:
,
Artinya:
Dari Buraidah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu
'alaihi wa Sallam bersabda: "Hakim itu ada tiga, dua orang di neraka dan
seorang lagi di surga. Seorang yang tahu kebenaran dan ia memutuskan
dengannya, maka ia di surga; seorang yang tahu kebenaran, namun ia
tidak memutuskan dengannya, maka ia di neraka; dan seorang yang tidak
tahu kebenaran dan ia memutuskan untuk masyarakat dengan
ketidaktahuan, maka ia di neraka." (Riwayat Imam Empat. Hadits shahih
menurut Hakim)
3
.
B. Makna Mufrodat
: seorang hakim
: tiga macam
: dua
: Di neraka
3
Al-Hafidz Imam Ibnu Hajar Al-Astqolani, Bulughul Maram, Min Adilatil Ahkam,(al-mamlakah
al-Saudiyah, al-arobiyyah:Darus Shiddiq, 2002), 354.
6
: dan satu
: Di surga
: seorang hakim
: mengetahui, memahami
: kebenaran
: memutuskan
: tidak memutuskan
: Diberi
: kepada manusia
( :
Artinya: Abu Bakrah Radliyallaahu 'anhu berkata: Aku mendengar
Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Janganlah seseorang
menghukum antara dua orang dalam keadaan marah." Muttafaq Alaihi.
Dari hadis tersebut bisa diambil suatu kesimpulan bahwa larangan untuk
mengambil suatu keputusan tersebut adalah agar jangan sampai terjadi keputusan
yang tidak adil. Karena keputusan hakim yang tidak adil menyebabkan
putusannya salah berdasarkan kriteria hakim yang ke dua, yaitu masuk ke neraka.
Kaitannya dengan hal ini, maka sesungguhnya kedudukan seorang hakim
menempati posisi yang rawan, berdasarkan hadits :
6
Sulaiman Rasjid, Fiqih Islam, Cetakan XVII, (Jakarta: Attahiryah, 1976), 447.
9
Artinya:
Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu
'alaihi wa Sallam bersabda: "Barangsiapa diangkat sebagai hakim, ia
telah disembelih dengan pisau." (Riwayat Ahmad dan Imam Empat.
Hadits shahih menurut Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban).
Seorang hakim dalam memutuskan suatu pertikaian diantara manusia,
landasan hukum yang dipergunakan adalah sebagaimana yang disebutkan dalam
kitab-kitab Fiqih Islam, yaitu nash-nash yang pasti ketetapan adanya dan pasti
petunjuk hukumnya dari Al-Qur'an dan sunnah serta hukum-hukum yang telah
disepakati oleh ulama. Dengan demikian putusan itu baru sempurna dalam hukum
Islam.
Kaitannya dengan hal ini, Amirul Mukminin Umar bin Khottob
mengantisipasi para hakim dengan mengirim surat kepada hakim Abu Musa al-
Asyari seorang hakim di Yaman yang memuat ketentuan-ketentuan seorang
hakim sebagai berikut :
Surat Umar tersebut berisikan 10 (sepuluh) butir yang merupakan
pemikiran Umar dalam bidang peradilan yang masih berlaku sampai sekarang,
yang dalam istilah kutipan M. Fauzan disebut Naskah Asas-asas Hukum Acara
7
sebagai berikut
8
:
1. Kedudukan lembaga peradilan.
Sesungguhnya memutuskan suatu perkara adalah fardlu
9
yang
dikokohkan dan sunnah yang arus diikuti.
7
Asas-asas hukum acara pengadilan Agama; Asas Personalitas Keislaman, Asas Kebebasan, Asas
Wajib Mendamaikan, Asas Sederhana, Cepat Dan Biaya Ringan, Asas Persidangan Terbuka
Untuk Umum, Asas Legalitas, Asas Equality, Asas Aktif Memberi Bantuan. Selengkapnya, lihat
Sulaikin Lubis, et, al. Hukum Acara Perdata Peradilan Agama Di Indonesia, Cet. III (Jakarta:
Kencana, 2008), hal. 65.
