Anda di halaman 1dari 44

Utari

October 27, 2006 by wayang Dewi Utari adalah putri bungsu Prabu Matswapati/Durgandana, raja negara Wirata dengan permaisuri Dewi Ni Yutisnawati/Rekatawati, putri angkat Resi Palasara dengan Dewi Durgandini. Ia mempunyai tiga orang saudara kandung masing-masing bernama, Arya Seta, Arya Utara dan Arya Sangka/Wratsangka. Dewi Utari mempunyai sifat perwatakan halus, wingit, jatmika (selalu dengan sopan santun) dan sangat berbakti. Ia wanita kekasih Dewata yang mendapatkan anugrah Wahyu Hidayat. Dewi Utari menikah dengan Raden Abimanyu/Angkawijaya, putra Arjuna dengan Dewi Sumbadra, yang telah mendapat anugrah Dewata berupa Wahyu Cakraningrat. Dengan demikian mereka telah dikodratkan akan menurunkan raja-raja besar. Saat Dewi Utari hamil dan kandungannya memasuki usia sembilan bulan, Raden Abimanyu, suaminya gugur di medan perang Bharatayuda. Ia melahirkan di Istana Astina, sesudah berakhirnya perang Bharatayuda dan keluarga Pandawa sudah boyongan dari Amarta ke Astina. Oleh Resi Wiyasa/Bagawan Abiyasa, putra Dewi Utari tersebut diberi nama Parikesit, yang setelah dewasa menggantikan kedudukan Prabu Karimataya/Yudhistira menjadi raja negara Astina.

Wahyu Cakraningrat

March 11, 2010 by wayang

Siapa yang tidak tergiur mendapatkan wahyu atau berkat khusus untuk bisa menjadi raja bagi seluruh umat manusia di bumi? Banyak orang mungkin akan berlomba-lomba mencari dan merebut berkat itu. Tetapi, sayangnya berkat atau wahyu tidak bisa diperoleh sembarangan. Hanya orang tertentu yang mampu mendapatkan wahyu itu. Biasanya, Tuhan memberi wahyu pada orang yang memiliki hati bersih dan berbudi luhur. Cobaan, godaan, dan tantangan hidup harus bisa dilalui oleh setiap orang yang ingin mendapatkan wahyu. Jadi, tidak mudah untuk mendapatkannya. Perebutan mendapatkan wahyu disajikan dalam pementasan wayang orang berjudul Wahyu Cakraningrat di Gedung Kesenian Jakarta, pada Kamis (24/2) malam. Cerita ini mengisahkan upaya tiga pemuda yang berambisi menjadi raja atau pemimpin negara.

Tetapi untuk bisa menjadi raja, tiga pemuda tersebut harus mendapatkan wahyu keraton atau wahyu kerajaan. Dalam cerita perwayangan ini, wahyu keraton atau wahyu kerajaan ada di negeri khayangan. Wahyu berwujud seorang pria bernama Batara Cakraningrat. Sang wahyu akan turun ke bumi mencari sosok pemuda atau Kurungan Kencana yang pantas dijadikan raja untuk negeri di masa datang. Berbekal tekad bulat, Batara Cakraningrat ditemani Dewi Maninten turun ke bumi. Kedatangan mereka sudah ditunggu-tunggu oleh tiga pemuda yang berambisi menyandang gelar raja. Tiga pemuda itu, yakni Raden Lesmana Mandrakumara putra Prabu Duryudana dan Ratu Banowati, Raden Samba putra dari raja Dwarawati dan Sri Kresna, serta Raden Abimanyu putera Arjuna. Karakter ketiga pemuda tersebut disajikan berbeda oleh sutradara D Supono. Seperti Raden Lesmana, yang memiliki karakter manja dan mudah tergoda dengan hal-hal duniawi. Ketika Lesmana bertapa di hutan Ganggowirayang, wahyu Cakraningrat masuk ke dalam dirinya. Sayangnya, Lesmana tidak bisa mengontrol diri ketika digoda putri cantik Pamilutsih yang merupakan jelmaan Dewi Maninten. Alhasil wahyu itu pergi meninggalkannya. Tidak jauh berbeda dengan karakter Lesmana, Raden Samba juga tidak memiliki pengendalian diri yang kuat. Samba dikenal sebagai putera raja yang arogan. Seperti halnya Lesmana, Samba pun bertapa di hutan untuk mendapatkan wahyu. Ketika sang wahyu datang menghampirinya, Samba lengah mengontrol hawa nafsunya. Lagi-lagi kehadiran puteri Pamilutsih menggoda Samba, sampai akhirnya sang wahyu pergi. Sampai di sini cerita sudah bisa ditebak. Dari tiga pemuda itu, hanya satu yang berhasil mendapatkan wahyu, yakni Raden Abimanyu. Ia berhasil mengontrol diri, bahkan tidak tergoda dengan godaan wanita cantik. Bahkan Abimanyu beberapa kali menolak tawaran Dewi Maninten untuk menikahinya. Ia konsisten mempertahankan wahyu yang ada dalam dirinya. Oleh karena itu, ia terpilih dan dinobatkan menjadi raja bagi alam semesta.

Pertemuan Agung

March 11, 2010 by wayang

Pandawa tidak lagi hidup dalam pengasingan dan persembunyian. Tigabelas tahun telah mereka lewatkan dengan penuh penderitaan. Tigabelas tahun yang memberi mereka banyak pengalaman berharga. Mereka meninggalkan ibu kota Negeri Matsya dan tinggal di suatu tempat yang bernama Upaplawya, yang masih terletak di wilayah Negeri Matsya. Dari sana mereka mengirim utusan untuk menemui sanak dan kerabat mereka. Dari Dwaraka datang Balarama, Kresna, dan Subadra, istri Arjuna, serta Abimanyu, putra mereka. Mereka diiringkan oleh para ksatria keturunan bangsa Yadawa, antara lain Setyaki.

Selain itu, datang pula Raja Kasi dan Raja Saibya, dengan diiringkan oleh panglima masing-masing. Begitu pula Drupada, Raja Pancala, ayah Drupadi. Ia datang dengan membawa tiga pasukan perang yang masing-masing dipimpin oleh Srikandi, Drestadyumna dan anak-anak Drupadi. Banyak raja dan putra mahkota yang datang ke Upaplawya untuk menyatakan persahabatan dan simpati kepada Pandawa. Dalam pertemuan maha besar itu, pernikahan Abimanyu dengan Dewi Uttari dilangsungkan. Upacara pernikahan dilangsungkan di balairung istana Raja Wirata. Kresna duduk di samping Yudhistira dan Wirata, sementara Balarama dan Setyaki duduk dekat Drupada. Di samping upacara pernikahan Abimanyu dan Dewi Uttari, pertemuan agung itu juga merupakan pertemuan para Penasehat Agung untuk merundingkan penyelesaian yang bisa mendamaikan Pandawa dan Kurawa. Setelah upacara pernikahan selesai, para Penasehat Agung bersidang di bawah pimpinan Kresna. Semua mata memandang dengan penuh khidmat ketika Kresna bangkit untuk memulai perundingan. Saudara-saudara semua pasti tahu, kata Kresna dengan suara lantang dan berwibawa. Yudhistira telah ditipu dalam permainan dadu. Yudhistira kalah dan kerajaannya dirampas. Dia, saudara-saudaranya, dan Drupadi harus menjalani pembuangan di hutan belantara. Selama tigabelas tahun putra-putra Pandu dengan sabar memikul segala penderitaan demi memenuhi sumpah mereka. Dharmaputra tidak menginginkan sesuatu yang tidak patut dituntut. Ia tidak menginginkan apapun, kecuali kebaikan dan kedamaian. Ia tidak mendendam meskipun putra-putra Drestarastra telah menipunya dan membuatnya sengsara. Kita belum mengetahui apa keputusan Duryodhana. Kita berharap Duryodhana mau mengembalikan separo kerajaan kepada Yudhistira. Menurutku, kita harus mengirimkan utusan yang tegas dan jujur serta mampu mendorong Duryodhana untuk berkemauan baik demi selesainya masalah ini secara damai. Setelah Kresna berbicara, Balarama berdiri dan menyampaikan pendapatnya. Saudarasaudara, aku setuju dengan pendapat Kresna, karena itu baik bagi kedua pihak, baik Duryodhana maupun Dharmaputra. Jika putra-putra Kunti bisa memperoleh kembali kerajaan mereka secara damai, tak ada yang lebih baik bagi mereka dan bagi Kurawa. Yudhistira, yang mengetahui resiko bertaruh dalam permainan dadu telah mempertaruhkan kerajaannya. Meskipun tahu tak akan mungkin mengalahkan Sakuni yang ahli bermain dadu, Yudhistira terus bermain. Karena itu, sekarang ia tidak boleh menuntut. Ia hanya boleh meminta kembali apa yang menjadi haknya. Saudara-saudara, aku ingin kalian mengadakan pendekatan dan berdamai dengan Duryodhana. Dengan segenap kemampuan kita, kita hindari pertentangan dan adu senjata. Peperangan hanya menghasilkan kesengsaraan dan penderitaan bagi rakyat. Utusan yang

akan kita kirim, hendaknya jangan orang yang haus perang. Ia harus sanggup berdiri tegak, bagaimanapun sulitnya, untuk mencapai penyelesaian secara damai. Setyaki tersinggung setelah mendengar pendapat Balarama. Ia bangkit berdiri dan berkata lantang, Menurutku pendapatku, Balarama sama sekali tidak bicara sedikitpun tentang keadilan. Dengan kecerdikannya, seseorang bisa memenangkan suatu perkara. Tetapi kecerdikan tidak selalu bisa mengubah kejahatan menjadi kebajikan atau ketidakadilan menjadi keadilan. Aku hanya menegaskan bahwa Kurawa memang sengaja berbuat demikian dan telah merencanakan semuanya. Mereka tahu, Yudhistira tidak ahli bermain dadu. Karena terus dibujuk dan didesak, akhirnya Yudhistira tidak bisa menolak untuk menghadapi Sakuni, si penjudi licik. Akibatnya, ia menyeret saudara-saudaranya ke dalam kehancuran. Kenapa sekarang ia harus menundukkan kepala dan meminta-minta di hadapan Duryodhana ? Yudhistira bukan pengemis. Dia tidak perlu meminta-minta. Ia telah memenuhi janjinya. Duabelas tahun dalam pengasingan di hutan dan duabelas bulan dalam persembunyian. Tetapi, Duryodhana dan sekutu-sekutunya tanpa malu dan dengan hina tidak mau menerima kenyataan bahwa Pandawa berhasil menjalankan sumpah mereka. Dengan berapi-api, Setyaki melanjutkan, Akan aku tundukkan manusia-manusia angkuh itu dalam pertempuran. Mereka harus memilih, minta maaf kepada Yudhistira atau menemui kemusnahan. Jika tidak bisa dihindari, perang berdasarkan kebenaran tidaklah salah, begitu pula membunuh musuh yang jahat. Meminta-minta kepada musuh berarti mempermalukan diri sendiri. Duryodhana tidak akan membiarkan pembagian wilayah tanpa peperangan. Jika Duryodhana menginginkan perang, ia akan memperolehnya. Kita akan sungguh-sungguh mempersiapkan diri . Akhirnya Satyaki berhenti bicara karena napasnya tersengal-sengal akibat terlalu bersemangat. Drupada senang mendengar kata-kata Setyaki yang tegas. Ia berdiri dan berkata, Setyaki benar. Kata-kata lembut tidak akan membuat Duryodhana menyerah pada penyelesaian yang wajar. Mari kita lakukan persiapan. Kita susun kekuatan untuk menghadapi perang. Jangan buang-buang waktu. Segera kita kumpulkan sahabat-sahabat kita. Kirimkan segera berita kepada Salya, Drestaketu, Jayatsena dan Kekaya. Kita juga harus mengirim utusan yang tepat dan cakap kepada Drestarastra. Kita utus Brahmana, pendita istana Negeri Pancala yang terpercaya, pergi ke Hastinapura untuk menyampaikan maksud kita kepada Duryodhana. Dia juga harus menyampaikan pesan kita kepada Bhisma, Drestarastra, Kripa dan Drona. Setelah semua selesai menyampaikan pendapatnya, Kresna alias Basudewa berkata, Saudara-saudara, apa yang dikatakan Drupada sungguh tepat dan sesuai dengan aturan. Baladewa dan aku, punya ikatan kasih, persahabatan dan kekeluargaan yang sama terhadap Kurawa maupun Pandawa. Kami datang untuk menghadiri pernikahan Abimanyu dan sidang agung ini. Sekarang kami mohon diri untuk kembali ke negeri kami. Saudarasaudara adalah raja-raja yang besar dan terhormat. Drestarastra juga menghormati saudarasaudara sekalian. Drona dan Kripa adalah sahabat sepermainan Drupada di masa kanak-

kanak. Pantaslah kita mengutus Brahmana yang kita percaya untuk menjadi utusan kita. Apabila utusan kita gagal dalam usahanya meyakinkan Duryodhana, kita harus siap menghadapi perang yang tak dapat dihindari . Sidang agung itu lalu ditutup. Kresna kembali ke Dwaraka bersama kerabat dan pengiringnya. Begitu pula Baladewa, kakaknya. Sepeninggal mereka, Pandawa mulai mengirim utusan-utusan kepada sanak saudara dan sahabat-sahabat mereka. Mereka juga mempersiapkan pasukan perang dengan sebaikbaiknya. Sekembali dari pertemuan agung itu, Raja Drupada memanggil pendita Negeri Pancala dan berkata kepadanya, Engkau mengetahui jalan pikiran Duryodhana dan sikap Pandawa. Pergilah menghadap Duryodhana sebagai utusan Pandawa. Kurawa telah menipu Pandawa dengan sepengetahuan ayah mereka, Raja Drestarastra yang tidak mau mengindahkan nasehat Resi Widura. Tunjukkan kepada raja tua yang lemah itu, bahwa ia telah diseret anak-anaknya ke jalan yang salah. Engkau bisa bekerja sama dengan Resi Widura. Mungkin dalam tugasmu engkau akan berbeda pandangan dengan para tetua di sana, yaitu Bhisma, Drona dan Kripa. Begitu pula dengan para panglima perang mereka. Andaikata itu yang terjadi, maka dibutuhkan waktu lama untuk mempertemukan berbagai pendapat yang berbeda. Dengan demikian, Pandawa mendapat kesempatan baik untuk mempersiapkan diri. Sementara engkau berada di Hastinapura untuk merundingkan perdamaian, persiapan Kurawa akan tertunda. Syukur kalau Pendita bisa kembali dengan penyelesaian yang memuaskan kedua pihak. Tetapi menurutku, Duryodhana tidak dapat diharapkan akan mau menyetujui penyelesaian seperti itu. Namun demikian, mengirim utusan merupakan suatu keharusan. Demikianlah, Raja Drupada mengirim Brahmana kepercayaannya ke Hastinapura untuk menjadi utusan yang mewakili Pandawa dalam mencari penyelesaian secara damai dengan Kurawa. *dongeng seri Mahabharata, sumber dari Mahabharata oleh Nyoman S. Pendit

Abimanyu Gendong
March 9, 2010 by wayang

Arjuna yang pergi dari Kasatrian Madukara. Hal ini menyebabkan para Pandawa sedih, sebab Dewi Subadra masih menyusui Abimanyu yang saat itu masih bayi. Tiba-tiba Prabu Baladewa sebagai utusan Duryudana datang ingin memboyong Abimanyu beserta Dewi Subadra ke Kerajaan Astina. Namun Abimanyu yang masih kecil itu selalu menangis dan minta bunga Tunjungseta. Permintaan bayi itu akan diusahakan oleh Drona. Dewi Subadra dan Abimanyu dibawa Baladewa ke Astina tetapi Dewi Srikandi ingin ikut. Baladewa melarang sehingga terjadi pertengkaran. Setelah mereka sampai di tengah hutan, Patih Pragota diperintah Baladewa untuk membawa Abimanyu ke tengah hutan bersama keris Baladewa. Pragota tanggap bahwa Abimanyu supaya dibunuh, tetapi karena tidak sampai hati, Abimanyu ditinggal sendirian di tengah hutan. Di hutan itu Abimanyu dilindungi oleh seekor gajah, burung, dan ular. Pada waktu Abimanyu sendirian di tengah hutan ia buang hajad kebetulan mengenai Jaka Prayitna yang bertapa dan Abimanyu dibunuhnya. Peristiwa itu membuat marah sang Gajah yang mengawal Abimanyu. Jaka Prayitna dikejar gajah, burung, dan ular, sampai bertemu dengan Arjuna maka terjadi peperangan.

