Anda di halaman 1dari 17

BAB VI FILSAFAT MANUSIA

1. Antropologi Filsafat dan Antropologi Ilmiah Antropologi filsafat atau filsafat tentang manusia, adalah bagian dari filsafat metafisika yang mempersoalkan tentang manusia dari sudut pandang filsofis guna menemukan hakekat atau kebenaran yang sesungguhnya tentang manusia itu. Tentang manusia itu dapat diajukan banyak pertanyaan, baik yang berupa pertanyaan ilmiah maupun pertanyaan filsofis atau metafisis. Usaha mempertanyakan manusia secara ilmiah telah menimbulkan banyak ilmu, Seperti : sosiologi, antropologi budaya, psikologi, kedokteran dan hokum. Denngan sosiologi ingin dijawab tentang bagaimana hubungan manusia dengan sesame manusia, dengan antrologi budaya ingin dijawab pertanyaan tentang bagaimana manusia itu berikir dan bertingkah laku. Ilmu kedoktran tertuju pada hal yang menyangkut kesehatan manusia, sedangkan yang ingin dijangkau oleh ilmu hokum tentang bagaiman manusia mengatur kehidupan bermasyarakat. Semua ilmu tentang manusia dinamakan antropologi ilmiah, karna ilmu-ilmu tersebut membicarakan tentang selah satu segi saja dari manusia dengan menggunakan cara-cara berpikir ilmu pengetahuan. Pertanyaan tentang manusia secara filosofis metafisis bertolak dari keinginan untuk mengetahui hakekat manusia. Apakah manusia itu sesungguhnya ? Apakah manusia itu sama dengan binatang atau makhluk hidup lainnya ? Apakah manusia itu badab badan saja atau jiwa saja, atau roh saja ataupun merupakan kesatuan dari kesemuanya ? pertanyaan semacam itu ingin di jawa secara filsafat, artinya dipikirkan dengan sedalam dalamnya untuk memperoleh kebenarannya yang hakiki karna itulah dinamakan antopologi filsafat. Perbadaan antara antropologi ilmiah dengan antropologi filsafat adalah sebagai berikut :
1

1. Antropologi filsafat berusaha menyingkapkan manusia keseluruhan, sedangkan antropologi ilmiah hanya mempersiapkan salah satu segi saja dari pada manusia. 2. Antopologi filsaat mencoba menjangkau manusia itu disamping secara empiris juga secara metafisis, sedangkan antropologi ilmiah menyelidiki manusia hanya dari sudut empiris saja. Namun demikian ada hubungan timbal balik antara antropologi filsafat dengan antropologi ilmiah. antropologi filsafat mengikuti dengan seksama pandangan-pandangan tentang manusia dari ilmu apa saja, dan data yang diperolehnya direfleksikan dengan hakekat manusia itu dapat

mempenggaruhi tafsiran tentang adata-data empiris. Oleh karna antropologi filsafat merupakan bahagian dari filsafat

metafisika, maka dalam membicarakan perlu ditinjau lebih dahulu cabang filsafat metafisika, baik yang umum maupun yang khusus. Metafisika umum atau ontology membahas masalah hakekat ada , sedangkan metaisika khusus (kosmologi, antopologi dan theology) mempersolkan tentang hakekat yang ada.

2. Masalah ontologis tentang manusia Yang ada itu adalah kenyataan, dan itu menunjukkan keragaman dari pada ada. Keragamanada itu didasarkan atas keragaman yang ada artinya ada itu bias dipelajari bersadarkan bermacam-macam yang ada atau keragaman yang ada atu disebut daerah ontis. Dengan kata lain daerah ontis adalah sejenis keragaman yang ada. Dalam realita ada bermacam-macam daerah ontis yaitu sebanyak kenyataan yang da. Kenyataan yang ada itu dapat dibagi atas riil dan kenyataan idiil. 1. Kenyataan Riil, yang meliputi beberapa daerah ontis yaitu: a. Daerah ontis anorganis b. Daerah Ontis Organis c. Daerah Ontis Psikis d. Daerah Ontis Rohani
2

e. Daerah Ontis Ilahi 2. Kenyataan Idiil, yaitu segala sesuatu yang berlaku untuk kenyataan riil seperti norma-norma, adat istiadat, hokum dan kaedah-kaedah tertentu. Daerah-daerah ontis itu, kecuali daerah ontis Ilahi tunduk pada kategori tertentu misalnya daerah ontis psikis didasarkan pada kategori individualitas, totalitas dan perkembangan. Dunia ontis organis didasarkan pada kategoriseperti bekerja dan berpikir . Daerah daerah ontis itu dari yang pertama sampai kepada yang terakhir bertingkat-tingkat tarafnya. Jadi daerah ontis berikut selalu lebih melengkapi daerah ontis sebelumnya. Missal. Daerah ontis psikis sudah melengkapi daerah ontis organis dan anorganis. Tugas antologis mencakup penelitian mengenai kategori-kategori didalam berbagai daerah ontis itu. Metafisika mempersoalkan tentang kenyataan (relita). Hakekat realita atau kenyataan esungguhnya oleh ahli filsafat selalu dihubungkan dengan salah satu daerah ontis tersebut . Misalnya tentang manusia dapat dikembalikan kepada azas atau hakekat badan dan jiwa.Apakah manusia itu terdiri atas jiwa dan badan saja ataupun kesatuan keduanya? Apabila kenyataan sejati dikembangkan kepada satu azas disebut monism, kalau dua azas disebut dualism dan kalau banyak azas disebut pluralisme,Mengenai azas manusia pada umumnya orang lebih cenderung kepada monosme. Sehubungan dengan daerah ontis itu dapat dikemukakan beberapa masalah tentang manusia, yaitu : 1. Manusia itu berhubungan dengan segenap daerah ontis kentayaan riil) dan juga berhubungan dengan kenyataan idiil. Bagaimanakah manusia itu mengsintesakan segenap hubungan-hubungan itu, sedangkan manusia didalam dunia ini selalu dihadapkan terdahap dua hal yang bertentangan . Misalnya antara yang baik dan buruk, benar dan salah antara satu hal dengan yang lainnya. 2. Manusia bukan saja tergolong kepada segenap daerah ontis, melainkanpula merupakan pendukungnya. Bagaimana manusia yang mendukung semua daerah ontis itu adalah jiwa, jiwaitu adakalanya identik denga salah satu daerah ontis yang lain.
3

