Anda di halaman 1dari 13

Ensefalitis Posted on September 1, 2010.

Filed under: Health and Medicine |

Ensefalitis merupakan peradangan pada jaringan otak, epidemiologi ensefalitis sangat bervariasi sesuai dengan faktor resiko yang mempengaruhi masingmasing individu. Penyebab ensefalitis sendiri sangat banyak, dari mulai virus , bakteri, jamur sampai dengan yang penyebabnya tidak diketahui secara pasti. Namun berdasarkan penelitian yang dilakukan, penyebab ensefalitis terbanyak di Indonesia yaitu virus Japanese B ensefalitis. Sebagaimana telah dilaporkan pada tahun 1998 hingga 1999 wabah ensefalitis pada manusia telah terjadi di Malaysia. Hasil identifikasi CDC menunjukkan bahwa kasus ensefalitis ini disebabkan oleh Japanese B encephalitis. Di Indonesia, kasus ensefalitis pada manusia telah banyak dilaporkan, tetapi penyebab ensefalitis tersebut masih belum banyak terungkap karena sulitnya diagnosis dan keterbatasan perangkat diagnostic yang dapat mendiagnosa antigen dan antibody virus yang menyebabkan ensefalitis pada manusia. Sementara itu, penyakit ensefalitis di Indonesia sangat dikaitkan erat dengan infeksi virusJapanese B encephalitis . Di Indonesia Japanese B encephalitis telah banyak dilaporkan, baik secara klinis, serologis, maupun isolasi virus. Gejala ensefalitis tidak dipengaruhi oleh jenis kuman penyebab, karena semua mmanifestasi penyakit yang ditimbulkan oleh berbagai kuman adalah sama. Hanya dapat dibedakan berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan penunjang yang dilakukan. Terapi ensefalitis sendiri dilakukan secara suportif dan didasarkan atas hasil pemeriksaan laboraturium yang dilakukan. Enam puluh persen penyebab ensefalitis tidak diketahui, dari penyebab yang diketahui tersebut kira-kira 67% berhubungan dengan penyakit infeksi pada anak. Ensefalitis mempunyai komplikasi yang sangat kompleks dapat berupa retardasi mental, iritabel, emosi tidak stabil, halusinasi bahkan epilepsi. Komplikasi yang terjadi tidak dapat diketahui dengan pasti kapan akan bermanifestasi. Definisi Ensefalitis adalah reaksi peradangan pada jaringan otak oleh berbagai macam penyebab seperti infeksi virus, bakteri, toksin dan autoimmun. Infeksi virus merupakan yang tersering. Epidemiologi Peradangan otak merupakan penyakit yang jarang. Angka kejadiannya yaitu 0,5 per 100000 individu. Yang paling banyak menyerang anak-anak, orang tua dan pada orang-orang dengan sistem imun yang lemah, seperti pada penderita HIV/ AIDS, kanker dan anak gizi buruk. Di Inggris insidensi ensefalitis pertahun nya mencapai 4 orang per 100.000 penduduk. Penyebab: Klasifikasi ensefalitis berdasarkan etiologi adalah sbb: A. Infeksi-infeksi virus Penyebaran hanya dari manusia ke manusia 1. 2. 3. 4. 5. 6. Gondongan; sering, kadang-kadang bersifat ringan Campak; dapat memberikan sekuele berat Kelompok virus entero; sering pada semua umur, keadannya lebih berat pada neonatus Rubela; jarang, sekuele jarang, kecuali pada rubela kongenital Kelompok virus herpes Kelompok virus poks, vaksinia dan variola; jarang tetapi dapat terjadi kerusakan SSP berat

Agen-agen yang ditularkan oleh artropoda

Virus arbo: Eastern Equine, Western Equine, Venezuela Equine, St. Louis, California, Powassan, Japanese B ensefelitis. Penyebarannya oleh mamalia berdarah panas Rabies; saliva mamalia jinak dan liar B. Infeksi-infeksi nonvirus 1. 2. Riketsia; komponen ensefalitik dari vaskulitis serebral Mycoplasma pneumonia; terdapat interval beberapa hari antara gejala tuberkulosis dan bakteri lainnya, sering kali memiliki komponen-komponen ensefallitis 3. 4. 5. Bakteri tuberkulosa dan meningitis bakterial lainnya, sering kali memiliki gejala ensefalitik Spirokaeta; kogenital atau akuisista; leptospirosis Jamur; penderita dengan gangguan-gangguan imunologis mempunyai risiko khusus; kriptokokosis; histoplasmosis aspergilosis; mukor mikosis; moniliasis; koksidiodomikosis 6. 7. Protozoa; Plasmodium sp.; Tripanosoma sp.; Naegleria sp.; Acanthamoeba; Toxoplasma gondii. Metazoa; trikinosis; ekinokokosis; sistiserkosis; skistosomiasis

