Anda di halaman 1dari 9

Masalah Agraria Dalam Pembangunan Buat konsep, tanggapan dan kesimpulan: 1. Sertifikat sGanda 2. Larasita 3.

Penyeleasian sengketa tanah di tinjau dari hukum Jawab: 1. Sertifikat Ganda Sertifikat ganda adalah dua buah sertifikat atau lebih dimana obyek tanahnya sebagian atau seluruhnya sama, tetapi data subyeknya bisa sama atau bisa juga berlainan. Ada beberapa kemungkinan terjadinya sertifikat ganda yaitu : 1. Kedua atau lebih sertfikatnya asli tapi salah satunya asli tapi palsu. Artinya keduanya mempunyai salinan/arsip di Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota. Hal ini Terjadi karena suatu bidang tanah sudah bersertifikat akan tetapi di daftarkan lagi pada Kantor Pertanahan, jadi keduanya memang asli produk BPN akan tetapi obyek/bidang tanahnya sama baik letak, posisi maupun luasnya. 2. Kedua sertifikat palsu artinya kedua sertifikat tersebut tidak terdapat salinannya di Kantor Pertanahan/BPN atau tidak ada arsipnya. 3. Salah satu atau lebih sertifikat tersebut merupakan bagian dari sertifikat yang lain. Hal ini terjadi karena bidang tanah yang didaftarkan seharusnya didaftarkan melalui proses pemecahan sertifikat induknya, atau sebaliknya penerbitan sertifikat yang satu harusnya merupakan penggabungan dari beberapa sertifikat yang lain. 4. Overlapping (tumpang tindih) yaitu ada dua atau lebih sertifikat yang tumpang tindih satu dengan lainnya sehingga bagian yang tumpang tindih

tersebut merupakan sertifikat ganda. Karena sebagian tanahnya termasuk dalam sertifikat yang lain.

Sertifikat ganda menimbulkan sengketa/permasalahan pertanahan yang komplek. Oleh karena itu tindakan pencegahan perlu dilakukan agar tidak terbit sertifikat ganda. Upaya yang paling utama adalah dengan dibuatkan basis data bidang tanah yang lengkap up to date mudah dalam pencarian terintegrasi dengan data subyek dan data yuridisnya dalam sistem komputerisasi pertanahan. Memang untuk membangun basis data tersebut memerlukan biaya yang sangat besar akan tetapi demi terlaksananya pendaftaran tanah yang tertib dan teratur kegiatan tersebut harus dilakukan. Karena selain untuk mencegah sengketa akibat sertfikat ganda juga dapat meningkatkan efisiensi pelayanan pendaftaran tanah karena bidang-bidang tanah yang dimohon sertifikat tidak perlu diukur lagi.

2. Larasita Larasita ( Layanan Rakyat Untuk Sertifikasi Tanah ) adalah Pola Pelayanan Pertanahan yang secara aktif dilakukan oleh BPN RI bagi masyarakat dalam pengurusan pertanahan untuk memberikan keadilan bagi masyarakat, mempercepat proses, meningkatkan cakupan wilayah dan untuk menjamin pengurusan pertanahan tanpa perantara dengan cara mendekatkan pelayanan BPN RI secara langsung kepada masyarakat melalui Kantor Pertanahan Bergerak (mobile office). Larasita ( Layanan Rakyat untuk Sertipikasi Tanah ) dikembangkan dari motivasi untuk lebih mendekatkan Badan Pertanahan Nasional RI ( BPN RI ) dengan masyarakat, sekaligus mengubah paradigma pelayanan BPN RI dari "menunggu / pasif" menjadi " menjemput / aktif " mendatangi masyarakat secara langsung. Larasita menjalankan tugas pelayanan sertipikasi tanah dimanapun target kegiatan berada ( Kantor Pertanahan Bergerak / mobile office ). Dengan Kantor

