Anda di halaman 1dari 11

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ke hadirat ALLAH SWT karena atas berkat danrahmat-Nya,penulis dapat menyelesaikan Makalah Tenun Songket Khas Palembang ini.Makalah ini disusun berdasarkan datadata atau informasi yang penulis peroleh dengan melakukan kunjungan ke pusat industri tenun yang ada di Palembang. Makalah ini berisi sejarah perkembangan tenun songket khas Palembang. Makalah ini di buat dengan maksud untuk memperkenalkan kepada khalayak tentang kekayaan budaya yang ada di palembang salah satunya adalah Tenun songket. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada guru pembimbing dan tentunya kepada sumber informasi,ibu-ibu yang melestarikan kain tenun songket yang ada di pusat kerajinan tenun di Palembang yang telah membantu dalam penulisan makalah ini. Penulis berharap makalah yang di buat dapat bermanfaat dan mampu menarik minat rekan-rekan untuk melestarikan tenun songket khas Palembang. Penulis menyadari penulisan makalah ini masih jauh dari sempurna . Oleh karena itu,kritik dan saran yang membangun sangat berguna untuk penyempurnaan makalah ini.

Penulis

Daftar isi
Kata pengantar Bab I.PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang........................................................................................... 1.2.Perumusan masalah...................................................................................................................... 1.3.Tujuan penelitian....................................................................................... Bab II.METODE PENELITIAN 2.1 Tempat dan Waktu Penelitian.................................................................... 2.2.Metode Penelitian......................................................................................................................... Bab III.PEMBAHASAN 3.1 Sejarah perkembangan tenun songket secara umum................................ 3.2 Sejarah tenun songket secara khusus 3.3 Alat dan Bahan yang digunakan.............................................................. 3.4 Proses menenun........................................................................................ 3.5.Laporan Laba Rugi.. 3.6 Bagan organisasi.. 3.7 Cara Pemasaran. Bab IV.PENUTUP 4.1 Kesimpulan.................................................................................................................................. 4.2 Saran.............................................................................................................................................. LAMPIRAN

Bab I PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang Di era globalisasi yang serba modern ini,di era perkembangan teknologiyang tanpa batas,kita semakin mengenal produk-produk yang serba canggih yang semua nya menggunakan mesin. Tapi zaman yang serba canggih menghapuskan kebudayaan-kebudayaanyang bersifat kuno. Generasi muda sudah tidak mengenal lagi kebudayaannegaranya,sehingga di khawatirkan kebudayaan itu menghilang karena tidak ada penerus yang dapat melestarikannya.Salah satu warisan dari Palembang yang kita kenal adalah Tenun songket .kaya akan kerajinan. Jarang sekali generasi muda yang tahu akan sejarah kain tenun yang menjadi kekayaan kota Palembang, apa-apa saja alat yang di butuhkan,dan bagaimana proses pembuatan.Semua itu akan kita bahas disini. jadi kita wajib dan harus melestarikan kebudayaan agar tidak hilang dan sebagai generasi muda kita lah yang lebih berperan penting. 1.2.Perumusan Masalah Sejarah perkembangan tenun Alat dan Bahan yang digunakan untuk menenun Cara pembuatan kain Waktu yang diperlukan untuk menghasilkan 1 kain Harga dari kain-kain songket yang dihasilkan tersebut

1.3.Tujuan penulisan Adalah untuk : Mengetahui sejarah tenun di Indragiri Mengetahui alat yang di gunakan dalam menenun Mengetahui bahan yang di gunakan untuk menenun Mengetahui proses menenun

Bab II METODE PENELITIAN


2.1 Tempat dan Waktu penelitian Penelitian dilakukan di sebuah sentral indusitri Tenun di jln.Kirangga Wiransantika Palembang di bawah bimbingan ibu Ayu dan ibu Mardiah selaku ketua rumah wirausaha tenun songket Palembang.

