1.1 Latar belakang Di dalam interaksi belajar mengajar, guru memegang kendali utama untuk keberhasilan tercapainya tujuan pembelajaran. Guru harus memiliki ketrampilan mengajar, mengelolah tahapan pembelajaran, memanfaatkan metode pembelajaran, menggunakan media dan mengalokasikan waktu. Ketrampilan guru mengajar salah satunya memberikan variasi, yaitu usaha guru untuk menghilangkan kebosanan siswa dalam menerima pelajaran. Di dalam proses belajar mengajar diharapkan materi pelajaran yang akan disampaikan dapat di terima dan diharapkan dapat dipahami seluruh siswa dengan baik.Untuk itu diperlukan teknik penyampaian materi atau metode mengajar yang tepat dan efektif dalam penyampaiannya. Keberhasilan mengajar ditentukan oleh metode mengajar yang digunakan untuk menyampaikan suatu materi pelajaran.Metode mengajar guru yang kurang baik akan mempengaruhi belajar siswa yang tidak baik pula. Berdasarkan pengamatan peneliti selama mengajar di SMP Negeri 1 Pantai Labu, khususnya pelajaran IPA, guru belum semaksimal mungkin menggunakan metode pembelajaran yang efektif dan efisien,mereka masih menggunakan metode ceramah dan diskusi informasi sehingga siswa merasa bosan,
kurang antusias dalam mengikuti pembelajaran, siswa jenuh dan ini mengakibatkan hasil belajar siswa rendah.
Dari uraian di atas perlu dikembangkan metode pengajaran yang lebih menyenangkan dan menekankan rasa tanggung jawab serta dapat melibatkan seluru siswa sehingga siswa dapat memahami dan mengerti tentang pelajaran tersebut, yaitu pengajaran kooperative dengan teknik Numbered Head Together. Pengajaran kooperative adalah suatu sistem yang didalamnya terdapat unsur-unsur yang terkait. Adapun unsur-unsur yang terdapat dalam pembelajaran cooperative adalah (Sagala, 2009). 1. Saling ketergantungan positif 2. Interaksi tatap muka
3. Akuntabilitas individual 4. Ketrampilan untuk menjalin hubungan antar pribadi atau sosial yang secara sengaja diajarkan. Beberapa keunggulan pengajaran komperatif adalah 1. Memudahkan siswa melakukan penyesuaian sosial 2. Mengembangkan kegembiraan belajar sejati 3. Memungkinkan para siswa belajar tentang sikap 4. Ketrampilan, informasi, prilaku sosial 5. Berbagai ketrampilan sosial yang diperlukan untuk memelihara
hubungan saling membutuhkan dapat diajarkan dan dipraktekan. Teknik Numbered Head Together dikembangkan oleh (Sagala, 2008) dengan melibatkan para siswa dalam mereview bahan yang tercakup dalam suatu pelajaran dan memeriksa pemahaman mereka tentang isi pelajaran tersebut, sehingga diharapkan siswa lebih bertanggung jawab dan dapat dipahami oleh seluruh anggota kelompoknya. Teknik ini dapat meningkatkan kerja sama siswa pada kelompok-kelompok kecil secara kooperatif yang bertujuan untuk meningkatkan penguasaan akademik (Sagala, 2009). Dari uraian di atas penulis ingin meneliti tentang hasil belajar siswa dengan menggunakan model pembelajaran Numbered Heads Together.
Dalam penerapan itu penulis mengharapkan pembelajaran lebih bermakna bagi siswa, hal ini tentunya akan berpengaruh pada peningkatan hasil belajar siswa. Oleh sebab itu penulis mengambil judul : Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Konsep Pertumbuhan dan Perkembangan Dengan Menggunakan Model Pembelajaran Numbered Heads Together Kelas VIII-1 di SMP Negeri 1 Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang 1.2 Rumusan masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi masalah dalam penelitian ini adalah : Apakah dengan pembelajaran kooperatif Numbered heads together dapat meningkatkan hasil belajar Pertumbuhan dan Perkembangan pada siswa kelas VIII-1 di SMP Negeri 1 Pantai Labu
