Anda di halaman 1dari 9

KER JAWA BARAT tahun 2007 triwulan 1

Kegiatan intermediasi di Jawa Barat pada triwulan II-2007 diperkirakan meningkat dibandingkan triwulan I-2007, sejalan dengan penurunan BI Rate dan implementasi kebijakan relaksasi kredit oleh Bank Indonesia, serta membaiknya kondisi makroekonomi Jawa Barat. Dari sisi permintaan, faktor pendorong permintaan kredit antara lain adalah tumbuhnya perekonomian Jawa Barat dan optimisme peningkatan ekspor Jawa Barat. Dari sisi penawaran, penurunan suku bunga kredit yang mengikuti penurunan BI Rate, mendorong perbankan untuk lebih ekspansif dalam menyalurkan kreditnya ke sektor riil. Pertumbuhan penyaluran kredit terbesar diperkirakan terjadi pada sektor PHR dan sektor industri. Sementara itu, penghimpunan DPK diperkirakan tumbuh lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya. Produk simpanan deposito tetap menjadi pilihan penabung, walaupun suku bunga yang ditawarkan semakin menurun. Hal ini disebabkan karena faktor fleksibilitas dan kemudahan pelayanan yang diberikan oleh perbankan kepada nasabahnya. Selain itu, bertambahnya pendapatan masyarakat seiring dengan meningkatnya aktivitas perekonomian di Jawa Barat, merupakan pangsa yang potensial bagi penawaran produkproduk simpanan perbankan. Penurunan BI Rate sebesar 75 basis poin, dari 9,75% pada bulan Desember 2006 menjadi 9% pada bulan Maret 2007, mendorong peningkatan penyaluran kredit atau pembiayaan perbankan (bank umum, bank syariah, bank perkreditan rakyat, dan bank perkreditan rakyat syariah) di Jawa Barat. Penyaluran kredit pada triwulan I-2007 mencapai Rp81,60 triliun, meningkat 2,45% (qtq) dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Penurunan penghimpunan DPK dialami oleh semua jenis bank, dimana penurunan terbesar dialami oleh bank swasta, yang mencapai Rp1,08 triliun. Sementara itu, pada bank pemerintah dan bank asing serta campuran, penurunan DPK masing-masing hanya sebesar Rp290,48 miliar dan Rp150,48 miliar. Dilihat dari jenis simpanan, penurunan DPK terjadi pada deposito dan tabungan, sedangkan simpanan giro masih meningkat. Peningkatan penyaluran kredit yang diikuti dengan penurunan penghimpunan DPK tersebut, mengakibatkan rasio LDR meningkat menjadi 63,60% pada triwulan I-2007 (Grafik 3.3). KER JAWA BARAT tahun 2007 triwulan II Kegiatan intermediasi perbankan di Jawa Barat pada triwulan II- 2007 menunjukkan peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Penyaluran kredit oleh bank umum konvensional di Jawa Barat pada triwulan II-2007 tumbuh 6,36% (qtq) menjadi Rp62,39 triliun, lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang sebesar Rp58,67 triliun Begitu juga dengan penghimpunan dan pihak ketiga (DPK) meningkat 3,86%, menjadi Rp95,80 triliun. Peningkatan penyaluran kredit yang lebih tinggi dibandingkan dengan peningkatan penghimpunan DPK menyebabkan rasio kredit terhadap DPK ( atau LDR) bank umum konvensional di Jawa Barat meningkat dari 63,60% menjadi 65,13%. Peningkatan LDR ini diikuti oleh membaiknya rasio kredit bermasalah ( atau NPL), dari 4,31% pada triwulan sebelumnya menjadi 4,13% pada triwulan laporan. KER JAWA BARAT tahun 2007 triwulan III
Secara umum kinerja perbankan di Jawa Barat pada triwulan III-2007 terus menunjukkan peningkatan, baik secara triwulanan maupun secara tahunan. Hal ini tercermin dari meningkatnya total aset, dana masyarakat yang dihimpun, outstanding kredit berdasarkan bank pelapor maupun lokasi proyek, serta membaiknya loan to deposit ratio (LDR) dan kualitas kredit (non performing loan/NPL).