3. Manusia segabai sintesa merupakan suatu keseluruhan yang khas, karena ia meliputi unsure yang lebih banyak kalau dibandingkan dengan makhluk lain. Manusia sintesa itu disebut kepribadian, sehingga pribadi manusia itu dapat menyatakan aku. Disamping aku sebagai sintesa atau engkau . dan karena ada kami dan ada kita. Masalah antropologi filasafat secara sistematis dapat dirumuskan sebagai berikut : Pada dasarnya manusia itu menghadapi tiga hubungan kehidupan yang pokok yaitu : Manusia, dengan benda dan dengan yang mutlak. Masalah yang timbul sekitar hubungan itu adalah : 1. Apakah manusia menghubungi benda-benda atas dasar kegunaa, atau keindahan atau kekuatan? 2. Apakah manusia memandang dirinyaama dengan hewanebagai hasil evolusi, ataupun ia memandang hakekat dirinya berbeda dengan hewan? 3. Apakah beda hakiki antara manusia dengan hewan? Apakah hanya manusia yang dapat merasa malu, tertawa, menangis,berpikir, berbuat atau berkarya dan yang berkemauan bebas? 4. Adakah manusia itu memandang manusia lain sebagai objek atau sebagai individu atau sebagai anggota kelompok? 5. Adakah manusia mkhluk yang tunduk pada hukum-hukum kosmos, atau pada hokum-hukum tuhan ataupun atonom tidak tunduk kemana-mana? 6. Apakah tujuan hidup dan apa pula makna kematian bagi manusia?

Manusia adalah bagian dari alam dan mengambil bagian dalam cara bertindak, tetapi ia juga lebih tinggi dari pada alam dan ia mamu menatasi serta melakukan kontrol terhadapnya. Sehubungan dengan masalah sekitar hubungan manusia dengan alam khususnya mengenai apakah manusia sama atau berbeda dengan hewan, maka pada umumnya diakui bahwa manusia berbeda hakiki dengan hewan . Titus, Smith dan Nolan ( Rasyidi, 1984) menunjukkan perbedaan itu sebagai berikut :

1. Sikap manusiayang tegak, dapat membebaskan tangan dan lengannya untuk melakukan eksplorasi dan manipulasi. 2. Jari-jarinya serta ibu jarinya yang bebas dan mudah bergerak serta kemampuan lengannya untuk berputar. 3. Otak dan kepala manusia yang lebih besar serta sistem syaraf yang jauh lebih tinggi dan sempurna. 4. Manusia mampu menggunakan bahasa yang terdiri atas sejumlah kata, membentuk sejumlah kata dan melakukan pembicaraan, serta mampu menggunakan bahasa dengan lisan atau tulisan dan menggunakan symbolsimbol sebagai alat yang pokok untuk menyebarkan kebudayaan. 5. Manusia mampu menciptakan sesuatu berkali-kali dan membuat alat serta mesin-mesin yang komplek. 6. Manusia adalah makhluk social dan politik yang membentuk hokum, mendirikan kaedah perilaku dan dapat bekerja sama dalam kelompokkelompok yang lebih besar. 7. Hanya manusialah yang sadar akan sejarah dan mempunyai tradisi kebudayaan yang terus-menerus ia mampu memandang kebelakang dan membuat rencana untuk hari esok. 8. Manusia memiliki apresiasi estetik . Ia menghias dirinya dan hasil pekerjaanya. Manusia tidak hanya menilai keindahan tetapi dapat pula menciptakan. 9. Manusia memiliki rasa benar, bersalah dan bernilai .Ini makhluk beretika dan berhati nurani. 10. Manusia adalah makhluk yang religious dalam arti bahwa ia menyembah Tuhan dan melakukan ritual keagamaan. Berarti bahwa ia