1.3 Pembatasan masalah Agar penelitian ini tidak terlalu luas ruang lingkupnya dan lebih terarah, maka penelitian ini di beri batasan masalah sebagai berikut : 1. Siswa yang akan menjadi penelitian adalah siswa kelas VIII-1 SMP Negeri 1 Pantai Labu. 2. Materi yang akan di teliti adalah materi Pertumbuhan dan Perkembangan pada makhluk hidup. 1.4 Tujuan penelitian Berdasarkan rumusan masalah, tujuan penulis dalam mengadakan penelitian ini adalah untuk meningkatkan hasil belajar siswa setelah proses pembelajaran Kelangsungan Hidup Organime pada Makhluk Hidup dengan menggunakan teknik Numbered Heads Together. 1.5 Manfaat penelitian Setelah penelitian ini dilaksanakan, hasilnya diharapkan dapat memberi manfaat kepada : 1. Siswa : Dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa dalam pelajaran IPA. 2. Guru : Sebagai informasi tentang alternatif model pembelajaran kooperatif dalam meningkatkan hasil belajar siswa. 3. Sekolah : sebagai bahan masukan untuk meningkatkan mutu sekolah
2.1 Definisi belajar Belajar adalah sesuatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamamnya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya Mukaromah (2008), Belajar merupakan perubahan tingkah laku secara menyeluruh baik yang tampak kearah positif yaitu perubahan ke arah kemajuan dan perbaikan. Menurut Mukaromah (2008), Belajar dipahami sebagai tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif. Menurut (Prahatamaputra,2008) Pada tingkatan permulaan belajar, aktivitas belajar belum teratur, banyak hasil yang perlu dipisahkan dan masih banyak kesalahan-kesalahan yang masih diperbuat, tetapi dengan adanya usaha yang maksimun dan latihan yang terus menerus dengan kondisi belajar yang baik dan adanya dorongan yang membantu maka kesalahan itu makin lama berkurang, proses makin teratur, keraguan makin hilang dan akan timbul ketetapan. Menurut (Harlini, 2008) belajar adalah suatu aktivitas mental atau fisik yang berlangsung dalam interaksi aktif dalam dengan lingkungan, yang
menghasilkan
perubahan-perubahan
pengetahuan,
pemahaman,
ketrampilan. Nilai sikap perubahan ini bersikap secara relatip konstan dan berkelas. Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar menurut (Daryanto, 2010) belajar sebagai proses atau aktivitas diisyaratkan banyak sekali oleh hal-hal atau faktor-faktor yaitu : faktor-faktor yang berasal dari luar diri siswa dan faktor-faktor yang berasal dari dalam diri pelajar. Dalam belajar, siswa tidak hanya mendengar, tetapi juga aktif melakukan sesuatu kegiatan di mana fisik, mental dan sosial ikut terlibat. Hal ini dapat dikatakan bahwa belajar merupakan proses aktif mengerjakan
sesuatu melalui kegiatan yan dilaukan, oleh karena itu guru perlu menciptakan suasana belajar yang aktif, di mana dapat melibatkan siswa untuk berpartisipasi secara aktif dalam belajar mengajar, yaitu dengan menambah variasi model pembelajaran yang menarik atau menyenangkan, melibatkan siswa, meningkatkan aktivitas dan meningkatkan hasil belajar serta tanggung jawab siswa, sehingga peristiwa belajar akan dapat terlihat dengan terjadinya interaksi dua arah antara pengajar dan peserta didik.
2.2 Jenis-Jenis Belajar Dalam proses belajar dikenal adanya bermacam-macam kegiatan yang memiliki corak yang berbeda antara satu dengan yang lainnya, baik dari aspek materi dan metodenya untuk ini menurut (Daryanto, 2010) mengatakan bahwa jenis-jenis belajar terdiri dari : a) Belajar yang menggunakan cara-cara berpikir abstrak. Tujuannya adalah untuk memperoleh pemahaman dan pemecahan masalah-masalah yang tidak nyata. Contohnya matematika, kimia, kosmografi, astronomi dan agama seperti tauhid. b) Belajar dengan menggunakan gerakan-gerakan motorik yakni yang berhubungan dengan urat-urat syaraf dan otot-otot neuromusculer. Tujuannya adalah memperoleh dan menguasai ketrampilan jasmani
tertentu, contohnya berolah raga, seni musik, melukis, memperbaiki benda-benda, menari dan sebagainya. c) Belajar memahami masalah-masalah dan teknik-teknik untuk memecahkan masalah tersebut tujuan untuk menguasai pemahaman dan kecakapan
dalam memecahkan masalah-masalah sosial seperti masalah keluarga, masalah keluarga, masalah kelompok, dan masalah-masalah lain yang berhubungan dengan masyarakat. d) Belajar menggunakan metode-metode ilmiah atau berpikir secara sistimatis, logis, teratur dan teliti. Tujuannya ialah untuk memperoleh kemampuan kecakapan kognotif untuk memecahkan rasional, lugas, dan tuntas. masalah secara