Bergerak tersebut akan memberikan ruang interaksi antara aparat BPN RI / Kantor Pertanahan dengan masyarakat sampai tingkat Kecamatan, Desa / Kelurahan, RT / RW diseluruh wilayah kerja, terutama pada wilayah yang jauh dari Kantor Pertanahan. 3. Penyelesaian sengketa tanah 1. Mediasi Salah satu alternatif penyelesaian sengketa (tanah) adalah melalui upaya mediasi. Mediasi sebagai penyelesaian sengketa alternatif menawarkan cara penyelesaian sengketa yang khas. Karena prosesnya relatif sederhana, maka waktunya singkat dan biaya dapat ditekan. Mediasi pada intinya adalah a process of negotiations facilitated by a third person who assist disputens to pursue a mutually agreeable settlement of their conlict. Sebagai suatu cara penyelesaian sengketa alternatif, mediasi mempunyai ciri-ciri yakni waktunya singkat, terstruktur, berorientasi kepada tugas, dan merupakan cara intervensi yang melibatkan peras serta para pihak secara aktif. Keberhasilan mediasi ditentukan itikad baik kedua belah pihak untuk bersama-sama menemukan jalan keluar yang disepakati. Aria S. Hutagalung (2005) menegaskan mediasi memberikan kepada para pihak perasaan kesamaan kedudukan dan upaya penentuan hasil akhir perundingan dicapai menurut kesepakatan bersama tanpa tekanan atau paksaan. Dengan demikian, solusi yang dihasilkan mengarah kepada win-win solution. Upaya untuk mencapai win-win solution ditentukan oleh beberapa faktor di antaranya proses pendekatan yang obyektif terhadap sumber sengketa lebih dapat diterima oleh pihak-pihak dan memberikan hasil yang saling menguntungkan dengan catatan bahwa pendekatan itu harus menitikberatkan pada kepentingan yang menjadi sumber konflik.

Selain itu, faktor kemampuan yang seimbang dalam proses negosiasi atau musyawarah. Perbedaan kemampuan tawar menawar akan menyebabkan adanya penekanan oleh pihak yang satu terhadap yang lainnya. Pilihan penyelesaian sengketa melalui mediasi mempunyai kelebihan dari segi biaya, waktu, dan pikiran bila dibandingkan dengan berperkara di muka pengadilan, di samping itu kurangnya kepercayaan atas kemandirian lembaga peradilan dan kendala administratif yang melingkupinya membuat lembaga pengadilan merupakan pilihan terakhir untuk penyelesaian sengketa. Maria SW.Sumardjono (2005) menyatakan segi positif mediasi sekaligus dapat menjadi segi negatif, dalam arti keberhasilan mediasi semata-mata tergantung pada itikad baik para pihak untuk menaati kesepakatan bersama tersebut karena hasil akhir mediasi tidak dapat dimintakan penguatan kepada pengadilan. Supaya kesepakatan dapat dilaksanakan (final and binding) seyogyanya para pihak mencantumkan kesepakatan tersebut dalam bentuk perjanjian tertulis yang tunduk pada prinsip-prinsip umum perjanjian. Menurut pengalaman di Amerika Serikat, Inggris, dan Australia pada umumnya mediasi lebih sesuai untuk diterapkan dalam kasus-kasus yang menyangkut kelangsungan hubungan antara para pihak, keseimbagan kekuatan antara kedua belah pihak, sengketa yang berjangka waktu singkat, atau sengketa yang tidak pasti hasil akhirnya bila dibawa ke pengadilan. Untuk Indonesia, kasus-kasus yang lebih sesuai untuk diselesaikan melalui mediasi adalah kasus-kasus yang segi hukumnya kurang mengemuka dibandingkan dengan segi kepentingan (interest) para pihak. Dalam perkembangannya, penyelesaian sengketa melalui ADR secara implisit dimuat dalam Perpres No.10 Tahun 2006 tentang BPN. Selanjutnya telah diterbitkan Keputusan Kepala BPN No.34/2007 tentang Petunjuk Teknis Penanganan dan