Gajah kembali ujudnya yaitu Bima, burung garuda menjadi Gatotkaca dan ular menjadi Antareja, sedangkan Abimanyu dihidupkan Arjuna, dan diminta pergi ke Astina bersama Jaka Prayitna untuk menemui Baladewa. Terjadilah peperangan antara Kurawa dengan Jaka Prayitna dan akhirnya Dewi Subadra dikembalikan kepada Arjuna.

Raksasa Bernama Bagaspati March 7, 2010 by wayang

Prabu Salya yang rela mati demi janjinya kepada Resi Bagaspati Waktu kecil Prabusalya itu bernama Narasoma. Dia adalah putra mahkota kerajaan. Ketika telah remaja maka ayahnya hendak mengangkat dia menjadi raja. Namun dia merasa tidak mampu, karena belum memiliki pengetahuan dan pengalaman yang cukup untuk menjadi raja. Di samping itu dia anak manja, yang sangat sayang dengan ibunya. Karena itulah, ketika dia ditanya, pasangan yang diinginkan, dia berkata bahwa dia ingin memiliki istri mirip ibunya. Karena kata-katanya seperti itu maka muncullah salah paham, dikira Sang Narasoma itu ingin mempersunting ibunya sendiri, juga dia dianggap menentang kehendak ayahnya untuk menjadikannya seorang raja. Karena itulah dia diusir dari kerajaannya. Akhirnya dia terlunta-lunta, pergi dari kerajaan, sampai pada akhirnya tiba di tengah hutan yang lebat sekali. Karena tanpa tujuan, maka dia menembus hutan yang angker itu. Di tengah hutan, tiba-tiba dia melihat pedepokan yang asri, di mana di depan pedepokan itu dia lihat seorang gadis cantik mirip sekali dengan ibunya. Namun sekejap saja anak gadis

itu hilang dari pandangnnya. Maka masuklah Narasoma ke padepokan itu dan melihat seorang Raksasa dengan muka merah menyala bertanya Apa yang engkau cari di sini anak muda ?. Gadis yang tadi itu adalah anak dari Resi Bagaspati sang raksasa. Dia mengintip dari jendela dan terkesiap, inilah pemuda pujaan yang sering dia lihat dalam mimpi. Berkalikali dia ceritakan hal itu kepada ayahnya, namun ayahnya selalu berkata, sabarlah jika dia adalah jodohmu, tentu kamu akan bertemu dengan pemuda pujaanmu itu. Dan kini, pemuda itu ada dihadapannya. Dengan hati berbunga-bunga dia mencuri dengar pembicaraan antara sang pemuda dan ayahnya. Seraya berdoa dan berharap agar ayahnya dapat menerima narasoma di padepokannya. Resi Bagaspati yang sakti mandraguna tentu sudah tahu dengan jalan nasib seperti ini, maka diterimalah sang narasoma sebagai muridnya di padepokan itu. Diajarkan segala ilmu tentang sastra, pemerintahan dan kanuragan kepada sang murid tersayang. Dan Dewi Setyawati dengan setia dan berbunga-bunga melayani segala keperluan ayahnya dan juga pemuda pujaannya. Walaupun hatinya berbunga-bunga, namun dewi setiawati tetap menjaga perilaku dihadapan ayah dan pemuda pujaannya itu. Setelah lama belajar di padepokan, di sore yang cerah, Rsi Bagaspati yang berwajah raksasa namun terkenal baik hati dan berdarah putih itu dan narasoma anak raja dengan wajahnya yang tampan tampak bercakap-cakap dengan akrab. Di pewayangan konon ada 3 orang yang memiliki darah putih, artinya orang yang sangat setia dan baik hati yaitu Rsi Bagaspati, Subali (Ramayana) dan Sang Yudistira. Rsi Bagaspati bertanya kapan saatnya kembali ke kerajaan untuk melaksanakan tugas utama seorang putra mahkota yaitu melaksanakan tugas mengelola kerajaan dengan baik. Namun Narasoma terlihat enggan dengan topik pembicaraan itu, dan pada akhirnya berkata, bahwa dia belum merasa memiliki kesaktian yang cukup untuk memerintah kerajaan yang begitu besar. Lalu Rsi Bagaspati berkata akan menurunkan Aji Chandra Birawa yang amat sakti sehingga yang memiliki ajian tersebut, tidak dapat terbunuh oleh senjata apapun.

Dengan gembira Narasoma menyambut baik tawaran Rsi Bagaspati. Rsi Bagaspati memberi syarat agar Narasoma mau menjaga Dewi Setyawati, anak perempuan satusatunya yang ia sangat sayangi. Karena memang pada dasarnya Narasoma sudah jatuh cinta dengan Dewi Setyawati maka dia segera mengiyakannya. Lalu dipanggillah Dewi Setyawati oleh Rsi Bagaspati, dan mengutarakan maksudnya agar Dewi Satyawati mau dinikahkan dengan Narasoma. Gayung bersambut, bunga-bunga cinta kedua insan ini, seperti mendapat jalan untuk segera mekar bersemi. Syarat berikutnya yang dilontarkan oleh Rsi Bagaspati adalah Ajian Chandra Birawa harus diserahkan lagi kepada orang berdarah putih, apabila Narasoma menemukannya. Mendengar akan diturunkannya ajian Chandra Birawa, maka meledaklah tangis Dewi

Setyawati, karena dia mengetahui apabila ayahnya menurunkan Ajian tersebut kepada seseorang, maka saat itulah ajal akan menjemputnya. Narasoma yang tidak mengetahui informasi tentang hal ini, sangat terkejut, dan segera memeluk kaki Sang Rsi agar mengurungkan niat untuk menurunkan ilmu yang mahadahsyat tersebut. Narasoma berkata bahwa dia ingin menghapus keinginan untuk menjadi raja, apabila itu harus ditukar dengan nyawa guru yang sangat dia hormati. Namun tekad Rsi Bagaspati sudah bulat, bahwa dia ingin mengakhiri hidupnya dengan cara menyerahkan ajian tersebut ke Narasoma. Dengan rasa bersedih, Narasoma akhirnya mau menerima Ajian Chandra Birawa tersebut, dan berjanji akan menjaga Dewi Setyawati dan juga akan melepas Ajian Chandra Birawa ini, jika suatu saat dia menemukan orang yang ber-darah putih juga. Akhirnya Rsi Bagaspati meninggal, lalu kedua insan yang saling jatuh cinta itu, kembali ke kerajaan untuk segera diangkat menjadi raja dan permaisuri. Kedua insan tersebut, saling mencintai dan tidak pernah saling menyakiti. Kerajaan Mandaraka menjadi besar ketika dipimpin oleh Narasoma yang juga disebut Prabu Salya. Sampai akhirnya perang Bharata Yudha dimulai Prabu Salya menemukan Ksatriya ber darah putih yaitu Yudistira dan saat itulah perpisahaan kedua insan yang saling mencintai itu harus terjadi Dewi Setyawati kembali harus kehilangan orang yang dia cintai

Abimanyu
March 6, 2010 by wayang

Cukup banyak lakon dan kajian yang ditulis mengenai tokoh yang satu ini. Berikut saya cuplik dari beberapa sumber. Pagelaran wayang di blog ini juga sudah ada lakon tentang Abimanyu oleh Ki Nartosabdho, Anom Suroto, Ki Timbul dan dalang lainnya : Abimanyu Lahir, Abimanyu Krama, Wahyu Cakraningrat, Abimanyu Gugur (ranjapan). Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas Abimanyu (Sanskerta: , abhimanyu) adalah seorang tokoh dalam wiracarita Mahabharata. Ia adalah putera Arjuna dari salah satu istrinya yang bernama Subadra. Ditetapkan bahwa Abimanyu-lah yang akan meneruskan Yudistira. Dalam wiracarita Mahabharata, ia dianggap seorang pahlawan yang tragis. Ia gugur dalam pertempuran besar di Kurukshetra sebagai kesatriaPandawa, karena baru berusia enam belas tahun. Abimanyu menikah dengan Utara, puteri Raja Wirata dan memiliki seorang putera bernama Parikesit, yang lahir setelah ia gugur. termuda dari pihak Arti nama Abimanyu terdiri dari dua kata Sanskerta, yaitu abhi (berani) dan manyu (tabiat). Dalam bahasa Sansekerta, kata Abhimanyuharfiah berarti ia yang memiliki sifat tak kenal takut atau yang bersifat kepahlawanan. Kelahiran, pendidikan, dan pertempuran Saat belum lahir karena berada dalam rahim ibunya, Abimanyu mempelajari pengetahuan tentang memasuki formasi mematikan yang sulit ditembus bernama Chakrawyuha dari Arjuna. Mahabharata menjelaskan bahwa dari dalam rahim, ia menguping pembicaraan Kresna yang sedang membahas hal tersebut dengan ibunya, Subadra. Kresna berbicara mengenai cara memasuki Chakrawyuha dan kemudian Subadra (ibu Abimanyu) tertidur maka sang bayi tidak memiliki kesempatan untuk tahu bagaimana cara meloloskan diri dari formasi itu.

Abimanyu menghabiskan masa kecilnya di Dwaraka, kota tempat tinggal ibunya. Ia dilatih oleh ayahnya yang bernama Arjuna yang merupakan seorang ksatria besar dan diasuh di bawah bimbingan Kresna. Ayahnya menikahkan Abimanyu dengan Uttara, puteri Raja Wirata, untuk mempererat hubungan antara Pandawa dengan keluarga Raja Wirata, saat pertempuran Bharatayuddha yang akan datang. Pandawa menyamar untuk menuntaskan masa pembuangannnya tanpa diketahui di kerajaan Raja Wirata, yaitu Matsya. Sebagai cucu Dewa Indra, Dewa senjata ajaib sekaligus Dewa peperangan, Abimanyu merupakan ksatria yang gagah berani dan ganas. Karena dianggap setara dengan kemampuan ayahnya, Abimanyu mampu melawan ksatria-ksatria besar seperti Drona, Karna, Duryodana dan Dursasana. Ia dipuji karena keberaniannya dan memiliki rasa setia yang tinggi terhadap ayahnya, pamannya, dan segala keinginan mereka. Kematian Abimanyu Pada hari ketiga belas Bharatayuddha, pihak Korawa menantang Pandawa untuk mematahkan formasi perang melingkar yang dikenal sebagai Chakrawyuha. Para Pandawa menerima tantangan tersebut karena Kresna dan Arjuna tahu bagaimana cara mematahkan berbagai formasi. Namun, pada hari itu, Kresna dan Arjuna sibuk bertarung dengan laskar Samsaptaka. Oleh karena Pandawa sudah menerima tantangan tersebut, mereka tidak memiliki pilihan namun mencoba untuk menggunakan Abimanyu yang masih muda, yang memiliki pengetahuan tentang bagaimana cara mematahkan formasi Chakrawyuha namun tidak tahu bagaimana cara keluar dari dalamnya. Untuk meyakinkan bahwa Abimanyu tidak akan terperangkap dalam formasi tersebut, Pandawa bersaudara memutuskan bahwa mereka dan sekutu mereka akan mematahkan formasi itu bersama Abimanyu dan membantu sang pemuda keluar dari formasi tersebut. Pada hari penting itu, Abimanyu menggunakan kecerdikannya untuk menembus formasi tersebut. pandawa bersaudara dan sekutunya mencoba untuk mengikutinya di dalam formasi, namun mereka dihadang oleh Jayadrata, Raja Sindhu, yang memakai anugerah Siwa agar mampu menahan para Pandawa kecuali Arjuna, hanya untuk satu hari. Abimanyu ditinggal sendirian untuk menangkis serangan pasukan Korawa. Abimanyu membunuh dengan bengis beberapa ksatria yang mendekatinya, termasuk putera Duryodana, yaitu Laksmana. Setelah menyaksikan putera kesayangannya terbunuh, Duryodana marah besar dan menyuruh segenap pasukan Korawa untuk menyerang Abimanyu. Karena gagal menghancurkan baju zirah Abimanyu, atas nasihat Drona, Karna menghancurkan busur Abimanyu dari belakang. Kemudian keretanya dihancurkan, kusir dan kudanya dibunuh, dan seluruh senjatanya terbuang. Putera Dursasanaperisai hancur berkeping-keping. Tak berapa lama kemudian, Abimanyu dibunuh oleh putera Dursasana dengan cara menghancurkan kepalanya dengan gada. mencoba untuk bertarung dengan tangan kosong dengan Abimanyu. Namun tanpa menghiraukan aturan perang, pihak Korawa menyerang Abimanyu secara serentak. Abimanyu mampu bertahan sampai pedangnya patah dan roda kereta yang ia pakai sebagai tameng.