e) Belajar yang menggunakan kemampuan berpikir secara logis dan rasional (sesuai dengan akal sehat). Tujuannya untuk memperoleh aneka ragam kecakapan menggunakan prinsip-prinsip dan konsep- konsep. f) Belajar Kebiasaan adalah proses pembentukan kebiasaan-kebiasaan baru atau perbaikan kebiasaan-kebiasaan yang telah ada. Belajar kebiasaan selain menggunakan perintah, suri teladan, dan pengalaman khusus, juga menggunakan hukuman dan ganjaran. Tujuannya untuk memperoleh sikap-sikap dan kebiasaan-kebiasaan perbuatan baru yang lebih tepat dan positif dalam arti selaras dengan kebutuhan ruang dan waktu (kontekstual). g) Belajar mempertimbangkan (judgment) arti penting atau nilai suatu objek. Tujuannya adalah agar siswa memperoleh dan mengembangkan
kecakapan rana rasa (affective skills) yaitu kemampuan menghargai secara tepat terhadap nilai objek tertentu misalnya apresiasi sastra, apresiasi musik dan sebagainya. h) Belajar dengan cara melakukan penyelidikan mendalam terhadap objek pengetahuan tertentu. Selain jenis-jenis belajar diatas, (Sagala, 2009) juga membagi jenis-jenis belajar yang berbeda, berikut penulis uraikan dibawah ini : 1. Belajar bagian (part learning, fractioned learning) umumnya belajar bagian dilakukan oleh sesorang bila dihadapkan pada materi belajar yang bersifat luas atau ekstensif. 2. Belajar dengan wawasan (learning by insight) konsep ini
diperkenalkan oleh W.Kohler, salah seorang tokoh psikologi Gestalt. wawasan (insight) merupakan pokok utama dalam pembicaraan psikolagi belajar dan proses berpikir. Dan wawasan berorientasi pada data yang bersifat tingkah laku. 3. Belajar diskriminatif (discriminatif learning) ialah sebagai suatu usaha untuk memilih beberapa sifat situasi/simulus dan menjadikannya sebagai pedoman dalam bertingkah laku. 4. Belajar global/keseluruhan (global whole learning) dimana bahan pelajaran dipelajari secara keseluruhan berulang sampai pelajar menguasainya
5. Belajar insindetal (incindental learning) belajar disebut insindetal bila tidak ada instruksi atau petunjuk yang diberikan pada individu mengenai materi belajar yang akan diujikan. 6. Belajar instrumental (instrumental learning) yaitu reaksi-reaksi seseorang siswa yang diperlihatkan diikuti oleh tanda-tanda yang mengarah pada apakah siswa tersebut akan mendapat hadiah, hukuman, berhasil atau gagal. 7. Belajar intersional (intersional learning) belajar dalam arah tujuan. 8. Belajar laten (latent learning) yaitu perubahan-perubahan tingkah laku yang terlihat tidak terjadi secara segera. 9. Belajar mental (mental learning) yaitu perubahan tingkah laku yang mungkin terjadi disini tidak nyata terlihat, melainkan hanya berupa perubahan proses kognitif karena ada bahan yang dipelajari. 10. Belajar produktif (produktive learning) menurut Joyce dan Weil memberikan arti belajar produktif sebagai belajar dengan trasfer yang maksimum. Belajar adalah mengatur kemungkinan untuk melakukan trasnfer tingkah laku dari satu situasi ke situasi yang lain. 11. Belajar verbal (verbal learning) yaitu belajar mengenai materi verbal dengan melalui latihan dan ingatan. Sebelum pembelajaran ini diterapkan maka seorang guru hendaknya merencanakan terlebih dahulu tentang langkah-langkah yang harus dilaksanakan dalam pembelajaran ini. 2.3 Model Pembelajaran Untuk mengajarkan suatu materi pelajaran guru harus mampu memilih strategi, pendekatan dan metode yang sesuai dengan karekteritis materi pelajaran, agar tujuan pembelajaran tercapai dengan baik. Bila guru tidak dapat memilih strategi belajar yang sesuai dengan kareteristik materi pelajaran, maka hasil belajar yang diharapkan tidak mungkin akan tercapai secara optimal. Istilah model pembelajaran dibedakan dari istilah strategi pembelajaran. Metode pembelajaran atau prinsip pembelajaran. Istilah model pembelajaran mempunyai makna yang lebih luas dari pada strategi, metode atau prosedur.