3. Pandangan Materialisme tentang Manusia Bagi filsafat materialisme kenyataan yang sejati atau realita yang sebenarnya adalah materi . Segala sesuatu pada hakekatnya dapat dikembalikan kepada materi atau benda. Manusia jadi materialisme adalah suatu aliran filsafat yang membatasi kenyataan sejati pada daerah ontis anorganis. Karna segala sesuatu yaitu kehidupan jiwa ,roh, dan badan dikembalikan kepada meteri, maka aliran ini disebut juga materi monisme . Menurut pandangan matereralisme atau materi-monisme
5

manusia adalah sama dengan materi atau benda. Materi itu sendiri menurut menurut pandangan Demokritos terdiri dari bagian bagian molekul atau atom yang tunduk pada hokum-hukum tertentu sehingga kenyataan itu dipandang sebagai sesuatu mesin yang bersifat mekanisme. Dengan demikian manusia itu juga dipandang bersifat mekanistis dan deterministis. Dengan kata lain filsafat materialism menolak adanya kebebasan pada manusia. Tokoh-tokoh materialism modern juga memandang manusia pada hakekatnya adalah sama dengan materi atau benda. Bagi de Lametri (1705-1751) manusia merupakan binatang yang berjiwa, yang terdiri dari materi dan dipandang sebagai mesin. Menurutnya manusia tergantung pada badan,sedangkan badan tidak bergantung pada jiwa.Diambil sebagai contoh jantung katak yang dapat berdenyut diluar badan katak. Holbach (1719-1717) dalam bukunya System De La Nature menolak dualisme decartes mengenai m,anusia dan mendukung pandangan materi-monisme. Ia memandang bahwa kenyataan sejati ialah materi yang bergerak dan manusia dipandang sebagai bagian dari alam semesta yang bergerak menurut keharusan mekanis. Ludwig Feuebach (1804-1872) terkenal dengan ancamannya terhadap agama dan karena ucapannya bahwa manusia itu adalah apa yang dimakannya Artinya sesuatu yang menjadi makanan manusia tentu benda . Dengan kata lain manusia sama dengan benda. Vogt (1817-1895)adalah seorangahli biologi yang mengatakan pikiran : otak = air seni: ginjal = empedu : hati, yang berarti segala sesuatu dikembalikan kepada materi. Molenschott (1922-1893) seorang guru besar dalam ilmu faat menganggap bahwa pikiran itu adalah sesuatu perubahan sel otak. Ia terkenal dengan ucapannya Ohne Phosphor Keine Gedanken (tanpa paspor kita tidak dapat berpikir). Buchner (1820-1899) adalah seorang dokter. Dalam bukunya Khrafi Un Stuff(gaya dan materi). Ia berpendapat bahwa tiada gaya tanpa sel atau

materi.Berpikir dan kesadaran manusia dipandangnya sebagai gerak dari sel otak, dan bahwa manusia itu adalah hasil proses alamiah yang wajar. Seperti telah dikatakan bahwa tokoh-tokoh filsafat materialism telah mempenggaruhi alam pada masa itu, dimana berkembang aliran evolusioner, anturalisme dan positivesme yang pada dasarnya aliran-aliran tersebut adalah bentuk alin dari materialism. Alam pikiran tersebut semuanya member implikasi kepada pandangan tentang manusia . Pandangan Charles Darwin (1809-1882) dengan konsep elolusinya

(darwinismw) sebagaimana situlis dalam bukunya The Origin Of Spieces (asala mula kehidupan), menegaslkan bahwa semua kehidupan merupakan seuatu proses evolusi atau perkembangan dari bentuk yang lebih rendah dan lebih sederhana kepada bentuk yang lebih tinggi dan lebih konplek. Jadi evolusi itu adalah suatu proses yang berlangsung menurut hokum-hukum mekanisme yang wajar. Demikian tiada dilihatnya beda beda antara binatang denagan manusia.

4. Pandangan Filsafat Vitalisme tentang Manusia Vitalisme adalah suatu aliran filasafat yang memutlakkan daerah-daerah ontis organis yang memandang kehidupan sebagai kenyataan sejati satu-satunya. Aliran ini timbul di Eropah pada akhir abad ke-19 sebagai proses terhadap aliran yang sangat menguasai alam pikiran pada masa itu, yaitu materialism ,idealism, dan posivisme. Materialisme dalam berbagai bentuk dan seginya dipandang oleh vitalisme tidak memperhatikan cirri-ciri taotalitas, spontanitas,dan finalitas dari kehidupan atau dunia organis itu.Demikian juga idealism dalam bentuknay idtentang oleh vitalisme oleh karna idealism memandang kenyataan sejati satu-satunya ialah idea atau rohani manusia. Menurut vitalisme yang primer bukanlah akal pikiran atau rohani manusia, tetapi adalah kehidupan . Menurutnya tidak ada roh tanpa kehidupan dan bahwa berfilsafat tidak hanta menyangkut hal-hal yang dipikirkan dengan akal saja atau yang tidak dapat dipikirkan. Berfilasat menyangkut pula hal-hal seperti kemauan, perasaan, hati dan keimanan manusia, ddimana peranan intuisi juga dipandang penting karena keputusan-keputusan yang kita ambil dalam kehidupan bertentangan dengan keputusan akal.