Arjuna membalas dendam Berita kematian Abimanyu membuat Arjuna sangat sedih dan sakit hati. Ia sadar, bahwa seandainya Jayadrata tidak menghalangai para Pandawa memasuki formasi Chakrawyuha, Abimanyu pasti mendapat bantuan. Ia kemudian bersumpah akan membunuh Jayadrata pada hari berikutnya sebelum matahari tenggelam. Menanggapi hal itu, pihak Korawa menempatkan Jayadrata sangat jauh dari Arjuna. Ribuan prajurit dan ksatria mengelilingi dan melindungi Jayadrata. Arjuna berusaha menjangkau Jayadrata, namun ribuan pasukan Korawa mengahalanginya. Hingga matahari hampir terbenam, Jayadrata masih jauh dari jangkauan Arjuna. Melihat hal ini, Kresna menggunakan kecerdikannya. Ia membuat gerhana matahari, sehingga suasana menjadi gelap seolah-olah matahari sudah tenggelam. Pihak Korawa maupun Pandawa mengira hari sudah malam, dan sesuai aturan, mereka menghentikan peperangan dan kembali ke kubu masing-masing. Dengan demikian, pihak Korawa tidak melanjutkan pertarungan dan Jayadrata tidak dalam perlindungan mereka lagi. Saat kereta Arjuna dekat dengan kereta Jayadrata, matahari muncul lagi dan Kresna menyuruh ArjunaJayadrata. agar menggunakan kesempatan tersebut untuk membunuh Jayadrata. Arjuna mengangkat busurnya dan meluncurkan panah, memutus leher Jayadrata. Tepat pada saat tersebut, hari sudah sore, matahari sudah tenggelam dan Arjuna berhasil menuntaskan sumpahnya untuk membunuh Jayadrata. Penjelasan mengenai kematiannya Abimanyu adalah inkarnasi dari putera Dewa bulan. Ketika Sang Dewa bulan ditanya oleh Dewa yang lain mengenai kepergian puteranya ke bumi, ia membuat perjanjian bahwa puteranya tinggal di bumi hanya selama 16 tahun sebagaimana ia tak dapat menahan perpisahan dengan puteranya. Abimanyu berusia 16 tahun saat ia terbunuh dalam pertempuran. Putera Abimanyu, yaitu Parikesit, lahir setelah kematiannya, dan menjadi satu-satunya kesatria Keluarga Kuru yang selamat setelah Bharatayuddha, dan melanjutkan garis keturunan Pandawa. Abimanyu seringkali dianggap sebagai kesatria yang terberani dari pihak Pandawa, yang sudi melepaskan hidupanya saat peperangan dalam usia yang masih sangat muda. Abimanyu dalam pewayangan Jawa Dalam khazanah pewayangan Jawa, Abimanyu, sebagai putra Arjuna, merupakan tokoh penting. Di bawah ini dipaparkan ciri khas tokoh ini dalam budaya Jawa yang sudah berkembang lain daripada tokoh yang sama di India. Riwayat Dikisahkan Abimanyu karena kuat tapanya mendapatkan Wahyu Makutha Raja, wahyu yang menyatakan bahwa keturunannyalah yang akan menjadi penerus tahta Para Raja Hastina. Abimanyu dikenal pula dengan nama Angkawijaya, Jaya Murcita, Jaka Pangalasan, Partasuta, Kirityatmaja, Sumbadraatmaja, Wanudara dan Wirabatana. Ia

merupakan putra Arjuna, salah satu dari lima ksatria Pandawa dengan Dewi Subadra, putri Prabu Basudewa, Raja Mandura dengan Dewi Dewaki. Ia mempunyai 13 orang saudara lain ibu, yaitu: Sumitra, Bratalaras, Bambang Irawan, Kumaladewa, Kumalasakti, Wisanggeni, Wilungangga, Endang Pregiwa, Endang Pregiwati, Prabakusuma, Wijanarka, Anantadewa dan Bambang Sumbada. Abimanyu merupakan makhluk kekasih Dewata. Sejak dalam kandungan ia telah mendapat Wahyu Hidayat, yang mamp membuatnya mengerti dalam segala hal. Setelah dewasa ia mendapat Wahyu Cakraningrat, suatu wahyu yang dapat menurunkan raja-raja besar. Abimanyu mempunyai sifat dan watak yang halus, baik tingkah lakunya, ucapannya terang, hatinya keras, besar tanggung jawabnya dan pemberani. Dalam olah keprajuritan ia mendapat ajaran dari ayahnya, Arjuna. Sedang dalam olah ilmu kebathinan mendapat ajaran dari kakeknya, Bagawan Abiyasa. Abimanyu tinggal di kesatrian Palangkawati, setelah dapat mengalahkan Prabu Jayamurcita. Ia mempunyai dua orang istri, yaitu: * Dewi Siti Sundari, puteri Prabu Kresna, Raja Negara Dwarawati dengan Dewi Pratiwi; * Dewi Utari, puteri Prabu Matsyapati dengan Dewi Ni Yutisnawati, dari negara Wirata, dan berputera Parikesit.

Bharatayuddha Abimanyu gugur dalam perang Bharatayuddha setelah sebelumnya seluruh saudaranya mendahului gugur, pada saat itu kesatria dari Pihak Pandawa yang berada dimedan laga dan menguasai strategi perang hanya tiga orang yakni Bima, Arjuna dan Abimanyu. Gatotkaca menyingkir karena Karna merentangkan senjata Kuntawijayandanu. Bima dan Arjuna dipancing oleh kesatria dari pihak Korawa untuk keluar dari medan pertempuran, maka tinggalah Abimanyu.

Ketika tahu semua saudaranya gugur Abimanyu menjadi lupa untuk mengatur formasi perang, dia maju sendiri ketengah barisan Korawa dan terperangkap dalam formasi mematikan yang disiapkan pasukan Korawa. Tak menyiakan kesempatan untuk bersiapsiap, Korawa menghujani senjata ke tubuh Abimanyu sampai Abimanyu terjerembab dan jatuh dari kudanya (dalam pewayangan digambarkan lukanya arang kranjang = banyak sekali). Abimanyu terlihat seperti landak karena berbagai senjata di tubuhnya. Konon tragedi itu merupakan risiko pengucapan sumpah ketika melamar Dewi Utari, bahwa dia masih belum punya istri dan apabila telah beristri maka dia siap mati tertusuk berbagai senjata ketika perang Bharatayuddha. Abimanyu berbohong karena ketika itu sudah beristrikan Dewi Siti Sundari. Dengan senjata yang menancap diseluruh tubuhnya sehingga dia tidak bisa jalan lagi tidak membuat Abimanyu menyerah dia bahkan berhasil membunuh putera mahkota Hastinapura

(Laksmanakumara putera Duryodana) dengan melemparkan keris Pulanggeni setelah menembus tubuh empat prajurit lainnya. Pada saat itu pihak Korawa tahu bahwa untuk membunuh Abimanyu, mereka harus memutus langsang yang ada didadanya, kemudian Abimanyu pun gugur oleh gada Kyai Glinggang atau Galih Asem milik Jayadrata, ksatria Banakeling. Kakawin Bharatayuddha Kutipan di bawah ini diambil dari Kakawin Bharatayuddha, yang menceritakan pertempuran terakhir Sang Abimanyu.

Ngk Sang Dharmasut tgg mulati tingkahi glarira ntha Korawa, pan tan hana Sang Wrkodara Dhanajaya wnanga rummpakang glar. Nghing Sang Prthasutbhimanyu makusra rumusaka glar mah dwija, manggh wruh lingirng rusak mwang umasuk tuhu i wijili rddha tan tama Pada saat itu Yudistira tercengang melihat formasi perang Raja Korawa, sebab Bima dan Arjuna tak ada padahal merekalah yang dapat menghancurkannya. Hanya Putera Arjuna, yaitu Abimanyu yang bersedia merusak formasi yang disusun pendeta Drona itu. Ia berkata bahwa ia yakin dapat menggempur dan memasuki formasi tersebut, hanya saja ia belum tahu bagaimana cara keluar dari formasi tersebut. Smpun mangkana ighra shasa masuk marawaa ri glar mah dwija. Sang Prthtmaja ra sra rumusuk sakksika linacaran panah, ira ngwyuha lilang tkap Sang Abhimanyu tka ri kahanan Suyodhana. ang Hyang Droa Krppulih karaa Sang Kurupati malay marnusi. Setelah demikian, mereka segera membelah dan menyerang formasi pendeta Drona tersebut dengan dahsyat. Sang Abimanyu merupakan kekuatan yang membinasakan formasi tersebut dengan tembakan panah. Sebagai akibat serangan Abimanyu, formasi tersebut hancur sampai ke pertahanan Duryodana. Dengan ini Dona dan Krepa

mengadakan serangan balasan, sehingga Duryodana dapat melarikan diri dan tidak dikejar lagi. da tan dwlwang i atru akti mangaran Krtasuta sawatk Wrhadbala. Mwang Satyarawa ra mnta kna tan panguili pinanah linacaran. Lwan wra wiesha putra Kuruntha mati malara kokalan panah. Kyti ng Korawa wanga Lakshmanakumra ngaranika kasih Suyodhana. Dengan ini tak dapat dipungkiri lagi musuh yang sakti mulai berkurang seperti Kretasuta dan keluarga Wrehadbala. Juga Satyaswara yang berani dan gila bertarung tertembak sebelum dapat menimbulkan kerusakan sedikit pun karena dihujani panah. Putera Raja Korawa yang berani juga gugur setelah ia tertusuk panah. Putera tersebut sangat terkenal di antara keluarga Korawa, yaitu Laksmanakumara, yang disayangi Suyodhana. Ngk ta krodha sakorawlana manah panahira lawan awa sarathi. Tan wktn tang awak tangan suku gigir aa wadana linaksha kinrpan. Mangkin Prthasutajwalmurk anyakra makapalaga punggling laras. Dhramk mangusir anggtm atn pjaha makiwuling Suyodhana. Pada waktu itu seluruh keluarga Korawa menjadi marah, dan dengan tiada hentinya mereka memanahkan senjatanya. Baik kuda maupun kusirnya, badan, tangan, kaki, punggung, dada, dan muka Abimanyu terkena ratusan panah. Dengan ini Abimanyu makin semangat. Ia memegang cakramnya dan dengan panah yang patah ia mengadakan serangan. Dengan ketetapan hati ia mengamuk untuk mencari keharuman nama. Dengan hati yang penuh dendam, ia gugur di tangan Suyodhana. Ri pati Sang Abhimanyu ring rangga. Tnyuh araras kadi waling tahas mas. Hanana ngaraga klaning pajang lk. inaah alindi sahantimun ginintn. Ketika Abimanyu terbunuh dalam pertempuran, badannya hancur. Indah untuk dilihat bagaikan lumut dalam periuk emas. Mayatnya terlihat dalam sinar bulan dan telah tercabikcabik, sehingga menjadi halus seperti mentimun.

Beberapa kisah yang melibatkan Abimanyu


Abimanyu Gendong Arjuna yang pergi dari Kasatrian Madukara. Hal ini menyebabkan para Pandawa sedih, sebab Dewi Subadra masih menyusui Abimanyu yang saat itu masih bayi. Tiba-tiba Prabu Baladewa sebagai utusan Duryudana datang ingin memboyong Abimanyu beserta Dewi Subadra ke Kerajaan Astina. Namun Abimanyu yang masih kecil itu selalu menangis dan minta bunga Tunjungseta. Permintaan bayi itu akan diusahakan oleh Drona. Dewi Subadra

dan Abimanyu dibawa Baladewa ke Astina tetapi Dewi Srikandi ingin ikut. Baladewa melarang sehingga terjadi pertengkaran. Setelah mereka sampai di tengah hutan, Patih Pragota diperintah Baladewa untuk membawa Abimanyu ke tengah hutan bersama keris Baladewa. Pragota tanggap bahwa Abimanyu supaya dibunuh, tetapi karena tidak sampai hati, Abimanyu ditinggal sendirian di tengah hutan. Di hutan itu Abimanyu dilindungi oleh seekor gajah, burung, dan ular. Pada waktu Abimanyu sendirian di tengah hutan ia buang hajad kebetulan mengenai Jaka Prayitna yang bertapa dan Abimanyu dibunuhnya. Peristiwa itu membuat marah sang Gajah yang mengawal Abimanyu. Jaka Prayitna dikejar gajah, burung, dan ular, sampai bertemu dengan Arjuna maka terjadi peperangan. Gajah kembali ujudnya yaitu Bima, burung garuda menjadi Gatotkaca dan ular menjadi Antareja, sedangkan Abimanyu dihidupkan Arjuna, dan diminta pergi ke Astina bersama Jaka Prayitna untuk menemui Baladewa. Terjadilah peperangan antara Kurawa dengan Jaka Prayitna dan akhirnya Dewi Subadra dikembalikan kepada Arjuna. Abimanyu Grogol Abimanyu berada di Tegalkuru dan membuat pesanggarahan. Ulah Abimanyu itu membuat marah Duryudana, penguasa Astina dan atas bantuan Begawan Pramana Sejati, Abimanyu dikutuk menjadi arca. Sementara di Kasatrian Madukara Dewi Dewi Subadra meminta kepada Arjuna untuk mencari Abimanyu. Pada saat yang sama, Wisanggeni dari Kahyangan Argadahana dan Prabangkara dari Kaindran ingin mencari ayahnya. Di tengah jalan mereka bertemu Gatotkaca yang meminta bantuannya untuk menolong Abimanyu yang menjadi arca. Wisanggeni memoleskan minyak Candusekti pada arca itu dan Abimanyu hidup kembali. Selanjutnya mereka menuju ke Keraton Astina dan bertemu dengan Arjuna. Arjuna kemudian berperang tanding melawan Begawan Pramanasejati tetapi tidak dapat me-ngalahkan. Akhirnya Kresna minta bantuan Semar untuk melawan Pramanasejati dan kembali berujud semula yaitu Batari Durga dan pulang ke Setra Gandamayit. Abimanyu Gugur Terkadang disebut Angkawijaya Gugur, yang tergolong lakon pakem, adalah bagian dari serial lakon-lakon Baratayuda. Dalam lakon itu diceritakan tentang kegundahan Abimanyu karena ia tidak diijinkan turun ke gelanggang Baratayuda. Baru pada hari ke tigabelas, Abimanyu diperkenankan ikut berperang. Pada hari itu, Arjuna dan Bima terpancing mengejar lawan-lawannya sampai keluar gelanggang. Dengan demikian di tengah gelanggang, Abimanyu menjadi pusat sasaran musuh. Abimanyu akhirnya tewas dengan tubuh penuh luka. Namun gugurnya Abimanya berhasil membunuh Lesmana Mandrakumara, alias Sarojakusuma, putra mahkota Astina. Putra Mahkota Astina itu mati ketika hendak mencoba menjadi pahlawan dengan membunuh Abimanyu yang telah terkepung. Abimanyu akhirnya gugur setelah dikeroyok para Kurawa, dan kepalanya dihantam gada Kyai Glinggang milik Jayadrata. Sebelumnya, dari pihak Pandawa, telah gugur tiga orang ksatria putra Arjuna lainnya, yakni Brantalaras, Bambang Sumitra, dan Wilugangga. Ketiganya gugur terkena panah Begawan Drona. Inilah yang terutama

membuat Abimanyu mengamuk, kehilangan kewaspadaan, dan akhirnya terjebak dalam perangkap siasat perang Kurawa. Dalam pewayangan diceritakan, gugurnya Abimanyu juga disebabkan termakan oleh sumpahnya sendiri.Dulu, sebelum menikah dengan Dewi Utari, untuk meyakinkan bahwa ia masih perjaka, Abimanyu berkata: Aku masih perjaka. Jika aku berkata tidak benar, kelak aku akan mati dengan tubuh penuh anak panah. Abimanyu dan wahyu cakraningrat, wahyu pewaris tahta Adaptasi Budaya Para Leluhur Nusantara, sangat piawai mengadaptasi cerita dari luar menjadi cerita khas Nusantara. Para Leluhur paham betul mengenai budaya masyarakat di Nusantara, dan juga hal-hal yang dapat menjadi pemicu peningkatan kesadaran masyarakat Nusantara. Dalam budaya Nusantara ada istilah pakem, pokok, hakikat yang tidak diubah, dan ada istilah kembangan, imaginasi, penyesuaian dengan kondisi masyarakat setempat. Imaginasi dapat berkembang sesuai perkembangan zaman. Mereka yang terbelenggu oleh pemahaman baku yang tak dapat diubah akan mengalami stress, karena dunia selalu berkembang, berubah. Memang, inti hakikat tidak berubah, tetapi penampilan dan settingnya disesuaikan dengan perkembangan zaman. Akan selalu terjadi pertentangan antara pengikut ajaran murni dan pengikut ajaran adaptasi. Mereka yang berkutat dalam tataran syariat akan menuduh, bahwa kembangan itu mengada-ada, bidah. Sedangkan mereka yang memahami hakikat, paham setiap individu mempunyai pandangan yang berbeda, karena sifat bawaan genetik dan lingkungan yang mempengaruhinya berbeda. Akan tetapi pada hakikatnya semua individu dapat meningkatkan kesadarannya melalui pemahamannya. Biarlah yang berselera terhadap yang dianggapnya murni menjalankannya, dan biarlah yang cocok dengan kembangan yang dapat lebih meresap kedalam dirinya melakukannya. Baginya pemahamannya, bagiku pemahamanku. Misalnya dalam kisah yang beredar di India bahwa Drupath adalah istri dari kelima Pandawa, akan tetapi di Nusantara diubah menjadi Dewi Drupadi, istri dari Yudistira saudara sulung Pandawa. Masyarakat Nusantara belum mengenal poliandri, belum mengenal mandala persatuan fisik Pandawa. Human Mandala dengan Kendra-nya, pusatnya Sri Krishna dapat diterima oleh masyarakat Nusantara, tetapi poliandri masih sulit sekali dimengerti karena tidak sesuai dengan budayanya. Masyarakat lebih menerima Dewi Kunti menjadi pemersatu bagi putra-putranya. Contoh selanjutnya adalah Duryudana yang disebut dalam kisah Mahabharata di India, akan tetapi masyarakat Nusantara juga tahu bahwa Duryudana, Pemimpin Korawa juga mempunyai kebaikan dalam hidupnya, maka di Nusantara namanya dikenal sebagai Prabu Suyudana. Dur artinya jahat, su artinya baik. Demikian pula kisah Abimanyu, begitu masuk Nusantara dikembangkan bahwa dia adalah momongan, asuhan Semar. Semar adalah khas Nusantara, jiwa sejati masyarakat Nusantara. Adaptasi tentang masuknya tokoh Semar menyentuh nurani masyarakat Nusantara.

