Anda di halaman 1dari 14

BAB I PENDAHULUAN A.

Latar Belakang Pendidikan adalah salah satu aspek dasar untuk membangun suatu bangsa dan negar. Di dalam suatu penyelanggaraan pendidikan di sekolah terdapat guru sebagai pendidik dan siswa sebagai perserta didik dan diwujudkan dengan adanya interaksi antara guru dengan murid melalui kegiatan belajar mengajar. Dalam hal ini guru dituntut untuk menyelnggarakan suatu kegiatan pembelajaran yang sistematis, inovatif dan sesuai dengan kurikulum. Suatu pembelajaran agar tujuannya tercapai dengan baik maka dibutuhkan suatu strategi pembelajan, teknik, metode, dan pendekatan pembelajaran. Agar suatu pembelajaran dapat tersampaikan dengan baik, maka seorang pendidik harus mampu menguasai kelas. Pada saat ini banyak tenaga pendidik yang cenderung pada pencapaian target kurikulum, sehingga kegiatan pembelajaran menjadi monoton dan membosankan karena mementingkan pada hafalan konsep bukan pemahaman. Oleh karena itu dibutuhkan kreatifitas guru menciptakan sausana yang menyenangkan dalam kegiatan pembelajaran. Suatu kelas perlu dirancang dan dibangun sedemikian rupa sehingga dengan menggunakan model pembelajaran yang tepat siswa dapat memperoleh kesempatan untuk berinteraksi antara guru dengan murid sehingga dapat diperoleh hasil belajar yang optimal. Model pembelajaran sangat dibutuhkan dalam suatu kegiatan pembelajaran. Salah satu model pembelajaran tersebut adalah cooperative learning. Jadi dalam hal ini guru bertindak sebagai motvator dan fasilitator agar suasana di dalam kelas dapat hidup. Dan siswa berperan aktif mencari informasi dari berbagai sumber, diskusi, bertanya, dan mengungkapkan pendapat. Maka diperlukannya kerjasama antara guru dan murid supaya proses pembelajaran tercapai dengan baik dan tercapainya tujuan pembelajaran.

B. Rumusan Masalah Dari latar belakang yang telah disampaikan di atas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : 1. Apakah model pembelajaran dibutuhkan di sekolah? 2. Bagaimana proses kegiatan model pembelajaran cooperative learning? 3. Apa mafaat dari model pembelajaran cooperative learning? 4. Apa kelebihan dan kekuarangan dari penerapan cooperative learning dalam suatu metode pembelajaran?

C. Tujuan Dari uraian di atas maka tujuan yang ingin dicapai pada model pembelajaran cooperative learning adalah : 1. Membantu siswa menjadi aktif dalam kegiatan pembelajaran 2. Menyampaikan materi pemebelajaran secara menyenangkan 3. Menumbuhkan rasa tanggung jawab siswa dalam berbagai kegiatan individu maupun kelompok 4. Memupuk rasa kekeluargaan dan kerjasama antar siswa 5. Membina perkembangan mental dan emosional para siswa. 6. Meningkatkan kreatifitas guru untuk menciptakan suasana pengajaran yang efektif, efisien, dan menyenangkan sesauai dengan kurikulum.

D. Manfaat 1. Bagi siswa : a. Membantu siswa menjadi aktif dalam kegiatan pembelajaran. b. Membuat siswa menerima pelajaran dengan baik dan menyenangkan c. Membuat siswa menjadi kreatif dalam mencari berbagai penyelesaiann masalah yang diberikan oleh guru dalam kegiatan pembelajaran.

d. Menumbuhkan rasa tanggung jawab siswa dalam kegiatan kelompok maaupun individu 2. Bagi guru : a. Membantu guru menjadi aktif menciptakan suasana yang kondusif sesuai dengan pendekatan pembelajaran yang diterapkan. b. Membantu guru menilai siswa yang aktif dan mendorong siswa pasif agar menjadi lebih aktif. c. Guru dapat berkreasi dengan berbagai pendekatan pembelajaran yang khas secara menarik, menyenangkan, dan bermanfaat bagi siswa.