D. Parainfeksiosa-pascainfeksiosa, alergi 1. 2. Berhubungan dengan penyakit-penyakit spesifik (perhatikan No. I dan II di atas) Berhubungan dengan vaksin

E. Penyakit-penyakit virus manusia yang lambat 1. 2. 3. 4. Panensefalitis sklerosis subakut (PESS); campak Ensefalitis spongiformis Leukoensefalopati multivokal progresif Kuru

F. Kelompok kompleks yang tidak diketahui Gejala klinis Gejala klinis yang timbul sangat bervariasi dari ringan sampai berat, dapat berlangsung akut dan perlahan- lahan. Masa prodromal berlangsung antara 1-4 hari. Pada umumnya pasien ensefalitis menunjukkan gejala seperti meningitis namun tanpa disertai adanya tanda-tanda perangsangan meningeal. Perangsangan meningeal dapat dijumpai jika telah melibatkan meningen, yang disebut sebagai meningoensefalitis. diantaanya berupa :

Nyeri kepala Demam Penurunan kesadaran Pusing, ganguan kognitif, perubahan tingkah laku.

Kejang Kelemahan anggota gerak, sampai dengan kelumpuhan. Muncul nya tanda-tanda gangguan neurologis fokal bersamaan dengan demam dan sakit kepala.

Gejala yang terjadi termasuk ditandai dengan tanda-tanda peningkatan tekanan intraklranial seperti sakit kepala yang sangat hebat, vertigo, mual, kejang dan gangguan mental. Gejala lain yang mungkain terjadi yaitu, fotofobia, gangguan sensorik dan kekakuan leher. Namun bedanya dengan meningitis, pada ensefalitis tidak ditemukan adanya tanda- tanda perngsangan meningeal berupa kaku kuduk, brudzinski I & II, ataupun kernig. Sebagai mana disebutkan diatas penyebab terbanyak ensefalitis yaitu oleh karena virus, maka dalam literatur juga ynag banyak dibahas yaitu mengenai infeksi virus ensefalitis. Di indonesia sendiri penyebab terbanyak kejadian ensefalitis yaitu virus japanese B ensefalitis. Ensefalitis Virus Ensefalitis virus yaitu infeksi virus pada jaringan otak. Tidak serperti meningitis virus, ensefalitis virus bersifat self limiting tergantung patogenisitas virus dan kekuatan daya tahan tubuh penderita. Diperkirakan terjadi 20.000 kasus ensefalitis terjadi di anerika serikat setiap tahunnya. Dan angka kejadian pasti diseluruh dunia belum diketahui secara pasti, tetapi sekurang- kurangnya terdapat 10.000 kematian akibat infeksi japanese B ensefalitis di asia dan kira-kira terdapat 60.000 kematian akibat infeksi rabies ensefalitis terjadi diseluruh dunia setiap tahunnya. Japanese B ensefalitis merupakan virus penyabab ensefalitis yang paling banyak menyebabkan ensefalitis di Amerika Serikat. Setiap virus mempunyai daerah epidemiologi tersendiri, seperti infeksi arbovirus biasanya terjadi oleh karena gigitan nyamuk yang biasanya menyerang pada musim panas, namun infeksi HSV I terjadi sepanjang tahun. Keadaan geografis juga sangat mempengaruhi penyebaran ensefalitis oleh karena arbovirus. Patogenesis ensefalitis virus

Primer, yaitu termasuk infeksi virus langsung ke otak dan medulla spinalis Sekunder, yaitu infeksi virus pertama sekali terjadi di tempat lain dari tubuh yang kemudian akan mencapai susunan saraf pusat. Selain itu infeksi virus pada otak memiliki sifat:

Neurotropisme

Yaitu kemampuan virus untuk menginfeksi sel syaraf, virus yang mempunyai sifat ini adalah:

Rabies, mempunyai daya neuroinvasivitas dan neurovirulensi yang tinggi ( dapat penyebaran nya ke susunan saraf pusat menyebabkan angka mortalitas hampir 100% pada kasus yang tidak ditangani )

HSV, mempunyai daya neuroinvasif yang rendah tetapi punya daya neurovirulensi yang tinggi ( bisanya masuk melalui sisten saraf perifer dan jarang yang mencapai susunan saraf pusat, tetapi dapat menyebabakn efek yang sangat fatal jika mencapai susunan saraf pusat)

Mumps virus, mempunyai daya neuroinvasif yang tinggi tetapi mempunyai daya neurovirulensi yang rendah ( sering menginvasi susunan saraf pusat tetapi hanya sedikit yang menimbulkan gangguan neurologis yang berarti)

Gejala yang ditimbulkan oleh sifat neurotropisme virus tergantung dari beberapa faktor, seperti daya neuroinvasif dan neurovirulensi virus, tempat nasuk virus, faktor dari penderita sendiri termasuk usia, jenis kelamin, status immun dan faktor genetik. Serperti halnya St. Louis ensefalitis sering menyerang orang pada usia 25 tahun dan akan lebih fatal jika menyerang pada usia 70 tahun.