.2.2 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode survey,yaitu langsung mengunjungi sentral industri yang dijadikan tempat penelitian.Jadi sumber informasi di peroleh langsung dari ibu-ibu rumah tangga yang bekerja di sentral tersebut.

Bab III PEMBAHASAN


3.1. Sejarah Perkembangan tenun Songket Palembang secara luas
Palembang memiliki sejarah yang panjang, mulai dari kejayaan kerajaan Sriwijaya sampai Kesultanan Palembang Darussalam. Kerajaan Sriwijaya pada masa kejayaannya sekitar abad ke 7 Masehi menjadi cikal bakal kota yang terletak di tepian sungai Musi ini. Banyak peninggalan tak ternilai berasal dari kerajaan terkenal itu, salah satunya adalah budaya wastra (kain) yang indah,songket. Keberadaan kain songket menunjukan sebuah tingkat kebudayaan yang tinggi, sebab dalam kain ini tersimpan berbagai hal seperti bahan yang digunakan, cara pengerjaan, makna yang terkandung di dalamnya sekaligus cara penggunaanya dan tingkatan orang yang memakainya. Keberadaan kain songket Palembang merupakan salah satu bukti peninggalan kerajaan Sriwijaya yang mampu penguasai perdagangan di Selat Malaka pada zamannya. Para ahli sejarah mengatakan bahwa kerajaan Sriwijaya sekitar abad XI setelah runtuhnya kerajaan Melayu memegang hegemoni perdagangan laut dengan luar negeri, diantara negara yang mempunyai hubungan dagang dengan kerajaan Sriwijaya adalah India, Cina, Arab dll. Keberadaan hegemoni perdagangan ini menunjukan sebuah kebesaran kerajaan maritim di nusantara pada masa itu. Keadaan geografis yang berada di lalu lintas antara jalut perdagangan Cina dan India membuat kerajaan Sriwijaya menjadi kerajaan maritim dan perdagangan internasional. Gemerlap warna dan kilauan emas yang terpancar pada kain tenun ini, memberikan nilai tersendiri dan menunjukan sebuah kebesaran dari orang-orang yang membuat kain songket. Apabila kita melihat rangkaian benang yang tersusun dan teranyam rapih lewat pola simetris, menunjukan bahwa kain ini dibuat dengan keterampilan masyarakat yang memahami berbagai cara untuk membuat kain bermutu, yang sekaligus mampu menghias kain dengan beragam desain. Kemampuan ini tidak semua orang mampu mengerjakannya, keahlian dan ketelitian mutlak diperlukan untuk membuat sebuah kain songket. Pengetahuan ini biasanya diperoleh dengan cara turun temurun dari generasi ke generasi selanjutnya. Menurut para ahli sejarah, seperti dikutip oleh Agung S dari Team Peneliti ITT Bandung dalam bukunya yang berjudul Pengetahuan Barang Tekstil ( 1977:209 ), mengatakan bahwa sejak zaman Neolithikum, di Indonesia sudah mengenal cara membuat pakaian. Dari alat-alat peninggalan zaman Neolithikum tersebut dapat diketahui bahwa kulit kayu merupakan pakaian manusia pada zaman prasejarah di Indonesia. Alat yang digunakan adalah alat pemukul kulit kayu yang dibuat dari batu,seperti yang terdapat pada koleksi Museum Pusat Jakarta. Disamping pakaian dari kulit kayu, dikenal juga bahan pakaian dengan mengunakan kulit binatang yang pada umumnya dipakai oleh lakilaki sebagai pakaian untuk upacara ataupun pakaian untuk perang. Sejak zaman prasejarah nenek moyang bangsa Indonesia juga sudah mengenal teknik menenun. Hal tersebut diperkuat dengan adanya penemuan tembikar dari zaman prasejarah yang didalamnya terdapat bentuk hiasan yang terbuat dari kain tenun kasar. Kemakmuran dizaman itu terlihat dari adanya kerajaan Sriwijaya yang menghasilkan berbagai kain songket, dimana pada masa itu diperkirakan gemerlap warna kain songket untuk para pejabat kerajaan khususnya untuk raja di berikan sulaman berbahan emas. Sebagai kerajaan yang kaya dengan emas dan berbagai logam mulai lainnya, sebagian emas-emas tersebut dikirim kenegeri Siam (Thailand) untuk dijadikan benang emas yang kemudian dikirim kembali kekerajaan Sriwijaya, oleh para perajin