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Cooperative Learning Cooperative leraning adalah suatu model pembelajaran dimana siswa belajar dalam kelompok kecil yang mempunyai kemampuan berbeda. Dalam

menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap siswa anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran. Dalam pembelajaran kooperatif, belajar dikatakan belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan pelajaran. Roger dan David Johnson mengatakan bahwa tidak semua kerja kelompok bisa dianggap cooperative learning, untuk itu harus diterapkan lima unsur model pembelajaran cooperative learning yaitu : 1. Saling ketergantungan positif. Keberhasilan suatu karya sangat bergantung pada usaha setiap anggotanya. Untuk menciptakan kelompok kerja yang efektif, pengajar perlu menyusun tugas sedemikian rupa sehingga setiap anggota kelompok harus

menyelesaikan tugasnya sendiri agar yang lain dapat mencapai tujuan mereka. 2. Tanggung jawab perseorangan Jika tugas dan pola penilaian dibuat menurut prosedur model pembelajaran Cooperative Learning, setiap siswa akan merasa bertanggung jawab untuk melakukan yang terbaik. Pengajar yang efektif dalam model pembelajaran Cooperative Learning membuat persiapan dan menyusun tugas sedemikian rupa sehingga masing-masing anggota kelompok harus melaksanakan tanggung jawabnya sendiri agar tugas selanjutnya dalam kelompok bisa dilaksanakan. 3. Tatap muka Dalam pembelajaran Cooperative Learning setiap kelompok harus diberikan kesempatan untuk bertatap muka dan berdiskusi. Kegiatan interaksi ini akan

memberikan para pembelajar untuk membentuk sinergi yang menguntungkan semua anggota. Inti dari sinergi ini adalah menghargai perbedaan, memanfaatkan kelebihan, dan mengisi kekurangan. 4. Komunikasi antar anggota Unsur ini menghendaki agar para pembelajar dibekali dengan berbagai keterampilan berkomunikasi, karena keberhasilan suatu kelompok juga bergantung pada kesediaan para anggotanya untuk saling mendengarkan dan kemampuan mereka untuk mengutarakan pendapat mereka. Keterampilan berkomunikasi dalam kelompok juga merupakan proses panjang. Namun, proses ini merupakan proses yang sangat bermanfaat dan perlu ditempuh untuk memperkaya pengalaman belajar dan pembinaan perkembangan mental dan emosional para siswa. 5. Evaluasi proses kelompok Pengajar perlu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka agar selanjutnya bisa bekerja sama dengan lebih efektif. B. Tujuan Cooperative Learning Tujuan pembelajaran kooperatif berbeda dengan kelompok konvensional yang menerapkan sistem kompetisi, di mana keberhasilan individu diorientasikan pada kegagalan orang lain. Sedangkan tujuan dari pembelajaran kooperatif adalah menciptakan situasi di mana keberhasilan individu ditentukan atau dipengaruhi oleh keberhasilan kelompoknya (Slavin, 1994). Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran penting yang dirangkum oleh Ibrahim, et al. (2000), yaitu:
a. Hasil belajar akademik

Selain mencakup berbagai tujuan sosial, cooperative learning juga bertujuan memperbaiki prestasi siswa dan tugas-tugas akademik lainnya. Model pembelajaran ini unggul dalam memahami konsep-konsep sulit. Model pembelajaran cooperative dapat meningkatkan nilai siswa pada pelajaran

akademik dan norma yang berhubungan dengan hasil belajar. Di samping mengubah norma yang berhubungan dengan norma hasil belajar,

pembelajaran kooperatif dapat memberi keuntungan baik pada siswa kelompok bawah maupun kelompok atas yang bekerja bersama

menyelesaikan tugas-tugas akademik.


b. Penerimaan terhadap perbedaan individu

Tujuan lain model pembelajaran kooperatif adalah penerimaan secara luas dari orang-orang yang berbeda berdasarkan ras, budaya, kelas sosial, kemampuan, dan ketidakmampuannya. Pembelajaran kooperatif memberi peluang bagi siswa dari berbagai latar belakang dan kondisi untuk bekerja dengan saling bergantung pada tugas-tugas akademik dan melalui struktur penghargaan kooperatif akan belajar saling menghargai satu sama lain.
c. Pengembangan ketrampilan sosial

Tujuan penting ketiga pembelajaran kooperatif adalah, mengajarkan kepada siswa keterampilan bekerja sama dan kolaborasi. Keterampilanketerampilan sosial, penting dimiliki oleh siswa sebab saat ini banyak anak muda masih kurang dalam keterampilan sosial. C. Macam-macam Teknik Pembelajaran Cooperative Learning 1. Kancing gemerincing Teknik ini dikembangkan oleh Spencer Kagan (1992). Teknik ini bisa digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia anak didik. Dalam kegiatan Kancing Gemerincing, masing-masing anggota kelompok mendapatkan kesempatan untuk memberikan kontribusi mereka dan mendengarkan pandangan dan pemikiran anggota yang lain. Teknik ini dapat digunakan untuk mengatasi hambatan pemerataan kesempatan yang sering mewarnai kerja kelompok. Dalam banyak kelompok, sering ada anak yang terlalu dominan dan banyak bicara. Sebaliknya, juga ada anak yang pasif dan pasrah saja pada rekannya yang lebih dominan. Dalam situasi seperti ini, pemerataan tanggung jawab dalam kelompok bisa tidak