Kelahiran Abimanyu Abimanyu (Sanskerta: abhimanyu) adalah seorang tokoh dalam perang Bharatayuda. Ia adalah putera Arjuna dengan Wara Subadra, adiknya Prabu Kresna. Konon Wara Subadra adalah titisan Dewi Widowati yang pernah menitis sebagai Dewi Citrawati, isteri Prabu Arjuna Sasrabahu yang titisan Wisnu, kemudian menitis menjadi Dewi Sinta, istri Sri Rama yang juga titisan Wisnu, dan dalam zaman dwapara yuga menitis ke Wara Subadra, adiknya Prabu Kresna, yang juga titisan Wisnu. Abimanyu dan keturunannyalah yang akan menjadi pewaris tahta Yudistira. Abimanyu berasal dari dua kata Sanskerta, yaitu abhi, berani dan manyu, karakter. Abimanyu berarti Ia yang memiliki karakter tak kenal takut atau Sang Pemberani. Konon ketika Abimanyu masih dalam kandungan ibunya, dia dapat mendengar pembicaraan ibunya dengan kakaknya, Prabu Kresna. Prabu Kresna sedang mbabar, menguraikan formasi pasukan chakrawyuha kepada ibunya, Wara Subadra. Sayang belum sampai selesai sang ibu ketiduran, sehingga Abimanyu lahir dan menguasai formasi tempur chakrawyuha, akan tetapi karena ibunya ketiduran maka, dia belum mengetahui cara melepaskan diri dari jerat chakrawyuha. Para leluhur yakin bahwa bayi yang sedang dikandung dapat mengerti keadaan di luar melalui rasa sang ibu yang sedang mengandungnya. Seorang anak yang ibunya sedang melakukan pendadaran, ujian akhir dan selalu khusyuk belajar akan melahirkan putra yang cerdas. Pada waktu hamil seorang ibu juga dilarang membunuh hewan, demikian pula sang suami, hal tersebut dapat mempengaruhi kejiwaan sang anak. Seorang ibu yang cemas pada waktu hamil, menyebabkan kecemasan tersebut tersimpan dalam bawah sadar sang bayi yang dikandungnya. Latihan katarsis amat berguna dalam menghilangkan kecemasan termasuk kecemasan yang terjadi pada saat berada dalam kandungan. Makanan, minuman, suara, bunyi-bunyian dan tontonan yang didengar dan dilihat ibunya mempengaruhi sang bayi yang dikandungnya. Guru pertama seorang anak adalah ibunya. Seandainya ibu-ibu Nusantara berperilaku terpuji, maka majulah Nusantara. Surga sang anak berada di bawah telapak kaki ibu. Alkisah, pada saatnya, putera Abimanyu dari Dewi Utari, ketika berada dalam kandungan juga tahu bahwa panah Aswatama hampir mengenai kandungan ibunya, dan melihat Prabu Kresna menyelamatkannya, sehingga ketika lahir sang bayi selalu memeriksa orang di sekitarnya, apakah orang tersebut adalah yang telah menyelamatkannya ketika masih berada dalam kandungan. Sehingga dia dinamakan Parikesit, yang selalu parikhsa, mencari Prabu Kresna. Abimanyu menghabiskan masa kecilnya di Dwarawati, kota tempat tinggal ibunya. Ia dilatih oleh ayahnya Arjuna dibimbing pakdhenya, Prabu Kresna, dan dimomong, diasuh sejak kecil oleh Semar dan putra-putranya. Disebutkan bahwa Abimanyu adalah inkarnasi dari putera Soma, Dewa Bulan. Sang Dewa Bulan membuat perjanjian bahwa puteranya tinggal di bumi hanya selama 16 tahun. Abimanyu berusia 16 tahun saat ia terbunuh dalam pertempuran Bharatayuda.

Wahyu cakraningrat Kepercayaan sebagian nenek moyang Sebagian masyarakat yakin bahwa wahyu adalah wujud kelimpahan rahmat dan pencerahan Tuhan kepada seseorang. Sehingga orang yang kewahyon, mendapat wahyu dikatakan hidupnya sejahtera secara lahir dan batin. Wahyu dimaknai sebagai tanda perubahan seseorang yang mengarah kepada kebaikan, kesuksesan, dan kemasyhuran yang berguna bagi masyarakat. Perubahan tersebut merupakan hasil dari sebuah laku, olah batin. Pada umumnya laku batin adalah bertapa, berpuasa, berpantang, mengurangi tidur, bertirtayatra, perjalanan spiritual dan sebagainya. Itu semua merupakan wujud determination, kesungguhan dari usaha manusia dalam mendapatkan apa yang diinginkan dan dicita-citakan. Ketika batin seseorang bergerak dengan dibarengi laku, maka akan menimbulkan energi berkekuatan magnet yang dapat menarik energi alam semesta. Semakin berat laku batin seseorang, semakin cepat putaran yang digerakkan dan akan semakin kuat daya magnetisnya dalam menyedot energi alam semesta. Icha shakti, gyaana shakti dan kriya shakti Ketiga syarat yang harus dipenuhi agar seseorang sukses mencapai cita-citanya adalah: Pertama Power of the Will, Determination, Icha Shakti, Tekad bulat dalam diri untuk membebaskan diri dari keterikatan dunia. Mengubah kebiasaan lama yang sudah mendarah daging. Guru lah yang menunjukkan jalannya, tetapi murid harus melakoninya. Kedua Power of Knowingness, Gyaana Shakti, mengembangkan keahlian, pengetahuan, bahwa diperlukan daya tahan dan bekerja keras dalam menuntut ilmu. Perlu memahami hukum sebab akibat, hukum evolusi, power of attraction hukum magnet perubahan. Ketiga Power of Action, Kriya Shakti, melaksanakan semuanya dengan keceriaan. Melaksanakan setiap saat, dengan ilmu dan kesungguhan dan penuh keceriaan. Wahyu Cakraningrat adalah wahyu wijining ratu, wahyu pewaris raja. Alkisah banyak pemuda mencari wahyu cakraningrat agar keturunannya dapat menjadi raja di Nusantara. Disebutkan ada tiga pemuda yang mencari wahyu cakraningrat: Raden Abimanyu, Ksatria Plangkawati putra Raden Arjuna dengan Dewi Wara Subadra; Raden Samba Wisnubratha, Ksatria Parang Garuda, putra Prabu Kresna dengan Dewi Jembawati; Raden Lesmana Mandrakumara, Ksatria Sarojabinangun, putra Prabu Suyudana dengan Dewi Banowati. Ketiganya bertapa di Alas Krendhawahana, sebuah hutan gung liwang liwung, gawat keliwat-liwat, janma mara janma mati, sato mara sato mati, daerah angker tempat Bathari Durga bersemayam, makhluk apa pun yang masuk akan mati. Abimanyu berangkat ke lokasi dikawal oleh panakawan: Semar, Gareng, Petruk, dan Bagong. Samba Wisnubratha dikawal oleh pamannya, Arya Setyaki dan Patih Udawa. Lesmana Mandrakumara dikawal oleh sepasukan prajurit Kerajaan Astina, lengkap dengan

perbekalan dan persenjataan. Pertama kali Abimanyu ditakut-takuti para jin dan demit untuk mengganggu orang-orang yang bertapa. Ini adalah lambang seseorang yang menempuh laku akan ditakut-takuti kecemasan batin. Abimanyu tetap tenang sampai jin dan demit pergi sendiri. Selanjutnya muncul sepasang raksasa yang mengamuk bernama Maling Raga dan Maling Sukma. Kedua raksasa itu pun berperang tanding melawan Abimanyu. Keduanya tewas terkena panah sakti Abimanyu. Jasad Maling Raga berubah menjadi Bathara Indra, dan jasad Maling Sukma berubah menjadi Bathara Kamajaya. Kedua dewa itu pun memberikan banyak petuah, bagaimana caranya agar Abimanyu berhasil mendapatkan Wahyu Cakraningrat. Pada suatu tengah malam, terlihat seberkas sinar yang sangat terang berkeliling di atas Alas Krendhawahana. Sinar itu tak lain adalah Wahyu Cakraningrat yang tengah mencari wadah, pemuda yang sanggup menerimanya. Pertama-tama, Wahyu Cakraningrat masuk ke dalam diri Lesmana Mandrakumara. Merasa kemasukan wahyu, ia pun menyudahi tapanya. Dia sangat girang dan berpesta pora merayakannya bersama para prajurit Korawa. Mereka mabok kelezatan makanan dan minuman. Tingkat kesadaran Lesmana Mandrakumara masih di cakra bawah, cakra makan minum, sehingga sang wahyu cakraningrat tidak dapat bertahan lama. Hawa nafsu makan dan minum Lesmana Mandrakumara membuat suasana panas dan wahyu pergi ke luar. Wahyu Cakraningrat mencoba masuk ke dalam jasad Samba Wisnubratha. Merasa kemasukan wahyu, dia pun menyudahi tapanya. Bathari Durga tidak berkenan dengan hal tersebut dan mengubah dirinya menjadi bidadari yang cantik jelita. Dia pun menggoda Samba. Samba Wisnubratha terpengaruh dan tergoda. Dia pun mencumbu dan memperlakukan si wanita itu layaknya istri sendiri. Akibatnya sangat fatal, Wahyu Cakraningrat yang berada dalam tubuhnya seketika keluar dan melesat, mencari pertapa lain. Prabu Kresna adalah seorang avatar bijak, akan tetapi genetik yang menurun ke putranya adalah genetik suka wanita, yang menjadi kelemahan Samba. Pusat kesadaran Samba masih di cakra seks, energinya masih cair dan selalu bergerak ke bawah menuju cakra kedua. Kemudian Wahyu Cakraningrat masuk ke dalam tubuh Abimanyu. Merasa kemasukan wahyu, ksatria putra Raden Arjuna ini pun merasa sangat bersyukur kepada Gusti. Mengetahui momongannya kemasukan wahyu, Semar pun mewanti-wanti agar Abimanyu semakin berhati-hati. Semar adalah pemandu manusia yang bijak, yang mengikuti perintahnya akan selamat. Ketika bidadari jelmaan Bathari Durga menggodanya, Abimanyu pun selalu menghindar meski si wanita terus-menerus mengejarnya. Melihat momongannya dalam kesulitan, Semar segera membantu. Dia menghajar sang Bidadari habis-habisan. Tiba-tiba, si wanita cantik itu berubah wujud aslinya sebagai Bathari Durga yang bersegera mohon maaf dan menghilang. Guru, dalam hal ini Semar, Sang Pemandu mempunyai pengaruh luar biasa terhadap muridnya. Keyakinan seorang murid terhadap Gurunya akan menyelamatkannya. Pada saat itu kesadaran Abimanyu belum sepenuhnya berupa kesadaran kasih yang berpusat di cakra keempat. Pada saatnya kesadaran Abimanyu akan meningkat karena selalu dimomong oleh Semar.

Wahyu Cakraningrat menghuni raden Abimanyu, dan tindakan-tindakannya nampak dipandu oleh sang wahyu. Walau sudah berupaya, kasih sesungguhnya diperoleh berkat bantuan para suci dan berkah Tuhan. Bila tidak dikehendaki Tuhan, bertemu dengan para suci sungguh sulit. Bila sudah bertemu pastilah terjadi perubahan yang sangat halus dan mendasar. Bertemu dengan para suci sungguh sulit. Yang lebih sulit lagi mempertahankan pertemuan itu. Lalai karena jatuh cinta dengan Dewi Utari Raden Abimanyu telah mempunyai istri Dewi Siti Sundari, putri Prabu Kresna. Pada suatu hari, Abimanyu bepergian bersama Gatotkaca, sedangkan Dewi Siti Sundari putri Prabu Kresna yang menjadi istri Abimanyu ditinggalkan bersama Arya Kalabendana, paman Gatotkaca. Karena perginya berhari-hari tidak kembali, Dewi Siti Sundari meminta Arya Kalabendana mencari mereka. Dengan membaui keringat keponakannya Gatotkaca, Arya Kalabendana dapat menemukan Abimayu dan Gatotkaca yang sedang berada di kerajaan Wirata. Abimanyu sedang berkasih mesra Dewi Utari. Bersentuhan dengan lawan jenis, jika yang muncul adalah birahi, sesungguhnya masih berada pada lapisan kesadaran yang rendah. Apa yang terjadi ketika seorang anak laki menyentuh ibunya? Apa yang terjadi ketika seorang anak perempuan menyentuh ayahnya? Walaupun demikian, seks, napsu birahi, bukanlah sesuatu untuk dihindari. Mereka sesungguhnya sangat alami. Seks, napsu birahi muncul dari kesadaran rendah, kesadaran badaniah. Yang harus kita lakukan bukanlah mengharamkan sentuhan dan duduk bersebelahan, tetapi meningkatkan kesadaran diri. Peningkatan kesadaran diri inilah yang disebut Pembangkitan Kundalini dalam tradisi yoga dan tantra. Inilah lapisan-lapisan langit dalam tradisi sufi. Inilah kasih Ilahi yang diwartakan oleh Yesus (dari Ah karya Bapak Anand Krishna, Gramedia Pustaka Utama, 2000. Seorang Avatar yang datang ke dunia sedang berupaya menyadarkan bahwa kesucian dan ketidaksucian sesuatu disebabkan oleh perasaan, pandangan, pikiran dan nilai yang diberikan terhadap sesuatu itu. Yang suci bagi sekelompok masyarakat, belum tentu suci bagi kelompok masyarakat lain. Bagi seorang Avatar, semuanya itu adalah produk pikiran. Permainan pikiran dan perasaan dan pandangan dan lain sebagainya. Demikian pula deskripsi-deskripsi tentang Hyang Widhi. Abimanyu melihat bahwa dewi Utari mempunyai tanda-tanda yang menunjukkan bahwa dirinya akan kuat menerima wahyu cakraningrat. Sehingga takut ditolak, Abimanyu menipu dengan mengatakan dirinya masih perjaka. Kalau tidak percaya biarlah alam yang menjadi saksi. Abimanyu masih menggunakan mind, belum pasrah terhadap Gusti, karena dia juga ingin kerajaan Wirata akan berkoalisi dengan Pandawa melawan Korawa. Gatotkaca marah dan menampar Arya Kalabendana, dan tanpa sadar tangan dengan kesaktian Bajramusti, Vajra Shakti, Tangan Geledek nya langsung mematikan pamannya. Abimanyu tetap bersalah dengan kematian Arya Kala Bendana Dari Arya Kalabendana, Dewi Utari, paham kalau Abimanyu sudah punya istri, dan sangat kecewa karena Abimanyu telah mengelabui dirinya. Kekecewaan Dewi Utari membuahkan