Virus dengan sifat neurotropisne harus menyerang mahkluk hidup. Tempat masuk virus dapat melalui berbagai rute, seperti melalui saluran nafas ( measles, VSV), saluran cerna (enterovirus), saluran kemih (HIV), kulit atau jaringan subkutan (arbovirus), konjungtiva mata (enterovirus 70), inokulasi langsung melalui pembuluh darah ( HIV, CMV). Melalui inokulasi ke tubuh manusia maka akan terjadi inisiasi virus untuk mengadakan infeksi sistemik yang sepenuhnya belum diketahui secara pasti tetapi dikaitkan dengan proses penempelan virus pada sel M. Kemudian sel M akan akan menyebar secara hematogen dan melalui sel saraf.

Hematogen

Penyebaran secara hematogen adalah jalur irama penyebaran virus untuk mencapai susunan saraf pusat, virus secara bebas akan mencapai susunan saraf pusat dengan larut dalam plasma darah akan menempel pada sel atau melalui keduanya. Cara yang pasti yaitu dengan cara virus akan keluar dari aliran darah dan akn menginvasi susunan saraf pusat belum diketahui.. sawar darah otak terdiri dari tautanantara sel- sel kapiler dinding pembuluh darah, dan membrana basalis yang padat akan memisahkannnya dari jaringan otak. Virus akan menembus sawar darah otak melalui berbagai mekanisme sebagai berikut:

1.

Neuroinvasif Virus akan menginvasi susunan saraf pusat malalui sel kapiler endotel pembuluh darah yang tidak saling berkaitan atau melalui membrana basalis yang tipis seperti pleksus koroid. Infeksi pada sel epitel pleksus koroid yang akan menyebabkan virus memasuki ventrikel otak dan akan melibatakan sel ependim dan jaringan subependim.

2. 3.

Virus akan sacara langsung menginfeksi sel endotel kapiler pembuluh darah otak dan akan menyebar disekeliling jaringan otak. Virus mungkin akan menginfeksi melalui sel-sel yang bersirkulasi monosit, makrofag, neutrofil, dan limfosit)yang akan masuk ke susunan saraf pusat melalui proses diapedesis.

Neural

Penyebaran secara neural ini merupakn mekanisme yang sangat penting dalam proses masuknya virus ke susunan saraf pusat. Banyak sel-sel neuron yang akan memasuki susunan saraf pusat ( termasuk motor neuron medulla spinalis, dan neuron olfaktorius) mempunyai proses yang membahas bagaimana mereka dapat memasuki susunan saraf pusat melalui menembus sawar darah otak, dan transport secara aksoplasmik pada sel saraf yang akan menyebabkan perpindahan virus secara langsung ka susunan saraf pusat. penyebaran secara neural ini merupakan metode primer infeksi susunan saraf pusat pada kuman rabies dan HSV. Virus rabies memasuki akson saraf motorik pada neuromuscular junction ( dimana virus tersebut akan bereplikasi setelah terinokulasi melalui gigitan) dan akan dipindahkan langsung secara retrograde kedalam susunan saraf pusat., sedangkan HSV akn secara laten tnggal ganglia serabut dorsalis. Sementar proses reaktiuvasi nya virus akan ditransport secara neural secara anterograd melalui kulit yang mengalami lesi. Atau virus itu akan secara rotrograd ke susunan saraf pusat dan menyebabkan ensefalitis. Virus neutropik juga akn memasuki susunan saraf pusat melalui saluran pencernaan (virus polio) yang dapat menginfeksi saraf pada pleksus mienterikus dan akan menjalar ke susunan saraf pusat melaluinervus vagus. Invasi pada susunan saraf pusat melalui saraf penciuman pada mukosa hidung telah dibuktikan melalui penelitian pada hewan, tetapi belum terbukti Pada manusia.