tercapai karena anak yang pasif terlalu menggantungkan diri pada rekannya yang dominan. Teknik ini memastikan setiap siswa mendapatkan kesempatan untuk berperan serta. Caranya : a. Guru menyiapkan satu kotak kecil yang berisi kancing-kancing (atau benda kecil lainnya). b. Sebelum kelompok memulai tugasnya, setiap siswa masing-masing c. kelompok mendapatkan 2 atau 3 buah kancing (jumlah kancing tergantung pada sukar tidaknya tugas yang diberikan). d. Setiap kalo siswa berbicara atau mengeluarkan pendapat, dia harus menyerahkan salah satu kancingnya dan meletakkannya ditengah-tengah. e. Jika kancing yang dimiliki siswa habis, dia tidak boleh berbicara lagi sampai semua rekannya juga menghabiskan kancingnya. Jika semua kancing sudah habis, sedangkan tugas belum selesai, kelompok boleh mengambil kesepakatan untuk membagi-bagi kancing lagi dan

mengulangi prosedurnya kembali. 2. Lingkaran kecil lingkaran besar Dikembangkan oleh Spencer Kagan untuk memberikan kesempatan pada siswa agar saling berbagi informasi pada saat yang bersamaan. Pendekatan ini bisa digunakan dalam berberapa mata pelajaran, seperti ilmu pengetahuan sosial, agama, matematika, dan bahasa. Bahan pelajaran yang paling cocok digunakan dengan teknik ini adalah bahan yang membutuhkan pertukaran pikiran dan informasi antarsiswa. Salah satu keunggulan teknik ini adalah adanya struktur yang jelas dan memungkinkan siswa untuk berbagi dengan pasangan yang berbeda dengan singkat dan teratur. Selain itu, siswa bekerja dengan sesama siswa dalam suasana gotong royong dan mempunyai banyak kesempatan untuk mengolah informasi dan meningkatkan keterampilan berkomunikasi. Bisa digunakan

untuk semua tingkatan usia anak didik dan sangat disukai, terutama oleh anakanak. Caranya : Lingkaran Individu, a. Separuh kelas (atau seperempat Jika jumlah siswa terlalu banyak) berdiri membentuk lingkaran kecil. Mereka berdiri melingkar dan menghadap keluar. b. Separuh keias lainnya membentuk lingkaran di luar lingkaran yang pertama. Artinya, mereka berdiri menghadap ke dalam dan berpasangan dengan siswa yang berada di lingkaran dalam. c. Dua siswa yang berpasangan dari lingkaran kecil dan besar berbagi informasi. Siswa berada dilingkaran kecil yang memulai. Pertukaran informasi ini bisa dilakukan oleh semua pasangan dalam waktu yang bersamaan. d. Kemudian, siswa yang berada di lingkaran kecil diam di tempat, sementara siswa berada di lingkaran besar bergeser satu atau dua langkah searah perputaran jarum jam. Dengan cara ini, masing-masing siswa mendapatkan pasangan yang baru untuk berbagi. e. Sekarang giliran siswa yang berada di lingkaran besar yang membagikan informasi. Demikian seterusnya. Lingkaran Kelompok, a. Satu kelompok berdiri di lingkaran kecil menghadap keluar. Kelompok lain berdiri di lingkaran besar. b. Kelompok berputar seperti prosedur lingkaran individu yang dijelaskan di atas dan saling berbagi. 3. Jigsaw Teknik mengajar Jigsaw dikembangkan oleh Aronson sebagai metode Cooperative Learning. Teknik ini bisa digunakan dalarn pengajaran membaca,