Secara triwulanan, kinerja bank umum konvensional di Jawa Barat, bank umum syariah, bank umum yang berkantor pusat di wilayah kerja KBI Bandung dan BPR/S di Jawa Barat menunjukkan pertumbuhan yang positif walaupun lebih lambat dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan sebelumnya. Dana pihak ketiga (DPK) yang dihimpun bank umum di Jawa Barat tumbuh positif walapun peningkatannya masih belum signifikan atau lebih rendah dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya. Faktor yang mempengaruhi lambatnya pertumbuhan tersebut diperkirakan adalah dampak dari semakin turunnya suku bunga simpanan serta semakin beragamnya jenis investasi lain yang menawarkan return lebih baik. Salah satu diantaranya adalah penerbitan obligasi ritel ORI003. Dari penjualan perdana obligasi dengan suku bunga 9,4% untuk jangka waktu 4 tahun tersebut, pemerintah menyerap dana sebesar Rp9,367 triliun. Jumlah pembelian di Indonesia bagian Barat mencapai Rp8,762 triliun dengan jumlah investor sebanyak 21.110 orang. Sementara itu, kredit yang disalurkan tumbuh lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan DPK. Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tersebut adalah kondisi perekonomian yang relatif stabil sehingga kebutuhan dunia usaha dan pembiayaan konsumsi masyarakat meningkat. Selain itu, di akhir triwulan sudah memasuki bulan Ramadhan dimana seperti biasanya kebutuhan konsumsi masyarakat mengalami peningkatan. Berbeda dengan penyaluran kredit MKM berdasarkan lokasi bank, outstanding kredit MKM posisi Agustus 2007 berdasarkan lokasi proyek menunjukkan angka penyaluran yang lebih tinggi. Hal ini berarti sebagian Kredit MKM di Jawa Barat dibiayai oleh perbankan diluar Jawa Barat. Kredit MKM berdasarkan lokasi proyek di Jawa Barat pada posisi akhir bulan Agustus 2007 mencapai Rp72,60 triliun, sedangkan jumlah kredit MKM yang disalurkan perbankan di Jawa Barat hanya Rp52,84 triliun. Sementara itu, dalam rangka meningkatkan akses kredit kepada UMKM, serta sesuai dengan Inpres No. 6 tahun 2007 tentang kebijakan percepatan pengembangan sektor riil dan pembedayaan usaha mikro, kecil dan menengah, Bank Indonesia berupaya memfasilitasi pembentukan skim penjaminan kredit daerah. Untuk Provinsi Jawa Barat, Kantor Bank Indonesia Bandung bekerjasama dengan Fakultas Ekonomi Universitas Islam Bandung melakukan kajian mengenai skim penjaminan kredit daerah di beberapa kabupaten dan kota di Jawa Barat. Kajian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran mengenai skim penjaminan kredit kepada UMKM yang sesuai dengan kondisi daerah. Kajian ini direncanakan akan selesai pada akhir tahun 2007.

KER JAWA BARAT tahun 2007 triwulan IV


Secara umum kegiatan intermediasi perbankan di Jawa Barat pada triwulan IV-2007 menunjukkan peningkatan baik secara triwulanan maupun tahunan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Peningkatan terjadi pada bank umum konvensional, bank umum syariah, bank yang berkantor pusat di Bandung serta BPR/S.
DPK tumbuh signifikan, penyaluran kredit tetap tumbuh walaupun melambat.