Neurovirulensi

Penyebaran nya dapat secara langsung, atau dapat juga dimana virus neurotropik akan menginfeksi saraf dan akan menghasilkan infeksi yang laten ( sel akan mengecil atau tidak terjadi perubahan bentuk atau fungsi) yang mempengaruhi fungsi sel atau sel akan mati melalui proses nekrosis atau apoptosis. Kematian sel melalui proses nekrosis yaitu secara proses penghancuran intregitas membran sitoplasma dengan mengizinkan protein sel keluar sebagai respon terhadap proses inflamasi. Manifestasi klinis dari kematian sel saraf datau disfungsinya tergantung lokasi anatomi yang terlibat (infeksi korteks akan menyebabakan perubahan fungsi neurokognitif, infeksi batang otak akan menyebabkan koma atau gagal nafas). pada kasus yang jarang, sel-sel oligodendrosit mungkin jaug akan terinfeksi seperti hal nya padainfeksi virus JC, yang akan terreaktivasi pda individu yang immunokompromis, yang akan menyebabkan proses demielinisasi yang akan menyebabkan suatu sindroma yang disebut sebagai sindrroma prosgresif multifocal leukoencefalopati (PML)

Dalam litertur lain disebutkan bahwa virus dapat masuk ke tubuh pasien baik melalui kulit, saluran napas, maupun saluran cerna. Selanjutnya, virus akan menyebar ke seluruh tubuh melalui beberapa cara: 1. 2. 3. 4. Setempat, virus hanya terbatas menginfeksi selaput lendir organ tertentu. Hematogen primer, virus masuk ke dalam darah kemudian menyebar ke organ tertentu dan berkembang biak di organ tersebut. Hematogen sekunder, virus berkembang biak pada daerah pertama kali masuk lalu menyebar ke organ lain. Melalui saraf, virus menyebar melalui sistem saraf.

Immunopatologis Pada banyak infeksi virus, agen yang terpenting pada proses patologis terjadinya dapat disebabkan respon imun tubuh penderita. Selama proses ensefalitis yang reaksi peradangan ini biasanya melibatkan meningens dan pembuluh darah otak disekitarnya. Gejala klinis pada ensefalitis oleh karena virus Tanda- tanda kardinal dan gejala ensefalitis yaitu: sakit kepala, demam, gangguan kesadaran (dari letargi sampai koma) pusing kepala, gangguan kognitif, perubahan kepribadian, kelemahan motorik, kejang, gangguan gerak, reflex tendon yang meningkat, dan respon akstensor plantaris. Peningkatan tekanan intracranial dapat terjadi dengan manifestasi papil edema, kelumpuhan saraf kranial dan dapat mencapai koma. Ensefalitis virus merupakan penyakit yang akut, dengan atau tanpa tanda prodromal, tetapi merupakan suatu penyakit yang bergerak secara progresif lambat menuju kerusakan otak yang lebih parah. Faktor resiko

Usia

Beberapa tipe ensefalitis akan lebih sering menyerang dengan gejala klinis yang lebih parah pada usia anak- anak dan orang tua.

Sistem imun yang lemah

Seperti pada penderita HIV/AIDS, orang yang mengalami transplantasi akan lebih mudah terkena ensefalitis.

Kondisi geografis

Orang- orang yang tinggal di Negara dimana penyebaran virus melalui nyamuk sering dijumpai maka resiko terjadinya serangan epidemis akan lebih tinggi.

Sering beraktivitas diluar rumah

Akan menyebabkan semakin mudah terserang

Musim

Musim panas akan menyebabkan perkembang biakan nyamuk yang semakin meningkat, sehingga ensefalitis yang penyebarannya melalui serangga tersebut akan lebih mudah. Diagnosa

Anamnesa

Penegakan diagnosa ensefalitis dimulai dengan proses anamnesa secara lengkap mengenai adanya riwayat terpapar dengan sumber infeksi, status immunisasi gejala klinis yang diderita, riwayat menderita gejala yang sama sebelumnya serta ada tidak nya faktor resiko yang menyertai.

Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan fisik dilihat tanda-tanda penyakit sistemik seperti dijumpai adanya rash, limfeadenopati, meningismus, ( kekakuan leher), penurunan kesadaran, peningkatan tekanan intracranial yang ditandai dengan adanya papil edema, tanda- tanda neurologis fokal seperti kelemahan, gangguan berbicara, peningkatan tonus otot, dan hiperreflieks ekstensor plantaris.