alam bertindak sehingga dalam perang Bharatayuda Abimanyu akan mati mendapatkan luka arang kranjang, banyak luka bersamaan pada tubuhnya. Apa yang menyebabkan pasang surut kesadaran? Keinginan-keinginan yang ingin terpenuhi, sehingga sebagian kesadaran masih saja mengalir keluar. Selama masih hidup, kesadaran kita akan tetap mengalir keluar. Kesadaran Sri Krishna juga mengalir keluar. Makan minum, berjalan dan lain lain pasti mengalir keluar. Bedanya pengaliran itu disadari sepenuhnya oleh Sri Krishna. Keyakinan bahwa seorang wanita dapat mempertahankan wahyu dipercayai oleh sebagian masyarakat Nusantara. Dikatakan sebagian orang, sepiawai apa pun pak Harto, wahyunya dipertahankan oleh Ibu Tien Suharto. Ketika ibu Tien meninggal, kekuasaan pak harto juga menyurut. Ken Arok juga mempunyai pemahaman seperti itu. Ia yakin bahwa Akuwu Tunggul Ametung yang sedang berkuasa, tidak memiliki kekuatan apa-apa. Yang memiliki pulung adalah istrinya, Ken Dedes. Akhirnya Ken Arok sampai pada kesimpulan, kalau ingin memiliki kekuasaan tidak ada jalan lain kecuali dengan menikahi Ken Dedes. Maka dengan segala muslihat akhirnya ia menemukan cara untuk membunuh Tunggul Ametung dan menikahi Ken Dedes dan menurunkan raja-raja Jawadwipa. Kematian Abimanyu Menyadari Kasih di dalam diri, manusia termabukkan, terpesona. Para pencinta Hyang Widhi termabukkan oleh cinta yang berasal dari dalam diri mereka sendiri. Para kekasih Hyang Widhi termabukkan oleh Pangeran yang berada dalam diri mereka sendiri. Kita masih membutuhkan sarana-sarana di luar diri. Termabukkan oleh hal-hal luaran saja, manusia menjadi pemberani. Apalagi termabukkan oleh sesuatu di dalam diri. Hal-hal luar bersifat temporer, keberaniannya juga temporer. Kasih dalam diri bersifat permanen, seorang pencinta Hyang Widhi menjadi pemberani sejati. Kasih bukanlah nafsu birahi, kasih menuntut pengorbanan. Kegiatan duniawi maupun rohani tersucikan oleh pengorbanan. Panduan Semar dan nasehat Prabu Kresna, meningkatkan kesadaran Abimanyu. Abimanyu sadar akan darmanya sebagai seorang ksatria yang mungkin terbunuh di medan perang. Dia cukup berbahagia mengetahui bahwa Dewi Utari, istrinya hamil. Intuisinya mengatakan hidup dia tak akan lama lagi. Calon putranya sudah dipasrahkan kepada pakdhe Prabu Kresna. Abimanyu sadar semua ini berada dalam kekuasaan Sri Krishna, dharma harus mengalahkan adharma. Mungkin saja dia dan saudara misannya terdekat, Gatotkaca akan mati. Seandainya itu yang terjadi, dia rela, biarlah dirinya menjadi pupuk bagi pengembangan tanaman dharma. Biarlah anak keturunannya mengenang dirinya sebagai pahlawan yang sanggup berkorban deni dharma, demi kebenaran. Alkisah, pihak Korawa menantang Pandawa untuk mematahkan formasi perang melingkar yang dikenal sebagai chakrawyuha. Para Pandawa menerima tantangan tersebut karena Kresna dan Arjuna tahu bagaimana cara mematahkan berbagai formasi. Namun, pada hari itu, Kresna dan Arjuna sibuk bertarung dengan laskar Samsaptaka. Oleh karenanya Pandawa memilih Abimanyu yang masih muda, yang memiliki pengetahuan tentang

bagaimana cara mematahkan formasi Chakrawyuha. Untuk meyakinkan bahwa Abimanyu tidak akan terperangkap dalam formasi tersebut, Pandawa bersaudara memutuskan bahwa mereka akan mematahkan formasi itu bersama Abimanyu dan membantu sang pemuda keluar dari formasi tersebut. Abimanyu menggunakan kecerdikannya untuk menembus formasi tersebut. Pandawa mencoba untuk mengikutinya di dalam formasi, namun mereka dihadang oleh Jayadrata, Raja Sindhu, yang mampu menahan para Pandawa kecuali Arjuna. Sehingga Abimanyu ditinggal sendirian untuk menangkis serangan pasukan Korawa. Berita kematian sahabat dan saudara misannya Gatotkaca, membuat Abimanyu merasa waktu kematiannya sudah dekat. Abimanyu membunuh beberapa ksatria yang mendekatinya, termasuk putera Duryudana, yaitu Lesmana. Setelah menyaksikan putera kesayangannya terbunuh, Duryodana marah besar dan menyuruh segenap pasukan Korawa untuk menyerang Abimanyu, mengabaikan hukum perang ksatria untuk berkelahi satu persatu. Atas nasihat Drona, Karna menghancurkan busur Abimanyu dari belakang. Kemudian keretanya dihancurkan, kusir dan kudanya dibunuh, dan seluruh senjatanya terbuang. Tanpa menghiraukan aturan perang, pihak Korawa menyerang Abimanyu secara serentak. Abimanyu mampu bertahan sampai pedangnya patah dan roda kereta yang ia pakai sebagai perisai hancur berkeping-keping. Tak berapa lama kemudian, Abimanyu terbunuh. Abimanyu terbunuh di dalamnya pada hari ketiga belas perang Bharatayuda. Sapa sing nandur bakale ngundhuh, siapa yang menanam akan menuai, penipuan terhada Dewi Utari dan kematian Arya Kalabendana meminta balasan, Gatotkaca dan Abimanyu terbunuh. Para prajurit menangisi kematian keduanya, akan tetapi mereka tidak mengetahui bahwa Abimanyu dan Gatotkaca berbahagia karena sudah dapat menyelesaikan hutang piutangnya di dunia dan arwah mereka menuju pangkuan Gusti. Pembalasan Arjuna, sang Ayahanda Arjuna paham yang membuat para Pandawa tak dapat membantu Abimanyu yang terperangkap dalam barisan Korawa adalah Raden Jayadrata. Jayadrata mampu menahan Pandawa dalam satu hari peperangan kecuali Arjuna, demikian sabda Bathara Guru. Korawa menjauhkan Jayadrata sebagai stopper yang berjasa, dari kejaran Arjuna yang dapat mengalahkannya. Alam membantu Arjuna, terjadilah gerhana matahari, dan kedua belah pihak mengakhiri peperangan karena sudah menganggap malam telah datang. Arjuna mendapat bisikan Prabu Kresna, sebentar lagi matahari muncul. Saat para Korawa lalai, Arjuna mendekati Jayadrata. Ketika gerhana matahari selesai dan matahari memancarkan sinar kembali, Arjuna berhasil membidik Jayadrata dengan panahnya. Seluruh alam berada dalam kendali Sri Krishna. Bagi Pandawa, gerhana matahari adalah pertanda Sang Surya, kekuatan Karna tertutup oleh Sang Soma, kekuatan ayahnya Abimanyu. Karna akan kalah dan Pandawa akan jaya. Penutup Cuplikan ini diambil dari Buku Narada Bhakti Sutra, karya Bapak Anand Krishna, Gramedia Pustaka Utama, 2001.

Pada hakekatnya, kau tidak dapat membunuh atau membiarkan orang terbunuh. Kau juga tidak dapat mencegahnya. Kematian adalah keniscayaan. Cara seseorang menemui ajalnya ditentukan oleh perbuatannya sendiri. bertindaklah sesuai dengan hukum alam. Berkaryalah sesuai tuntutan tugas dan kewajibanmu sebagai seorang satria. Berkaryalah sesuai dengan peranmu diatas panggung dunia. Hati yang bermandikan cinta kasih, dan diisi dengan cinta kasih sepenuhnya, hanya hati yang demikian dapat memahami pengabdian. Seorang pengabdi akan berhenti mencari, karena ia telah bertemu dengan Sang Kekasih, Ia senang puas, dalam kebahagiaan yang sempurna. Ia berjalan dalam cinta kasih, Apapun yang dia lakukan adalah perwujudan dari cinta kasih. Hidup dia hanya merupakan ibadah. Semuanya ia terima dengan syukur. Seluruh kehidupannya merupakan pelayanan yang tak berakhir.

Salah Kedaden
March 6, 2010 by wayang Aku kalairake minangka pembayun nata agung Ngastinapura Prabu Duryudana lan Ibu Dewi Banowati. Adhiku wadon sesilih Dewi Lesmanawati. Tata lair aku pancen putrane rama prabu. Nanging sejatine aku lan adhiku asil slingkuhe ibu Banowati lan pamen raden Janaka. Lha bener tho..!! Ing kalangan elit pura bae ana paselingkuhan. Kisah roman selingkuh wong agung kraton iki nyatane wis akeh kecatet ing lakon-lakon parwa, sadurunge kraton Ngastinapura ana. Klebu dewa-dewi, widadara-widadari uga akehkang slingkuh. Kelbu inga antarane ratuning ya Hyang Girinata. Mual jeneng ora salah miturut panemuku yen aku ya seneng slingkuh lan nylingkuhi. Lha wong ono sing tak tiru. Nyatane ibuku slingkuh, rama ya api-api ora ngerti. Samubarang sarwa cumepak, kekarepan mesthi keturutan. Wiwit bayi tumeka ngacik diwasa ora ana sing wani mancahi ujar utawa panjaluking putra nata Ngastina. Aku dadi bocah kang ugungan, kesed, seneng reropyan lan ngumbar napsu angkara. kabeh tumindak pokale paman-paman Kurawa tansah dak tiru. Unjukan banderek, ciu, lan liyane sing bisa gawe mabuk, wis dadi pasedhiyan saben ndinane. Dhadhu, kertu, adu jago lan main ngabotohan liyane wis dadi lalaban. Nglirik, njawil, lan ngawe wanita kaajak saresmi, wis minangka pakulinan. Mbuh kuwi prawan anake punggawa, bupati utawa natapraja. Klebu yen perlu bojone liyan, yen pancen ta ayu lan narik kawigatenku, kudu klebu lan mlebu ing tilamsari patengganku. Yen ta nganti suwala untawa sulaya, pasiksan lan pakunjaran papane. Yen ta malah sendika lan atur pisungsun maremake, gedhe ganjarane. Ora urus yen padha nyebut aku iki thukmis. Thukmisku iku wajar wong kanjeng ramaku peteng Permadi, rak ya eis kesuwur satriya kang thukmis, ta?? Yangkung Desarata lan yangti Gendarai ya malah nyengkuyung lan ora nyegah utawa nyaruwe. kanjeng ibu lan rama ya ora ngrewes. Kabeh kagubel urusane dhewe. Dadi cethane kaluwargaku kuwi kalebu kaluwarga broken home istilahe saiki. mBah toh

Sengkuni lan para paman Kurawa malah saya ngububi tingkah polahklu. Lho, apa aku salah, lan salahku ing ngendi? Paedah apa dadi satriya utawa putra nata gung, kok kudu tirakat, mertapa semadi. truthusan mlebu metu alas, nyasak jurang cerung munggah gunung, kok golek rekasa!! Ya salah bodhone dhewe blusukan alas blegedhegan kandhane merguru golek ngelmu jaya kawijayan. Praja gajah Oya gundhange brahmana, pandhita lan resi pinunjul, yen perlu kari milih. Golek ngelmu ben digdaya dhungdeng. Nggeer Saroja Kusuma, putraningsung bocah sigid, bocah bagus kekundanging keng rama. Miturut petunge para waskitha nimpuna praja Ngastina, ing wektu ora suwe maneh jawata bakal nurunake wahyu cakraningrat. Wahyu utama kang dadi piyandeling para sinatriya. Sapa kang bisa nggayuh lan kedunungan wahyu mau, bakal bisa nurunake wiji ratu-ratu binathara ing Nusa Jawa. Mula ngger pamundhutingsun, paripeksa sira sun utus ngupadi wahyu mau. Minangka nganthi pengiringira, pamanira Adipati Ngawangga lan para kadang Kurawa sawadya bala pethingan, bakal tut wuri lampahira. Pangestuku mbanyu mili ngiringi lakumu., kaya mangkono pangandikane rama Prabu Kurupati ing sawijining pisowanan agung Ngastina. Kanggo njaga wibawa lan mamerake kasubdibyan, aku sumanggem dhawuh senajan sabenere ngono wagah blasakan mlebu metu alas. Nanging khasisat bab wahyu Cakraningrat mau ngosikakke pepenginaku. Yen ta aku bisa nggaduh wahyu mau.., satriya-satriya saka praja liyane mesthi bakal dheku-dheku ing sangarepku. Aku bakal luwih ndhangak maneh ing mengkone, yen milih calon prameswari. Cekaking kandha.., aku wis tumeka ing aldaka kang karamal papan tumuruning wahyu kasebut. Pasemeden wis kacepakake dening paman Kurawa, banjur pasang gelar kanggo ngawekani bebaya satengahing wana. Miturut kabar saka telik sandi, Raden Abimanyu satriya Plangkawati kadherekake deing panakawan catur, lan diampingi dening Raden Gatutkaca sasedulure, mapan ing lengkeh sisih kulon aldaka. Dene ing lengkeh sisih kidul papan pesanggrahane Raden Samba saka praja Dwaraka, diampingi paman Sentyaki lan paman Udawa. Kabeh mau padha dene nduwe sedya nggayuh wahyu Cakraningrat. Kanggo mbutekke sapa ingsung senajan banget kapeksa, aku kudu tirakat lau semadi, nyegah babahan hawa sanga. Meleng muhung paminta mring Hyang Jagatnata, supaya maringake lan nyawijikake wahyu manjing jiwaku. Lungkrah lan lemes anggaku, klemunklemun ung enering netra, cat eling cat ora. Ing petung sapta ari saka rumangsaku ana wanodya sulistya turah rupa kurang candra, prapta ing ngarepku. Ngrepepa arep suwita pasrah jiwa lan raga. Whelelah, thenguk-thenguk nemu gethuk iki. Dhasare wis suwe ngempet hardaning birahi, iki ana prawan ayu nyaketi malah pasrah bongkokan. Dudu Lesmana Mandrakuma yen ta ora nglanggati sedya. Badhar saka ing tapa aku nedya nubruk sang kenya sulistya. Badhar wujuding putri pindha hapsari kuwi, malih cahya mencorong mlesat saka ngarepku, tumuju sisih kiduling aldaka. Gurawalan mbah tih Sengkuni lan mbah Durma ngandika yen kuwi wujuding wahyu Cakraningrat kang mlesat. Enggal prentah ngoyak lan nguber palyuning wahyu. sauruting marga mbah Kuni nggremeng semu gela. Dhasare pancen wadhah kosong, arep diiseni sarana legi ya bali mlompong. Dospundi niki wakne gondhel?