Istilah model pembelajaran mempunyai empat ciri khusus yang tidak dipunyai oleh strategi atau metode tertentu, yaitu : raisional teoritik yang logis yang disusun oleh penciptanya, tujuan pembelajjran yang akan di capai, tingkah laku mengajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran itu dapat di capai. (Uno, 2008)
2.4. Pembelajaran Kooperatif Menurut (Hamalik, 2010) pembelajaran kooperatif adalah suatu sistem pengajaran yang memberi kesempatan pada anak didik untuk salung bekerja sama dengan sesama siswa.Pembelajaran kooperati dibentuk dengan mengelompokan siswa berdasarkan berbagai macam perbedaan latar belakang dan menuntut siswa bekerja sama, memungkinkan semua kelompok dapat menguasai materi sehingga dapat menyelesaikan tugas-tugas akademik untuk keberhasilan kelompok. Jadi dapat disimpulkan bahwa pembelajaran koperatif di bentuk dengan mengelompokan siswa berdasarkan berbagai macam perbedaan latar belakang dan menuntut siswa bekerja sama, memungkinkan semua anggota kelompok dapat menguasi materi sehingga dapat menyelesaikan tugastugasakademik untuk mencapai keberhasilan kelompok. Langkah-langkah pembelajaran kooperatif dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 1 Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif Fase (1) Fase- 1 Menyampaikan tujuan dan motivasi siswa Tingkah Laku Guru (2) Guru menyampaikan semua tujuan pembelajaran yang ingin di capai pada pembelajaran tersebut dan motivasi siswa belajar Fase-2 menyajikan informasi Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demontrasi atau lewat bahan bacaan Fase-3 Mengorganisasikan siswa Guru menjelaskan pada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan
dalam kelompok-kelompok bekerja dan belajar Fase-4 Membimbing kelompokkelompok bekerja dan belajar Fase-5 Evaluasi
membantu setiap kelompok agar melakukan transasi secara efisien Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas
Guru mengevaluasikan hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masingmasing kelompok mepersentasikan hasil kerjanya
Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu maupun kelompok
2.5. Pengertian Numbered Heads Together Numbered Heads Together adalah suatu teknik yang dikembangkan untuk melibatkan lebih banyak siswa dalam menelaah materi yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut (Hamalik, 2010). Menurut Robert Slavin dan rekan-rekan sejawatnya di Jhons Hopkins University dalam (Arends, 2008) Numbered Heads Together yaitu dengan melibatkan para siswa dalam meriview bahan yang tercakup dalam suatu pelajaran yang memeriksa pemehaman mereka tentang isi pada pelajaran tersebut.
2.6. Langkah-langkah Numbered Heads Together Langkah-langkah teknik Numbered Heads Together adalah sebagai berikut : 1. Penomoran (Numbering) Guru membagi siswa dalam beberapa kelompok yang beranggota 3-5 orang dan memberi mereka nomor. 2. Pengajuan pertanyaan (Questioning)
Guru mengajukan pertanyaan pada siswa dan pertanyaan dapat bervariasi 3. Berpikir bersama (Heads Together) Para siswa berpikir bersama untuk menggambarkan dan menyakinkan bahwa tiap orang mengetahui jawaban tersebut 4. Pemberiaan jawaban (Answering) Guru menyebutkan satu nomor dan para siswa dari tiap kelompok dengan mempunyai nomor yang sama menggakat tangan dan
2.7. Hasil Belajar Siswa Dalam setiap mengikuti pelajaran diharapkan siswa belajar dengan baik dapat membantu siswa mencapai tujuan dan hasil belajar yang diperoleh akan baik pula. Menurut (Arends, 2008) dalam kegiatan mental orang menyusun hubungan antara kegiatan-kegiatan informasih yang telah diperoleh sebagai pengertian. Orang jadi memahami dan menguasai hubunganhubungan tersebut sehingga orang dapat memahami pemahaman dan penguasaan bahan pelajaran yang dikuasi. Hal ini berarti hasil belajar adalah suatu bukti keberhasilan yang diperoleh oleh siswa dalam memahami suatu materi pelajaran yang berupa nilai biasanya diperoleh melalui hasil tes. Hasil belajar IPA Terpadu yaitu hasil belajar yang diperoleh dalam belajar IPA terpadu. Untuk mengukur keberhasilan seseorang dalam memahami pelajaran dapat menggunakan tes yang disajikan dalam bentuk angka atau nilaii tertemtu. Nilai yang diperoleh dalam penelitian ini adalah hasil belajar yang diperoleh setelah proses belajar mengajar berlangsung. Sebagaimana telah dikemukakan diatas bahwa belajar adalah proses perubahan tingkah laku yang diakibatkan pengalaman atau sebagai hasil interaksi individu dengan lingkungannya. Ini berarti bahwa tujuan suatu kegiatan belajar ialah mencapai perubahan tingkah laku, baik yang mencakup ilmu pengetahuan, ketrampilan maupun aspek sikap. Perubahan itu diharapkan sesuai dengan tujuan belajar yang telah ditetapkan. Hai inilah
10
yang merupakan tujuan pendidikan formal di sekolah-sekolah, atau di lembaga-lembaga pendidikan, yang mengharapkan dari individu atau peserta didik yang belajar dapat memperoleh suatu keberhasilan atau prestasi dalam belajarnya. Keberhasilan suatu proses setiap orang memiliki pandangan yang berbeda-beda namun Djamarah menyatakan Suatu proses belajar
mengajar tentang suatu bahan pelajaran dinyatakan berhasil apabila tujuan instruksional dapat tercapai. Lebih jauh juga dinyatakan keberhasilan belajar seorang siswa apabila dia memperoleh nilai dengan baik atau dapat menyelesaikan pendidikan tepat waktunya dengan ditandai pencapaian standar nilai yang telah ditetapkan. Disisi lain (Hamalik, 2010) menggambarkan Prestasi belajar siswa dalam mengikuti pendidikan di sekolah ditandai dengan memperoleh nilai yang telah sesuai dengan tolak ukur atau standar penilaian yang sering di sebut juga dengan prestasi belajar. (Daryanto, 2010) mengemukakan bahwa pengertian prestasi belajar dapat oprasionalkan dalam bentuk indikator-indikator berupa nilai rapor, indeks prestasi studi, angka kelulusan, predikat keberhasilan, dan semacamnya. Dari beberapa pengertian prestasi belajar diatas, dapat diartikan prestasi belajar itu dengan keberhasilan siswa dalam menempuh pendidikan baik di sekolah (formal) maupun di luar sekolah (informal) yang berupa nilai, raport, indeks prestasi belajar dan predikat keberhasilan berupa piagam, atau penghargaan yang diberikan pada individu atau siswa.