benang emas tersebut ditenun dengan menggunakan benang sutra berwarna yang pada masa itu diimpor dari Siam (Thailand), India dan Tiongkok (Cina). Perdagangan internasional membawa pengaruh besar dalam hal pengolahan kain songket terutama dalam memadukan bahan yang akan digunakan sebagai kain songket. Kain Songket untuk Raja dan kelurganya tentu memerlukan bahan dan pengerjaan yang lebih, benang sutra yang dilapisi emas menjadi bahan yang menonjol dalam pembuatanya, sehingga menghasilkan sebuah kain songket gemerlap, yang menunjukan sebuah kebesaran dan kekayaan yang tidak terhingga. Hubungan dagang internasional itu mengantarkan kerajaan Sriwijaya kepada kerajaan yang terbuka terhadap pengaruh dari luar, adanya hubungan dagang dengan Negara tetangga secara tidak langsung mempengaruhi kebdayaan setempat. Sebagai akibat dari adanya pertukaran barang dalam perdagangan telah mempengaruhi corak atau motif kain songket yang dihasilkan didaerah Palembang. Banyaknya pengaruh kesenian yang dibawa oleh para pedagang tersebut yang diantaranya berasal dari Timur Tengah dan Tiongkok ( Cina ) mempengaruhi motif dalam desain kain songket Palembang. Salah satunya adalah agama Islam yang dibawa oleh pedagang dari Timur tengah,walaupun dalam kesenian Islam tidak diperbolehkan mewujudkan mahluk hidup, tetapi didalam desain kain songket tampak dibuat binatang binatang tertentu. Seperti misalnya berbagai jenis burung, reptilia dan naga. Motif bunga manggis dalam desain kain songket juga terdapat pada relief-relief candi Prambanan dari abad kesembilan dan kesepuluh, para ahli memperkirakan ada persamaan dengan motif yang ada dalam desain songket Palembang dan ini merupakan bukti peninggalan sejarah dari zaman Hindu di Indonesia yang terdapat dalam desain kain songket Palembang hingga saat ini. Setelah melemahnya kerajaan-kerajaan di nusantara khususnya di Palembang dan datangnya penjajahan Belanda, telah terjadi perubahan pada struktur kehidupan masyarakat sampai menjelang Perang Dunia II, keberadaan kain songket sempat mengalami kemunduran karena sulitnya bahan baku yang diperlukan. Namun, keberadaan kain songket yang merupakan peninggalan sejarah bangsa Indonesia masih tetap dipertahankan terutama karena masih mendapat tempat dalam kehidupan masyarakat. Bertahannya kain songket ini, selain memiliki bentuk yang indah juga memiliki nilai-nilai historis yang panjang dalam sejarah bangsa ini, kebesaran kerajaan Sriwijaya tidak akan terlepas dari keberadaan kain songket. Keberadaan kain songket ini telah ikut membesarkan kerajaan Sriwijaya melalui sebuah perdagangan internasional. Perginya Belanda dari tanah nusantara dan datangnya penjajahan Jepang dan masa Revolusi sampai dengan tahun 1950, terus menghantarkan kerajinan kain songket pada titik yang menghawatirkan karena sulitnya mendapatkan bahan baku dan pemasaran hasil produksi songket tersebut. Pada masa penjajahan Jepang, Indonesia mengalami pemerasan sehingga bahan baku yang digunakan untuk membuat kain songket sangat sulit diperoleh. Menjelang tahun 1950 dan sesudahnya, kerajinan kain songket sudah mulai diusahakan kembali secara keci-kecilan dengan cara mencabut kembali benang emas dan benang perak dari tenunan kain songket yang lama ( yang sudah tidak dipakai lagi ) karena kain sutera sebagai dasarnya sudah lapuk untuk mendapatkan tenunan kain songket yang baru, keadaan ini berlangsung hingga tahun 1966.