Tokoh aliran vitalisme antara lain ialah : Schoupenhour (1788-1860) Edwar von Hartman (1842-1906) F. Nietzsche (1844-1900), Henry Bergson (1859-1941), Driesch (1867-1941), Klages (1872-1949) dan Dilthey (1833-1912). Berikut ini akan dikemukan pandangan tokoh-tokoh tersebut mengenai manusia. Schoupenhour (1788-1860) Dalam karangannya yang berjudul Die Walt aus Wilde Und Vorstelling (dunia sebagai kemauan dan tanggapan), pertama-tama ia membahas pendapat Emmanual Kaint.Disatu pihak ia membenarkan pendapat kant yang membedakan nomenon (benda itu sendiri) dan fenomenon (gejala dari pada benda itu) akan tetapi di pihak lain ia menolak pendapat Kant yaitu dalam penjangkauan, tetapi nomenon dan fenomenon itu.Menurut Kant hal itu dapat dijangkau,tetapi menurut Schoupenhouer tidak dapat. Menurut Kant dunia sebagai tanggapan menunjuk kepada pengertian fenomena. Misalya kalau kita melihat kursi , maka kursi itu adalah tanggapan kita, jadi ia dapat dijangkau atau atau dikenal.Sebaliknya menurut Schoupenhouer benda itu tidak dapat dijangkau atau dikenal Edwar Von Hartmon (1842-1906), bukunya yang terkenal adalah Philosophie Des Unbewussten artinya filasafat tentang kebebasan. Pendapatn ya banyak dipernggaruhi oleh Sigmund Freund dan ia juga menekannkan pentingnya psikologi ketaksadaran. Frederich Nietzsche (1844-1900) ia pernah disebut sebagai bapak dari aliran vitalisme. Baginya kenyataan sejati adalah kehidupan. Nietzsche ingin meninggalkan tradisi dengan mengatakan bahwa Tuhan itu telah mati.sebenanya yang dikatakan nietzsche itu adalah suatu jeritan batinnya.dan ia mau mengakhiri diskusi dalam dirinya dorongan hidup atau jeritan batinnya ingin disalurkan nya. Berbeda dengan Schoupenhouer, nierzsche berpendapat bahwa manusia hendaknya menerima kenyataan diri dan tidak melepaskan diri dari kenyataan itu dengan tiada dorongan hidup.Menurut Nietzsche dorongan hidup adalah sesuatu yang sewajarnya , karena itu terimalah diri kita itu sebagaiman kenyataannya, jangan melarikan diri kearah kehidupan semu. Hal itu disebut dengan istilah amorfati,artinya kecintaan akan nasib. Henri Bergson(1859-1942) . menurut bergson baik materialisme maupun idealisme gaga dalam menjangkau kenyataan hidup., karena itulah kedua aliran tersebut ditolaknya. Sebabnya karena dalam kedua aliran itu orang ingin menjangkau kenyataan hidup dengan akal (ratio), sedangkan menurut Bergson kenyataan itu harus dijangkau dengan intuisi (bersifat irrasional). Kenyataan hidup terdiri dari dua aspek yaitu spritual dan materil. Lalu mengembalikan gejala hidup itu kepada gerak materi seperti mesin atau hanya berpegang pada aspek spiritual,lalu mengembalikan gejala hidup pada gerak spirit (jiwa atau roh) . Jadi kalau dijangkau dengan akal kita hanya berpegang pada salah satu aspek tersebut (ateri dan rohani

saja). Sedangkan dengan instuisi kita dapat menjangkau kedua aspek itu sebagai satu kesatuan. Akal hanya sanggup menyusun pngertia bagi sesuatu yang discontinue (menetap) serta tak bergerak. Sedangkan kehidupan sebaliknya adalah bersifat Continue dan bergerak, sesuatu kejadian atau proses menciptakan , sesuatu yang menjadi (becoming). Jadi sesuatu itu tidak pernah selesai atau lengkap, tetapi selalu sebagai proses, selalu menjadi . Dengan kata lain kehidupan itu bersifat spontanitas, tidak dapat diramalkan sebelumnya. Perkembangan kehidupan itu didasaratas dorongan hidup yang bergerak ke berbagai arah sertaserta menciptakan sesuatu yang baru. Istilah elan-vital ini dari bergson sendiri . Orang yang berpikir deterministis adalah orang yang tak mengenal kebebasan, dan ini ditolak oleh Bergson. Jadi vitalisme juga memandang pentingnya kebebasan dalam hidup. Driesch (1867-1914) Aliran filsafat hidup Driesch berorientasi kepada biologis. Dari eksperimen-eksperimen ia menarik kesimpulan bahwa kehidupan tak mungkin diterangkan secara mekanisme. Serupa dengan Aristoteles, ia sampai pada pengertian enteleghi, yaitu gaya dari keseluruhan sesuatu yang menentukan bagian bagian. Diantaranya percobaan tentang hal ini ialah sbb; ia membagi sebuah telur ayam dan dapat menjadi dua ekor setelah menetas namun ayam tersebut kecil. Kloges (1872-1949) Ia mengemukakan bahwa roh yang bekerja secara rasional itu menjadi perintang bagi perkembangan kehidupan instingtif yang sewajarnya. Ia anti kepada rasionalisme. Wilhelm Dilthey (1833-1911) Seperti halnya dengan emmanuel Kant, ia membeda-bedakan alam dan kebebasan, antara nomenon dan fenomenon. Gejala alam dapat didekati secara rasional dengan metode ilmu pengetahuan alam,tetapi gejala kehidupan manusia menunjukkan kepada kebebasan dan karena bersifat irrasional dan untuk menjangkaunya diperlukan metode yang disebut Dilthey dengan metode Verstehem. Kehidupan bagi Dilthey adalah pengalaman empiris yang mempenggaruhi dan dipenggaruhi oleh sejarah, yaitu membuat dan menghasilkan sejarah . Manusia merupakn objek dan subjek dari sejarah. Berdasarkan pada kritaria di atas , maka Diltheymembedakan tiga macam manusia dan pandangan hidupnya yaitu : a. Manusia akal, yang cenderung pada positivesme dan materialisme b. Manusia rasa, yang cenderung pada aliran idealisme dan objektif. c. Manusia karsa, yang cenderung pada idealisme kebebasan.