Peningkatan pada bank umum konvesional didorong oleh peningkatan yang cukup signifikan dari penghimpunan dana pihak ketiga. Pada triwulan IV-2007 DPK tumbuh 10,08% (qtq) atau 12,60% (yoy) menjadi Rp105,57 triliun. Sementara itu penyaluran kredit tumbuh 5,61% (qtq) atau 20,73% (yoy) menjadi Rp69,74 triliun, sedikit melambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Perkembangan penyaluran

kredit yang melambat disertai dengan peningkatan penghimpunan DPK yang tinggi menyebabkan rasio kredit terhadap DPK (loan to deposit ratio atau LDR) bank umum konvensional di Jawa Barat turun dari 68,85% menjadi 66,06%. Di lain pihak, rasio kredit bermasalah kotor (gross non performing loan atau gross NPL) terus menunjukkan perbaikan, dari 4,13% pada triwulan sebelumnya menjadi 3,81% pada triwulan laporan. Dana pihak ketiga (DPK) yang dihimpun bank umum di Jawa Barat tumbuh cukup signifikan dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya. Pertumbuhan ini merupakan yang tertinggi sepanjang tahun 2007. Faktor yang mempengaruhi tingginya pertumbuhan tersebut diperkirakan adalah semakin gencarnya perbankan melakukan promosi untuk menggaet nasabah. Sementara itu, kredit yang disalurkan tetap tumbuh walaupun lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan DPK. Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tersebut adalah kondisi perekonomian yang relatif stabil sehingga kebutuhan dunia usaha dan pembiayaan konsumsi masyarakat meningkat. Selain itu, di awal triwulan merupakan hari Raya Idul Fitri dimana seperti biasanya kebutuhan konsumsi masyarakat mengalami peningkatan, sedangkan di akhir triwulan, perbankan biasanya lebih ekspansif untuk mencapai target penyaluran kreditnya di akhir tahun. Kenaikan DPK yang tinggi serta melambat pertumbuhan kredit menyebabkan LDR bank umum di Jawa Barat mengalami penurunan dari 68,85% pada triwulan III-2007 menjadi 66,06% pada triwulan laporan. Sementara itu, kualitas kredit baik secara nominal maupun persentasenya membaik. Hal ini diindikasikan oleh penurunan persentase gross NPL mengalami penurunan dari 3,81% menjadi 3,44%. KER JAWA BARAT tahun 2008 triwulan I Perkembangan perbankan di Jawa Barat pada triwulan I-2008 relatif mengalami penurunan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, namun jika dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun 2007, tetap mengalami pertumbuhan meski melambat. Hal ini tercermin dari menurunnya beberapa indikator seperti aset, DPK dan meningkatnya risiko kredit, sedangkan kredit/pembiayaan yang disalurkan masih tetap menunjukkan pertumbuhan. Kondisi turunnya DPK dan sementara di sisi lain kredit tetap tumbuh mengakibatkan LDR perbankan meningkat jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Sebagian besar aset perbankan (94%) di Jawa Barat merupakan aset bank umum konvensional. Sementara itu, sisanya sebesar 6% berasal dari aset bank umum syariah dan BPR/S dengan porsi masing-masing 3%. Perkembangan bank umum konvensional pada triwulan I-2008 menurun dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Namun secara tahunan masih tetap menunjukkan pertumbuhan meski melambat. Sementara itu, perkembangan bank umum syariah dan BPR/S di Jawa Barat sampai dengan triwulan I-2008, tetap mengalami pertumbuhan, baik secara triwulanan maupun tahunan. Dana pihak ketiga (DPK) yang dihimpun bank umum konvensional di Jawa Barat mengalami penurunan dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya. Perkembangan ini didorong oleh penurunan jenis simpanan deposito dan tabungan, sedangkan giro tetap naik. Faktor yang mempengaruhi penurunan tersebut diperkirakan antara lain oleh semakin beragamnya produk investasi yang ditawarkan sehingga masyarakat penabung lebih memilih produk investasi yang lain. Sebaliknya, outstanding kredit yang disalurkan sampai dengan triwulan I-2008 mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Namun demikian, laju pertumbuhan outstanding kredit secara triwulanan (qtq) maupun tahunan (yoy) pada periode triwulan laporan masih lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Sementara itu, penyaluran kredit masih tetap tumbuh didorong oleh tingginya kebutuhan pembiayaan dari dunia usaha. Kenaikan pertumbuhan kredit yang disertai dengan menurunnya pertumbuhan DPK mengakibatkan LDR bank umum di Jawa Barat naik dari 66,06% di triwulan IV menjadi 69,75% pada triwulan I-2008. Sementara itu risiko kredit pada triwulan laporan meningkat. Hal ini tercermin dari meningkatnya persentase jumlah kredit bermasalah.