Barulah sekitar tahun 1966 (akhir), usaha kerajinan songket mulai banyak dikerjakan lagi oleh para perajin kain songket seperti masa-masa lampau dengan banyaknya benang-benang sutera impor yang datang dari luar negeri, seperti Cina dan Taiwan melalui pedagang-pedagang dari Singapura dan benangbenang emas dari India, Perancis, Jepang dan Jerman. Kain songket Palembang telah banyak mengalami jatuh bangun dalam usahanya mempertahankan peninggalan kebudayaan masa lampau. Namun tetap bertahan hingga saat sekarang ini. Keberadaan kain songket ini, merupakan salah satu aset bangsa yang sangat besar dan harus dijaga dengan baik keberadaanya. Kain songket ini telah menjadi ciri khas dari kota Palembang dan merupakan bagian dari kebudayaan bangsa Indonesia. Bangsa Indonesia sangat kaya akan peninggalan dan kebudayaan baik dalam bentuk kain maupun yang lainnya. 3.2. Sejarah wirausaha tenun songket secara khusus Awal mulanya terbentuk wirausaha kecil di desa Gunung Batu karena rasa kekawatiran akan generasi muda yang tidak ada keahlian sama sekali yang setiap harinya berlalu dengan membuang buang waktu percuma. Karena memang pada dasarnya ibu dan keluarga ibu saya adalah orang pindahan dari kota Palembang yang berpindah rumah ke desa Gunung batu karena alasan tertentu, pada saat itu maka timbulah inisiatif ibu dan bibik untuk membuka tempat belajar tenun songket di desa tersebut. Setelah proses belajar selesai dan warga mulai berkerja menjadi karyawan akhirnya ibu dan bibik mulai mengembangkan usaha dari modal awal yang kecil sehingga sampai sekarang menjadi usaha yang bias menfkahi keluarga. Karena keberanian, kesabaran, ketekunan dan kepandaian mengelola usaha dari waktu ke waktu selama bertahun tahun akdirnya berhasil. Ibu saya tetap membuka usaha di desa Gunung Batu sedangkan Bibik sekarang membuka usaha di kota Palembang tempatnya di Perumnas Sako Kenten Palembang.

3.3 Alat dan Bahan yang digunakan untuk menenun


Peralatan tenun songket Palembang pada dasarnya dapat dikategorikan menjadi dua, yakni peralatan pokok dan tambahan. Keduanya terbuat dari kayu dan bambu. Peralatan pokok adalah seperangkat alat tenun itu sendiri yang oleh mereka disebut sebagai dayan. Seperangkat alat yang berukuran 2 x 1,5 meter ini terdiri atas gulungan/boom (suatu alat yang digunakan untuk menggulung benang dasar tenunan), penyincing (suatu alat yang digunakan untuk merentang dan memperoleh benang tenunan), beliro (suatu alat yang digunakan untuk membuat motif songket), cahcah (suatu alat yang digunakan untuk memasukkan benang lain ke benang dasar), dan gun (suatu alat untuk mengangkat benang). Sedangkan, peralatan tambahan untuk mengatur posisi benang ketika sedang ditenun adalah peleting, gala, belero ragam, dan teropong palet. Peralatan tambahan tersebut diletakkan di sebelah kanan si penenun, agar mudah dicapai dengan tangan. Bahan dasar kain tenun songket adalah benang tenun yang disebut lusi atau lungsin. Benang lungsin terbuat dari kapas, kulit kayu, serat pisang, serat nenas, dan daun palem. Sedangkan, hiasannya terdiri dari benang sutera dan benang emas2. Benang sutera berasal dari Taiwan dan China, sedangkan benang emas berasal dari India, Jepang, Thailand, Jerman dan Perancis. Selain benang, ada pula barang

