Anda di halaman 1dari 16

1

LEMBAGA INSTRUMENT KEUANGAN SYARIAH

Makalah: PERBANKAN SYARIAH

oleh : Ichsaniar Bakti Putra 10423049

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA 2011

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu faktor penting dalam pembangunan suatu Negara adalah adanya dukungan dari sistem keuangan yang sehat dan stabil, demikian pula dengan Negara Indonesia. Sistem keuangan Negara Indonesia sendiri terdiri dari tiga unsur, yakni sistem moneter, sistem perbankan, dan sistem lembaga keuangan bukan bank (Rumiati, 2002: 1). Perkembangan perekonomian yang semakin kompleks tentunya membutuhkan ketersediaan dan peran serta lembaga keuangan. Kebijakan moneter dan perbankan merupakan bagian dari kebijakan ekonomi yang diarahkan untuk mencapai sasaran pembangunan. Oleh sebab itu, peranan perbankan dalam suatu Negara sangat penting. Tidak ada satu Negara pun yang hidup tanpa memanfaatkan lembaga keuangan (Siamat, 1995: 47). Lembaga keuangan menjadi sangat penting dalam memenuhi kebutuhan dana bagi pihak defisit dana dalam rangka untuk mengembangkan dan memperluas suatu usaha atau bisnis. Lembaga keuangan sebagai lembaga intermediasi berfungsi memperlancar mobilisasi dana dari pihak surplus dana ke pihak defisit dana. Saat ini ada dua jenis lembaga keuangan yaitu lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan bukan bank. Lembaga keuangan bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak, sedangkan lembaga keuangan bukan bank adalah lembaga keuangan yang menghimpun dana dari masyarakat melalui penjualan surat-surat berharga. Bentuk dari lembaga keuangan bukan bank ini adalah : modal ventura, anjak piutang, dana pensiun, dan pegadaian. Lembaga keuangan perbankan merupakan lembaga keuangan yang bertugas menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali ke masyarakat guna 1 memenuhi kebutuhan dana bagi pihak yang membutuhkan, baik untuk kegiatan produktif maupun konsumtif. Lembaga perbankan di Indonesia telah terbagi menjadi dua jenis yaitu, bank yang bersifat konvensional dan bank yang bersifat syariah. Bank yang bersifat konvensional adalah bank yang pelaksanaan operasionalnya menjalankan sistem bunga (interest fee), sedangkan bank yang

bersifat syariah adalah bank yang dalam pelaksanaan operasionalnya menggunakan prinsip-prinsip syariah Islam. Berdasarkan Undang-Undang No 10 Tahun 1998, prinsip syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dengan pihak lain untuk menyimpan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah. Perkembangan perbankan syariah di Indonesia diawali dengan berdirinya Bank Muamalat Indonesia pada 1 November 1991. Pada mulanya perbankan syariah belum mendapat perhatian yang optimal dari pemerintah, hal ini terlihat pada Undang-Undang No 7 tahun 1992 yang belum menjelaskan adanya landasan hukum operasional perbankan syariah. Namun, setelah adanya undang-undang baru yaitu Undang-Undang No 10 tahun 1998 maka bank syariah telah memiliki landasan hukum yang lebih kuat serta jenis-jenis usaha yang dapat dioperasikan oleh bank syariah. Undang-undang tersebut juga memberikan arahan bagi bank-bank konvensional untuk membuka cabang syariah ataupun menkonversi secara total menjadi bank syariah. Dengan diakuinya dua sistem perbankan yaitu perbankan sistem bagi hasil dan sistem konvensional, maka bank syariah semakin berkembang dan mulai dikenal oleh seluruh lapisan masyarakat di Indonesia. Bank yang berdasarkan prinsip syariah seperti halnya bank konvensional, juga berfungsi sebagai suatu lembaga intermediasi (intermediary institution), yaitu mengerahkan dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana tersebut kepada masyarakat yang membutuhkannya dalam bentuk fasilitas pembiayaan. Pembiayaan merupakan salah satu kegiatan utama dan menjadi sumber utama pendapatan bagi bank syariah. Bentuk pembiayaan perbankan berdasarkan prinsip syariah antara lain adalah : berdasarkan prinsip jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati (murabahah), pembelian barang yang diserahkan di kemudian hari sementara pembayarannya dilakukan di muka (salam), pembelian barang yang dilakukan dengan kontrak penjualan yang disepakati (istishna), pemindahan hak guna atas barang dan jasa tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan (ijarah), kerjasama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama menyediakan modal 100%, sedangkan pihak lain menjadi pengelola (mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musharakah), jaminan yang diberikan oleh bank kepada

pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua (kafalah), pengalihan hutang (hawalah), dan pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih dan diminta kembali (qardh) (Antonio: 1999). Dalam menjalankan prinsip syariahnya, bank syariah juga harus menjunjung nilai-nilai keadilan, amanah, kemitraan, transparansi, dan saling menguntungkan baik bagi bank maupun bagi nasabah yang merupakan pilar dalam melakukan aktivitas muamalah. Oleh karena itu, produk layanan perbankan harus disediakan untuk mampu memberikan nilai tambah dalam meningkatkan kesempatan kerja dan kesejahteraan ekonomi masyarakat yang berlandaskan pada nilai-nilai Islam.

BAB II TEORI DAN PEMBAHASAN 2.1. Pengertian Bank dan Bank Syariah Pengertian Bank Bank adalah sebuah tempat di mana uang disimpan dan dipinjamkan. Menurut Undang-undang Negara Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 Tanggal 10 November 1998 tentang perbankan, yang dimaksud dengan bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidur rakyat banyak. Dari pengertian di atas dapat dijelaskan secara lebih luas lagi bahwa bank merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang keuangan, artinya aktivitas perbankan selalu berkaitan dalam bidang keuangan. Pengertian Bank Syariah Dalam Arthesa dan Handiman (2006:77), perbankan umum dengan menggunakan prinsip syariah atau dikenal dengan perbankan syariah dijelaskan dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas UndangUndang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Keberadaan Bank Syariah, menurut UU No. 10/1998: Salah satu bentuk usaha bank adalah menyediakan pembiayaan dan/atau melakukan kegiatan lain berdasarkan prinsip syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Bank syariah adalah bank yang dalam aktivitasnya, baik penghimpunan dana maupun penyaluran dana memberikan imbalan atas dasar prinsip bagi hasil dan jual beli. Adapun perbedaannya dapat dilihat pada tabel 3.1, berikut ini: 19 Tabel 2.1 Perbedaan Bank Konvensional dan Bank Syariah Uraian Bank Konvensional Bank Syariah 1 Landasan Prinsip materialisme Prinsip Syariah (tidak Operasional (bebas nilai) bebas nilai) Komoditi yang Uang hanya sebagai alat diperdagangkan adalah uang tukar Dilarang menggunakan Instrumen imbalan

sistem bunga terhadap pemilik uang ditetapkan di muka menggunakan bunga 2 Peran dan Fungsi Bank Sebagai penghimpun dana masyarakat dan meminjamkan kembali ke masyarakat dalam bentuk kredit dengan imbalan bunga Sebagai penyedia jasa pembayaran Menerapkan hubungan debitur kreditur antara bank dengan nasabah Memakai cara bagi hasil dari keuntungan jasa atas transaksi riil Sebagai penerima dana titipan nasabah Sebagai manager pembiayaan Sebagai investor Sebagai penyedia jasa pembayaran sela tidak bertentangan dengan syariah Sebagai pengelola dana kebajikan, ZIS Menerapkan hubungan kemitraan (investor timbal balik pengelola pembiayaan) Dihadapi bersama antara bank dan nasabah Tidak mengenal negative spread (selisih negatif)

3 Resiko Usaha

Resiko bank tidak ada kaitannya dengan resiko debitur dan sebaliknya

4 Sistem Pengawasan

Antara pendapatan bunga dengan beban bunga dimungkinkan terjadi selisih negatif Tidak adanya nilai-nilai religius Ada Dewan Pengawas Syariah, yang mendasari operasional sehingga operasional bank syariah sehingga aspek moralitas sering tidak menyimpang dari syariah kali dilanggar