8
M Fauzan, Pokok-pokok Hukum Acara Perdata Peradilan Agama dan Mahkamah Syariyah di
Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2005), Cet. II, hal. 93-94.
9
Ini sesuai dengan asas hukum acara perdata peradilan agama bahwa hakim memutus perkara
yang diajukan kepadanya dan tidak boleh menolaknya.
10
Kedudukan lembaga peradilan ditengah-tengah masyarakat suatu Negara
hukumnya wajib (sangat urgen) dan sunnah yang harus diikuti/ dipatuhi.
2. Memahami kasus persoalan, baru memutuskannya.
pahamilah apabila diajukan kepadamu suatu perkara dan putuskanlah
apabila telah jelas (duduk perkaranya), karena sebenarnya tidaklah ada
artinya bicara soal keadilan tanpa ada pelaksanaannya
10
.
Pahami persoalan suatu kasus gugatan yang diajukan dan ambillah
keputusan setelah jelas persoalan mana yang benar dan mana yang salah.
Karena sesungguhnya, suatu kebenaran yang tidak memperoleh perhatian
hakim akan menjadi sia-sia.
3. Menyamakan pandangan kepada kedua belah pihak dan berlaku adil.
Samaratakanlah manusia (pihak-pihak yang berperkara) dalam
majelismu, dalam pandanganmu, dan dalam keputusanmu, sehingga
orang yang berpangkat (pejabat) tidak akan mengaharapkan
penyelewenganmu, dan orang yang lemah tidak akan putus asa
mendambakan keadilanmu
11
.
Dudukkan kedua belah pihak di persidangan dengan sederajat, pandang
mereka dengan pandangan yang sama, agar orang yang terhormat tidak
melecehkan anda, dan orang yang lemah tidak merasa teraniaya.
4. Kewajiban pembuktian
bukti itu wajib bagi penggugat (penuduh), sedang sumpah itu (wajib)
atas pihak yang menolak (gugatan/ tuduhan).
Penggugat wajib membuktikan gagatannya, sedangkan tergugat wajib
membuktikan bantahannya (dengan sumpah).
5. Lembaga Damai
10
Ini sesuai dengan asas, bahwa hakim dalam memutuskan suatu perkara hakim wajib
menadasarkannya pada keterangan-keterangan dari para pihak dan apabila telah nyata-nyata jelas,
maka hakim di larang memutuskan kecuali apa yang disampaikan oleh para pihak.
11
Dalam teori hukum positif hal ini disebut asas equality before the law.
11
Penyelesaian perkara secara damai dibenarkan, sepanjang tidak
menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal
12
.
6. Penundaan persidangan
Barang siapa menyatakan ada suatu hal yang tidak ada ditempatnya
atau sesuatu keterangan, berilah tempo (waktu sela) kepadanya untuk
dilaluinya. kemudian jika dia memberi keterangan hendaklah anda
memberikan kepadanya haknya. Jika dia tidak mampu memberikan yang
demikian, anda dapat memutuskan perkara yang merugikan haknya,
karena yang demikian itu lebih mantap lagi keudzurannya- tak ada jalan
baginya untuk mengatakan ini itu lagi- dan lebih menampakkan apa yang
tersembunyi.
7. Kebenaran dan keadilan adalah masalah universal.
Janganlah dihalangi oleh suatu putusan yang telah diputuskan pada hari
ini, kemudian tinjau kembali putusan itu lalu tunjuk pada kebenaran untuk
kembali kepada kebenaran, karena kebenaran itu suatu hal yang qadim
yang tidak dapat dibatalkan oleh sesuatu. Kembali pada hak, lebih baik
dari pada terus bergelimang dalam kebatilan
13
.
8. Kewajiban untuk menggali hukum yang hidup dan melakukan penalaran
logis.
