Anda di halaman 1dari 19

BAB I PENDAHULUAN

Kehamilan ektopik ialah suatu kehamilan yang pertumbuhan sel telur yang telah dibuahi tidak menempel pada dinding endometrium kavum uteri. Lebih dari 95% kehamilan ektopik berada di saluran telur (tuba Falolopii). Kejadian kehamilan ektopik tidak sama di antara senter pelayanan kesehatan. Hal ini bergantung pada kejadian salpingitis seseorang. Di Indonesia kejadian sekitar 5-6 per seribu kehamilan. Patofisiologi terjadinya kehamilan ektopik tersering karena sel telur yang sudah di buahi dalam perjalanannya ke endometrium tersendat sehingga embrio sudah berkembang sebelum mencapai kavum uteri dan akibatnya akan tumbuh di luar rongga rahim. Bila tempat midasi tersebut tidak dapat menyesuaikan diri dengan besarnya buah kehamilan, akan terjadi ruptura dan menjadi kehamilan ektopik yang terganggu.

BAB II Tinjauan Pustaka

2.1 Definisi Kehamilan ektopik ialah kehamilan dengan ovum yang dibuahi, berimplantasi dan tumbuh tidak di tempat yang normal yakni dalam endometrium kavum uteri. Istilah kehamilan ektopik lebih tepat daripada istilah ekstrauterin yang sekarang masih banyak juga dipakai, oleh karena terdapat beberapa jenis kehamilan ektopik yang berimplantasi dalam uterus tetapi tidak pada tempat yang normal, misalnya kehamilan pada pars intertisialis tuba dan pada serviks uteri. Menurut lokasinya, kehamilan ektopik dapat dibagi dalam beberapa golongan: a. Tuba falloppi: 1. Pars intertisialis 2. Isthmus 3. Ampulla 4. Infundibulum 5. Fimbria b. Uterus 1. Kanalis servikalis 2. Divertikulum 3. Kornua 4. Tanduk rudimenter c. Ovarium d. Intraligamenter e. Abdominal 1. Primer 2. Sekunder

2.2 Statistik Sebagian besar wanita yang mengalami ektopik berumur antara 25 dan 35 tahun. Frekuensi kehamilan ektopik dilaporkan 1 diantara 300 kehamilan, akan tetapi angka ini terlampau rendah. Mungkin pemberian antibiotik pada infeksi pelvik khususnya gonore, memperbesar kehamilan ektopik, oleh karena dengan pengobatan tersebu kemungkinan hamil masih terbuka, namun perubahan pada endosalping menghambat perjalanan ovum yang dibuahi ke uterus. Diantara kehamilan-kehamilan ektopik, yang terbanyak ialah yang terjadi di tuba (90%), khususnya yang terjadi di ampula dan di istmus. 2.3 Etiologi Etiologi yang dapat menyebabkan kehamilan ektopik yaitu bila perjalanan menuju uterus telur yang sudah dibuahi di bagian ampula tuba mengalami hambatan, yang dapat diakibatkan oleh endosalpingitis, hipoplasi uteri, pasca operasi tuba dan sterilisasi yang tidak sempurna, endometriosis tuba, divertikel