Pemeriksaan penunjang

Lumbal fungsi Merupakan cara mendiagnosa ensefalitis yang umum dilakukan melalui analisa cairan otak. Berikut merupakan tabel yang tentang analisa cairan otak. Condition Pressure (cmH2O) Normal Bacterial Meningitis 9-18 20-50 Cell Count (WBC/mm3) 0-5 100-100.000 Lymph >80% PMN Viral meningitis/encephalitis 9-20 10-500 Lymph (early PMN) TB meningitis Cryptococcal meningitis Elektroensefalografi Prosedur pemeriksaan ini merupakan suatu cara untuk mengukur aktivitas gelombang listrik dari otak. Pemeriksaan ini biasanya digunakan untuk mendiagnosa adanya gangguan kejang. Sejumlah elektroda kecil di letakkan pada kulit kepala. Elektroda inilah yang akan merangsang otak sehingga gelombang listrik dari otak akan dikirim kedalam EEG. Pemeriksaan imaging otak. Diantaranya CT Scan dan MRI yang dapat mendeteksi adanya pembengkakan otak. Jika pemeriksaan imaging memiliki tanda-tanda dan gejala yang menjurus ke ensefalitis maka lumbal fungsi harus dilakukan untuk melihat apakah terdapat peningkatan tekanan intrakranial.berikut merupakan contoh gambaran edema otak yang disebabkan infeksi susunan saraf pusat. Biopsi otak Biopsi otak jarang dilakukan, kecuali untuk mendiagnosa adanya herpes simpleks ensefalitis yang jika tidak mungkin dilakukan metode DNA atau CT Scan dan MRI Pemeriksaan darah Polymerase Chain Reaction (PCR) pemeriksaan ini merupakan metode yang digunakan untuk mendeteksi adanya infeksi HSV 1, enterovirus 2, pada susunan saraf pusat. Pengobatan Dengan pengecualian penggunaan adenin arabinosid (Ara-A 15 mg/Kg BB/12jam selama 10 hari) pada penderita ensefalitis herpes simpleks maupun acyclovir (10 mg/Kg BB/8 jam minimal satu minggu) untuk Herpes dan Varisela Zoster, maka pengobatan yang dilakukan bersifat nonspesifik dan 18-30 18-30 <500 100-200 Lymph Lymph <50 /N <40 /N 100-300 50-300 N 50-100 Cell Type Glucose (mg/dL) 50-75 <40 /N Protein (mg/dL) 15-40 10-1000

empiris, yang bertujuan mempertahankan kehidupan serta menopang setiap sistem organ yang terserang. Efektifitas berbagai cara pengobatan yang dianjurkan, belum pernah dinilai secara objektif. Sebelum berhasil menyingkirkan etiologi bakteri, terutama abses otak, maka harus diberikan pengobatan parenteral. Diperlukan persipan untuk menghadapi timbulnya kejang, edema serebri, hiperpireksia, pernapasan yang tidak memadai, gangguan cairan dan elektrolit, aspirasi, asfiksia, henti jantung dan henti napas mendadak, serta gagal jantung. Sindroma DIC merupakan komplikasi tambahan. Berdasarkan alasan ini maka penderita ensefalitis berat sebaiknya dirawat di unit gawat darurat. Pemantauan jantung harus terus dailakukan. Pada penderita dengan bukti peningkatan tekanan intrakranial, sering terdapat indikasi untuk menempatkan transduser tekanan dalam rongga epidural, untuk memantau tekanan intrakranial, yang digunakan sebagai pedoman untuk melakukan pengobatan mengurangi edema serebral. Pada awalnya semua cairan, elektrolit dan obat-obatan diberikan parenteral. Pada keadaan koma berkepanjangan, terdapat indikasi untuk hiperalimentasi parenteral. Sindroma sekresi hormon diuretik yang tidak sesuai sering ditemukan pada berbagai gangguan susunan saraf akut. Kemungkinan timbulnya gangguan ini menambah pentingnya arti penilaian klinis dan laboratorium yang sering terhadap keseimbangan cairan dan elektrolit. Kadar normal glukosa, magnesium, dan kalsium darah harus dipertahankan untuk memperkecil kemungkinan kejang. Untuk mencegah kejang, dapat diberikan fenobarbital dengan dosis 5-8 mg/Kg BB/24 jam. Jika kejang terus terjadi, mungkin perlu diberikan diazepam intravena dengan dosis 0,1-0,2 mg/Kg BB dalam bentuk infus selama 3 menit. Untuk mengurangi edema serebri dan untuk mengurangi akibat yang ditimbulkan oleh anoksia serebri, sejumlah metode yang dapat digunakan adalah sebagai berikut: 1. Deksametason (0,5 mg/Kg BB/ 24 jam) diberikan intramuskular. Setengahnya diberikan dalam bentuk injeksi bolus sebagai dosis inisial. Jika terdapat perabaikan, dosis ini sebaiknya diturunkan secara berangsur-angsur. 2. Manitol 20% (0,5-1 g/kg BB) diberikan intravena selama 30-60 menit. Kemudian pemberian dapat diulang setiap 8-12 jam. Atau dapat diberikan Gliserol (0,5-1,0 ml/Kg BB) melalui pipa nasogastrik. Zat ini dapat diberikan setiap 6 jam dalam jangka waktu yang lama. Kedua bahan ini dapat menurunkan tekanan intrakranial. Peralatan dan tenaga untuk menangani keadaan gawat darurat harus senantiasa siap sedia. Konsultasi dini dengan ahli anastesi berguna untuk mengantisipasi kebutuhan napas buatan. Setelah penderita sembuh, upaya rehabilitatif merupakan suatu yang sangat penting. Inkordinasi motorik, kejang, strabismus, ketulian, atau ganggguan tingkah laku dapat timbul. Prognosis Angka kematian masih tinggi, berkisar antara 35-50%. Dampak-dampak sisa yang melibatkan susunan saraf pusat dapat melibatkan gangguan kecerdasan, motoris, psikiatris, epileptik, penglihatan, atau pendengaran. Sistem kardiovaskuler, intraokuler, hati, paru, dan sistem lain dapat terlibat secara menetap. Pasien yang sembuh tanpa kelainan yang nyata dalam perkembangan selanjutnya masih mungkin mengalami retardasi mental, gangguan watak, dan epilepsi. Etiologi penyakit dan usia penderita menentukan prognosis jangka pendek dan panjang. Penyakit dan akibat sisa pada bayi biasanya lebih berat. Virus Herpes memberikan prognosis yang lebih buruk daripada virus entero. Ensefalitis fetalis yang disebabkan virus rubela atau sitomegalo bersifat sangat fatal. Ensefalitis virus sitomegalo mungkin bersifat terselubung, disertai gangguan yang dapat timbul beberapa bulan setelah terserang. Pencegahan Ensefalitis tidak dapat dicegah kecuali mencegah untuk terkena penyakitnya. Ensefalitis biasanya terjadi pada anak-anak lebih besar pada yang imunisasinya tidak lengkap. Karena salh satu pencehan untuk tidak terkena ensefalitis yaitu dengan imunisasi yang lengkap.selain into hindari berkunjung kedaerah endemic dimana penyebaran vector nyamuk sangat tinggi.