11
3.1 Defiisi Operasional Variabel Variabel adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian di tarik kesimpulannya (Arifin, 2009). 3.1.1 Model pembelajaran Kooperatif Numbered Heads Together adalah suatu model pembelajaran dengan teknik memberikan kesempatan pada siswa untuk saling membagi ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling benar (Rohani, 2004) 3.1.2 Hasil belajar IPA Terpadu dalam penilitian ini adalah kemampuan siswa menyelesaikan soal tes pelajaran IPA Terpadu yang merupakan nilai harian Untuk Kompetensi Dasar Memahami kelangsungan hidup makhluk hidup. 3.2 Subjek Penelitian Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII-1 SMP Negeri 1 Pantai Labu Tahun pelajaran 2011/2012. Dengan jumlah siswa sebanyak 35 orang, yaitu 22 orang siswa perempuan dan 13 orang siswa laki-laki.
3.3 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di kelas VIII-1 SMP Negeri 1 Pantai Labu. Dan Lakukan sejak bulan Februari sampai bulan Juni 2011.
3.4 Metode penelitian Metode penelitian adalah cara ilmiah untuk mendapatka data dengan tujuan dan kegunaan tertentu (Arifin, 2009). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode diskritif developmental, yaitu bertujuan
mengambarkan bagaimana penerapan model pembelajaran Numbered Heads Together meningkatkan hasil belajar siswa.
12
3.5 Desain penetian Penelitian tindakan memiliki disain yang berupa daur spiral dengan empat langka yang utama, yaitu : perencanaan, tindakan, pengamatan dan refleksi. Desain penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut :
Permasalahan
Perencanaan Tindakan I
Pelaksanaan Tindakan I
Siklus I
Refleksi I
Revisi Tindakan I
Perencanaan Tindakan II
Siklus II
Refleksi II
Siklus III
Refleksi III
13
Keterangan gambar : A. Permasalahan Mencari informasi untuk memahami dan mengetahui kesulitan belajar siswa kelas VIII-1 di SMP Negeri 1 Pantai Labu.
B. Rencana Tindakan 1. Menetapkan jumlah siklus (3 siklus). Setiap siklus yang dilakukan 3 atau 4 kali tatap muka. Kompetesi dasar yang akan diberikan yaitu 1.2 Pertumbuhan dan Perkembangan 2. Menetapkan kelas yang digunakan sebagai subyek penelitian yaitu kelas VIII-1 SMP Negeri 1 Pantai Labu. 3. Menetapkan jenis media pembelajaran yang akan digunakan yaitu charta adaptasi hewan dan tumbuhan serta persilangan dihibrid. 4. Menyusun RPP dan menyiapkan alat tes berupa soal-soal bentuk uraian. 5. Menyusun LKS 6. Menetapkan cara pengambilan data 7. Menetapkan cara menganalisis data
C. Pelaksanaan Tindakan I 1. Membagi siswa dalam delapan kelompok dan membagi siswa dengan nomor 1-5 atau 1-4 pada setiap kelompoknya. 2. 3. 4. 5. Menyajikan materi pembelajaran Diberikan materi diskusi Dalam diskusi kelompok, guru mengarahkan kelompok Salah satu siswa dari setiap kelompok diskusi akan menjawab pertanyaan sesuai dengan nomor pertanyaan dan nomor yang ada pada siswa 6. 7. 8. 9. Guru memberikan kuis atau pertanyaan Siswa diberikan kesempatan untuk memberikan pertanyaan dan Jawaban Penguatan dan kesimpulan secara bersama-sama.
14
D. Refleksi 1 Penelitian tindakan kelas ini berhasil apabila ada peningkatan hasil belajar peserta didik dengan menggunakan penerapan model pembelajaran Numbered Heads Together. Dan peserta didik dapat menyelesaikan tugas kelompok sesuai dengan waktu yang telah disediakan.
F. Revisi Tindakan Dari hasil refleksi I dilakukan perencanaan tindakan tahap II, pelaksanaan tindakan II, pengamatan/pengumpulan data II, refleksi II dan seterusnya sampai skenario pembelajaran dapat diselesaikan.