tuba, perlekatan peritubal dengan distorsi atau lekukan tuba, tumor yang menekan dinding tuba, atau migrasi luar ovum. Karena tuba bukan merupakan tempat untuk pertumbuhan hasil konsepsi, sebagian besar kehamilan di tuba terganggu pada usia kehamilan 6-10 minggu. Hasil konsepsi dapat mati dini dan direabsorpsi. Abrtus dapat terjadi ke dalam lumen tuba, dimana terjadi perdarahan karena pembentukan pembuluh-pembuluh darah oleh vili korialis pada dinding tuba di tempat implantasi sehingga melepaskan mudigah dari dinding tersebut bersama-sama dengan robeknya pseudokapsularis. Ruptur dinding tuba dapat pula terjadi karena terjadi penembusan vili korialis ke dalam lapisan muskularis tuba hingga ke peritoneum atau karena trauma ringan seperti saat koitus dan pemeriksaan vagina. Hal itulah yang disebut sebagai kehamilan ektopik terganggu (KET). 2.4 Patogenesis Pada proses awal kehamilan apabila embrio tidak bisa mencapai endometrium untuk proses nidasi, maka embrio dapat tumbuh di saluran tuba dan kemudian akan mengalami berbagai proses seperti pada kehamilan pada umumnya. Karena tuba bukan merupakan suatu media yang baik untuk pertumbuhan embrio atau mudigah, maka pertumbuhan dapat mengalami beberapa perubahan dalam bentuk berikut ini. Hasil konsepsi mati dini dan diresorbsi Pada implantasi secara kolumner, ovum yang dibuahi cepat mati karena vaskularisasi kurang dan dengan mudah terjadi resorbsi total. Dalam keadaan ini penderita tidak mengeluh apa-apa, hanya haidnya terlambat untuk beberapa hari. Abortus ke dalam tuba ( abortus tubaria) Perdarahan yang terjadi karena pembentukan pembuluh-pembuluh darah oleh vili korialis pada dinding tuba di tempat implantasi dapat melepaskan mudigah dari dinding tersebut bersama-sama dengan robeknya pseudokapsularis. Pelepasan ini dapat terjadi sebagian atau seluruhnya, bergantung pada derajat perdarahan yang timbul. Bila pelepasan menyeluruh, nudigah dengan selaputnya dilepaskna ke dalam lumen tuba dan kemudian didorong oleh darah kea rah ostium tuba pars abdominalis. Frekuensi abortus dalam tuba bergantung pada implantasi
4

telur yang dibuahi. Abortus ke lumen tuba lebih sering terjadi pada kehamilan pars ampularis, sedangkan penembusan dinding tuba oleh vili koriales kea rah peritoneum biasanya terjadi pada kehamilan pars ismika. Perbedaan ini disebabkan oleh lumen tuba pars ampularis yang lebih luas sehingga dapat lebih mudah terjadi pertumbuhan hasil konsepsi jika dibanding dengan bagian ismus dengan lumen sempit. Pada pelepasan hasil konsepsi yang tidak sempurna pada abortus, perdarahan dapat terus berlangsung. Perdarahan yang terus berlangsung, dari sedikit-sedikit oleh darah, sehingga berubah menjadi mola kruenta. Perdarahan yang terus berlangsung terus menyebabkan tuba membesar dan kebiru-biruan (hematosalping), dan selanjutnya darah mengalir ke rongga perut melalui ostium tuba. Darah ini dapat berkumpul dalam kavum douglassi dan membentuk hematokel retrouterina. Ruptur dinding tuba Rupture tuba sering terjadi bila ovum berimplantasi pada ismus dan biasanya pada kehamilan muda. Sebaliknya, rupture pada pars interstisialis terjadi pada kehamilan yang lebih lanjut. Faktor utama yang menyebabkan rupture ialah penembusan vili korialis ke dalam lapisan muskularis tuba terus ke peritoneum. Rupture dapat terjadi secara spontan atau karena trauma ringan seperti koitus dan pemeriksaan vaginal. Dalam hal ini dapat terjadi perdarahan dalam rongga perut, kadang-kadang sedikit, kadang-kadang banyak, sampai menimbulkan syok dan kematian. Bila pseudokapsularis ikut pecah, maka terjadi pula perdarahan dalam lumen tuba. Darah dapat mengalir ke dalam rongga perut melalui ostium tuba abdominal. Bila pada abortus dalam tuba dengan ostium tuba tersumbat, rupture sekunder dapat terjadi. Dalam hal ini dinding tuba, yang telah menipis oleh invasi trofoblas, pecah karena tekanan darah dalam tuba. Kadang-kadang rupture terjadi di arah ligamentum itu. Jika janin hidup terus, terdapat kehamilan interligamneter. Pada ruptur ke rongga perut, seluruh janin dapat dapat keluar dari tuba, tetapi bila robekan tuba kecil, perdarahan terjadi tanpa hasil konsepsi dikeluarkan dari tuba. Perdarahan dapat terus berlangsung sehingga penderita kan dapat cepat jatuh ke dalam keadaan anemia atau syok oleh karena hemorrhagia. Darah tertampung pada rongga perut akan mengalir ke kavum Douglassi yang makin lama makin banyak dan akhirnya dapat memenuhi rongga abdomen. Bila penderita tidak dioperasi dan
5