KER JAWA BARAT tahun 2008 triwulan II Perkembangan perbankan di Jawa Barat pada triwulan II-2008 mengalami peningkatan baik dibandingkan dengan triwulan sebelumnya maupun dengan triwulan yang sama tahun 2007, dengan tingkat pertumbuhan yang lebih tinggi. Hal ini tercermin dari pertumbuhan beberapa indikator seperti aset, DPK dan kredit, yang lebih pesat baik secara triwulanan (qtq) maupun tahunan (yoy). Sebagian besar aset perbankan (94%) di Jawa Barat merupakan aset bank umum konvensional. Sementara itu, sisanya sebesar 6% berasal dari aset bank umum syariah dan BPR/S dengan porsi masing-masing 3%. Perkembangan bank umum konvensional, bank umum syariah dan BPR/S di Jawa Barat pada triwulan II-2008 meningkat baik secara triwulanan maupun tahunan. Dana pihak ketiga (DPK) yang dihimpun bank umum konvensional di Jawa Barat pada triwulan ini kembali mengalami pertumbuhan positif setelah pada triwulan sebelumnya mengalami penurunan. Pertumbuhan positif terjadi pada semua jenis simpanan, terutama tabungan. Peningkatan DPK tersebut, khususnya pertumbuhan produk tabungan, diperkirakan terkait dengan kegiatan promosi oleh perbankan dalam rangka meningkatkan penghimpunan DPK. Demikian pula halnya dengan penyaluran kredit juga mengalami peningkatan yang relatif tinggi jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Outstanding kredit tumbuh lebih tinggi jika dibandingkan dengan pertumbuhan kredit pada triwulan sebelumnya dan triwulan yang sama pada tahun sebelumnya. Tingginya pertumbuhan kredit tersebut didorong oleh pembiayaan perbankan untuk kegiatan usaha produktif, sebagaimana tercermin pada tingginya pertumbuhan kredit modal kerja dan kredit investasi baik secara triwulanan (qtq) maupun tahunan (yoy) Meningkatnya kegiatan penghimpunan dana (DPK) dan penyaluran kredit yang relatif tinggi pada triwulan ini, mendorong LDR bank umum di Jawa Barat naik dari 69,75% pada triwulan I2008 menjadi 73,52% pada triwulan II-2008. Penyaluran kredit yang relatif tinggi selanjutnya berpengaruh pada penurunan rasio NPL (gross) dari 3,78% pada triwulan I-2008 menjadi 3,63% pada triwulan II-2008. Perkembangan bank umum konvensional di Jawa Barat pada triwulan laporan menunjukkan peningkatan yang berarti, baik dibandingkan dengan triwulan sebelumnya maupun triwulan yang sama tahun sebelumnya. Hal ini ditunjukkan oleh membaiknya perkembangan semua indikator, yaitu meningkatnya total aset, DPK, kredit, dan rasio LDR, serta menurunnya rasio NPL.

Outstanding kredit Mikro Kecil dan Menengah (MKM) yang disalurkan oleh perbankan di Jawa Barat tumbuh 8,86% (qtq) atau 21,09% (yoy) menjadi Rp60,77 triliun. Sementara itu, outstanding kredit MKM yang disalurkan bank umum konvensional berdasarkan lokasi proyek (posisi bulan Mei 2008) tumbuh sebesar 6,17% (qtq) atau 26,24% (yoy) mencapai posisi Rp85,78 triliun. Peningkatan DPK dan outstanding kredit yang relatif tinggi, dengan pertumbuhan kredit yang lebih pesat dibandingkan pertumbuhan DPK, mengakibatkan loan to deposit ratio (LDR) pada triwulan II-2008 meningkat dari 69,76% menjadi 73,52% angka penyaluran kredit, termasuk didalamnya pemberian kredit baru selama triwulan laporan sebesar Rp18,39 triliun, telah

mengakibatkan terjadinya penurunan persentase kredit bermasalah, sebagaimana terlihat dari angka rasio NPL (Gross) yang turun dari 3,78% menjadi 3,63%, meskipun secara nominal kredit bermasalah naik sedikit dari Rp2,68 triliun menjadi Rp2,83 triliun.