5. Pandangan Idealisme tentang Manusia Idealisme adalah aliran filsafat metafisika yang memandang bahwa kenyataan sejati Ialah dunia rohani. Tokoh tokoh utama aliran idealism dalam filsafat modern dan pandangannya tentang manusia antara lain Fichte, Schelling dan Hegel. Johan G. Fichte (1762 1814). Menurutnya seluruh kenyataan didunia ini dibagi dua bagian yaitu, Das Ich (dunia aku) dan Das Nichte Ich (dunia bukan aku). Antara kedua dunia ini tidak berhubungan sama sekali, dalam dunia aku berlaku norma norma susila sedangkan dalam dunia bukan aku tidak berlaku norma-norma susila. Pandangan seperti ini adalah pengaruh dari Kant yang membedakan das sein dan das sollen, yaitu dunia kenyataan dan dunia cita-cita. Friedrich Schelling (1775-1854). Schelling pun terpengaruh oleh Kant, ia antara lain mengatakan bahwa subjek membentuk objeknya. Berbeda dengan Fichte ia yakin akan kenyataan sekeliling. Antara alam aku dan alam bukan aku terdapat hubungan-hubungan yang tak mungkin dikenal secara rasional, jadi baginya tidak ada perbedaan hakiki antara das ich dan das nichte. Fichte lebih menekankan pada segi susila sebagai inti kemanusiaan, sedangkan Schelling lebih menekankan kepada segi perasaan atau intutif. Friedrich Hegel (1770-1637). Hegel lama berguru oada Fichte dan Schelling, kemudian ia berhasil menyusun system idelisme yang menurut pandangan manusia pada waktu itu sangat kokoh dan tertutup. Dengan system tertutup ini Hegel telah mencapai suatu ouncak kesempurnaan, sehingga ia sanggup menjawab setiap kritikan atau kecaman yang diajukan padanya. Filsafat Hegel terbagi filsafat logika, filsafat alam (nature philosophy), dan filsafat tentang roh yaitu, idealism. Ketiga filsafat ini sebenarnya memperhatikan tentang segala sesuatu dalam alam semesta ini. Logika dan nature philosophy tidak mutlak, karena terikat pada ruang dan waktu. Menurut filsafat tentang roh, idea adalah mutlak dan murni. Menurut hegel, tanpa menyadari idea diluar diri kita maka kita tidak dapat mengenal idea yang ada pada diri kita. Dengan mengenal idea mutlak kita dapat melihat diri lebih sempurna. 6. Pandangan Eksistensialisme tentang Manusia Filsafat eksistensialisme merupakan salah satu aliran filsafat yang membahas tentang keberadaan manusia dalam hubungannya dengan dirinya sendiri, dengan manusia-manusia lain dan dengan Tuhan. Dalam karangan penganut eksistensialime terdapat istilah: Mundam, yaitu dunia yang berhubungan dengan diri kita, dan Ekstra Mundam, yaitu dunia diluar diri kita. Eksistensialisme berpegang pada pendirian manusia secara mundam.

10

Eksistensialisme merupakan aliran filsafat yang terkemuka dewasa ini, yang membahas keberadaan manusia dalam hubungan dengan dirinya sendiri, dengan manusia lain dan dengan Tuhan. Aliran ini muncul sebagai reaksi terhadap keadaan abad ke-20, dimana ilmu pengetahuan dan tekhnologi lebih jauh maju perkembangannya dari ilmu-ilmu kerohanian, sehingga akibatnya kehidupan sudah serba mesin atau manunsia sudah dikuasai oleh mesin-mesin. Individualitas manusia sudah tidak lagi mempunyai kebebasan untuk memilih atau menentukan bagi dirinya sendiri. Hal inilah yang ditentang oleh eksistensialisme. Aliran ini memandang bahwa individualitas manusia yang berbeda satu dengan yang lain adalah penting. Manusia yang konkrit bukan manusia pada umumnya, tetapi adalah manusia yang berada (eksis), yang merealisir diri, yang mempraktekkan keyakinan dan kemauan bebas serta menigisi kebebasannya. Eksistensialisme memandang alam semesta yang bersifat fisik itu sebagai dunia yang terpisah dari manusia dan tidak mempunyai tujuan. Dalam alam semesta ini manusia terjadi tidak secara kebetulan, artinya ialah manusia itu harus ada dan adanya dunia ini bukan karena kemauannya dan tidak tahu akan menjadi apa ia didunia ini. Bagaimana jadinya ia adalah menjadi tanggung jawab manusia itu sendiri. Manusia adalah makhluk yang bebas untuk menentukan bagi dirinya sendiri, oleh karena itu menurut eksistensialisme kebebasan seseorang itu perlu dihargai. Aliran eksistensialisme bermula dari pekerjaan dan pikiran ahli filsafat Denmark Soren Kierkegaard (1813-1855) dan filosof Jerman F.W.Nietzsche. keduanya menentang agama Kristen dan filsafat spekulatif Hegel. Berikut ini dikemukakan pandangan dari beberapa tokoh eksistensialisme tentang manusia, yaitu Kierkgaard, Heidegger dan Karl Jasper. Soren Kierkegaard (1813-1855) Kierkedaard dipandang sebagai bapak aliran eksistensialisme. Ia adalah seorang Denmark pemeluk agama Kristen yang taat dan hidupnya menderita seperti halnya Nietzsche. Dalam hidupnya ia menghadapi tiga situasi yang sangat mempengaruhi hidupnya, yang disebut sebagai gempa bumi, yaitu: 1) Gempa bumi pertama baginya ialah mengenai dosa asal. Ia berkesimpulan bahwa akikat itu manusia yang berdosa dan dapat menebus dosa. 2) Gempa bumi yang kedua adalah karena ia harus memutuskan tunangannya, yang bernama Regina Olsen. 3) Gempa bumi ketiga adalah ia harus menjawab kecaman-kecaman dan kritik orang lain dan ia juga harus mengecam dan mengkritik pandanganpandangan orang lain. Mengenai dosa asal itu dihubungkan dengan diri sendiri, demikian juga soal memutuskan tunangannya itu adalah masalah dirinya sendiri. Artinya bukan dikaitkan dengan diri orang-orang lain (bukan dengan kehidupan social atau
11