tidak meninggal karena perdarahan, nasib janin bergantung pada kerusakan yang diderita dan tuanya kehamilan. Bila janin mati dan masih kecil, dapat diresorbsi seluruhnya; bila besar, kelak dapat berubah menjadi litopedion. Janin yang dikeluarkan dari tuba dengan masih diselubungi oleh kantong amnion dan dengan plasenta masih utuh, kemungkinan tumbuh terus dalam rongga perut, sehingga akan terjadi kehamilan abdominal sekunder. Untuk mencukupi kebutuhan makanan bagi janin, plasenta dari tuba akan meluaskan implantasinya ke jaringan sekitarnya, misalnya ke sebagian uterus, ligamentum latum, dasar panggul, dan usus. 2.5 Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik Gambaran klinik kehamilan ektopik terganggu dapat tidak memberikan gejala yang jelas sampai berupa perdarahan banyak yang tiba-tiba dalam rongga perut yang menyebabkan syok hipovolemik. Nyeri merupakan keluhan utama pada KET. Nyeri bermula pada satu sisi. Setelah darah menyebar ke rongga perut, nyeri menyebar ke tengah atau seluruh perut bawah. Darah dalam rongga perut merangsang diafragma sehingga menyebabkan nyeri bahu, dan bila membentuk hematokel retrouterin akan menyebabkan nyeri saat defekasi. Gangguan yang terjadi dapat terjadi perlahan atau secara tiba-tiba (syok). Pada keadaan yang akut, mendadak pasien akan mengeluh nyeri hebat dan kondisi langsung jatuh ke dalam syok akibat perdarahan masif. Jika gangguan terjadi secara perlahan, keluhan rasa nyeri yang bersifat hilang timbul. Manfestasi yang perlahan ini dihubungkan dengan terjadinya abortus tuba yang terjadi sedikit demi sedikit. Diagnosis dapat mudah ditegakkan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik. Pasien muncul dengan gejala subyektif kehamilan muda, nyeri perut bagian bawah, nyeri bahu, tenesmus, dan perdarahan per vaginam. Pada pemeriksaan fisik, pasien tampak kesakitan, pucat, perut terasa nyeri saat diraba, dan dapat pula ditemukan tanda-tanda syok. Pada pemeriksaan dalam, usaha untuk menggerakkan serviks akan menimbulkan nyeri, demikian pula pada kavum douglasi akan terasa nyeri dan terasa menonjol saat dilakukan perabaan jika sudah terjadi hematokel retrouterin. 2.6 Penunjang
6

Pemeriksaan hemoglobin dan eritrosit yang berkurang menunjukkan adanya perdarahan yang terjadi pada KET. Dapat terjadi leukositosis. Tes kehamilan biasanya positif, walau hasil negatif tidak menyingkirkan kemungkinan KET karena kematian hasil konsepsi dan degenerasi trofoblas dapat menyebabkan produksi beta hCG menurun sehingga menyebabkan tes kehamilan menjadi negatif. Alat bantu diagnosis yang dapat digunakan pada KET antara lain: kuldoskopi, USG, dan laparoskopi. 2.7 Diagnosis Diferensial Abortus iminens, abortus insipien, dan infeksi pelvik dapat dipikirkan sebagai diagnosis diferensial KET. Pada abortus iminens atau insipiens, perdarahan yang terjadi biasanya lebih banyak dan lebih merah, dan pada perabaan serviks biasanya tidak nyeri. Sedangkan pada infeksi pelvik, nyeri biasanya timbul saat haid, jarang mengalami amenore, terjadi peningkatan leukosit yang bermakna, dan tes kehamilan yang negatif. Diagnosis diferensial lain yang dapat dipikirkan adalah ruptur korpus luteum, torsi kista ovarium, dan apendisitis. Pada ruptur korpus luteum, biasanya terjadi pada pertengahan siklus haid, tidak dijumpai perdarahan per vaginam, dan tes kehamilan negatif. Pada torsi kista ovarium dan apendisitis tidak terdapat gejala kehamilan muda, amenore, maupun perdarahan per vaginam. Tumor yang ditemukan pada perabaan terasa lebih besar pada tumor ovarium, sedangkan pada apendisits tidak didapati tumor. Nyeri pada apendisits biasanya terdapat pada titik McBurney.