1.2.5. PERKEMBANGAN KREDIT MIKRO, KECIL DAN MENENGAH (MKM)


Penyaluran kredit mikro, kecil dan menengah (MKM) oleh bank umum konvensional di Jawa Barat pada triwulan II-2008, tumbuh 8,86% (qtq) atau tumbuh 21,09%(yoy) menjadi Rp60,77 triliun. Peningkatan ini sedikit lebih rendah dibandingkan dengan peningkatan total penyaluran kredit bank umum konvensional yang tumbuh 9,78 (qtq) atau tumbuh 24,88 (yoy), sehingga porsi kredit MKM terhadap total kredit mengalami sedikit penurunan dari 78,65% pada triwulan I-2008 menjadi 77,99% pada triwulan II-2008. Bank pemerintah di Jawa Barat menyalurkan lebih dari setengah total kredit MKM (55%), sedangkan bank swasta dan bank asing campuran menyalurkan masing-masing sebesar 43% dan 2% (grafik 3.18). Sekitar 78% dari porsi kredit MKM tersebut merupakan kredit modal kerja (36%) dan investasi (6%), sedangkan 58% dari porsi kredit MKM merupakan kredit konsumsi (Grafik 3.19). Menurut skala kreditnya, 41,57% kredit MKM disalurkan dalam bentuk kredit mikro, tumbuh 4,46% (qtq) atau 8,83% (yoy) mencapai Rp25,26 triliun, sedangkan untuk kredit kecil dengan pangsa 30,62%, tumbuh 13,62% (qtq) atau 32,44% (yoy) menjadi Rp18,61 triliun, dan kredit menengah dengan pangsa 27,81%, tumbuh 10.75% (qtq) atau 30,79% (yoy) menjadi Rp16,90 triliun (Grafik 3.20)

KER JAWA BARAT tahun 2009 triwulan I

Perkembangan berbagai indikator perbankan di Jawa Barat pada triwulan I-2009 masih tumbuh cukup baik di tengah tekanan dampak krisis keuangan global. Secara tahunan, beberapa indikator utama perbankan seperti total aset dan Dana Pihak Ketiga (DPK) tumbuh lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan sebelumnya, sedangkan outstanding kredit mengalami perlambatan. Secara triwulanan (qtq), aset, DPK maupun outstanding kredit tumbuh melambat. Dengan kondisi tersebut, Loan to Deposit Ratio (LDR) perbankan di Jawa Barat sedikit mengalami penurunan. Di sisi lain, seiring dengan semakin melambatnya pertumbuhan ekonomi, risiko kredit bermasalah (NPL) perbankan di Jawa Barat semakin meningkat. Sementara itu, ekses likuiditas berupa penempatan bank pada Sertifikat Bank Indonesia (SBI) terus menunjukkan peningkatan seiring dengan melambatnya penyaluran kredit. Penurunan suku bunga acuan (BI rate) direspon secara terbatas oleh perbankan di Jawa Barat. Hal ini terlihat dari perkembangan suku bunga simpanan maupun suku bunga kredit yang relatif tidak banyak berubah. Tingginya biaya penghimpunan dana serta masih melemahnya permintaan kredit diperkirakan merupakan penyebab lambatnya penurunan suku bunga kredit maupun suku bunga simpanan perbankan. Pertumbuhan kredit yang disalurkan bank umum konvensional di Jawa Barat pada triwulan I-2009 mengalami perlambatan seiring dengan meningkatnya tekanan karena memburuknya perekonomian. Outstanding kredit yang disalurkan sampai dengan posisi Maret 2009 tumbuh 0,27% (qtq) atau 23,40% (yoy) menjadi Rp87,58 triliun. Pertumbuhan tersebut lebih rendah dibandingkan dengan triwulan IV-2008 yang mencapai 5,41% (qtq) atau 25,25% (yoy). Melambatnya pertumbuhan kredit diindikasikan terkait dengan kebijakan kredit perbankan yang lebih ketat seiring dengan masih tingginya persepsi risiko kredit.