Pergunakanlah kekuatan logis suatu kasus perkara yang diajukan
dengan menggali dan memahami hukum yang hidup, apabila hukum suatu
perkara kurang jelas dalam al-Quran dan Sunnah. Kemudian
bandingkanlah permasalahan tersebut satu sama lain, dan ketahuilah
(kenalilah) hukum yang serupa, kemudian ambillah mana yang lebih mirip
dengan kebenaran
14
.
9. Orang Islam haruslah berlaku adil.
Orang Islam dengan orang Islam lainnya haruslah adil, terkecuali orang
yang sudah pernah menjadi saksi palsu atau pernah dijatuhi hukuman had
atas orang yang diragukan asal-usulnya, karena sesunggunya Allah yang
12
Sebagaimana asas hukum acara pengadilan agama bahwa, seorang wajib mendamaikan para
pihak yang bersengketa sebelum menyelesaikannya melalui cara pengadilan (jalur non litigasi).
Dalam praktek, biasanya hal ini dilakukan melalui mediasi.
13
Maksudnya adalah jangan sampai engkau terhalang untuk menubah suatu keputusan yang telah
engkau jatuhkan apabila ternyata setelah engkau tinjau kembali, keputusan itu mengandung
kesalahan. Lihat, Muhammad, Peradilan.. hal. 45.
14
Hal yang dimaksud Umar yaitu Deduksi Analogis (Qiyas).
12
mengendalikan rahasia hamba dan menutupi hukuman atas mereka,
terkecuali dengan adanya keterangan dan sumpah
15
.
10. Larangan bersidang ketika sedang emosional.
Jauhilah dirimu dari marah, pikiran kacau, perasaan tidak senang, dan
berlaku kasar terhadap para pihak. Karena kebenaran itu hanya berada
dalam jiwa yang tenang dan niat yang bersih.
15
Lebih lanjut mengenai kriteria adil bagi seorang muslim, lihat Abdul, Ijtihad. hal. 128.
13
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari uraian cukup panjang di atas, maka dapat disimpulkan bahwa seorang
hakim tidak boleh memutuskan hukum dengan cara menghalalkan yang haram
dan mengharamkan yang halal. Hal ini sebagaimana ketentuan al-Quran dan
dikuatkan oleh sebuah Hadits. Agar putusan hakim tidak terjerumus dalam
putusan yang membawanya kepada api neraka, maka haruslah memutuskan
berdasarkan al-Quran dan Hadits.
14
DAFTAR PUSTAKA
Komisi Hukum Nasional Republik Indonesia, Laporan Akhir Rekrutmen Dan
Karir Di Bidang Peradilan, Disusun Oleh Kelompok Kerja A.2 Fakultas
Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogjakarta, 10 Januari 2003, page.iii
Zudan Arif Fakrulloh, Hakim Sosiologi, Hakim Masa Depan, dalam
http://www.indomedia.com/bernas/9708/26/UTAMA/26opi.htm, diakses Pada
tanggal 11 Mei 2012.
Al-Hafidz Imam Ibnu Hajar Al-Astqolani. 2002. Bulughul Maram, Min Adilatil
Ahkam, al-mamlakah al-Saudiyah, al-arobiyyah:Darus Shiddiq. .
Muhammad Salam Madzkur. 1990. Peradilan Dalam Islam, Surabaya. Binas
Ilmu.
Hasbullah Bakry, 1988. Pedoman Islam di Indonesia. Jakarta: Universitas
Indonesia Pers.
Sulaiman Rasjid. 1976. Fiqih Islam. Cetakan XVII. Jakarta: Attahiryah.
Sulaikin Lubis, et, al. 2008. Hukum Acara Perdata Peradilan Agama Di
Indonesia, Cet. III. Jakarta: Kencana.
M Fauzan, 2005. Pokok-pokok Hukum Acara Perdata Peradilan Agama dan
Mahkamah Syariyah di Indonesia, Jakarta: Kencana.