2.2 Sejarah Bank Syariah di Indonesia Ide pendirian bank syariah di Indonesia sudah ada sejak tahun 1970. dimana pembicaraan mengenai bank syariah muncul pada seminar hubungan Indonesia Timur Tengah pada tahun 1974 dan pada tahun 1976 dalam seminar yang diselenggarakan oleh Lembaga Studi Ilmu-Ilmu Kemasyarakatan ( LSIK ) dan Yayasan Bhineka Tunggal Ika . Di tingkat internasional,gagasan untuk mendirikan Bank Islam terdapat dalam konferensi negara negara islam di Kuala

Lumpur,Malaysia pada tanggal 21 sampai dengan 27 April 1969 yang diikuti 19 negara peserta. Konferensi tersebut memutuskan beberapa hal yaitu :

1. Tiap keuntungan haruslah tunduk kepada hukum untung dan rugi, jika ia tidak termasuk riba dan riba itu sedikit atau banyak hukumnya haram

2. Diusulkan supaya dibentuk suatu Bank Islam yang bersih dari system riba dalam waktu secepat mungkin. 3. Sementara menunggu berdirinya Bank Islam, bank-bank yang menerapkan bunga diperbolehkan beroperasi. Namun jika benar-benar dalam keadaan darurat. Gagasan berdirinya Bank Islam di Indonesia lebih konkret pada saat lokakarya Bunga Bank dan Perbankan pada tanggal 18-20 Agustus 1990. Ide tersebut ditindaklanjuti dalam Munas IV Majelis Ulama Indonesia ( MUI ) di hotel Sahid tanggal 22-25 Agustus 1990. Setelah itu, MUI membentuk suatu Tim Steering Committee yang diketuai oleh Dr.Ir.Amin Aziz. Tim ini bertugas untuk mempersiapkan segala sesuatu yang berkaitan dengan berdirinya Bank Islam di Indonesia. Tim Mui ternyata dapat melaksanakan tugasnya dengan baik, tebukti dalam waktu 1 tahun sejak ide berdirinya Bank Islam tersebut, dukungan umat Islam dari berbagai pihak sangat kuat. Setelah semua persyaratan terpenuhi pada tanggal 1 November 1991 dilakukan penandatanganan akte pendirian Bank Muamalat Indonesia ( BMI ) di Sahid Jaya Hotel dengan akte Notaris Yudo Paripurno,S.H dengan izin Menteri Kehakiman No.C.2.2413 HT.01.01. Akhirnya, dengan izin prinsip Surat Menteri Keuangan Republik Indonesia

No.1223/MK.013/1991 tanggal 5 November 1991 BMI bias memulai operasi untuk melayani kebutuhan masyarakat melalui jasa-jasanya.

Setelah BMI mulai beroperasi sebagai bank yang menerapkan prinsip syariah di

Indonesia, frekuensi kegairahan umat Islam untuk menetapkan dan mempraktikan system syariah dalam kehidupan berekonomi sehari-hari menjadi tinggi. Setelah lahirnya BMI, kini di masa reformasi ,telah beroperasi pula lembaga-lembaga perbankan konvensional yang menerapkan prinsip-prinsip syariah, baik yang dimiliki pemerintah maupun swasta. Kemunculan bank-bank syariah baru, seperti Bank IFI Cabang Syariah,Bank Syariah Mandiri,Bank BNI Divisi Syariah sebenarnya tidak terlepas dari peristiwa krisis moneter yang cukup parah sejak 1998 atau pasca-likuidasi ratusan bank konvesional, karena pengelolaanya yang menyimpang. 2.3 Produk-produk Bank Syariah Martono (2002 : 96) menyatakan pengembangan produk perbankan syariah dikelompokkan menjadi 3 (tiga) kelompok, yaitu : 1). Produk penghimpunan dana, dimana penghimpunan dana dari masyarakat oleh perbankan syariah dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut :
a) Prinsip Al-Wadiah