Seiring dengan perlambatan pertumbuhan kredit, pada triwulan I-2009, persetujuan plafon kredit baru mengalami penurunan yakni sebesar 5,99% (qtq) atau 31,96% (yoy) menjadi Rp9,27 triliun. Berdasarkan jenis penggunaan, persetujuan plafon untuk kredit konsumsi mengalami pertumbuhan sebesar 2,78% (qtq) atau 13,80% (yoy) menjadi Rp4,54 triliun, sedangkan kredit modal kerja dan investasi mengalami penurunan baik secara triwulanan maupun tahunan. Secara triwulanan, persetujuan plafon untuk kredit modal kerja dan investasi mengalami penurunan masing-masing sebesar 10,68% (qtq) dan 25,49% menjadi masing-masing Rp4,06 triliun dan Rp0,67 triliun. Sementara secara tahunan, kedua jenis kredit tersebut mengalami penurunan masing-masing sebesar 51,28% dan 48,54%. Kredit MKM (Mikro, Kecil dan Menengah) yang disalurkan bank umum di Jawa Barat pada triwulan I-2009 mencapai Rp66,18 triliun atau 75,57% dari total kredit. Seperti halnya yang dialami kredit secara keseluruhan, pertumbuhan kredit MKM mengalami perlambatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada triwulan I-2009, kredit MKM tumbuh 1,39% (qtq) atau 18,56% (yoy). Jika dilihat berdasarkan skala nominalnya, kredit mikro (di bawah Rp50 juta) memiliki pangsa 40%, kredit kecil (di atas Rp50 juta di bawah Rp500 juta) pangsanya mencapai 33%, dan sisanya 27% merupakan kredit menengah (di atas Rp500 juta di bawah Rp5 miliar). Sementara itu, berdasarkan jenis penggunaannya, kredit MKM masih didominasi oleh kredit konsumsi dengan pangsa sebesar 58% sedangkan sisanya sebesar 42% merupakan kredit produktif (modal kerja dan investasi).

KER JAWA BARAT tahun 2009 triwulan III

Secara umum perkembangan perbankan di Jawa Barat pada triwulan III-2009 masih mengalami perlambatan. Hal ini terlihat dari berbagai indikator seperti aset dan outstanding kredit, yang secara tahunan (yoy) tumbuh lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Di sisi lain, Dana Pihak Ketiga (DPK) tumbuh sedikit lebih tinggi. Sementara itu, secara triwulanan (qtq) baik aset, outstanding kredit maupun DPK mengalami perlambatan. Pada triwulan III-2009 kredit tumbuh lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan DPK sehingga Loan to Deposit Ratio (LDR) perbankan di Jawa Barat masih mengalami sedikit peningkatan. Di sisi lain, risiko kredit masih dalam batas yang relatif aman. Hal ini terlihat dari persentase jumlah kredit bermasalah yang mengalami penurunan. Sementara itu, ekses likuiditas berupa penempatan bank pada Sertifikat Bank Indonesia (SBI) oleh perbankan di Jawa Barat mengalami penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya.