Penilaian GCS pada bayi dan anak June 6, 2011 // 0 Sebenarnya tidak jauh berbeda dengan dewasa, akan tetapi ada beberapa komponen yang penilaiannya spesifik untuk anak dan bayi. Beberapa pengkajian pada orang dewasa tidak sesuai untuk bayi dan anak anak, oleh karena itu harus dimodifikasi. Modified Glasgow Coma Scale for Infants and Children Area Assessed Infants Children Score*

respon membuka mata

Open spontaneously Open in response to verbal stimuli Open in response to pain only No response

Open spontaneously Open in response to verbal stimuli Open in response to pain only No response

4 3 2 1

respon verbal

Coos and babbles Irritable cries Cries in response to pain

Oriented, appropriate Confused Inappropriate words Incomprehensible words or nonspecific

5 4 3

Moans in response to pain

sounds

No response

No response

respon motorik**

Moves spontaneously and purposefully Withdraws to touch Withdraws in response to pain Responds to pain with decorticate posturing (abnormal flexion) Responds to pain with decerebrate posturing (abnormal extension) No response

Obeys commands Localizes painful stimulus Withdraws in response to pain

6 5 4

Responds to pain with flexion

Responds to pain with extension No response

2 1

*Score: 12 suggests a severe head injury. 8 suggests need for intubation and ventilation. 6 suggests need for intracranial pressure monitoring. **If the patient is intubated, unconscious, or preverbal, the most important part of this scale is motor response. This section should be carefully evaluated.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN MENINGITIS Posted on April 13, 2008 by keperawatangun LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN MENINGITIS I. DEFINISI Merupakan inflamasi yang terjadi pada lapisan arahnoid dan piamatter di otak serta spinal cord. Inflamasi ini lebih sering disebabkan oleh bakteri dan virus meskipun penyebab lainnya seperti jamur dan protozoa juga terjadi. (Donna D.,1999). II. ETIOLOGI 1. Bakteri Merupakan penyebab tersering dari meningitis, adapun beberapa bakteri yang secara umum diketahui dapat menyebabkan meningitis adalah : Haemophillus influenzae Nesseria meningitides (meningococcal) Diplococcus pneumoniae (pneumococcal) Streptococcus, grup A Staphylococcus aureus Escherichia coli Klebsiella Proteus Pseudomonas 2. Virus Merupakan penyebab sering lainnya selain bakteri. Infeksi karena virus ini biasanya bersifat self-limitting, dimana akan mengalami penyembuhan sendiri dan penyembuhan bersifat sempurna 3. Jamur 4. Protozoa ( Donna D., 1999) III. PATHOFISIOLOGI Agen penyebab Invasi ke SSP melalui aliran darah Bermigrasi ke lapisan subarahnoid Respon inflamasi di piamatter, arahnoid,CSF dan ventrikuler Exudat menyebar di seluruh saraf cranial dan saraf spinal Kerusakan neurologist ( Donna D., 1999) Selain dari adanya invasi bakteri, virus, jamur maupun protozoa, point dentry masuknya kuman juga bisa melalui trauma tajam, prosedur operasi, dan abses otak yang pecah, penyebab lainnya adalah adanya rinorrhea, otorrhea pada fraktur bais cranii yang memungkinkan kontaknya CSF dengan lingkungan luar. Meningitis Bakterial Bakteri penyabab yang paling sering ditemukan adalah Streptococcus pneumoniae dan Neisseria meningitides (meningococcal). Pada lingkungan yang padat seperti lingkungan asrama, barak militer, pemukiman padat lebih sering ditemukan kasus meningococcal meningitis. Faktor pencetus terjadinya meningitis bacterial diantaranya adalah : Otitis media Pneumonia