masyarakat banyak). Kierkegaard mengatakan bahwa banyak orangyang tidak mau menjawab yang tidak mau menerima kecaman dan kritikan, dank arena itu adalah kelemahan bagi orang yang demikian. Alam pikiran pada masa itu sangat dipengaruhi oleh kehidupan social, sebaliknya Kierkegaard mementingkan kehidupan individual. Contoh, misalnya seorang manusia dipukul oleh massa, lalu tidak seorangpun yang ingin membela orang yang dipukul itu. Semua orang jadi penonton saja karena hal itu adalah satu perbuatan yang diakui oleh umum atau massa.

Takut atau giris. Dalam filsafat eksistensialisme dibicarakan mengenai takut atau giris. Menurut William Stern, takut atau giris adalah rasa takut yang bedasarkan objek. Tetapi bagi penganut eksistensialisme pengertian takut atau giris mempunyai arti yang lain, yaitu adalah kehilangan akan pedoman. Dalam hubungan ini Kierkegaard pernah mengatakan bahwa manusia pada umumnya (manusia kelompok) itu cenderung mengabstraksikan sesuatu. Katanya : saya tidak mungkin menjadikan diri saya ini sebagai sesuatu yang abstrak, karena saya ini adalah pribadi yang konkrit. Selanjutnya Kierkegaard mengatakan bahwa ada tiga stadium (tingkat) dari keberadaan manusia, yaitu stadium estetis, etis dan religious. Pada stadium estetis keberadaan manusia bukanlah manusia yang sesungguhnya, tetapi hanya sebagai penonton (Massa). Pada stadium etis manusia itu sudah memiliki nilai-nilai sebagai pribadi, artinya sudah otentik. Pada stadium religious keberadaan manusia sudah lebih jauh lagi, yaitu manusia sudah sebagai aku yang sudah berhadapan dengan engkau (Tuhan). Martin Heidegger (1889-1976). Pada umumnya pikiran-pikiran modern itu berpangkal pada Deschartes dan berakhir pada Hegel. Descartes dengan tegas mengatakan bahwa ada dua jenis dunia, yaitu apa yang disebut dengan Res Extensae (hal-hal yang memenuhi ruang) dan Res Cogitans (hal-hal yang mengenai berpikir). Martin Heidegger menolak kedua pandangan itu, alasannya kalau kita menerima salah satu dari kedua aliran tersebut, maka subjek dan objek merupakan dua hal aliran yang terpisah. Heidegger mengatakan bahwa manusia itu terlempar kedunia, artinya manusia tidak ada asalnya, tetapi tiba-tiba berada di dunia. Oelh Sartre (filosof Perancis) dikatakan bahwa eksistensi manusia mendahului esensinya. Artinya keberadaan manusia didunia ini mendahului adanya. Setiap manusia yang lahir adalah terlempar kedunia yang tanpa arah. Demikian Heidegger menolak penciptaan manusia oleh Tuhan, walaupun pendiriannya tentang cara manusia ada di dunia ini sama sekali tidak dapat dipertahankan. Menurut Heidegger menusia itu menunjukkan keselarasan dalam dunia. Manusia bukan hanya menyadari akan adanya dunia ini, tetapi ia juga menyadari tentang
12