Sebagaimana pada dua triwulan sebelumnya, pertumbuhan kredit pada triwulan III-2009 masih mengalami tren perlambatan. Outstanding kredit yang disalurkan sampai dengan posisi September 2009 adalah sebesar Rp97,15 triliun. Secara tahunan, kredit tumbuh 17,25% (yoy) lebih lambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang sebesar 22,51%. Sementara itu, secara triwulanan, kredit tumbuh 1,78% (qtq) atau lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 8,99%(qtq). Perlambatan kredit tersebut diperkirakan sebagai akibat dari masih belum kuatnya permintaan kredit seiring dengan kondisi perekonomian yang belum sepenuhnya pulih. Secara umum perkembangan perbankan di Jawa Barat pada triwulan III-2009 masih mengalami perlambatan. Hal ini terlihat dari berbagai indikator seperti aset dan outstanding kredit, yang secara

Kredit yang disalurkan tumbuh melambat dibandingkan triwulan sebelumnya

tahunan (yoy) tumbuh lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Sebaliknya, Dana Pihak Ketiga (DPK) tumbuh sedikit lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya. Secara triwulanan (qtq) baik total aset, outstanding kredit maupun DPK mengalami pertumbuhan yang lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pertumbuhan kredit yang lebih cepat daripada pertumbuhan DPK menyebabkan Loan to Deposit Ratio (LDR) perbankan di Jawa Barat mengalami sedikit peningkatan dibandingkan posisi triwulan sebelumnya. Di sisi lain, risiko kredit relatif terkendali. Hal ini terlihat dari persentase jumlah kredit bermasalah yang mengalami penurunan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Sementara itu, seiring dengan mulai lancarnya penyaluran kredit, ekses likuiditas berupa penempatan dana bank pada Sertifikat Bank Indonesia (SBI) oleh perbankan Jawa Barat mengalami penurunan dibandingkan dengan posisi triwulan sebelumnya. Seperti halnya perbankan di Jawa Barat, perkembangan bank umum khusus yang berkantor pusat di wilayah kerja KBI Bandung juga mengalami perlambatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Hal ini ditunjukkan oleh indikator utama seperti aset, DPK maupun outstanding kredit yang secara tahunan tumbuh lebih lambat dibandingkan triwulan sebelumnya, namun dengan risiko kredit tersebut relatif rendah. Gempa bumi di Jawa Barat pada 2 September 2009 tidak berdampak signifikan terhadap operasional perbankan di Jawa Barat.

Selama tiga triwulan terakhir, pertumbuhan DPK secara tahunan relatif stabil. Pada triwulan III-2009, DPK mencapai Rp128,57 triliun, telah tumbuh 20,12% (yoy), tidak berbeda jauh dibandingkan pertumbuhan pada dua triwulan sebelumya. Sementara itu, secara triwulanan (qtq), pertumbuhan DPK mengalami perlambatan, yakni dari 3,21% (qtq) pada triwulan II-2009 menjadi 1,26% di triwulan III-2009. Selama tahun 2009, DPK telah tumbuh 9,19% (ytd) atau jauh lebih tinggi dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2008 yang hanya mencapai 1,39%. Suku bunga simpanan yang masih cukup menarik, merupakan salah satu faktor yang menyebabkan masyarakat memutuskan untuk menyimpan uangnya di bank, dibandingkan dengan penempatan lainnya seperti saham ataupun surat berharga.

KER JAWA BARAT tahun 2009 triwulan IV

Pada triwulan IV-2009, perkembangan perbankan di Jawa Barat masih terus mengalami perlambatan. Hal ini tercermin dari beberapa indikator perbankan seperti total aset, Dana Pihak Ketiga (DPK) dan outstanding kredit, tumbuh lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan sebelumnya. Peran intermediasi perbankan Jawa Barat yang ditunjukkan oleh Loan to Deposit Ratio (LDR) mengalami sedikit peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Di sisi lain, seiring dengan prospek perekonomian yang semakin membaik, risiko kredit perbankan semakin membaik. Hal ini terlihat dari semakin menurunnya persentase jumlah kredit bermasalah dibandingkan triwulan sebelumnya. Sementara itu, ekses likuiditas berupa penempatan dana bank pada Sertifikat Bank Indonesia (SBI) oleh perbankan Jawa Barat sedikit meningkat dibandingkan dengan posisi triwulan sebelumnya. Berbeda dengan perkembangan perbankan di Jawa Barat, perkembangan bank umum khusus yang berkantor pusat di wilayah kerja KBI Bandung mengalami peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Hal ini ditunjukkan oleh indikator utama seperti aset, DPK maupun outstanding kredit yang secara tahunan tumbuh lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya, namun dengan risiko kredit tersebut relatif rendah. Pada triwulan laporan terdapat satu bank memindahkan kantor pusatnya ke Jakarta sehingga jumlah bank umum yang berkantor pusat menjadi enam bank.