Sinusitis Sickle cell anemia Fraktur cranial, trauma otak Operasi spinal Meningitis bakteri juga bisa disebabkan oleh adanya penurunan system kekebalan tubuh seperti AIDS. Meningitis Virus Disebut juga dengan meningitis aseptic, terjadi sebagai akibat akhir/sequeledari berbagai penyakit yang disebabakan oleh virus spereti campak, mumps, herpes simplex dan herpes zoster. Pada meningitis virus ini tidak terbentuk exudat dan pada pemeriksaan CSF tidak ditemukan adanya organisme. Inflamasi terjadi pada korteks serebri, white matter dan lapisan meninges. Terjadinya kerusakan jaringan otak tergantung dari jenis sel yang terkena. Pada herpes simplex, virus ini akan mengganggu metabolisme sel, sedangkan jenis virus lain bisa menyebabkan gangguan produksi enzyme neurotransmitter, dimana hal ini akan berlanjut terganggunya fungsi sel dan akhirnya terjadi kerusakan neurologist. Meningitis Jamur Meningitis cryptococcal merupakan meningitis karena jamur yang paling serimh, biasanya menyerang SSP pada pasien dengan AIDS. Gejala klinisnya bervariasi tergantungdari system kekebalan tubuh yang akan berefek pada respon inflamasi. Gejala klinisnya bia disertai demam atau tidak, tetapi hamper semuaklien ditemukan sakit kepala, nausea, muntah dan penurunan status mental IV. KOMPLIKASI Komplikasi yang bisa terjadi adalah ; Gangguan pembekuan darah Syok septic Demam yang memanjang V. MANIFESTASI KLINIS 1. Aktivitas / istirahat ; Malaise, aktivitas terbatas, ataksia, kelumpuhan, gerakan involunter, kelemahan, hipotonia 2. Sirkulasi ; Riwayat endokarditis, abses otak, TD , nadi , tekanan nadi berat, takikardi dan disritmia pada fase akut 3. Eliminasi : Adanya inkontinensia atau retensi urin 4. Makanan / cairan : Anorexia, kesulitan menelan, muntah, turgor kulit jelek, mukosa kering 5. Higiene : Tidak mampu merawat diri 6. Neurosensori ; Sakit kepala, parsetesia, kehilangan sensasi, Hiperalgesiameningkatnya rasa nyeri, kejang, gangguan oenglihatan, diplopia, fotofobia, ketulian, halusinasi penciuman, kehilangan memori, sulit mengambil keputusan, afasia, pupil anisokor, , hemiparese, hemiplegia, tandaBrudzinskipositif, rigiditas nukal, refleks babinski posistif, refkleks abdominal menurun, refleks kremasterik hilang pada laki-laki 7. Neyri / kenyamanan : Sakit kepala hebat, kaku kuduk, nyeri gerakan okuler, fotosensitivitas, nyeri tenggorokan, gelisah, mengaduh/mengeluh 8. Pernafasan : Riwayat infeksi sinus atau paru, nafas , letargi dan gelisah 9. Keamanan : Riwayat mastoiditis, otitis media, sinusitis, infeksi pelvis, abdomen atau kulit, pungsi lumbal, pembedahan, fraktur cranial, anemia sel sabit, imunisasi yang baru berlangsung, campak, chiken pox, herpes simpleks. Demam, diaforesios, menggigil, rash, gangguan sensasi. 10. Penyuluhan / pembelajaran : Riwayat hipersensitif terhadap obat, penyakit kronis, diabetes mellitus VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG Lumbal Pungsi Lumbal pungsi biasanya dilakukan untuk menganalisa hitung jenis sel dan protein.cairan cerebrospinal, dengan syarat tidak ditemukan adanya peningkatan TIK.