3.6 Teknik Pengumpulan data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah : Tes hasil Belajar Data hasil belajar di ambil dengan memberikan tes bentuk uraian pada setiap akhir siklus.Tes yang diberikan terdiri dari beberapa soalsoal yang materi pokok Pertumbuhan dan Perkembangan
3.7.Teknik analisa Data Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisisDeskriptif kuatitatif. Dari hasil belajar dianalisis dengan
menggunakan Percentages correction (hasil yang di capai setiap siswa dihitung dari persentase jawaban yang benar). Dapat dinyatakan dengan rumus : R S = ---- x 100% N S = nilai yang diharapkan (dicari) (Arifin, 2009)
R = Jumlah skor dari item atau soal yang di jawab benar N = Skor maksimun dari tes tersebut Untuk ketuntasan klasikal dinyatakan dalam bentuk persentase sebagai berikut :
15
T Persentase daya serap tuntas = ------- x 100% K Dimana : T = siswa K = siswa klasikal Dari persentasi hasil belajar siswa bisa ditafsirkan tentang
ketuntasan Belajar siswa sesuai dengan Departemen Pendidikan Nasional ( 2003:43) Sebagai berikut : a. Ketuntasan perorangan. Siswa dikatakan berhasil/tuntas, jika mencapai taraf penguasaan Minimal 60%.Taraf penguasaan kurang dari 60% diberikan remidi materi Pokok yang belum dikuasai. b. Klasikal atau suatu kelas dikatakan berhasil/tuntas jika paling sedikit 65% dari jumlah kelompok atau kelas tersebut telah mencapai ketuntasan perorangan. Apabila sudah mencapai 65% dari banyaknya siswa yang mencapai tingkat ketuntasan belajar maka kelas tersebut dapat melanjutkan pada materi selanjutnya.
Tabel 1 Kriteria Ketuntasan Belajar Ketuntasan Tuntas Tidak Tuntas Skor Tes 65-100 < 65
16
Hasil penelitian diuraikan dalam tahapan yang berupa siklus-siklus pembelajaran yang dilakukan dalam proses belajar mengajar di kelas. Dalam penelitian ini pembelajaran dilakukan dalam tiga siklus sebagaimana pemaparan berikut ini. 4.1 Siklus Pertama Siklus pertama terdiri dari empat tahap, yakni perencanaan, pelaksanaan, observasi hasil belajar dan refleksi serta replaning. 4.1.1 Perencanaan (planning) 1. Membuat rencana pembelajara dengan menggunakan model pembelajaran Numbered Heads Together. 2. 3. Membuat lembar kerja siswa. Menyusun alat evaluasi pembelajarn penerapan
4.1.2 Pelaksanaan (Acting) Pada saat awal pembelajaran pada siklus pertama ini, pelaksanaan belum sesuai dengan rencana. Hal ini disebabkan: 1. Sebagian kelompok belum terbiasa dengan kondisi belajar yang menggunakan penerapan model pembelajaran Numbered Heads Together. 2. Sebagian kelompok belum memahami langkah-langkah pembelajaran Numbered Heads Together.
4.1.3
Hasil belajar (Evaluasi) Hasil belajar siswa pada siklus I, penguasaan materi dalam pembelajaran ini masih tergolong kurang baik ketuntasan secara perorangan maupun secara klasikal, hal ini dapat kita amati pada tabel 2 dibawah ini.
17
Tabel 2 Distribusi dan Frekuensi Tes Ketuntasan Klasikal Setelah pembelajaran Numbered Heads Together Ketuntasan Skor Tes X1 F1 X1 F1 Persentase Tuntas Tuntas Tidak Tuntas Tidak Tuntas Tidak Tuntas Jumlah Rata-rata 80 100 60 - 79 40 59 20 39 0 - 19 90,5 69,5 49,5 29,5 9,5 7 10 12 6 35 634 695 594 177 2100 60.00 20 28.5 34,3 17,1 -
35 30
Tidak Tuntas Tidak Tuntas Tidak Tuntas Tuntas
25 20 15 10
Tuntas
5 0 0 - 19 20 - 39 40 - 59 60 - 79 80 - 100 jumlah
4.1.4
Refleksi dan Perencanaan Ulang ( Reflecting and Replaning) Adapun keberhasilan dan kegagalan yang terjadi pada siklus pertama adalah sebagai berikut. 1. Sebagian siswa belum terbiasa dengan kondisi belajar dengan menggunakan pembelajaran Numbered Heads Together.