yang harus diimpor dari Jerman dan Inggris yaitu bahan pewarna benang. Cara membuat benang lungsin dilakukan dengan menggunakan pemberat yang diputar dengan jari tangan. Pemberat tersebut berbentuk seperti gasing dan terbuat dari kayu atau terakota. Cara lain yang banyak dijumpai di wilayah Indonesia bagian Barat (Sumatera, Jawa, Bali dan Lombok) adalah dengan menggunakan antih (alat yang terdiri dari sebuah roda lebar yang bisa diputar berikut pengaitnya untuk memutar roda tersebut). Sedangkan, untuk memperoleh warna tertentu3, benang yang akan diwarnai itu direndam dalam sabun selama kurang lebih 14 menit. Maksudnya adalah agar benang tersebut hilang zat minyaknya. Setelah itu, baru dicelup dengan warna yang diinginkan, lalu dijemur. Selanjutnya, setelah kering, benang tersebut dikelos (digulung). Setelah itu, penganian, yaitu menyiapkan jumlah helai benang yang akan ditenun sesuai dengan jenis dan atau bentuk songket yang akan dibuat. Namun, dewasa ini hanya sebagian yang masih melakukannya. Sebagian lainnya langsung membeli benang-warna yang telah diproduksi oleh suatu pabrik di Indonesia atau yang diimpor dari India, Cina, Jepang atau Thailand. 3.4 Proses Menenun Pembuatan tenun songket Palembang pada dasarnya dilakukan dalam dua tahap, yaitu: tahap menenun kain dasar dengan konstruksi tenunan rata atau polos dan tahap menenun bagian ragam hias yang merupakan bagian tambahan dari benang pakan. Masyarakat Amerika dan Eropa menyebut cara menenun seperti ini sebagai inlay weaving system. a. Tahap Menenun Kain Dasar Dalam tahap ini yang ingin dihasilkan adalah hasil tenunan yang rata dan polos. Untuk itu, langkah pertama yang dilakukan adalah benang yang sudah dikani, salah satu ujungnya direntangkan di atas meja. Sedangkan, ujung lainnya dimasukkan kedalam lubang suri (sisir). Pengisian benang ini diatur sedemikian rupa sehingga sekitar 25 buah lubang suri, setiap lubangnya dapat memuat 4 helai benang. Hal ini dimaksudkan untuk membuat pinggiran kain. Sedangkan, lubang-lubang yang lain, setiap lubangnya diisi dengan 2 helai benang. Setelah benang dimasukkan ke dalam suri dan disusun sedemikian rupa (rata), maka barulah benang digulung dengan boom yang terbuat dari kayu. Pekerjaan ini dinamakan menyajin atau mensayin benang. Setelah itu, pemasangan dua buah gun atau alat pengangkat benang yang tempatnya dekat dengan sisir. Sesuai dengan apa yang dilakukan, pekerjaan ini disebut sebagai pemasangan gun penyenyit. Selanjutnya, dengan posisi duduk, penenun mulai menggerakkan dayan dengan menginjak salah satu pedal untuk memisahkan benang sedemikian rupa, sehingga benang yang digulung dapat dimasukkan dengan mudah, baik dari arah kiri ke kanan (melewati seluruh bidang dayan) maupun dari kanan ke kiri (secara bergantian). Benang yang posisinya melintang itu ketika dirapatkan dengan dayan yang ber-suri akan membentuk kain dasar. b. Tahap Pembuatan Ragam Hias Setelah kain dasar terwujud, maka tahap berikutnya (tahap yang kedua) adalah pembuatan ragam hias. Dalam tahap ini kain dasar yang masih polos itu dihiasi dengan benang emas atau sutera dengan teknik pakan tambahan atau suplementary weft. Caranya agak rumit karena untuk