Karo krenggosan melar mingkus yang ndhita Durna njawabMonyor..monyor mprit ganthil. Satriya yen kurang cegah dhahar lan sareee ya ngene iki dhi. Ya wis saiki kudu tetep diupadi, sapa reti iki mung cobane wahyu mau. Paman Citraksi nyala atur,Man.. man Kun..dhieh.. Kun..Kuni, mlom..mlom..pong niknikurak nggihnggih kayasamsampeyan..man. Lha.nik niku..wa..rah..rahanempeyanman!! ooo dhasar dhegleng..bocah ra urus tenan Dursasana..keplakna adhimu kuwi ngger Cumanthaka tenan cah ji ki. Paman Dursasana sing lageyane sraweyan karo ngguyuiku mung glegas-gleges. Mung paman Dipati Karna kang tansah jinem. Mbokmenawa saka prabawane para Kurawa banjur meneng lan lumaku cepet nasak grumbul pepalang ri, ngupadi mlayune wahyu. Kacarita ora beda adoh kaya kahanan sing tak alami. Kakang raden Samba uga direridhu godha dening wanodya sulistya panjilaming wahyu mau. Serupa lakuning wuwus..nyatane raden Samba kapilayu gandrung kaya wong gemblung. Wusana wahyu mau bali oncat saka parangkule raden Samba, kumleyang munggah ladaka tumuju lengkeh sisih kulon, papan mesu raden Abimanyu sakadang putra Pandawa. Ing kene wahyu luwih kuwat anggone nyoba mbadharake tapane putra paman Arjuna iki. Nanging dhasare satriya pethingan tan pasrah godha rencana. Senajan ta wahyu wujud wanodya hapsari mau nganti nglegena, tan keguh sang sinatriya. Wusana wahyu mau manjing ing anggane raden Abimanyu. Cethane sing kasil ngayuh lan darbeni wahyu Cakraningrat si Angkawijaya iki. Aku ora trima, nedya tak jaluk kanthi peksa. Merga den kukuhi ing wasana ndadekake pancakara. Nanging Kurawakaseser kapeksa bali ing praja tanpa kasil. Aku serik lan mangkel banget marang Abimanyu. Sepisan merga dheweke pancen satriya bagus jatmika lan pilih tandhing, Kaping pindho dheweke kang bakal nurunake ratu-ratu binathara ingNusa Jawa ing tembe. Lakon kang meh padha uga dak temoni, nalika aku kejibah nggayuh wahyu Makutharama. Wahyu keprabon kang gedhe banget sawabe. Kaya kawuri aku kadherekake para Kurawa lan diampingi dening para sesepuh mirunggan, tumuju mring gunung Suwelagiri papan kang ditenggarani bakal dadi panggonan tumuruning wahyu. Ing kene bali gagar wigar, wahyu mau katampa dening pama Harjuna. Gendheng tenan..!! Sing kepungkur anake, saiki sing ketiban pulung bapake. Kabeh kuwi kaluwarga Pandhawa. Atiku tambah anyel maneh. Eloke lelorone kok ya ora welas karo aku, mbok yo ngalah. Mbok ngelingi ngono lho!! Kanggo ngurangi stress, aku tansaya ndadi ambyur ing malima. Dinar kencana kari ngeruk saka kahartakan prha, para paman Kurawa saputrane padha nyengkuyung, wis arep opo maneh. Raden Lesmana Mandrakumara putra pati nata gung Ngastina, prasasat idu geni. Apakang sinedya kudu dadi..aku kok. Nanging ya saka polah tumindakku iki sing ndadekake aku angel lan tansah gagal nggolek prameswari. Bola-bali tansah kesandhung. Ing antarane kaya pengalamanku iki. Nalikane kabar bakul sinambiwara yen outra nata Dwarawati Dewi Siti Sendari wis nedheng diwasa. Ucaping kidung kang katulis ing rontal, pindha widadari ngejawantah. Aku nyuwun marang kanjeng rama Kurupati, lumantar ibu Banowati supaya nglamarake. Kanjeng rama nyarujuki lan enggal tata rakiting lamaran agung. Bebanjengan berisan saka Ngastina nggawa mas picis rajabrana lan nawala rontal panglamar ngiring lakuku nitih kreta kencana tumuju Dwaraka. Ing kana lamaranku katampa, nanging dhiajeng Siti

Sendarai nyuwun bebana patah sakambaran kang sulistya ing warna tanpa cacad. awit mbarengi saka Madukara uga atur panglamar kanggo Abimanyu. Sapa kang bisa luwih dhisik nyembadani pamothahe sang retna, kuwi kang wenang mboyong mustikaning keputren Dwaraka. Aku lan Abimanyu saguh ngupaya tyasing bebena, madal pasilan pisah marga. Sajake para dewa lagi njangkung sedyaku. Durung adoh saka praja Dwaraka aku ketemu paraga sulistya sakembaran, kaya sinebut ing patembaya. Paraga kenya sakembaran mau katon yen lugu, putri saka arga. Sesilih Dewi Endang Pergiwa lan Endang Pergiwati saka pertapan Andong Cinawi. Kadherekake cantrik tuwa Janaloka, saperlu ngupadi ramane Raden Arjuna. Iki sing jenenge kutuk marani sunduk, sida klebu wuwu. Saka krenahe mBah Tih Sengkuni, apus krama bakal disowanake lan ditemokake, sebab paman Janaka isih sedulure Kurawa. Nanging kanthi janji supaya gelem dadi patah penganten dhaupku mengko. Jujur lan bares kures, kenya loro iki malah yen bisa malah dadi darbekku pisan, nyatane ya ora kalah karo dhiajeng Sri Sendari. Nanging sajake cantrik tuwa kuwi cubriya, nggengkeng yen arep nyowanake dhewe. Aku kok dipancahi. Sedulur Kurawa murina. Sulayaningn rembung dadi pancakara. Sepira banggane cantrik tuwa ngiyeyet. Prasasat ora nganti sepenginang wis ngemasi. Pergiwa Pergiwati keweden keplayu, dibujuk dening para Kurawa. Jelih-jelih njaluk tulung. Aku wis nyicil bungah, sepira kekuwataning wanita, sedhela maneh bakal dadi gawan. Nanging surak bungahing Kurawa malih dadi klakep, malih dadi jerit klaran. Pating bilulung ditladhung saka akasa dening si Purubaya Gathutkaca. Bosah-baseh katrajang kridhaning Abimayu sakadang putra Pandhawa. Kurawa lepeksa kethetheran ngunduri payudan. Pergiwa lan Pergiwati sida dadi patah penganten kanggo ngiring pahagyan agung Dwaraka. Abimanyu kang kesinungan kabegjan bisa mboyong Sri Sendari. Atiku tansaya nabet sering kepati marang Angkawijaya. Aku kudu bisa males ukum mbesuk. Pancen mbokmenawa Siti Sendari pancen dudu jodhoku. Nanging wewayange Pergiwa lan Pergiwati ora bisa ilang saka impen lan telengin ati. Beda banget karo para putri Ngastina, sing sasuwene iki tansah gilir gumanti dadi rerengganing tilam sariku. Putri kembar iki ngluwihi samubarange. Nuruti brantane ati aku sesidheman ninggalake praja, tumuju mring Ngamarta. Gancaring kandha aku bisa mlebu ing taman sari tanpa kadenangan, ndilalah ing kono si Pergiwa kok lagi ijenan ngincupi kupu kang ngisep maduning kembang petamanan. Swasaning uga sepi kaya ngerti krenteging ati. Pergiwa kudu bisa tak dustha menyang Ngastina, dene yen bangga bakal tak rudhapeksa. Wis kadung kenthip, nalika lena dak tubruk lan dak dekep supaya ora bisa njerit. Dak ariharih supaya nurut dak boyong nang praja, nanging tansah bangga. Saka polahe kasemekane mlorot. Mungal payudarane sesisih kang nyengkir gadhing, petak resik nanthang birahi. Umod sakal getihku tan kuwawa ndeleng endahing raga, nedya nutasake paripeksa. Saka daya kang kesesa aku lena. Tanganku dicokot wani, kelaran uwal saka kancingan. Njerit sora nedha tulung. Tan ngerti sangkaning bilahi, anggaku mencelat digawe pangewan-ewan dening Gathutkaca. Dirante dadi bandan mlebu pakunjaran, ngenteni pengadilan. Saka swara slenthingan nalika aku eling saka kantaka ing pakunjaran, yen Endang Pergiwa wis dilamar lan bakal dadi sisihane Gathutkaca, bakal ngrenggani dhampar Prameswari ing Pringgondani. Kojur apes dhedes, remuk rempu rasane awakku. Perih keju laraning atiku. Kagol sedyaning ndriya nggarwa Endang Pergiwa.

Saka panangising ibuku Banowati marang uwa Puntadewa ing Ngamarta lanmarang para Pandhawa, panyuwun pangapura mligine marang paman Arjuna. Lilih penggalihe aku diluwari lan kapurih bali mring Ngastina. tan kocapa dukane rama prabu marang aku, nanging uga lilih lan leren nalika mireng tangise ibuku sing ditresnani. Atiku saya njarem marang para putra Pandhawa, apa maneh aku uga krungu yen Pergiwati bakal dadi garwane Pancawala, putrane uwa Puntadewa. Aku suthik kedhisikan maneh. Sadurunge Pergiwati dadi garwane Pancawala pangeran pati Ngamarta, kudu dak dustha, yen perlu ora entuk siji ora entuk kabeh. Pancawala nyadhing Pergiwati kudu ora suci maneh. Atiku muntab kebranang, kebak rasa pangigit-igit. Ora watara suwe, aku wis nular kasatriyan kanthi sesidheman. Ra urus yen saoungkurku padha komung kontrang-kantring, lungaku tumuju mring alas gung Krendhawahana, ya kahyangan Setra Gandamayit. Paleremane Dewi Durga dewining kadurakan. Miturut ujaring kandha sang bethari iki malihan ruoa saka bethari Uma, garwane Hyang Jagatnata kang kesiku, kena supatane Hyang Jagat Pratingkah. Ngrenggani pura Krendhawahana jejuluk ratu Permoni. Marikelu semadi manengku puja supaya bisa entuk kasihing Hyang Durga. Kaleksanan sedyaku Sang Bethari kersa nemoni lan ngabulake sedyaning gati. Bakal kajangkung sedyaku tumeka ing tamansari Ngamarta, bakal bisa ndustha sang dewi, kaleksanan kang sinedya. Mung kanthi piweling, ora kena gawe gendra lan netesake ludira, gedhene nganti ngadani rajapati. Yen wani nerak bakal rugi lan nanggung akibat sengsarane. Kinanthi aji palimunan saka Hyang Dewi Durga, aku bisa mlebu ing gandhok tilamsarine Pergiwati. Sang ayu nembe nendra kepati, awit wancine pancen lingsir wengi. Anggone kepati nganti jarit agemane nglingkap dhuwur ngatonake pupu lan wentis kang mukang gangsir. Yen mrangguli kahanan kaya ngene iki aku nora tahan. Getih lanang bakal enggal ngrangsang. Apamaneh ndeleng blegere sang edi, weweg isi milangoni. Ora nunggu kesiwen, dak ruket anggane sang Endhang. Kaget polah nanging ora kuwawa ngedalake swara. Kridha- sumedya uwal saka pangrangsangku, agemane dadi saya morat-marit, nambahi brantaku. Bali saka keusu anggonku wuru, lena pangawasku sang dewi nyaut patrem kang gumlethak ing meja caket dhipan rinengga. Nedya beladhiri namakake patrem ing anggaku, dak cekel astane kuwalik ganti nyuduk jajane. Njerit kapidara gumonthang ing kasatriyan, tan suwe wis kinepung jurit sing dipandhegani Raden Pacawala. Bramantya kerot padoning lathi ngerti calon garwane kapidara, nrajang nedya mikut anggaku. Sadurunge kedhisikan aku ndhisiki. Keris pusakaku dan tamakake pas nembus jaja tumeka walikat. Pancawala tiwas kapidara. Geger kasatriyan, sepira banggaku satriya leda-lede. Kapikut dadi bandan bali mlebu pakunjaran. Dumeling pangandikane sang Bethari, aku wis nrajang pepali. Kang mesthi aku bakal nompo paukuman pati. Kabar aku dadi bandan ing Ngamarta wis tumeka ing Ngastina. bali ing kene rama Kurupati tedhak dhewe kadherekake ibu Banowati, kairing tetungguling sepuh Kurawa lan para sesepuh. Kepeksa tapak asma ing kekancingan perjanjen, yen aku tan kena maneh tindak dur angkara. Laku culika ing praja Batanakawarsa ya Indrapasta. Nganti mbaleni lan kadenangan nora bakal ingapura maneh, paukuman abot bakal daksandhang. Kayangapa isinku nalika kudu napak asmani perjanjian rontal kuwi, sineksen oara aji kalbeu Prabu Swarawati kang wis maluyakake Pergiwati kanthi kembang Wijayakusuma. Semono uga Pancawala kang wis bali waras wiris sawise kalarung ing benawi minangka syarate nirmala jati. Aku mung tumungku sedhih atiku nangis kasangsaya. Isin, serik, jengkel