2.8 Penatalaksanaan Tatalaksana KET pada umumnya laparotomi dengan mempertimbangkan kondisi pasien, fungsi reproduksi, lokasi KET, kondisi anatomi rongga pelvis, dan fasilitas yang ada. Apabila kondisi pasien buruk atau syok, dapat dilakukan salpingektomi. Jika fungsi reroduksi ingin dipertahankan biasanya hanya dilakukan salpingostomi atau reanastomosis tuba. KET dapat juga ditatalaksana dengan melakukan laparoskopi, fimbrial evacuaton, dan partial salpingectomy. Pada kasus kehamilan ektopik di tuba pars ampularis yang belum terganggu (pecah) dapat menggunakan kemoterapi dengan syarat: kehamilan di tuba pars ampularis belum pecah, diameter kantong gestasi kurang atau sama dengan 4 cm pada pemeriksaan USG, perdarahan dalam rongga perut kurang dari 100 mL, tanda vital dalam kondisi stabil. Obat yang digunakan adalah Metrotrexat 1 mg/kg BB IV dan Citovorum Factor 0,1 mg/kg BB, berselang-seling selama 8 hari.

BAB III ILUSTRASI KASUS

IDENTITAS PASIEN: No. RM Nama Umur : 1114062 : Ny. Y : 28 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan Autoanamnesis dilakukan pada tanggal 28 Desember 2011. Keluhan Utama: Nyeri abdomen sejak 1 minggu yang lalu (OS dari Poliklinik Kebidanan RSUPF) Riwayat Penyakit Sekarang: Seorang wanita mengaku hamil 2 bulan (HPHT: 20 Oktober 2011) datang dengan keluhan nyeri perut sejak 1 minggu yang lalu. Riwayat keputihan (+), gatal (-), bau (-). Riwayat Haid: Menarche usia 13 tahun, siklus 28 hari, banyaknya pembalut 2-3 /hari. Nyeri haid: tidak ada. Riwayat Perkawinan: Kawin 1 kali, usia perkawinan 2 bulan, masih kawin. Riwayat kehamilan: 1. Hamil ini Riwayat KB/Kontrasepsi: (-) Riwayat Penyakit Terdahulu: HT (-), DM (-), Asma (-), Alergi (-) Riwayat Operasi: (-) Riwayat Pengobatan Terdahulu: (-)
9

Riwayat Penyakit dalam Keluarga: HT (-), DM (-), Asma (-), Alergi (-) Pemeriksaan Fisik: 1. Umum Kesadaran/Keadaan umum: CM/Baik Tekanan Darah: 100/60mmHg Nadi: 100x/menit Suhu: afebris TB/BB: 146cm/39kg BMI: 18,30 status gizi baik. 2. Status Generalis Mata/konjungtiva: CA +/+, SI -/Jantung: BJ I dan II reguler, m (-), g (-) Paru: Vesikuler, rh -/-, wh -/Abdomen: lemas, nyeri tekan (+) Ekstremitas: akral hangat, edem -/3. Status obstetri/ginekologi Inspeksi: v/u tenang Inspekulo: portio licin, fluor (-), fluxus (+) VT: nyeri goyang portio (+) Pemeriksaan Laboratorium (pre-op)

10

11

(post-op)

USG (FM): Uterus ante fleksi, bentuk dan ukuran normal, endometrium 4,7mm, cavum uteri kosong. Uterus berenang dalam cairan bebas (+), ovarium kanan normal, adneksa kiri tampak massa hematokel ukuran 6x4cm dengan gambaran BS+CRL terselubung djj (-) Fungsi HCG (+). Kesan: KET kiri.