Prinsip ini dapat diartikan sebagai titipan murni dan merupakan perjanjian yang bersifat saling percaya atau dilaksanakan atas dasar kepercayaan semata atau merupakan perjanjian antara pemilik barang dengan penyimpan dimana pihak penyimpan bersedia menyimpan dan menjaga keselamatan barang yang dititipkan kepadanya.
b) Prinsip Al-Mudharabah

Al-mudharabah merupakan perjanjian antara pemilik modal (shahibul mal) dengan pengusaha (mudharib). Dalam perjanjian ini pemilik modal bersedia membiayai sepenuhnya suatu proyek atau usaha dan pengusaha setuju untuk

mengelola proyek tersebut dengan pembagian hasil sesuai dengan perjanjian.


c) Prinsip Al-Qard Ul Hasan

Prinsip ini merupakan prinsip dimana pemilik dana (masyarakat) memberikan fasilitas dananya kepada bank (penerima dana) dimana pemilik dana tidak mengharapkan imbalan atas dana yang diberikan. Penerima dana atas prinsip al qard ul hasan dapat berupa zakat, infaq, dan shadaqah. 2). Produk penyaluran dana, dimana penyaluran dana kepada masyarakat oleh perbankan syariah berdasarkan prinsip-prinsip (2002 : 99)sebagai berikut :
a) Prinsip Al-Mudharabah

Prinsip ini adalah perjanjian usaha antara pemilik modal (bank) dan pengusaha, dimana pemilik modal menyediakan seluruh dana yang diperlukan dan pihak pengusaha melakukan pengelolaan atas usaha
b) Prinsip Al-Musharakah

Prinsip ini adalah perjanjian kerjasama antara dua pihak atau lebih dalam suatu usaha atau proyek tertentu, dimana masing-masing pihak berhak atas segala keuntungan dan bertanggungjawab atas segala kerugian yang terjadi sesuai dengan penyertaan masing-masing.
c) Prinsip Al-Murabahah

Murabahah adalah menjual dengan harga asal atau harga pokok ditambah dengan margin keuntungan yang disepakati. Dalam prinsip murabahah, bank membiayai pembelian barang yang diperlukan nasabah dengan sistem pembayaran kemudian.
d) Prinsip Al-Bai Bithman Ajil

10

Prinsip al bai bithman ajil merupakan pengembangan dari prinsip murabahah. Jadi, pihak bank membiayai pembelian barang yang diperlukan nasabah dengan sistem pembayaran angsuran.
e) Prinsip Al-Ijarah

Al-ijarah merupakan pembiayaan bank untuk pengadaan barang ditambah keuntungan yang disepakati dengan sistem pembayaran sewa tanpa diakhiri dengan pemilikan.
f) Prinsip Al-Baiu Tajiri

Al-baiu tajiri merupakan pembiayaan bank untuk pengadaan barang ditambah keuntungan yang disepakati dengan sistem pembayaran sewa yang diakhiri dengan kepemilikan.
g) Prinsip Al-Bai Dayn

Al-bai dayn merupakan jual-beli dengan cara diskonto atas piutang atau tagihan yang berasal dari transaksi jual-beli barang dan/jasa. 3). Produk jasa, dimana pelayanan jasa yang ditawarkan bank syariah (Martono, 2002 : 103) antara lain :
a) Prinsip Al-Kafalah

Pada jasa al-kafalah bank memberikan garansi/jaminan atas permintaan nasabah antara lain untuk menjamin pelaksanaan proyek dan pemenuhan kewajiban tertentu oleh pihak yang dijamin.
b) Prinsip Al-Hiwalah

Prinsip al-hiwalah merupakan proses perpindahan tanggung jawab pembayaran hutang atau transaksi pengalihan utang piutang.
c) Prinsip Al-Wakalah

11

Al-wakalah yaitu nasabah memberi kuasa kepada bank untuk mewakili dirinya melakukan pekerjaan jasa tertentu, seperti transfer dan sebagainya
d) Prinsip Al-Sharf

Al-sharf berhubungan dengan kegiatan pertukaran mata uang.