numpuk dadi siji. Mung bisa nggetuni laku jantraning uripku. Urip prasasat tanpa guna, mung bisa nyalahake liyan. Lali lan ora nglenggana yen kuwi saka undhuh-undhuhing brahala.Karma saka laku tumindakku. Apa ya kaya mengkono pangadikane para dwija winasis. Prek mbelgedhes. Lesmana Mandrakumara ora percaya. Wis ora perlu golek bojo, enak bojo-bojonan wae. Wis ra urus kiwa tengen. mbuh ibuku arep terus-terusan slingkuh karo Permadi, ramaku tetep bungkem yo wis ben. Adhiku wadon dewi Lesmanawati tetep ndhugal ya wis karepe. Malah ing sawijine lakon carangan, dheweke dislingkuhi dening Bathara Guru Pangwasa Tribana ya terserah. Njur didhaupake karo raden Warsakusuma putrane paman Karna ing Awangga ya ben. Nalikane pecah perang Baratayuda, perang antarane kulawarga trah Barata ing Tegal Kurusetra. Miturut ujaring kandha kuwi perang gedhe kaloro ing madyapada, sawise bubruh Alengka ing jaman Ramayana. Mbok arep paten pinaten yo wis ben, atiku kadhung serik mrekitik ora bakal mari. Utamane mring putra-putra Pandhawa, mligine si Abimanyu. Mula nalikane uwa Kartamarma bali saka pabaratan nggoleki aku ing kasatriyan, kandha yen Abimanyu wis klebu wuwu ing gelar perang gedhong minepe Kurawa, atiku padhang, batinku surak. Ngger Saroja Kusuma, pun wancine andika mbengkas karya. Suwe mijet wohing ranti yen badhe mungkasi Abimanyu. Putra Plangkawati niku mpun kentekan daya rinanjap senjatane Kurawa. Andika mung kantun njuss. nyublesake keris pusaka, nguntapaken nyawane Abimanyu ing neraka. Monggo ngger mumpung taksih wonten wekdalipun, selak kedhisikan Hyang Yamadipati. Andika paman kanthi mring Kurusetra. Rindhik asu digitik, nyongklang jaran cemani tumuju ing rananggana. Abimanyu katon semu ngadeg semu gemeter, soca nutup menthang langkap. Pancen aku meri marang satriya kukuh teguh iku. Sanajan tatune arang kranjang kinraaocok rinajap ing lembing, tumpak lan panah, nanging isih kuwawa ngadeg senajan ora jejeg adus ludira. Gemendhung lumalungkung ngguyu latah-latah, aku ngisis curiga nyedhaki papan ngadege Abimanyu. Saya gemeter anggane, sikile wis nekuk separo kari ambruke. Hmmm, Abimanyu kowe bakal mati rinanjap, mandi kepangan sumpahmu dhewe. Kowe ngapusi Utari putri Wiratha. Ngaku jaka senajan wis mbojo Sendari. Huh merga pokalmu kuwi Kalabendana nganti kepeksa mati saka tangane Gathutkaca. Nyatane kowe yo satriya sing culika tega apus krama. Nyatane kowe dudu satriya tama. Beda kaya aku Lesmana Mandrakumara, pancen satriya kesuwur ala. Nyatane kowe bakal mati saka tanganku. Aja kuwatir Sendari lan Utari sakpungkurmu, bakal ngrenggani dhampar Ngastinapura ndampingi aku minangka prameswari. Ra entuk prawane yo randhane. Durung yen Gathutkaca lan Pancawala modar sisan,Pergiwa lan Pergiwati bakal tak boyong sisan. Saiki Abimanyu, tampanana pusakaku. Modar koeghkekgkk Lho, dhadhaku kok panas perih. Lho bedor panah nancep nembus dhadhaku. Abimanyu isih bisa nglepaske panah pusaka Kyai Gusara marang aku, aku ngglebag, donyaku dadi peteng ndedhet. Saiki malah entheng, eee aku bisa ndeleng ragaku dilangkahi Abimanyu. Para Kurawa kang nedya ngrebut kawandaku kapeksa mundur saka lepasing jemparinge Abimanyu, ora ana kang wani nyedhak. Abimanyu kaya bali entuk kekuwatan thikel, jemparinge isih mangan kurbaning prajurit lan Kurawa.

Paman Jayadhata adipati Banakeling sisihane bibi Dursilawati saya murina. Ngeprak dwipanggane nrajang papane Abimanyu. Mbabitake pusakane Kyai Glinggang, pecah sirahe Angkawijaya, ragane diidak-idak remuk dening gajah perange paman Jayadhata. Kaangkat jisimku mundur saka payudan, rawat-rawat sekar Megatruh ngumandhang saka tegal Kurusetra. Ibu Banowati nangis ngguguk ngrakul layonku kang sinucenan. Rama prabu mung kerot waja karo njenger, nalika geni mulat ing pancaka mbesmi ragaku. Sawetara kau isih bisa nyekseni ragane Abimanyu kan uga kabesmi ing pancake, tinangisan kaluwarga. Lan laku sati Siti Sendari bela pati ambyur ing geni ngalad-alad. Utari mung ngungun cinandhet, amarga nggarbini bayi calon ratu gung binthara ing Nusa Jawa kaya kang wis kaweca. Sumpahe paman Arjuna bakal merjaya paman Jayadrata ing dina sesuke. Kumleyang sya ndedel ing ngawiyat sukmaku, tinuntun sukmane Abimanyu lan sukmane para prajurit kurbaning Baratayuda. Saya adoh lan saya dhuwur. (tancep kayon) dening BP. Soedarsono, SG Kapethik saka Panjebar Semangat 28-29/2007

Kalabendana tansah nresnani lan ngiringi Gathotkaca


March 6, 2010 by wayang

Ditya Kalabendana iku anake ragil Prabu Arimbaka, raja nagara Pringgadani. Kalabendana duwe sedulur cacah pitu, yaiku Prabu Arimba, Prabu Arimbi, Brajadenta, Brajamusti, Brajalamatan, Brajawikalpa lan Prabakiswa utawa Prabakesa. Miturut andharan ing buku Ensiklopedi Wayang Purwa, weton Balai Pustaka, 1991, Kalabendana awujud raseksa kunthing, praupane edhum, ora pinter, jujur, wicarane alus nanging celat. Dheweke duwe rasa sih lan tresna banget marang Gathotkaca, sing ora liya ponakane. Kalabendana ngiringi Gathotkaca tumuju Suralaya nalika arep didu kalawan Prabu Pracona utawa Percona. Nalika Gathotkaca sing isih bayi didu kalawan Ditya Kasipu utawa Sekipu, utusane Prabu Pracona, dheweke mati amarga dicakot. Kalabendana banjur ngamuk mbela Gathotkaca saengga akeh prajurit pangiringi Kasipu sing mati, wusana Ditya Kasipu kaweden meruhi kridhane Kalabendana. Gathotkaca sing mati dening jawata banjur dikum ing kawah Candradimuka, digodhog bebarengan maneka warna sanjata, saengga sanjata-sanjata iku ndadekake ragane Gathotkaca ora tedhas tapak paluning pandhe sisaning gurinda. Wusana Gathotkaca banjur

didu maneh kalawan Ditya Kasipu, saengga kasil mateni utusane Prabu Pracona iku. Malah Prabu Pracona dhewe uga kasil dipateni dening Gathotkaca. Nalika kedadeyan kramane Brajadenta kanggo nguwasani dhampar keprabon Pringgadani, Kalabendana mehak sing ora sarujuk kalawan Brajadenta. Kawitane Kalabendana iku jenenge Kalakatung, amarga tansah nuwuhake lan nemoni kacilakan utawa bendana banjur dijenengake Kalabendana. Ing lakon Gathotkaca Sraya, Abimanyu ngapusi sisihane sing kapisan, Dewi Siti Sundari (anake Prabu Kresna). Abimanyu kandha yen dheweke arep mbebedhag ing alas, ananging kasunyatane Abimanyu tumuju Wirata bebarengan Gathotkaca kanggo nglamar Dewi Utari. Kalabendana dipasrahi njaga Dewi Siti Sundari. Dene Dewi Siti Sundari sing krasa ora kepenak atine amarga ditinggal Abimanyu banjur ngutus Kalabendana supaya nggoleki Abimanyu. Kanthi kasektene, Kalabendana bisa ngambu kringete Gathotkaca lan bisa nemokake kekarone, Gathotkaca lan Abimanyu. Kekarone ana ing keputren Wirata nembe gegojegan kalawan Dewi Utari. Kalabendana ngejak kekarone bali mulih lan ngandhakake yen sisihane Abimanyu sedhih atine amarga ditinggal. Amarga wicarane Kalabendana iku, Dewi Utari ngerti yen Abimanyu wus duwe sisihan. Amarga mangkel lan krasa diapusi dening Abimanyu, Dewi Utari nyepatani Abimanyu yen samengkone bakal mati kanthi tatu arang kranjang ing paprangan Baratayuda. Gathotkaca dadi muntab amarga tekane Kalabendana. Gathotkaca lali marang jejere bapak cilike iku. Kalabendana diglandhang metu lan diajar nganti mati. Sadurunge nemahi pati, Kalabendana nyepatani Gathotkaca yen ing sawijining dina dheweke bakal males tumindake Gathotkaca ing perang Baratayuda. Ing perang Baratayuda babak kaping IV, Suluhan, sumpahe Kalabendana kasembadan. Sabanjure, sawise mangerteni dhodhok selehing prekara, nesune Dewi Siti Sundari disuntak marang Semar, pamonge Abimanyu. Semar dhewe genten nyepatani Dewi Siti Sundari, sisihane Abimanyu iki ora bakal duwe anak turun. Amarga anane Kalabendana tansah nuwuhake kacilakan utawa bendana, hamula Kalakatung banjur kondhang kanthi jeneng Kalabendana. Dheweke mati dening Gathotkaca amarga bendana sing tansah ngiringi tekane. Ing perang Baratayuda babak kaping IV, Gathotkaca sinengkakake minangka senapati perang Pandhawa ngadhepi Adipati Karna, senapatine Kurawa. Nalika sanjata Kunta metu lan digegem dening Adipati Karna, Gathotkaca ngendhani kanthi cara mabur ngangkasa, karepe supaya ora ketaman sanjatane Karna. Meruhi krenahe Gathotkaca iku, Karna dadi bingung amarga dheweke mesthekake sanjatane ora bakal bisa ngenani Gathotkaca.

Ananging Karna tetep nglepasake Kuntawijaya ngener ayang-ayang werna ireng ing akasa. Kunta ngeplas saka gandhewa. Jitma Kalabendana meruhi playune sanjata Kunta lan banjur nyekel sanjatane Karna iku lan kagawa tumuju Gathotkaca sing ndhelik aling-aling mega. Kuntawijaya nubles pusere Gathotkaca. Getih nyembut kadidene udan, nelesi pabaratan Baratayuda. ::pra:: Posted in Wayang Jawa | Leave a Comment

Pregiwa-Pregiwati anake Arjuna lan Endang Manuhara


March 6, 2010 by wayang

Endang Pregiwa iku anake Arjuna lan Endang Manuhara. Dheweke duwe sedulur tunggal bapa biyung sing jenenge Endang Pregiwati. Ing lakon Pregiwa-Pregiwati, kekarone bebarengan lunga nggoleki bapakne menyang Amarta, kairingan Cantrik Janaloka minangka pangiringe. Ing tengahing laku ngupadi bapakne iku, katelune sapatemon kalawan Kurawa sing nembe ngupadi patah kembar kanggo minangkani wewaton nglamar Dewi Siti Sendari. Ancase Kurawa, Dewi Siti Sendari bakal didhaupake kalawan pangeran pati Astina sing jenenge Leksmanamandrakumara. Nalika Janaloka kacipuhan ngadhepi Kurawa ing sawijining andon yuda sing ora imbang, Endang Pregiwa banjur ngejak mlayu Endang Pregiwati, nyingkir saka papan andon yuda. Endang Pregiwa lan adhine wusana sapatemon kalawan Abimanyu. Sabanjure Abimanyu ngadhepi Kurawa sawise Janaloka nemahi pati. Lan nalika iku Gathotkaca mbiyantu Abimanyu saengga kekarone kasil ngasorake para Kurawa. Gathotkaca sing weruh Pregiwa lan Pregiwati banjur tuwuh rasa tresna ing atine. Endang Pregiwa nglanggati krenteging rasa tresa ing atine Gathotkaca lan wusana kekarone didhaupake. Gathotkaca lan Endang Pregiwa nurunake anak siji sing jenenge Arya Sasikirana utawa Sasikirna.

Dene Endang Pregiwati sabanjure dilamar dening Pancawala sawise kedadeyan rajapati. Gathotkaca ditutuh mateni Pancawala nggunakake keris sing disilih saka Arjuna, saengga antuk paukuman kanthi cara dirante. Nanging Gathotkaca kasil ndhudhah sejatining kedadeyan rajapati iku. Gathotkaca kasil nemokake bukti yen sing mateni Pancawala ora liya Leksmanamandrakumara, anake Duryudana utawa Suyudana, sing pancen pengin sesandhingan kalawan Endang Pregiwati. Wusana, Gathotkaca diluwari saka paukuman lan Pancawala diwaluyakake maneh dening Sri Kresna amarga pancen durung tekan pepesthene nemahi pati. Dhaupe Endang Pregiwati lan Pancawala, anake Prabu Yudhistira, lumaku kanthi regeng lan agung kadidene dhaupe anak raja. Pancawala ing crita pedhalangan Jawa mujudake anake Prabu Yudhistira utawa Puntadewa, raja ing Indraprasta/Amarta/Amerta, lan Dewi Drupadi, anake Prabu Drupada raja ing Pancala. Miturut crita Hindhu, Dewi Drupadi duwe sisihan akeh utawa nglakoni poliandri, yaiku dadi sisihane Pandhawa sing nurunake anak dhewe-dhewe. Ing Mahabarata, Pancawala uga sinebut Pancakumara utawa Pandhawasuta, tegese anake para Pandhawa. Lan saka dhaupe Dewi Drupadi kalawan para Pandhawa banjur nurunake Pratiwindya (anake Yudhistira), Srutasoma (anake Bima), Srutakirti (anake Arjuna), Srutanika (anake Nakula) lan Srutakarman (anake Sadewa). Pancawala banjur dhaup karo Dewi Pregiwati. Ing perang Baratayuda, Pancawala mehak Pandhawa. Pancawala urun kridha mbela Pandhawa nalika pasanggrahane Pandhawa dirabasa Kurawa, yaiku ing Baratayuda babak katelu utawa Ranjapan. Pancawala bebarengan para senapati Pandhawa ngadhepi panempuhe Kurawa. Nalika Aswatama nylundup mlebu wewengkon Karaton Astina sedya mateni Parikesit, Pancawala mati dening Aswatama. Pancawala raket pasedulurane karo Anantasena, anake Bima lan Dewi Urangayu, anake Hyang Mintuna. ::Ichwan Prasetyo:: Posted in Wayang Jawa | Leave a Comment

Utari
October 27, 2006 by wayang Dewi Utari adalah putri bungsu Prabu Matswapati/Durgandana, raja negara Wirata dengan permaisuri Dewi Ni Yutisnawati/Rekatawati, putri angkat Resi Palasara dengan Dewi Durgandini. Ia mempunyai tiga orang saudara kandung masing-masing bernama, Arya Seta, Arya Utara dan Arya Sangka/Wratsangka. Dewi Utari mempunyai sifat perwatakan halus, wingit, jatmika (selalu dengan sopan santun) dan sangat berbakti. Ia wanita kekasih Dewata yang mendapatkan anugrah Wahyu Hidayat. Dewi Utari menikah dengan Raden Abimanyu/Angkawijaya, putra Arjuna dengan Dewi Sumbadra, yang telah mendapat anugrah Dewata berupa Wahyu Cakraningrat. Dengan demikian mereka telah dikodratkan akan menurunkan raja-raja besar. Saat Dewi Utari hamil dan kandungannya memasuki usia sembilan bulan, Raden Abimanyu, suaminya gugur di medan perang Bharatayuda. Ia melahirkan di Istana Astina, sesudah berakhirnya perang Bharatayuda dan keluarga Pandawa sudah boyongan dari Amarta ke Astina. Oleh Resi Wiyasa/Bagawan Abiyasa, putra Dewi Utari tersebut diberi nama Parikesit, yang setelah dewasa menggantikan kedudukan Prabu Karimataya/Yudhistira menjadi raja negara Astina. Posted in Tokoh Mahabharata | Leave a Comment

Siti Sundari
October 27, 2006 by wayang Dewi Siti Sundari sesungguhnya putri Bathara Wisnu dengan Dewi Pratiwi, putri Prabu Nagaraja dari kerajaan Sumur Jalatunda. Ia mempunyai kakak kandung bernama Bambang Sitija, yang setelah turun ke Arcapada dan menjadi raja di negara Trajutisna bergelar Prabu Bomanarakasura. Ketika Bathara Wisnu turun ke Arcapada menitis pada Prbau Kresna, raja negara Dwarawati, Dewi Siti Sundari menyusul turun ke Arcapada dan diakui sebagai putri Prabu Kresna. Ia mempunyai sifat perwatakan; baik budi, sabar, setia dan sangat berbakti.