memasukkannya ke dalam kain dasar harus melalui perhitungan yang teliti. Dalam hal ini bagian-bagian kain dipasangi gun kembang agar benang emas atau sutera dapat dimasukkan, sehingga terbentuk sebuah motif. Konon, pekerjaan ini memakan waktu yang cukup lama karena benang emas atau sutera itu harus dihitung satu-persatu dari pinggir kanan kain hingga pinggir kiri menurut hitungan tertentu, sesuai dengan contoh motif yang akan dibuat. Selanjutnya, benang tersebut dirapatkan satu demi satu, sehingga membentuk ragam hias yang diinginkan. Lama dan tidaknya pembuatan suatu tenun songket, selain bergantung pada jenis tenunan yang dibuat dan ukurannya, juga kehalusan dan kerumitan motif songketnya. Semakin halus dan rumit motif songketnya, akan semakin lama pengerjaannya. Pembuatan sarung dan atau kain misalnya, bisa memerlukan waktu kurang lebih dua hingga enam bulan. Bahkan, seringkali lebih dari enam bulan karena setiap harinya seorang pengrajin rata-rata hanya dapat menyelesaikan kain sepanjang 5--10 sentimeter. 3.5 Laporan Laba Rugi Bentuk majemuk ( multiple step system ) Laporan yang membedakan antara pendapatan maupun biaya dari usaha di luar usaha 1. Pendapatan dan biaya usaha - Pendapatan usaha - Biaya usaha Laba bersih usaha 2. Pendapatan dan biaya di luar usaha - Pendapatan di luar usaha - Biaya dalam usaha Laba bersih

: Rp.15.000.000 : Rp. 8.000.000 : Rp. 7.000.000 : Rp. 1.500.000 : Rp. 1.000.000 : Rp. 500.000

3.6 Bagan organisasi

Direktur D

Manager A

Manager B

Karyawan

Karyawan

Karyawan

karyawan

3.7 Cara Pemasaran

Melakukan survey dengan terjun langsung kepasar untuk melihat kondisi pasar yang ada ( pembeli dan pesaing ) Melakukan wawancara dengan berbagai pihak yang di anggap memegang peranan penting, missal kepada calon pesaing secara diam-diam. Menyebarkan kuesioner ke berbagai calon honsumen untuk mengetauhi keinginan kebutuhan konsumen saat ini. Menawarkan produk dengan melakukan atau mengikuti bazaar.

Bab IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan Tenun adalah salah satu warisan budaya yang dimiliki bangsa indonesia yang diwariskan oleh bangsabangsa zaman dulu.Tenun 7 masehi mulai di angkat kembali pada tahun 1992.Hingga sekarang,kerajinan tenun masih berjalan yaitu disebuah rumah di jln kerajinan.Dari sanalah kerajinan tenun di hasilkan secara manual dengan menggunakan alat-alat yang tradisional yang mampumenghasilkan tenunan yang bernilai seni tinggi.Dari pembahasan yang diuraikan sebelumnya,dapat di ambil kesimpulan. Tenun merupakan kekayaan budaya yang harus dilestarikan Butuh ketelitian dan kesabaran dalam menenun agar mendapatkankain yang berkualitas tinggi Alat dan Bahan yang digunakan sentral industri masih tradisional Bagi generasi muda yang tertarik dapat belajar langsung di sentarlindustri tersebut 4.2 Saran Adapun saran penulis kepada pembaca setelah membaca makalah ini Diharapkan timbul rasa peduli terhadap warisan budaya dan tertarikuntuk mempelajari Ikut mengembangkan dan melestarikan warisan budaya tenun ini Dan bangkitlah menjadi generasi penerus yang tidak hanya ahli dalamera globalisasi tapi juga bisa memahami warisan bangsa dulu.Demikianlah makalah ini di buat,untuk mengenalkan tenun kepada generasi muda agar warisan bangsa kita tidak hilang begitu saja. Maka bagi generasi muda,hendaklah kita bangkitkan kembali semangat kita danmelestarikan kebudayaan yang ada.Pelajari dan lestarikan agar kekayaan ini tidak hilang.

Anda mungkin juga menyukai