Penyelesaian Masalah Pertanahan. Dalam menjalankan tugasnya menangani sengketa pertanahan, BPN melakukan upaya antara lain melalui mediasi. Mengingat bahwa pada masa yang akan datang lebih banyak lagi diperlukan cara-cara penyelesaian sengketa di luar pengadilan, maka dalam rangka pemikiran ke arah realisasi lembaga mediasi, khususnya dalam sengketa pertanahan, perlu persiapkan beberapa hal yakni penyiapan sumber daya manusianya (mediator), pelatihan jangka waktu serta fasilitatornya, dan adanya suatu badan yang berwenang untuk memberi pelatihan dan sertifikat bagi mediator. Mengingat bahwa bangsa Indonesia terkenal dengan penyelesaian masalah melalui musyawarah untuk mencapai mufakat, kiranya pemanfaatan lembaga mediasi dapat merupakan alternatif yang berdampak positif untuk penyelesaian sengketa pertanahan. 2. Cara penyelesaian sengketa tanah melalui BPN(Badan Pertanahan Nasional) yaitu: Kasus pertanahan itu timbul karena adanya klaim / pengaduan / keberatan dari masyarakat (perorangan/badan hukum) yang berisi kebenaran dan tuntutan terhadap suatu keputusan Tata Usaha Negara di bidang pertanahan yang telah ditetapkan oleh Pejabat Tata Usaha Negara di lingkungan Badan Pertanahan Nasional, serta keputusan Pejabat tersebut dirasakan merugikan hak-hak mereka atas suatu bidang tanah tersebut. Dengan adanya klaim tersebut, mereka ingin mendapat penyelesaian secara administrasi dengan apa yang disebut koreksi serta merta dari Pejabat yang berwenang untuk itu. Kewenangan untuk melakukan koreksi terhadap suatu keputusan Tata Usaha Negara di bidang pertanahan (sertifikat / Surat Keputusan Pemberian Hak Atas Tanah), ada pada Kepala Badan Pertanahan Nasional. Kasus pertanahan meliputi beberapa macam antara lain : 1. mengenai masalah status tanah, 2. masalah kepemilikan,

3. masalah bukti-bukti perolehan yang menjadi dasar pemberian hak dan sebagainya. Setelah menerima berkas pengaduan dari masyarakat tersebut di atas, pejabat yang berwenang menyelesaikan masalah ini akan mengadakan penelitian dan pengumpulan data terhadap berkas yang diadukan tersebut. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan sementara apakah pengaduan tersebut dapat diproses lebih lanjut atau tidak dapat. Apabila data yang disampaikan secara langsung ke Badan Pertanahan Nasional itu masih kurang jelas atau kurang lengkap, maka Badan Pertanahan Nasional akan meminta penjelasan disertai dengan data serta saran ke Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi dan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten / Kota setempat letak tanah yang disengketakan. Bilamana kelengkapan data tersebut telah dipenuhi, maka selanjutnya diadakan pengkajian kembali terhadap masalah yang diajukan tersebut yang meliputi segi prosedur, kewenangan dan penerapan hukumnya. Agar kepentingan masyarakat (perorangan atau badan hukum) yang berhak atas bidang tanah yang diklaim tersebut mendapat perlindungan hukum, maka apabila dipandang perlu setelah Kepala Kantor Pertanahan setempat mengadakan penelitian dan apabila dari keyakinannya memang harus distatus quokan, dapat dilakukan pemblokiran atas tanah sengketa. Kebijakan ini dituangkan dalam Surat Edaran Kepala Badan Pertanahan Nasional tanggal 14-11992 No 110-150 perihal Pencabutan Instruksi Menteri Dalam Negeri No 16 tahun 1984. Dengan dicabutnya Instruksi Menteri Dalam Negeri No 16 Tahun 1984, maka diminta perhatian dari Pejabat Badan Pertanahan Nasional di daerah yaitu para Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi dan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota, agar selanjutnya di dalam melakukan penetapan status quo atau pemblokiran hanya dilakukan apabila ada penetapan Sita Jaminan (CB) dari Pengadilan. (Bandingkan dengan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No 3 Tahun 1997 Pasal 126).

Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa apabila Kepala Kantor Pertanahan setempat hendak melakukan tindakan status quo terhadap suatu Keputusan Tata Usaha Negara di bidang Pertanahan (sertifikat/Surat Keputusan Pemberian Hak Atas Tanah), harusnya bertindak hati-hati dan memperhatikan asas-asas umum Pemerintahan yang baik, antara lain asas kecermatan dan ketelitian, asas keterbukaan (fair play), asas persamaan di dalam melayani kepentingan masyarakat dan memperhatikan pihak-pihak yang bersengketa. Terhadap kasus pertanahan yang disampaikan ke Badan Pertanahan Nasional untuk dimintakan penyelesaiannya, apabila dapat dipertemukan pihak-pihak yang bersengketa, maka sangat baik jika diselesaikan melalui cara musyawarah. Penyelesaian ini seringkali Badan Pertanahan Nasional diminta sebagai mediator di dalam menyelesaikan sengketa hak atas tanah secara damai saling menghormati pihak-pihak yang bersengketa. Berkenaan dengan itu, bilamana penyelesaian secara musyawarah mencapai kata mufakat, maka harus pula disertai dengan bukti tertulis, yaitu dari surat pemberitahuan untuk para pihak, berita acara rapat dan selanjutnya sebagai bukti adanya perdamaian dituangkan dalam akta yang bila perlu dibuat di hadapan notaris sehingga mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna. Pembatalan keputusan tata usaha negara di bidang pertanahan oleh Kepala Badan Pertanahan Nasional berdasarkan adanya cacat hukum/administrasi di dalam penerbitannya. Yang menjadi dasar hukum kewenangan pembatalan keputusan tersebut antara lain: 1. Undang-Undang No 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. 2. Peraturan Pemerintah No 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. 3. Keputusan Presiden No 34 Tahun 2003 tentang Kebijakan Nasional Di Bidang Pertanahan.

4. Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No 3 Tahun 1999. Dalam praktik selama ini terdapat perorangan / badan hukum yang merasa kepentingannya dirugikan mengajukan keberatan tersebut langsung kepada Kepala Badan Pertanahan Nasional. Sebagian besar diajukan langsung oleh yang bersangkutan kepada Kepala Badan Pertanahan Nasional dan sebagian diajukan melalui Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota setempat dan diteruskan melalui Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi yang bersangkutan. 3. Melalui Pengadilan Penyelesaian kasus sengketa tanah harus dilakukan melalui pengadilan yang berkeadilan. Keadilan diartikan sebagai suatu seimbang , tidak berat sebelah atau tidak memihak. Berarti, azas keadilan harus terpenuhi diantar pihak yang bersengketa yang meliputi; 1. azas quality before the law yaitu azas persamaan hak dan derajat di muka hukum. 2. azas equal protection on the law yaitu azas yang menyatakan bahwa setiap orang berhak mendapat perlindungan yang sama oleh hukum. 3. azas equal justice under the law yaitu azas yang menyatakan bahwa tiap orang mendapat perlakuan yang sama di bawah hukum. Bila azas keadilan tidak terpenuhi maka penyelesaiannya akan berlarut-larut, dimana warga tidak memperolah persamaan hak berupa pengakuan kepemilikan tanah. Dalam kasus sengketa tanah diperlukan peran serta pemerintah untuk

menyelesaikannya dengan akal sehat dan menggunakan kaidah berpikir tepat dan logis. Kaidah berpikir tepat dan logis merupakan cara berpikir sesuai tahap-tahap penalaran atau kegiatan akal budi. Prinsip akal budi secara aspek mental meliputi pengertian (concept), putusan (judgement) dan penyimpulan (reasoning). Sumber:

http://www.bpnserang.org/index.php?option=com_content&view=article&id=85&Ite mid=17 diunduh tanggal 2 Juni 2012 http://bachtiarpropertydotcom.wordpress.com/2011/07/27/penyelesaian-sengketatanah-melalui-mediasi/ diunduh 4 Juni 2012 http://makalahdanskripsi.blogspot.com/2008/08/hukum-agraria-penyelesaiansengketa.html diunduh 4 Juni 2012 http://rinaa90.wordpress.com/2011/05/23/penyelesaian-kasus-sengketa-tanah-dimeruya/ diunduh 3 Juni 2012 http://portaldaerah.bpn.go.id/Propinsi/Jawa-Tengah/KabupatenBanjarnegara/Artikel/LARASITA--KANTAH-KABUPATENBANJARNEGARA.aspx diunduh 4 Juni 2012 http://srikuntjoro.wordpress.com/2010/04/10/sertipikat-ganda.html diunduh tanggal 2 Juni 2012

Anda mungkin juga menyukai