakukan strategi usaha yang baik, bukan dengan cara menjatuhkan usaha perusahaan lain.

15

BAB III PENUTUP

A.

KESIMPULAN

16

Kehidupan wirausaha penting dalam kemajuan suatu bangsa dan negara. Dalam berwirausaha terdapat hukum, norma, serta etika dalam berusaha yang mengatur perilaku pengusaha dalam kegiatannya. Namun, beberapa tindakan yang menyimpang dalam dunia wirausaha pun masih banyak terjadi. Penyimpangan ini khususnya berasal dari kompetisi yang tidak sehat, dan kebanyakan pelanggaran ini terjadi dalam hal pemasaran yang berhubungan erat dengan pencemaran nama baik, dan eksploitasi sumber daya manusia dan produksi. Orientasi utama wirausaha adalah mengambil keuntungan maksimal dengan usaha dan biaya tertentu yang diusahakan seminimal mungkin. Hal inilah yang mungkin menjadi salah satu kontribusi utama mengapa pelanggaran dalam dunia wirausaha dapat terjadi. Sebenarnya, kompetisi merupakan sebuah syarat mutlak dalam menjalankan kewirausahaan. Tanpa kompetisi, takkan ada fluktuasi dalam praktek wirausaha. Namun, cara dari berkompetisi itu sendiri harus diperhatikan. Kegiatan wirausaha harus dilakukan sesuai nilai, norma, hukum, serta etika yang ada sehingga dapat terwujud wirausaha yang sehat, jujur, dan adil, serta dapat menguntungkan konsumen ataupun produsen. Selain itu, pengaturan kompetisi usaha ini perlu diikuti juga peran aktif dari pemerintah untuk bersikap responsif dalam mengambil langkah dan tindakan yang diperlukan sehubungan dengan pelaksanaan kegiatan wirausaha yang sehat.

B.

SARAN Kegiatan wirausaha harus dilakukan sesuai nilai, norma, hukum, serta etika yang

ada, hal-hal inilah yang seharusnya dipahami dan dilakukan oleh para pengusaha sehingga kehidupan wirausaha yang sehat, adil, dan jujur dapat terwujud di masyarakat. Selain itu, pemerintah juga seharusnya berperan aktif dalam menyelesaikan masalah kompetisi yang tidak sehat ini. Selain membuat peraturan dan perundangan yang ada, pemerintah juga harus mengawasi penerapannya di kehidupan wirausaha yang sebenarnya sehingga kehidupan kompetisi kewirausahaan yang sehat dapat segera

17

terwujud di dalam masyarakat. Saran untuk menghindari penyimpangan dalam kompetisi kewirausahaan berkaitan dengan aspek yang telah dijabarkan di atas: 1. Kaidah berpikir tepat dan logis : Wirausahawan harus mampu mencari jalan atau cara untuk mengembangkan usahanya agar tetap mampu bersaing dalam kompetisi berwirausaha. 2. Etika profesi sebagai ilmu praktis dan ilmu terapan : Wirausahawan dapat mematuhi etika-etika yang ada dan tidak menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuannya. 3. Ideologi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara : Wirausahawan harus memiliki ideologi/keyakinan dalam menjalankan usaha karena ideologi menjadi dasar dalam pandangan, pemikiran dan pengambilan langkah-langkah keputusan dalam berusaha. 4. Pancasila sebagai sistem nilai : Wirausahawan harus tetap menjaga kesederajatan kedudukan dan memperhatikan kepentingan masyarakat dalam mencapai tujuan-tujuan usahanya. 5. Pancasila sebagai paradigma pembangunan nasional : Dalam berwirausaha, wirausahawan harus berlandaskan pada nilai-nilai pancasila, yaitu jujur, adil, tidak curang, berasas kekeluargaan, pantang penyerah, kerja keras, tidak curang, dan tidak membeda-bedakan pelayanan terhadap suku yang berbeda. 6. UUD 1945 yang diamandemen : Dalam kegiatan berwirausaha, wirausahawan harus dapat mematuhi peraturan/undang-undang yang ada dan harus dapat menghormati hak-hak orang lain dalam berusaha. Pemerintah juga harus berperan aktif dalam mengawasi penerapan undang-undang tersebut di dalam kegiatan berwirausaha yang nyata. C. UCAPAN TERIMA KASIH

18

Alhamdulillah, Penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Untuk itu, Penulis ingin menghaturkan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu Penulis hingga makalah ini dapat terselesaikan: 1. 2. 3. Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan karunia-Nya Penulis Priyanto S.S, M.Hum, karena atas dukungan dan bimbingannya, Penulis Pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu dalam dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. dapat menyelesaikan makalah ini dengan sebaik-baiknya. mendukung selesainya makalah ini.

D.

DAFTAR PUSTAKA

Hisrich, Robert D. dkk. 2004. Kewirausahaan. Jakarta: Salemba Empat. Keraf, Dr. A. Sonny. 1998. Etika Bisnis: Tuntutan dan Relevansinya. Yogyakarta: Kanisius. 2004. Prof. DR. H. Yudha Bhakti A., SH., MH., Etika dan Hukum Kewirausahaan, www.geocities.com/yudhanet/a07.pdf, (diakses tanggal 2 Oktober 2009, pukul 20.15) Erwin, Berwirausaha Karena Ideologi, http://mybusinessblogging.com/entrepreneur/ category/uncategorized/page/11/, (diakses tanggal 4 Oktober 2009, pukul 07.15) Haqil, Mengembangkan Kemampuan Usaha Kita, http://forum.kotasantri.com/view topic.php?t=1281&sid=cce0ceabbb1a6bf738db872654aa2c0e (diakses tanggal 4 Oktober 2009, pukul 07.35) Sumber Pendukung: http://id.wikipedia.org/wiki/Ideologi (diakses tanggal 4 oktober 2009, pukul 08.05)

Anda mungkin juga menyukai