Menurut Pasal 2 UU 21 Tahun 2008, perbankan syariah dalam melakukan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah, demokrasi ekokomi, dan prinsip kehati-hatian. Dalam penjelasan Pasal 2 dikemukakan kegiatan usaha yang berasaskan berikut ini: 1. Prinsip syariah, antara lain kegiatan usaha yang tidak mengandung unsur: a. Riba, yaitu penambahan pendapatan secara tidak sah antara lain dalam transaksi pertukaran barang sejenis yang tidak sama kualitas,kuantitas, dan waktu penyerahan ( fadhl), atau dalam transaksi pinjam meminjam yang mempersyaratkan nasabah penerima fasilitas mengembalikan dana yang diterima melebihi pokok pinjaman karena berjalannya waktu ( nasiah ) b. Maisir, yaitu transaksi yang digantungkan kepada suatu keadaan yang tidak pasti dan bersifat untung-untungan. c. Gharar, yaitu transaksi yang objeknya tidak jelas, tidak memiliki, tidak diketahui keberadaanya, atau tidak dapat diserahkan pada saat transaksi dilakukan, kecuali diatur lain dalam syariah d. Haram, yaitu transaksi yang objeknya dilarang dalam syariah e. Zalim, yaitu transaksi yang menimbulkan ketidakadilan bagi pihak lainnya. 2. Demokrasi ekonomi adalah kegiatan ekonomi syariah yang mengandung nilai keadilan, kebersamaan, pemerataan, dan kemanfaatan.

12

3. Prinsip kehati-hatian adalah pedoman pengelolaan bank yang wajib dianut guna mewujudkan perbankan yang sehat, kuat, dan efisien, sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Disamping itu kegiatan usaha perbankan syariah diatur pasal 36-37 PBI No.6/24 /PBI/2004. Agar memudahkan pemahaman, secara garis besar kegiatan usaha perbankan syariah meliputi 9 ( sembilan ) fungsi berikut ini : 1. Penghimpunan Dana 2. Penyaluran dana ( langsung dan tidak langsung ) 3. Jasa pelayanan perbankan 4. Berkaitan dengan surat berharga 5. Lalu lintas keuangan dan pembayaran Money transfer, inkaso, kartu debet/charge card, valuta asing ( sharf ) 6. Berkaitan pasar modal 7. Investasi 8. Dana Pensiun 9. Sosial 2.4 Pengelolaan dan Pengawasan Bank Syariah Bank Syariah, selain berfungsi menjembatani antara pihak yang kelebihan dana dengan pihak yang membutuhkan dana, juga secara khusus mempunyai fungsi amanah. Untuk menjaga fungsi amanah tersebut, perlu adanya pengawasan yang melekat pada setiap orang yang terlibat di dalam aktivitas perbankan berupa motivasi keagamaan maupun pengawasan melalui kelembagaan. Supaya upaya pengendalian, meskipun suatu lembaga telah menyandang nama syariah, namun tidak tertutup kemungkinan dalam menjalankan usahanya menyimpang dari nama yang disandang tersebut. Di dalam menjalankan usahanya, bank berdasarkan prinsip-prinsip syariah berupaya menjaga dan memelihara agar prinsip-prinsip syariah tersebut tetap terpelihara dalam operasionalnya. Di dalam menjalankan fungsi kelembagaan agar operasional Bank Syariah tidak menyimpang dari tuntutan syariah Islam, maka diadakan Dewan