menulis, mendengarkan, ataupun berbicara. Teknik ini menggabungkan kegiatan membaca, menulis, mendengarkan, dan berbicara. Pendekatan ini bisa pula digunakan dalam beberapa mata pelajaran, seperti ilmu pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial, matematika, agama, dan bahasa. Teknik ini cocok untuk semua kelas/tingkatan. Dalam teknik ini, guru memperhatikan skernata atau latar belakang pengalaman siswa dan membantu siswa mengaktifkan skemata ini agar bahan pelajaran menjadi lebih bermakna.Selain itu, siswa bekerja dengan sesama siswa dalam suasana gotong royong dan mempunyai banyak kesempatan untuk mengolah informasi dan meningkatkan keterampilan berkomunikasi. Caranya : a. Pengajar membagi bahan pelajaran yang akan diberikan menjadi empat bagian. b. Sebelum bahan pelajaran diberikan, pengajar memberikan pengenalan mengenai topik yang akan dibahas dalam bahan pelajaran untuk hari itu. Pengajar bisa menuliskan topik di papan tulis dan menanyakan apa yang siswa ketahui mengenai topik tersebut. Kegiatan brainstorming ini dimaksudkan untuk mengaktifkan skemata siswa agar iebih siap menghadapi bahan pelajaran yang baru. c. Siswa dibagi dalam kelompok berempat. d. Bagian pertama bahan diberikan kepada siswa yeang pertama. Sedangkan siswa yang kedua menerima bagian yang kedua. Demikian seterusnya. e. Kemudian, siswa disuruh membaca/mengerjakan bagian mereka masingmasing f. Setelah selesai, siswa saling berbagi mengenai bagian yang

dibaca/dikerjakan masing-masing. Dalarn kegiatan ini, siswa bisa saling melengkapi dan berinteraksi antara satu dengan yang lainnya. g. Khusus untuk kegiatan membaca, kemudian pengajar membagikan bagian cerita yang belum terbaca kepada masingmasing siswa. Siswa membaca

bagian tersebut. Kegiatan ini bisa diakhiri dengan diskusi mengenai topik dalam bahan pelajaran hari itu. Diskusi bisa dilakukan antara, pasangan atau dengan seluruh kelas. Jika tugas yang dikerjakan cukup sulit, siswa bisa membentuk kelompok para ahli. Siswa berkumpul dengan siswa lain yang mendapatkan bagian yang sama dari keliompok lain. Mereka bekerja sama mempelajari/mengerjakan bagian tersebut. Kemudian, masing-masing siswa kembali ke kelompoknya sendiri dan membagikan apa yang telah dipelajarinya kepada rekan-rekan dalam kelompoknya. 4. STAD STAD dikembangkan oleh Robert Slavin dan teman-teman di Universitas John Hopkin, merupakan pendekatan Cooperatif Learning yang paling sederhana. STAD mengacu pada belajar kelompok, menyajikan informasi akademik baru pada siswa setiap minggu dengan menggunakan presentasi verbal dan teks. Caranya : a. Siswa dalam 1 kelas dibagi menjadi kelompok-kelompok denga jumlah 4 atau 5 orang. b. Setiap kelompok harus heterogen yaitu laki dan perempuan bermacam suku dan kemampuan tinggi, sedang dan rendah. c. Anggota tim menggunakan lembar kegiatan untuk menuntaskan pelajarannya. d. Kemudian saling membantu sama lain untuk memahami pelajaran melalui tutorial, kuis dan melakukan diskusi. e. Setiap minggu atau 2 minggu siswa diberi kuis. Kuis diskor dan tiap individu diberi skor perkembangan. Skor perkembangan tidak berdasarkan skor mutlak siswa tetapi berdasarkan pada seberapa jauh skor itu melampaui rata-rata skor siswa yang lalu. f. Setiap minggu lembar penilaian diumumkan dengan skor tertinggi.

g. Kadang-kadang seluruh tim yang mencapai kriteria tertentu dicantumkan dalam lembar tersebut. 5. Kepala bernomor terstuktur Teknik belajar ini sebagai pengembangan dari teknik Kepala Bernomor. Memudahkan dalam pembagian tugas. Memudahkan siswa belajar

melaksanakan tanggung jawab pribadinya dalam saling keterkaitan dengan rekan sekelompoknya. Bisa digunakan untuk semua mata pelajaran serta semua tingkatan usia anak didik. CARANYA: a. Siswa dibagi dalam kelompok. Setiap siswa dalam setiap kelompok mendapat nomor. b. Penugasan diberikan kepada setiap siswa berdasarkan nomornya. Misalnya: Siswa nomor 1 bertugas membaca soal dengan benar dan mengumpulkan data yang mungkin berhubungan dengan penyelesaian soal. Siswa nomor 2 bertugas mencari penyelesaian soal. Siswa nomor 3 mencatat dan melaporkan hasil kerja kelompok. c. Jika perlu (untuk tugas-tugas yang lebih sulit), guru juga bisa mengadakan kerja sama antar kelompok. Siswa bisa disuruh keluar dari kelompoknya dan bergabung bersama beberapa siswa yang bernomor sama dari kelompok lain. Dalam kesempatan ini, siswa-siswa dengan tugas yang sama bisa saling membantu atau mencocokkan hasil kerja mereka. Catatan: Untuk efisiensi pembentukan keigmpok dan penstrukturan tugas, Teknik Kepala Bernomor ini bisa dipakai dalam kelompok yang dibentuk permanen. Artinya, siswa disuruh mengingat kelompok dan nomornya sepanjang caturwulan atau semester. Supaya ada pemerataan tanggung jawab, penugasan berdasarkan nomor bisa diubah-ubah. Misalnya, siswa nomor 1 bertugas mengumpulkan data kali ini, tapi akan disuruh melaporkan pada kesempatan yang lain.