12

Daftar Masalah: Akut abdomen ec. perdarahan ec. Susp. KET Penatalaksanaan: Rdx/ DPL, UL, GDS, BT/CT, SGOT/SGPT, Ur/Cr, elektrolit dan albumin. Rth/ Pro laparotomi eksplorasi; pasang 2 i.v line (masing-masing RL 500cc); pasang FC; Ceftriaxone 1x2gr i.v (profilaksis).

13

BAB IV PEMBAHASAN

IDENTITAS PASIEN: No. RM Nama Umur : 1114062 : Ny. Y : 28 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan


Menurut data statistik yang ada, sebagian besar wanita yang mengalami

kehamilan ektopik adalah antara usia 25 sampai 35 tahun. Pada pasien ini, usianya masuk dalam statistik terjadinya kehamilan ektopik. Autoanamnesis dilakukan pada tanggal 28 Desember 2011. Keluhan Utama: Nyeri abdomen sejak 1 minggu yang lalu (OS dari Poliklinik Kebidanan RSUPF) Riwayat Penyakit Sekarang: Seorang wanita mengaku hamil 2 bulan (HPHT: 20 Oktober 2011) datang dengan keluhan nyeri perut sejak 1 minggu yang lalu. Riwayat keputihan (+), gatal (-), bau (-).
Gambaran klinik kehamilan ektopik terganggu dapat tidak memberikan

gejala jelas sampai berupa perdarahan banyak secara tiba-tiba dalam rongga abdomen yang dapat menyebabkan syok hipivolemik.
Keluhan yang sering pada KET adalah berupa nyeri perut. Nyeri dapat

bermula dari satu sisi lalu dapat ke tengah dan kemudian menyebar. Pada pasien ini ditemukan adanya keluhan nyeri abdomen selama 1 minggu terakhir.
Pasien biasanya muncul dengan gejala subjektif kehamilan muda, nyeri

perut bawah, nyeri bahu, tenesmus, perdarahan per vaginam. Pada pasien ini

14

diketahui bahwa pasien mengaku hamil 2 bulan, dengan HPHT 20 Oktober 2011. Riwayat Haid: Menarche usia 13 tahun, siklus 28 hari, banyaknya pembalut 2-3 /hari. Nyeri haid: tidak ada. Riwayat Perkawinan: Kawin 1 kali, usia perkawinan 2 bulan, masih kawin. Riwayat kehamilan: 1. Hamil ini Riwayat KB/Kontrasepsi: (-) Riwayat Penyakit Terdahulu: HT (-), DM (-), Asma (-), Alergi (-) Riwayat Operasi: (-) Riwayat Pengobatan Terdahulu: (-) Riwayat Penyakit dalam Keluarga: HT (-), DM (-), Asma (-), Alergi (-) Pemeriksaan Fisik: 1. Umum Kesadaran/Keadaan umum: CM/Baik Tekanan Darah: 100/60mmHg Nadi: 100x/menit Suhu: afebris TB/BB: 146cm/39kg BMI: 18,30 status gizi baik. 2. Status Generalis Mata/konjungtiva: CA +/+, SI -/Jantung: BJ I dan II reguler, m (-), g (-)
15

Paru: Vesikuler, rh -/-, wh -/Abdomen: lemas, nyeri tekan (+) Ekstremitas: akral hangat, edem -/3. Status obstetri/ginekologi Inspeksi: v/u tenang Inspekulo: portio licin, fluor (-), fluxus (+) VT: nyeri goyang portio (+)
Dari hasil pemeriksaan fisik, dapat ditemukan, pasien akan tampak

kesakitan, pucat, perut terasa nyeri saat diraba dan dapat pula ditemukan tanda-tanda syok. Pada pasien ini, tampak konjungtiva anemis dan nyeri tekan (+) pada abdomen. Pada pemeriksaan dalam, usaha untuk menggerakkan serviks akan menimbulkan nyeri, demikian pula pada kavum douglasi akan terasa nyeri dan terasa menonjol saat dilakukan perabaan jika sudah terjadi hematokel retrouterin. Pada pasien ini ditemukan nyeri goyang serviks (+). USG (FM): Uterus ante fleksi b/w normal, endometrium 4,7mm, cavum uteri kosong. Uterus berenang dalam cairan bebas (+), ovarium kanan normal, adneksa kiri tampak massa hematokel ukuran 6x4cm dengan gambaran GS+CRL berselubung djj (-). Kesan: KET kiri.