KER JAWA BARAT tahun 2011 triwulan I

Kinerja perbankan sedikit tertahan sebagaimana tercermin dari melambatnya pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) dan aset. Penyebab perlambatan indikator perbankan terutama berasal dari perlambatan pada pertumbuhan deposito dan tabungan pada periode laporan. Meski demikian, intermediasi perbankan meningkat, sebagaimana tercermin dari indikator Loan-to-Deposit Ratio (LDR). Sementara, baik risiko likuiditas, kredit maupun valas relatif terjaga. Khusus BPR Jawa Barat, kinerja penyaluran kredit yang baik pada periode laporan juga didukung dengan upaya efisiensi serta terjaganya risiko baik likuiditas maupun kredit.

KER JAWA BARAT tahun 2011 triwulan II

Intermediasi perbankan meningkat sementara stabilitas perbankan masih terjaga. Intermediasi perbankan yang tercermin dari indikator Loan-to-Deposit Ratio (LDR) meningkat mendekati level 78% meski pertumbuhan kredit relatif melambat. Sementara itu, risiko kredit masih dalam level yang cukup baik, sebagaimana yang tercermin dari stabilnya Non Performing Loans (NPL). Di sisi lain, pertumbuhan perbankan syariah baik dari sisi penghimpunana dana maupun pembiayaan lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

1. STRUKTUR PERBANKAN DI JAWA BARAT


Aset perbankan di Jawa Barat tumbuh melambat pada triwulan II-2011, yakni dari 22,12% menjadi 21,13% (Grafik 3.1). Penyebab utama melambatnya aset perbankan di Jawa Barat adalah pertumbuhan penghimpunan dana yang tertahan. Hal ini menyebabkan aset pada periode laporan hanya menjadi Rp253,5 triliun.

KER JAWA BARAT tahun 2011 triwulan IV

Kinerja perbankan Jawa Barat mengalami perkembangan yang membaik sebagaimana tercermin dari meningkatnya pertumbuhan kredit serta turunnya risiko kredit. Pertumbuhan penyaluran kredit meningkat menjadi 22,23% sementara risiko kredit atau Non Performing Loans (NPL) hanya sebesar 2,38%. Realisasi kredit tersebut menyebabkan intermediasi perbankan yang diindikasikan oleh Loanto-deposit ratio (LDR) masih cukup baik, yakni mencapai 76,91%. Sementara itu, perkembangan penyaluran kredit UMKM oleh perbankan di Jawa Barat sedikit melambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Perkembangan sistem pembayaran di Wilayah Jawa Barat (KBI Bandung, KBI Cirebon dan KBI Tasikmalaya) pada triwulan IV-2011 menunjukan penurunan. Sistem pembayaran tunai mengalami penurunan aliran inflow dan outflow dibandingkan triwulan sebelumnya, namun demikian masih mengalami net inflow sebesar Rp5,58 triliun. Demikian juga transaksi sistem pembayaran non tunai selama triwulan IV-2011 mengalami penurunan baik transaksi non tunai melalui kliring maupun melalui BI-RTGS.

Penghimpunan DPK oleh bank umum konvensional di Jawa Barat pada triwulan IV-2011 menjadi Rp208,15 tril melambat sebesar 16,9% (Grafik 3.2). Perlambatan pertumbuhan DPK disebabkan oleh melambatnya pertumbuhan d deposito terhadap total DPK adalah 38%, Grafik 3.3) yang sebesar 8% menjadi Rp78,08 triliun yang diduga akibat bunga deposito. Di lain pihak, produk giro maupun tabungan perbankan konvensional tumbuh cukup tinggi, yakn sebesar 25,5% dan 21,9% (Grafik 3.4).

Anda mungkin juga menyukai