kematian. Dalam hal ini manusia itu pada hakekatnya menyembunyikan diri dari sesuatu yang sesungguhnya tidak dapat dielakkan. Dalam kehidupan sesungguhnya hendaknya menyadari bahwa setiap saat kita bisa mati, atau bahwa setiap saat dari kehidupan itu akan tertuju kepada kematian. Mati berarti berani menghadapinya. Jadi keberadaan itu merupakan ciri hakiki bagi kematian. Ada itu tiada (Sein ZoomTode), kata Heidegger. Masalah waktu Buku Heidegger mengenai waktu ialah Sein Und Zeit (ada dan waktu). Menurut Heidegger keberadaan manusia itu tidak dapat dipandang terlepas oleh waktu. Heidegger menjelaskan tentang waktu yang terjadi atas waktu lampau, waktu sekarang dan yang akan datang. Waktu lampau Hubungan manusia dengan waktu lampau berarti menusia itu menghubungi sesuatu yang telah terjadi atau sesuatu kenyataan yang harus diterimanya. Manusia berhubungan dengan masa lampau, namun banyak orang yang tidak menyadari dengan masa lampaunya. Waktu sekarang Waktu sekarang hanyalah sebuah titik dan sebenarnya waktu sekarang itu tidak ada. Manusia yang berhubungan dengan waktu sekarang pada hakekatnya dia tidak menyadari akan keberadaannya dalam waktu. Tidak menyadari akan masa lampau dan ia juga tidak menyadari masa depannya. Orang yang demikian adalah orang yang hidup dari saat ke saat yang tergantung kepada waktu sekarang. Masa depan Hubungan manusia dengan masa depannya membawa manusia kepada kemungkinan-kemungkinan, sebab masa depan itu penuh dengan kemungkinankemungkinan. Hal ini menunjukkan kepada kebebasan manusia untuk memilih kemungkinan-kemugkinan itu. Karl Jaspers (1883-1969). Jasper adalah seseorang ahli psikopathologi dan ahli filsafat. Ia menjelaskan jalan kearah keberadaan manusia yang sesungguhnya, keberadaan setiap manusia itu berbeda, karena itu menurut Jasper tidak mungkin kita mempersoalkan tentang keberadaan pada umumnya. Ia mengemukakan tentang keadaan dimana sekarang ini ilmu pengetahuan dan teknologi maju dengan sangat pesat. Jumlah jenis kebudayaan bertambah banyak, adapun manusia yang berhadapan dengan sekian jenis kebudayaan itu pada hakekatnya marupakan konfrontasi dengan sekian jenis keberadaan. Jasper ingin menggambarkan bahwa manusia atau masyarakan sekarang ini cenderunbg untuk tidak memperhatikan individualitet.

13

Dia juga mempersoalkan tentang massa atau manusia pada umumnya. Massa itu tidak mempunyai bentuk, tetapi merupakan suatu kesatuan bentuk (uniformitet). Maka karena itu manusia tidak sanggup lagi untuk berdiri sendiri atau mengambil keputusan sendiri. Berbagai ilmu pengetahuan seperti antropologi, psikologi dan sosiologi masih kurang mampu untuk memecah masalah masa depan. Bagi ilmu-ilmu pengaetahuan tersebut manusia itu dipandang sebagai objek sedangkan manusia itu sendiri dipandang sebagai penonton objek itu. Jasper ini menegaskan bahwa penelaahan manusia semacam itu berarti bahwa manusia itu dipandang sebagai objek, ia ingin menghubungkan antara subjek dengan objek. Oleh Karena itu antara subjek dengan objek tidak dapat dipisahkan atau akan selalu berhubungan. Menurut Jasper, tidak ada pandangan tentang manusia yang hanya dapat memandang manusia sebagai objek. Menurut Jasper, apabila kita melihat manusia dalam hubungan dengan orang lain (Mitsein), ada dua tipe manusia yaitu tipe manusia sofis dan tipe manusia eksistensialis. Manusia sofis adalah yang menganut aliran sofisme, yang lahir di tanah Yunani dipertengahan abad ke-5 SM. Sofis itu berasal dari kata yunani yaitu sophisme, yang berarti kecerdikan, kemahiran dan kepandaian. Maka orang yang mahir dalam ilmu bahasa umpamanya, atau ahli Negara, atau ahli filsafat dinamakan sopis. Filosoffilosof terkenal kaum sofis antara lain ialah: Protagoras, Georgias, Hippias dan Prodikos. Sesorang sofis tidak menunjukkan kebebasannya, melainkan mengaburkannya. Kegiatan seorang sofis ditentukan oleh keadaan, orang sofis biasanya ingin mengelakkan diri dari perselisihan dirinya dengan situasi. Dia dapat berlaku intektualitas didalam diskusi-diskusi di mana dia mengembangkan pendirianpendirian yang radikal tetapi yang pada saat berikutnya dengan mudah ia melepaskannya, dengan kata lain dia tidak mengenal kata konsekuen. Jasper mempertanyakan apakah perlu kita mengikuti manusia seprti sofis itu? Ataukah ada jalan lain untuk menuruti kaum sofis itu?, jawabannya ada, yaitu kita harus berbuat sebagai manusia yang disebut manusia eksistensialis. Menurut Jasper, manusia sofis adalah manusia pertapa yang menutup dirinya dari dunia luar. Hidup secara ekstensi berarti hidup sesuai dengan tugas yang dituntut oleh situasi dimana ia berada, yaitu tempat, waktu, lingkungan, keluarga, jenis kelamin dll. Dengan demikian manusia yang tidak pernah terikat dengan dunia yang tertutup, maka manusia itu mengenal dunianya dan kebebasannya.