Dewi Siti Sundari menikah dengan Abimanyu/Angkawijaya, putra Arjuna dengan Dewi Sumbandra, adik Prabu Kresna. Dalam perkawinan tersebut ia tidak mempunyai anak. Ia mati masuk ke dalam Pancaka/api pembakaran jenazah Posted in Tokoh Mahabharata | Leave a Comment

Parikesit
October 26, 2006 by wayang Parikesit adalah putra Abimanyu/Angkawijaya satria Plangkawati dengan permaisuri Dewi Utari, putri Prabu Matswapti dengan Dewi Ni Yustinawati dari negara Wirata. Ia seorang anak yatim, karena ketika ayahnya gugur di medan perang Bharatayuda, ia masih dalam kandungan ibunya. Parikesit lahir di istana Astina setelah keluarga Pandawa boyong dari Amarta ke Astina. Parikesit naik tahta negara Astina menggantikan kakeknya Prabu Karimataya, nama gelar Prabu Yudhistira setelah menjadi raja negara Astina. Ia berwatak bijaksana, jujur dan adil. Prabu Parikesit mempunyai 5 (lima) orang permasuri dan 8 (delapan) orang putra, yaitu ; 1. Dewi Puyangan, berputra ; Ramayana dan Pramasata 2. Dewi Gentang, berputra ; Dewi Tamioyi 3. Dewi Satapi/Dewi Tapen, berputra ; Yudayana dan Dewi Pramasti 4. Dewi Impun, berputra ; Dewi Niyedi 5. Dewi Dangan, berputra ; Ramaprawa dan Basanta. Dalam kitab Adiparwa, akhir riwayatnya diceritakan : Prabu Parikesit meninggal karena digigit Naga Taksaka sesuai dengan kutukan Brahmana Granggi yang merasa sakit hati karena Prabu Parikesit telah mengkalungkan bangkai ular hitam di leher ayahnya. Bagawan Sarmiti. Posted in Tokoh Mahabharata | Leave a Comment

Arya Kalabendana
October 26, 2006 by wayang Arya Kalabendana adalah putra bungsu Prabu Arimbaka raja raksasa negara Pringgandani dengan Dewi Hadimba. Ia mempunyai tujuh orang saudara kandung, bernama; Arimba/Hidimba, Dewi Arimbi, Brajadenta, Prabkesa, Brajamusti, Brajalamatan dan Brajawikalpa. Kalabendana mempunyai sifat dan perwatakan; sangat jujur, setia, suka berterus terang dan tidak bisa menyimpan rahasia. Kalabendana meninggal karena pukulan/tamparan Gatotkaca yang tidak sengaja membunuhnya. Tamparan Gatotkaca ke kepala Kalabendana hanya bermaksud menghentikan teriakan Kalabendana yang membuka rahasia perkawinan Abimanyu (putra Arjuna dengan Dewi Sumbandra) dengan Siti Sundari (putri Prabu Kresna dengan Dewi Pratiwi) tatkala Abimanyu akan menikah dengan Dewi Utari, putri bungsu Prabu Matswapati dengan Dewi Ni Yutisnawati, dari negara Wirata. Dendam Kalabendana terhadap Gatotkaca terlampiaskan saat berlangsung perang Bharatayuda. Arwahnya mengantar/menuntun senjata Kunta yang dilepas Adipati Karna, raja Awangga, tepat menghujam masuk ke dalam pusar Gatotkaca yang mengakibatkan kematiannya. Posted in Tokoh Mahabharata | Leave a Comment

Abimanyu Gugur
October 24, 2006 by wayang Terkadang disebut Angkawijaya Gugur, yang tergolong lakon pakem, adalah bagian dari serial lakon-lakon Baratayuda. Dalam lakon itu diceritakan tentang kegundahan Abimanyu karena ia tidak diijinkan turun ke gelanggang Baratayuda. Baru pada hari ke tigabelas, Abimanyu diperkenankan ikut berperang. Pada hari itu, Arjuna dan Bima terpancing mengejar lawan-lawannya sampai keluar gelanggang. Dengan demikian di tengah gelanggang, Abimanyu menjadi pusat sasaran musuh. Abimanyu akhirnya tewas dengan tubuh penuh luka. Namun gugurnya Abimanya berhasil membunuh Lesmana Mandrakumara, alias Sarojakusuma, putra mahkota Astina. Putra Mahkota Astina itu mati ketika hendak mencoba menjadi pahlawan dengan

membunuh Abimanyu yang telah terkepung. Abimanyu akhirnya gugur setelah dikeroyok para Kurawa, dan kepalanya dihantam gada Kyai Glinggang milik Jayadrata. Sebelumnya, dari pihak Pandawa, telah gugur tiga orang ksatria putra Arjuna lainnya, yakni Brantalaras, Bambang Sumitra, dan Wilugangga. Ketiganya gugur terkena panah Begawan Drona. Inilah yang terutama membuat Abimanyu mengamuk, kehilangan kewaspadaan, dan akhirnya terjebak dalam perangkap siasat perang Kurawa. Dalam pewayangan diceritakan, gugurnya Abimanyu juga disebabkan termakan oleh sumpahnya sendiri.Dulu, sebelum menikah dengan Dewi Utari, untuk meyakinkan bahwa ia masih perjaka, Abimanyu berkata: Aku masih perjaka. Jika aku berkata tidak benar, kelak aku akan mati dengan tubuh penuh anak panah. Posted in Mahabharata | Leave a Comment

Pernikahan Siti Sundari dan Abimanyu


October 24, 2006 by wayang satriya madukoro akan mengadakan hajadan akbar pernikahan antara siti sudnari dan abimanyu. tetapi hal ini coba dihalangi oleh lesmana yang juga cinta kepada siti sundari. maka hastina kemudian mengundang prabu baladewa untuk memimpin lamaran ke dwarawati. sementara dari ngamarta lamaran dipimpin gatotkaca. singkat cerita karena gak enak terhadap prabu mandura kakaknya, prabu kresna lalu menerima pinangan hastina sementara. sementara rombongan ngamarta disuruh kembali dan menceritakan kepada harjuna apa adanya. terjadi perkelahian antara rombongan gatotkaca dan punakwan versus para pelamar hastina. pertempuran seru terjadi antara adipati karna versus gatotkaca. sampai ahirnya dipisahkan kresna. sampai di ngamarta harjuna sangat sedih mengetahui lamaranya ditolak, abimanyu bahkan lalu bertekad menyepi di hutan. maka abimanyupun berangkat disertai punakawan untuk bertapa di hutan. di hutan rombongan mereka dicegat rombongan raksasa, dan terjadi perang. perang tanding itu membuat punakawan dan abimanyu terpisah. dan punakawan yang berusaha mencari tak menemukan jua ahirnya pulang ke ngamarta. raksasa dan abimanyu bertempur sampai jauh ke dalam hutan, dan ahirnya para raksasa kocar kacir melawan kesaktian abimanyu. lalu dari atas langit turunlah haryo bimo seorang yang bertampang persis dengan abimanyu. dia memperkenalkan diri sebagai adik dari abimanyu bernama bambang aryo bimo dan bersedia membantu kesusahan abimanyu. bambang aryo bimo lalu menggendong abimanyu dibawa terbang ke kaputren dwarawati tempat putri siti sundari. disana aryo bimo memperkenalkan diri kepada siti sundari dan

bertanya kenapa siti sudnari menolak lamaran dari kakanya abimanyu?dijawab karena ayahnya prabu kresna merasa tidak enak kepada prabu mandura baladewa. maka kemudian bambang haryo bimo menyuruh emban menyampaikan ke keraton bahwa ada duratmoko masuk ke kaputren untuk menculik putri siti sundari. dwarawati gempar. rombongan hastina maju membantu. lesamana mencoba melawan bambang haryo bimo tapi dikalahkan. lesmana mengarang cerita bohong bahwa baladewa ditantang oleh bambang haryo bimo, baladewa naik darah dan maju menghadapi bambang haryo bimo. aryo bimo punya kesaktian bisa merubah diri mengembari lawan, baladewa yang datang dikembari, sehingga tampak ada 2 baladewa sedang bertempur. sampai ahirnya baladewa asli dikalahkan kembaranya. dan mundur menghadap adiknya sri kresna. kresna meminta baladewa untuk ke ngamarta meminta bantuan pandawa. maka patih sengkuni disuruh baladewa berangkat ke ngamarta untuk menjemput para pandawa. di ngamarta werkudoro marah marah karena merasa dihinakan dan bertekad melabrak ke dwarawati, tapi dicegah punto dewo. sementara harjuna masih bersedih karena hilangnya abimanyu di hutan. tiba tiba sengkuni datang meminta tolong kepada pandawa. werkudoro meolak dan mengancam siapa yang berangkat ke dwarawati akan di bunuhnya. harjuna yang sedianya akan berangkat kembali duduk patuh kepada kakaknya werkudoro. karena melihat tak ada yang berani kepada werkudoro maka puntodewo pun bergerak, dia berkata akan berangkat ke dwarawti untuk membantu prabu kresna. werkudoro ahirnya takluk, dan mau berangkat dengan syarat bahwa puntodewo tidak berangkat ke dwarawati. werkudoro dan harjuna langsung menuju kaputren. disana mereka menghadapi bambang haryo bimo dan dapat dikalahkan karena kesaktian ilmu malih rupa yang dapat berubah seperti arjuna dan werkudoro. ahirnya kresna maju dan mengeluarkan senjata chakra. shakra menghantam aryo bimo seketika berubah menjadi cahaya sebesar buah kelapa yang masuk ke tubuh abimanyu. itu adalah wujud adik ari ari abimanyu. di ahir cerita baladewa insaf dan mebenarkan kata adiknya prabu kresna bahwa cinta sejati walo dihadang 7 gunung akan bertemu jua. rombongan hastina mengamuk dan dipukul mundur oleh abimanyu. abimanyu pun disandingkan dengan siti sundari. akhir cerita kresna, baladewa, pandawa dan abimanyu naik sanggar pemujaan untuk berterimakasih kepada tuhan. tancep kayon Posted in Mahabharata | Leave a Comment

Lahirnya Parikesit
October 24, 2006 by wayang setelah bharata yudha, kerajaan trajutisna membuat geger. karena rajanya bomanarakasura sudah tewas oleh senjata chakra kresna ayahnya sendiri dalam sebuah peristiwa sebelum bharata yudha, maka kerajaan trajutisna dipimpin oleh maha patihnya sendiri. maha patih ini mempunyai dua keinginan yang pertama adalah dia ingin memperistri dewi utari janda abimanyu. yang kedua dia ingin membelaskan dendam rajanya yang mati karena intrik gatotkaca, tentu ini menurut versi dia. maka berangkatlah pasukan raksasa trajutisna ke wirata, untuk mengepung negeri itu dan melaksanakan perintah rajanya yaitu untuk menumpas pandawa dan merebut dewi utari janda abimanyu. pasukan trajutisna dipulangkan oleh satria satria wirata, yang sebenarnya bermaksud untuk membuka jalan, dan mengamankan kepulangan pandawa ke hastinapura. seperti kita ketahui bahwa setelah duryodana tewas maka otomatis kurawa dinyatakan kalah dan negara hastina menjadi negara milik para pandawa. setelah prajurit trajutisna dipulangkan. maka rombongan pandawa segera berangkat ke hastina. sampai di hastina permaisuri banowati di berikan tempat di taman kaputren kerajaan. dan puntadewa dinobatkan menjadi raja hastinapura, indraprasta dan hastina dijadikan satu. dalam keadaan gembira ini parikesit lahir dari rahim utari istri mendiang abimanyu. sementara itu di hutan kurusetra kertomarmo satu satunya kurawa yang masih hidup sedang berjalan tak tentu arah, dan sampai suatu saat bertemu dengan aswatama anak resi dorna. kertomarmo bercerita bahwa kurawa sudah habis, dan hastina kalah. aswatama bercerita bahwa setelah dia diusir dari hastina karena marahnya almarhum prabu salya, maka dia bertapa di hutan kuru setra. mereka berdua berjanji akan membalaskan kematian saudara mereka. aswatama dendam kepada drestajumna dan anak keturunan pancala, sementara kartomarmo dendam kepada banowati yang dianggapnya membocorkan rahasia kematian para pembesar hastinapura. mereka berhasil menyusup ke keraton hastina, aswatama membunuh drestajumna, setyaki, srikandi dan larasati, serta putera putera pancala. ketika dia akan membunuh parikesit, bayi

kecil itu menjejakan kakinya ke panah pasopati yang ada di kakinya. dan paospati melesat menusuk mata aswatama. dan gegerlah kerajaan hastina yang terlelap.

aswatama mengamuk dan membunuh banyak perwira kerajaan, termasuk diantaranya patih udawa, aswatama mengamuk menggunakan senjata cundo manik peninggalan ayahnya resi dorna. arjuna mendengar ada keributan segera berniat untuk keluar, tapi dihalangi sumbadra yang cemburu karena tahu arjuna ada rasa dengan banowati. karena arjuna merasa gelisah dia cepat melompat dan menutup pintu berat dengan tenaganya tujuanya menghalangi subadra ikut denganya. tapi malang subadra tewas tercepit pintu raksasa itu. maka tewaslah dia menyusul srikandi dan larasati. di keputren, banowati merasa kangen dengan arjuna. kebetulan amsuklah kartomarmo ke kaputren dan melemparkan senjatanya ke perut banowati, banowati tewas, sebelum tewas dari lukanya keluarlah seorang bayi hasil hubungan dengan arjuna bernama lesmanawati. arjuna menangisi kejadian ini dan tambah menangis ketika kresna datang dan menyampaikan bahwa 3 istrinya tewas. kertomarmo dibunuh oleh werkudoro, sementara aswatama berhasil lari ke hutan dan tewas disana karena luka lukanya. pandawa merasa sakit dan murung dengan korban yang banyak dipihaknya, ketika itu datang juga resi abiyasa dan prabu matsyapati di ruang paseban. kresna menyampaikan bahwa setiap yang hidup pasti mati dan berpisah. datanglah sekonyong konyong bhatara narada memberikan wangsit petunjuk dewata. resi abiyasa, prabu matsyapati nakula dan sadewa diberikan sorga tundo songo. mendengar itu resi matsyapati, abiyasa, nakula dan sadewa segera menutup 9 lobang dalam semedi, dan moksa dengan jalan semakin menegil sampais ebutir emrica dan hilang, masuk ke sorga tundo songo. sementara yudistira dan istrinya diberikan tugas mencari orang yang bisa memaparkan jimat kalimosodo. maka hari itu juga puntodewo berhenti jadi raja dan mulai berjalan tak tentu arah bersama istrinya mencari siapa yang bisa membabarkan jimat kalimosodo. sementara itu pasukan trajutisna menyerang hastina, dan berhasil diusir oleh arjuna dan werkudoro, arjuna berhasil membunuh maha patih trajutisna, dan pasukan raksasa itu mundur. tancep kayon Posted in Mahabharata | Leave a Comment

Anda mungkin juga menyukai