Meningitis bacterial : tekanan meningkat, cairan keruh/berkabut, leukosit dan protein meningkat, glukosa menurun, kultur posistif terhadap beberapa jenis bakteri. Meningitis Virus : tekanan bervariasi, CSF jernih, leukositosis, glukosa dan protein normal, kultur biasanya negative Glukosa & LDH : meningkat LED/ESRD : meningkat CT Scan/MRI : melihat lokasi lesi, ukuran ventrikel, hematom, hemoragik Rontgent kepala : mengindikasikan infeksi intrakranial VII. PRIORITAS MASALAH KEPERAWATAN 1. Resiko tinggi penyebaran infeksi 2. Resiko tinggi gangguan perfusi serebral 3. Resiko tinggi trauma 4. Nyeri 5. Gangguan mobilitas fisik 6. Gangguan persepsi sensori 7. Cemas 8. Kurang pengetahuan mengenai penyebab infeksi dan pengobatan VIII. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN ( ada pada lampiran) RINGKASAN TUTORIAL DISKUSI ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN MENINGITIS Nama : NPM : 1302220712 Kelompok : II Tutor : Ibu Tuti Herawati, SKp. Klasifikasi Meningitis : Purulenta & Serosa Purulenta : penyebabnya adalah bakteri ( misalnya : Pneumococcus, Meningococcus ), menghasilkan exudat. Leukosit, dalam hal ini Neutrofil berperan dalam menyerang mikroba, neutrofil akan hancur menghasilkan exudat. Serosa : penyebabya seperti mycobacterium tuberculosa & virus, terjadi pada infeksi kronis. Peran limfosit & monosit dalam melawan mikroba dengan cara fagositosis, tidak terjadi penghancuran, hasilnya adalah cairan serous Aseptik & Septik Aseptik : Bila pada hasil kultur CSF pada pemeriksaan lumbal pungsi, hasilnya negative, misalkan penyebabnya adalah virus. Septik : Bila pada hasil kultur CSF pada pemeriksaan kultur lumbal pungsi hasilnya positif , misalkan penyebabnya adalah bakteri pneumococcus. Faktor resiko terjadinya meningitis : 1. Infeksi sistemik Didapat dari infeksi di organ tubuh lain yang akhirnya menyebar secara hematogen sampai ke selaput otak, misalnya otitis media kronis, mastoiditis, pneumonia, TBC, perikarditis, dll. 2. Trauma kepala Bisanya terjadi pada trauma kepala terbuka atau pada fraktur basis cranii yang memungkinkan terpaparnya CSF dengan lingkungan luar melalui othorrhea dan rhinorhea 3. Kelaianan anatomis Terjadi pada pasien seperti post operasi di daerah mastoid, saluran telinga tengah, operasi cranium Terjadinya pe TIK pada meningitis, mekanismenya adalah sebagai berikut : Agen penyebab reaksi local pada meninges inflamasi meninges pe permiabilitas kapiler kebocoran cairan dari intravaskuler ke interstisial pe volume cairan interstisial edema Postulat Kellie Monroe, kompensasi tidak adekuat pe TIK Pada meningitis jarang ditemukan kejang, kecuali jika infeksi sudah menyebar ke jaringan otak, dimana kejang ini terjadi bila ada kerusakan pada korteks serebri pada bagian premotor.

Kaku kuduk pada meningitis bisa ditemukan dengan melakukan pemeriksaan fleksi pada kepala klien yang akan menimbulkan nyeri, disebabkan oleh adanya iritasi meningeal khususnya pada nervus cranial ke XI, yaitu Asesoris yang mempersarafi otot bagian belakang leher, sehingga akan menjadi hipersensitif dan terjadi rigiditas. Sedangan pada pemeriksaan Kernigs sign (+) dan Brudzinsky sign (+) menandakan bahwa infeksi atau iritasi sudah mencapai ke medulla spinalis bagian bawah. Hidrosefalus pada meningitis terjadi karena mekanisme sebagai berikut : Inflamasi local scar tissue di daerah arahnoid ( vili ) gangguan absorbsi CSF akumulasi CSF di dalam otak hodosefalus Perbedaan Ensefalitis dengan meningitis : Ensefalitis Meningitis Kejang Kaku kuduk Kesadaran Kesadaran relative masih baik Demam Demam Bila gejala yang muncul campuran kemungkinan mengalami Meningo-ensefalitis. Penatalaksanaan medis meningitis : 1. Antibiotik sesuai jenis agen penyebab 2. Steroid untuk mengatasi inflamasi 3. Antipiretik untuk mengatasi demam 4. Antikonvulsant untuk mencegah kejang 5. Neuroprotector untuk menyelamatkan sel-sel otak yang masih bisa dipertahankan 6. Pembedahan : seperti dilakukan VP Shunt ( Ventrikel Periton

Anda mungkin juga menyukai