Test kehamilan pada KET biasanya (+), meskipun jika hasil menunjukkan hasil (-), tidak menyingkirkan kemungkinan KET. Pada pasien ini ditemukan produksi beta hCG (+).

Alat bantu diagnosis yang dapat digunakan salah satunya adalah USG, sebagaimana pada kasus diatas. Daftar Masalah: Akut abdomen ec. perdarahan ec. Susp. KET

16

Penatalaksanaan: Rdx/ DPL, UL, GDS, BT/CT, SGOT/SGPT, Ur/Cr, elektrolit dan albumin. Rth/ Pro laparotomi eksplorasi; pasang 2 i.v line (masing-masing RL 500cc); pasang FC; Ceftriaxone 1x2gr i.v (propilaksis).
Tatalaksana KET pada umumnya laparotomi dengan mempertimbangkan

kondisi pasien, fungsi reproduksi, lokasi KET, kondisi anatomi rongga pelvis, dan fasilitas yang ada. KET dapat juga ditatalaksana dengan melakukan laparoskopi, fimbrial evacuaton, dan partial salpingectomy. Pada pasien ini dilakukan laparotomi eksplorasi.

17

BAB V KESIMPULAN

Kehamilan ektopik ialah suatu kehamilan yang pertumbuhan sel telur yang telah dibuahi tidak menempel pada dinding endometrium kavum uteri. Lebih dari 95% kehamilan ektopik berada di saluran telur (tuba Falolopii). Kehamilan ektopik menjadi terganggu biasanya akibat dari tempat nidasi yang memang tidak sesuai untuk perkembangan janin ataupun akibat trauma ringan misalnya saat koitus atau pemeriksaan dalam. Dari anmnesis ditemukan keluhan tersering berupa nyeri perut. Nyeri dapat bermula dari satu sisi lalu dapat ke tengah dan kemudian menyebar. Pasien biasanya muncul dengan gejala subjektif kehamilan muda, nyeri perut bawah, nyeri bahu, tenesmus, perdarahan per vaginam. Dari pemeriksaan fisik ditemukan pasien akan tampak kesakitan, pucat, perut terasa nyeri saat diraba dan dapat pula ditemukan tanda-tanda syok. Pada pasien ini, tampak hemodinamik stabil, namun ada nyeri tekan abdomen. Pada pemeriksaan dalam, usaha untuk menggerakkan serviks akan menimbulkan nyeri, demikian pula pada kavum douglasi akan terasa nyeri dan terasa menonjol saat dilakukan perabaan jika sudah terjadi hematokel retrouterin. Penatalaksanaan bagi kehamilan ektopik adalah Metrotrexat 1 mg/kg BB IV dan Citovorum Factor 0,1 mg/kg BB, berselang-seling selama 8 hari. Namun jika ditemukan kehamilan ektopik sudah terganggu, penatalaksaannya adalah laparotomi dengan mempertimbangkan kondisi pasien, fungsi reproduksi, lokasi KET, kondisi anatomi rongga pelvis, dan fasilitas yang ada.

18

DAFTAR PUSTAKA

Prawirohardjo, Sarwono. Ilmu Kebidanan. ed. 4. Bina Pustaka Sarwono

Prawirohardjo:Jakarta, 2008.
Prawirohardjo, Sarwono. Ilmu Kandungan. ed. 2. Bina Pustaka Sarwono

Prawirohardjo:Jakarta, 2008. Cunningham, FG,Leveno, KJ,Bloom SL, Hauth JC, Gilstrap III LC,Wenstorm KD. Williams Obstetrics Twenty second edition.PrenticeHall International, 2007

19

Anda mungkin juga menyukai