13

Pengawas Syariah yang tidak terdapat di dalam bank-bank konvesional. Dewan pengawas syariah adalah suatu lembaga dewan yang dibentuk untuk mengawasi jalannya Bank Syariah agar di dalam operasionalnya tidak menyimpang dari prinsip-prinsip muamalah menurut Islam. Dewan pengawas syariah biasanya ditempatkan pada posisi setingkat dewan komisaris pada setiap bank. Anggota dewan syariah ditetapkan oleh rapa pemegang saham dari calon yang telah mendapat rekomendasi dari Dewan Syariah Nasional. Dewan syariah bertugas meneliti produk-produk baru bank syariah dan memberikan rekomendasi terhadap produk-produk baru tersebut serta membuat surat pernyataan bahwa bank yang diawasinya masih tetap menjalankan usaha berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Dewan pengawas syariah juga bertugas untuk mendiskusikan masalah-masalah dan transaksi bisnis yang diajukan kepada dewan sehingga dapat ditentukan tentang sesuai atau tidaknya masalah-masalah tersebut dnegan ketentuan-ketentuan syariah Islam. Adapun wewenang Dewan Pengawas Syariah adalah : 1. Memberikan pedoman secara garis besar tentang aspek syariah dari operasional Bank Syariah, baik penyerahan dana,penyaluran dana maupun kegiatan-kegiatan bank lainnya. 2. Mengadakan perbaikan terhadap suatu produk Bank Syariah yang telah atau sedang berjalan. Namun, dinilai pelaksanaanya bertentangan ketentuan syariah. Keberhasilan pelaksanaan tugas dan wewenang dewan syariah sangat tergantung kepada independesinya di dalam membuat suatu putusan atau penilaian yang dibutuhkan. Independasi dewan ini diharapkan dapat dijamin karena : - Mereka bukan staf bank, sehingga tidak tunduk di bawah kekuasaan administratif - Mereka dipilih oleh Rapat Umum Pemegang Saham, demikian juga penentuan tentang honorariumnya - Dewan pengawas mempunyai sistem kerja dan tugas-tugas khusus seperti halnya Badan Pengawas lainnya.

14

Selain Dewan Pengawas Syariah, pada tingkat nasional ada pula Dewan Syariah Nasional ( DSN ). Tugas lembaga ini antara lain, adalah sebagai berikut : 1. Mengawasi produk-produk lembaga keuangan syariah, seperti bank syariah, asuransi syariah, reksadana syariah, modal ventura, dan lain-lain 2. Meneliti dan memberi fatwa terhadap produk-produk yang akan dikembangkan pada bank-bank syariah yang diajukan manajemen bank yang bersangkutan setelah mendapat rekomendasi dari dewan pengawas syariah, 3. Mengeluarkan pedoman yang akan digunakan oleh dewan pengawas syariah dalam mengawasi bank-bank syariah 4. Merekomendasikann para ulama yang akan ditugaskan menjadi anggota dewan pengawas syariah.

15

BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Bank syariah adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Perbankan syariah dalam melakukan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah, demokrasi ekokomi, dan prinsip kehati-hatian. Di dalam bank syariah terdapat suatu badan yang tidak ada di dalam bank-bank konvesional yaitu Dewan Pengawas Syariah. Dewan ini memiliki tugas untuk meneliti produk-produk baru bank syariah dan memberikan rekomendasi terhadap produk-produk baru tersebut serta membuat surat pernyataan bahwa bank yang diawasinya masih tetap menjalankan usaha berdasarkan prinsipprinsip syariah. Bagi perusahaan Pebankan Syariah diharapkan senantiasa mengamati perkembangan Praktik Perbankan Syariah, sehingga dengan cepat dapat memahami kebutuhan bank-bank syariah, terutama dalam peraturan serta pedoman yang diperlukan sebagai dasar lembaga keuangan syariah.

16

DAFTAR RUJUKAN

Dahlan Siamat, 1995, Manajemen Lembaga Keuangan, Jakarta. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indinesia. Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). 2004. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 59. Jakarta : Ikatan Akuntan Indonesia. Martono. 2004. Bank dan Lembaga Keuangan Lain. Cetakan ke-3. Yogyakarta: Ekonisia. Muhamad Syafii Antonio, 1999, Bank Syariah Suatu Pengenalan Umum, Jakarta: Tazkia Institut Rumiati. 2002. Sistem Informasi Keuangan. Bandung : Citra Aditya Bakti www. Edukasi .net, 16 Maret 2009

Anda mungkin juga menyukai