Untuk Variasi: Struktur Kepala Bernomor ini juga bisa dilanjutkan untuk mengubah komposisi kelompok dengan cara yang efisien. Pada saat-saat tertentu, siswa bisa keluar dari kelompok yang biasanya dan bergabung dengan siswa-siswa lain yang bernomor sama dari kelompok lain. Cara ini bisa digunakan untuk mengurangi kebosanan/kejenuhan jika guru mengelompokkan siswa secara permanen. 6. Dua tinggal dua tamu(Two Stay Two Stray). Dikembangkan oleh Spencer Kagan (1992). Dapat digunakan bersama denga Teknik Kepala Bernomor. Bisa digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia anak didik. Memberi kesempatan kepada kelompok untuk membagikan hasil dan informasi dengan kelompok lain. Banyak kegiatan belajar mengajar yang diwarnai dengan kegiatankegiatan individu. Siswa bekerja sendiri dan tidak diperbolehkan melihat pekerjaan siswa yang lain. Padahal kenyataan hidup di luar sekolah kehidupan dan kerja saling bergantung satu dengan yang lainnya. Christophorus Columbus tidak akan menemukan benua Amerika jika tidak tergerak oleh penemuan Galileo Galilei yang menyatakan bahwa bumi itu bulat. Einstein pun mendasarkan teori pada teori Newton. Caranya : a. Siswa bekerja sama dengan kelompok berempat seperti biasa. b. Setelah selesai, 2 orang dari masing-masing kelompok akan meninggalkan kelompoknya dan masing-masing bertamu ke dua kelompok. c. Dua orang yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja dan informasi mereka ke tamu mereka. d. Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri dan melaporkan temuan mereka dari kelompok lain. e. Kelompok mencocokkan dan membahas hasil-hasil kerja mereka.

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa : 1. Cooperative learning adalah model pembelajaran dengan membentuk kelompok-kelompok kecil, di mana pada tiap kelompok tersebut terdiri dari siswa-siswa dari berbagai tingkat kemampuan, dan melakukan berbagai kegiatan belajar untuk meningkatkan pemahaman mereka tentang materi pelajaran yang sedang dipelajari. 2. Informasi disampaiakan dalam bentuk teks, lembar kerja, dan panduan belajar 3. Cooperative learning bertujuan untuk mencapai pembelajaran kognitif dan sosial kompleks dengan berbagai pendekatan pembelajaran yang berbeda. 4. Esensialnya semua model mengajar ditandai dengan adanya Struktur Tugas, Struktur Tujuan dan Struktur Penghargaan (Reward). B. Saran 1. Seringnya untuk menyebarkan pembaharuan tentang model-model, strategistrategi dalam pembelajaran kepada guru-guru seluruh Indonesia dengan cara mengadakan pelatihan secara periodik. Agar program ini dapat terlaksana dan dapat diikuti oleh semua guru-guru, pendidikan dan latihan melalui jalur persetujuan dan dukungan dari Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 2. Meningkatkan pengetahuan pengejar tentang cooperative learning, karena pada kenyataannya masih banyak pengejar di sekolah yang belum tau maksud dari model pembelajaran cooperative learning 3. Memberikan fasilitas yang mendukung model pembelajaran cooperative learning 4. Memahami terlebih dahulu kemampuan siswa, agar dapat membagi siswa menjadi beberapa kelompok dengan kemampuan heterogen.

DAFTAR PUSTAKA

Nuharini Dewi, Wahyuni Tri. 2008. Matematika 1: Konsep dan Aplikasinya: untuk Kelas VII SMP/MTs 1. Jakarta: pusat perbukuan, Depdiknas.
Departemen Pendidikan Nasional. 2004. Pedoman Pembelajaran Geografi Secara Kontekstual Untuk Guru SMP. Jawa Barat : Depdiknas. Anita Lie. 2007. Cooperative Learning. Jakarta : Grasindo.

http:// trimanjuniarso.wordpress.com ww.google.com

Anda mungkin juga menyukai