14

Ciri-ciri Ekstensialisme. Dari uraian mengenai aliran eksistensialisme dapat disimpulkan beberapa ciri atau kriteria yang diperjuangkan dari aliran tersebut. 1) Manusia sebagai subjek. Kalau dalam masa modern (1500-1900) filsafat sering dihubungkan dengan teori ilmu pengetahuan, yaitu untuk meneliti setiap masalah itu perlu diselami tersebih dahulu alat yang akan kita gunakan untuk meneliti atau dengan kata lain filsafat pada waktu itu dipandang sebagai terlepas dari manusia sebagai subjek. Filsafat modern mempersoalkan manusia dalam arti manusia pada umumnya, sedangkan eksistensialisme meletakkan tekanannya pada pribadi (individualitas). 2) Keberadaan manusia yang otentik Dialektik (dialog) menunjukkan kepada suatu interaksi antara dua orang atau lebih. Sebelum abad ke-20 orang memandang manusia sebagai suatu monadis (monade). Monade adalah suatu yang kecil (unsur-unsur yang kecil). Martin Buber yang lebih dahulu mengemukakan masalah otentik itu, menganggap bahwa manusia yang mengasingkan diri ialah manusia yang hidup di dunia semu. 3) Kebebasan dan keterbukaan Eksistensialisme menolak kehidupan pertapaan dan sebaliknya menunjukkan keinginan untuk menceburkan diri ke dalam kehidupan bersama di dunia ini. Orang bertapa disini maksudnya ialah orang yang bersikap menyembunyikan diri atau menutup diri karena misalnya manusia itu tidak menarik kesimpulan bahwa hubungan dengan sesama manusia itu tidak membawa keuntungan atau dapat membawa perselisihan. 7. Pandangan Humanisme Tentang Manusia Humanisme adalah aliran filsafat yang memberi tekanan kepada kemanusiaan sebagai hakekat manusia. Penganut humanisme memandang manusia sbb: 1. Manusia merupakan totalitas aspek kepribadian, sebagai manusia seutuhnya, yaitu yang memiliki rohani dan jasmani yang merupakan suatu kesatuan yaitu pribadi. 2. Manusia mempunyai potensi dalam dirinya, yaitu pikiran, perasaan , kemauan dan untuk menjadi manusia seutuhnya potensi itu harus dikembangkan. 3. Manusia dipandang sebagai subjek bukan sebagai objek. Dalam interaksi manusia dengan lingkungannya maka yang harus diperhatikan adalah faktor dalam diri manusia itu sendiri bukan lingkungannya. 4. Manusia mamiliki kebebasan dalam mengatualisasikan dirinya. Aristoteles mementingkan segi keindahan dan segi moral disamping segi intelek atau akal pikiran.
15

Erasmus terkenal dengan bukunya The Education Of a Christian Prince, Comenius dengan The Great Didactic, John Locke dengan Some Toughts on Education, Rousseau dengan Emile dan Peztalozzi dengan bukunya Leonard and Gertrude Teacher Her Children. Pandangan humanistik, istilah yang sekarang ini banyak digunakan dalam pendidikan dan psikologi yang disebut juga sebagai New Humanism, menunjukkan kepada aspek kemanusiaan yang lebih mendasar. Pandangan humanisme baru (humanistik) berkaitan erat dengan dua filsafat eksistensialisme dan phenomenologi. Eksistensialisme memberi tekanan kepada personal (pribadi) dan kepada kebebasan manusia. Dasar pandangannya ialah ide bahwa manusia itu dalam kehidupannya di dunia ini selalu berorientasi pada kemungkinankemungkinan diri mereka. Phenomenologi memandang bahwa kenyataan (realitas) bergantung pada persepsi manusia tentang lingkungannya. Bertolak dari dua filsafat itu maka humanisme memberi tekanan pada pentingnya pilihan pribadi (personal choice), kebebasan (freedom) dan tanggung jawab (responsibility) yang semuanya itu daalah inti dari filsafat eksistensialisme. Demikian pula humanisme memberi tekanan pada pentingnya persepsi (perception), kepada makna sesuatu bagi seseorang (personal meaning) dan kepada pengalaman pribadi (subjective experience), yang semua itu adalah esensi bagi aliran phenomenology.

kesimpulan

filsafat tentang manusia adalah bagian dari filsafat metafisika yang mempersoalkan tentang manusia dari sudut pandang fisolofis guna menemukan akikat atau kebenaran yang sesungguhnya tentang manusia. Pandangan hidup manusia terbagi tiga macam, yaitu : Manusia akal, yang cenderung pada positivesme dan materialisme.
16

Manusia rasa, yang cenderung pada aliran idealisme dan objektif Manusia karsa, yang cenderung pada idealisme kebebasan

Menurut Heidegger menusia itu menunjukkan keselarasan dalam dunia. Manusia bukan hanya menyadari akan adanya dunia ini, tetapi ia juga menyadari tentang kematian. Dalam hal ini manusia itu pada hakekatnya menyembunyikan diri dari sesuatu yang sesungguhnya tidak dapat dielakkan. Dalam kehidupan sesungguhnya hendaknya menyadari bahwa setiap saat kita bisa mati, atau bahwa setiap saat dari kehidupan itu akan tertuju kepada kematian. Mati berarti berani menghadapinya. Jadi keberadaan itu merupakan ciri hakiki bagi kematian. Ada itu tiada (Sein ZoomTode), kata Heidegger.

Daftar Pustaka
Soelaiman, A. Darwis (1997). Filsafat Umum (filsafat barat, filsafat islam dan Pancasila)

17

Anda mungkin juga menyukai