18
2. Hasil evaluasi pada siklus pertama mencapai rata-rata kelas 60,00. Dan didapatkan persentase ketuntasan belajar mencapai 51,43% ini berarti kelas VIII-1 Belum tuntas belajar. 3. Masih ada kelompok yang belum dapat menyelesaikan tugas dengan waktu yang telah ditentukan. Hal ini karena anggota belum terbiasa menyelesaikan tugas dengan bekerja sama dan anggota masih menyelesaikan tugas secara individu, serta ada beberapa kelompok yang masih bingung dalam menyelesaikan tugasnya. 4. Masih ada kelompok yang kurang mampu dalam mempersentasikan hasil dari kegiatan. Untuk memperbaiki kelemahan dan mempertahankan
keberhasilan yang telah di capai pada siklus pertama, maka pada pelaksaan siklus ke dua dapat di buat perencanaan sebagai berikut: 1. Guru perlu mengolah waktu dengan baik. 2. Lebih insentif membimbing kelompok yang mengalami kesulitan 3. Melatih pentingnya berpikir bersama dan berkerjasama dalam kelompok Serta dapat menyelesaikan tugas dengan tepat waktu 4.2 Siklus Kedua Siklus kedua terdiri dari empat tahap, yakni perencanaa, pelaksanaan observasi hasil belajar dan refleksi serta replaning. 4.2.1 Perencanaan (Planing) Planing pada siklus kedua baedasarkan replaning siklus pertama yaitu: 1. Guru perlu mengolah waktu dengan baik. 2. Lebih insentif membimbing kelompok yang mengalami kesulitan 3. Melatih pentingnya berpikir bersama dan berkerjasama dalam kelompok 4. Membuat perangkat pembelajaran Numbered Heads Together yang lebih mudah dipahami oleh siswa.
4.2.2
Pelaksanaan (Acting) Suasana pembelajaran sudah mengarah pada model pembelajaran Numbered Heads Together.
19
1. Tugas yang diberikan pada kelompok berupa LKS mampu dikerjakan dengan antusias dan begitu juga dengan menjawab kuis. 2. Sebagaian besar siswa telah termotivasi untuk bertanya dan menjawab pertanyaan. 3. Suasana pembelajaran yang efektif dan menyenangkan sudah mulai tercipta. 4.2.3 Hasil belajar (Evaluasi) Hasil belajar pada siklus kedua dapat di lihat pada tabel 3 berikut ini. Tabel 3 Distribusi dan Frekuensi Tes Ketuntasan Klasikal Setelah pembelajaran Numbered Heads Together
Ketuntasan Tuntas Tuntas Tidak Tuntas Tidak Tuntas Tidak Tuntas Jumlah Rata-rata Skor Tes 80 100 60 - 79 40 59 20 39 0 - 19 VIII-1 90,5 69,5 49,5 29,5 9,5 F1 7 14 12 2 35 VIII-1 F1 634 973 594 59 2260 65 Persentase 20 40 34,3 5,7 -
35 30 25 20 15 10 5 0 0 - 19 40 - 59 80 - 100
Tidak Tuntas Tidak Tuntas Tidak Tuntas Tuntas Tuntas
20
Berdasarkan tabel 3 hasil ualangan/hasil belajar siswa dalam pembelajaran pada siklus ke II terdapat peningkatan dengan jumlah a. Hasil evaluasi penguasaan siswa terhadap materi pembelajaran pada siklus kedua juga tergolong sedang karena rerata kelas 65%
sedangkan ketuntasan belajar mencapai 60%.Hal ini belum mencapai ketuntasan belajar . b. Hasil ulangan harian kedua 51,43% menjadi 60.00% 4.2.4 Refleksi dan Perencanaan Ulang 1. Pada siklus kedua ini, siswa sudah mengarah pembelajaran 2. Numbered Heads Together .Siswa sudah dapat membangun kerja sama dalam kelompok dan memahami cara menyelasaikan tugas yang diberikan. 3. Siswa mulai mampu berpartisipasi dalam kegiatan 4. Siswa mulai mampu mempresentasikan hasil kerja dengan baik. pada model mengalami peingkatan dari rerata
4.3 4.3.1
Siklus ketiga Perencanaan (planing) Planing pada siklus ketiga berdasarkan reflaning siklus kedua yaitu : 1. Guru perlu mengolah waktu dengan baik. 2. Lebih insentif membimbing kelompok yang mengalami kesulitan 3. Melatih pentingnya berpikir bersama dan berkerjasama dalam kelompok 4. Membuat perangkat yang lebih baik. pembelajaran Numbered Heads Together
4.3.2
pembelajaran Numbered Heads Together .Tugas yang telah diberikan guru pada setiap kelompok dengan menggunakan lembar kegiatan siswa dapat dikerjakan dengan baik.Dan dalam kelompok, siswa
21
sudah mampu menunjukan saling membantu dalam mengerjakan tugas. b. Siswa sudah mampu berpikir bersama dalam munguasai materi melalui diskusi antar sesama anggota kelompok. c. Suasana pembelajaran yang efektif lebih tercipta dan menyenangkan sudah
4.3.3
Hasil Belajar dan Evaluasi a. Hasil belajar dan evaluasi pada siklus III dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 4 Distribusi dan Frekuensi Tes Ketuntasan Klasikal Setelah pembelajaran Numbered Heads Together Ketuntasan Skor Tes VIII-1 F1 VIII-1 F1 Persentase Tuntas Tuntas Tidak Tuntas Tidak Tuntas Tidak Tuntas Jumlah Rata-rata 80 100 60 - 79 40 59 20 39 0 - 19 90,5 69,5 49,5 29,5 9,5 9 17 8 1 35 814,5 1181,5 396 29,5 2421,5 69.19 25,7 48,6 22,9 2,8 -
b. Hasil evaluasi siklus III pengguasaan siswa terhadap materi pembelajaran 69,19. Ini menunjukan bahwa ketuntasan belajar secara klasikal sudah tercapai. Dan pada siklus ketiga ini terjadi kenaikan pada rerata nilai ulangan harian menjadi 74,20%
22
35 30 25
20 15 10 5 0 0 - 19 20 - 3940 - 5960 - 79 - 100jumlah 80
Tidak Tuntas Tidak Tuntas Tidak Tuntas
4.3.4
Refleksi (Reflecting) Adapun keberhasilan yang diperoleh selama siklus ketiga ini adalah sebagai berikut :
a. Meningkatkan rata-rata kelas nilai harian dari 59,99 pada siklus I (ulangan harian I) dan meningkat pada siklus kedua pada ulangan kedua dengan rata-rata kelas 64,5,kemudian terjadi peninkatan kembali pada siklus
ketiga dengan rata-rata kelas 69.19. Sehingga pada siklus ketiga ini ketuntasan secara klasikal telah tercapai. b. Meningkatkan kemampuan siswa menguasai materi pembelajaran.Hal ini berdasarkan hasil evaluasi pada siklus ketiga yang telah mencapai ketuntasan belajar secara klasikal dengan rata-rata 74,20%.
23
5.1 Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang dilakukan disimpulkan bahwa : 1. Penerapan model pembelajaran Numbered Heads Together dapat
meningkatkan hasil belajar (Ulangan harian) pada siklus I rata-rata 59,99% pada siklus kedua pada (ulangan harian kedua) dengan rata-rata 64,5%,kemudian terjadi peninkatan kembali pada siklus ketiga dengan rata-rata 69.19%.Sehingga pada siklus ketiga ini ketuntasan secara klasikal telah tercapai. 2. Melalui pembelajaran model pembelajaran Numbered Heads Together, siswa membangun sendiri pengetahuan, menemukan langkah-langkah dalam mencari penyelesaian dari suatu materi yang harus dikuasai oleh siswa, baik secara individu maupun dalam kelompok. 3. Dengan model pembelajaran Numbered Heads Together ini,
5.2 Saran Dengan terbuktinya Penerapan model pembelajaran Numbered Heads Together dapat meningkatkan hasil belajae siswa dalam mata pelajaran IPA Terpadu, maka kami sarankan hal-hal sebagai berikut : 1. Dalam kegiatan pembelajaran dengan menggunakan model Numbered Heads Together diharapkan para guru dapat menjadikan model pembelajaran ini sebagai suatu alternatif dalam meningkatkan hasil belajar siswa. 2. Karena kegiatan ini sangan bermanfaat, khususnya bagi guru dan siswa,maka diharapkan kegiatan ini dapat dilakukan secara
24
DAFTAR PUSTAKA
Arends, R, (2008), Learning to Teach Belajar untuk Mengajar Edisi ke Tujuh Buku Dua, Pustaka Belajar, Yogyakarta Arifin, Z., (2009), Evaluasi Pembelajaran, PT. Rosdakarya, Bandung Daryanto, (2010). Belajar dan Mengajar, Yerama Widya, Bandung Hamalik, O., (2010), Proses Belajar Mengajar, PT Bumi Aksara, Jakarta Harlini, S., (2008), Upaya Meningkatkan Hasil Belajar dan Keterampilan Sosial dengan Menerapkan Pembelajaran Number Head Together pada Materi Sistem Reproduksi Manusia di Kelas XI IPA MA Muhammadiyah 01 Medan, Laporan hasil penelitian, FMIPA Universitas Negeri Medan Krisno, A.M, Mucharam, T.T, Mampuono, Suhada, I, (2008), Ilmu Pengetahuan Alam untuk SMP/ MTs, PT Mentari Pustaka, Jakarta Rohani, A., (2004), Pengelolaan Pengajaran. Penerbit Rineka Cipta, Jakarta Mukaromah, (2008), Penerapan Model bermain peran dalam meningkatkan prestasi belajar Bahasa Inggris siswa kelas VII SMP Negeri 2 Paciran Lamongan, Laporan Hasil Penelitian, Fakultas Ilmu Pendidikan UM Sagala, S, (2009), Konsep dan Makna Pembelajaran untuk Membantu Memecahkan Problematika Belajar dan Mengajar, Alfabeta, IKAPI Prahatamaputra, A, (2008), Jurnal Kependidikan dan Kemasyarakatan, Penggunaan Metode Bermain Peran dalam Meningkatkan Pemahaman Materi Sintesis Protein, Vol.3 No.1 Uno, H.B, (2008), Model Pembelajaran Menciptakan Proses Belajar Mengajar yang Kreatif dan Efektif, PT. Bumi Aksara, Jakarta
25