Anda di halaman 1dari 17

ABSES HATI I.

PENDAHULUAN Hati merupakan organ yang sangat penting dalam pengaturan homeostasis tubuh meliputi metabolisme, biotransformasi, sintesis, penyimpanan, dan imunologi. Sel-sel hati (hepatosit) mempunyai kemampuan regenerasi yang cepat. Oleh karena itu, sampai batas tertentu, hati dapat mempertahankan fungsinya bila terjadi gangguan ringan. Pada gangguan yang lebih berat, terjadi gangguan fungsi yang serius dan berakibat fatal.1 Penyebab penyakit hati bervariasi, sebagian besar disebabkan oleh virus yang menular secara feko-oral, parenteral, seksual, perinatal, dan sebagainya. Penyebab lain dari penyakit hati adalah akibat efek toksik dari obat-obatan, alkohol, racun, jamur, dan lain-lain. Disamping itu juga terdapat beberapa penyakit hati yang belum diketahui pasti penyebabnya.1 Abses hati adalah bentuk infeksi pada hati yang disebabkan oleh infeksi bakteri , parasit, jamur, maupun nekrosis steril yang bersumber dari sistem gastrointestinal yang ditandai dengan adanya proses supurasi dengan pembentukan pus yang terdiri dari jaringan hati nekrotik, sel-sel inflamasi, atau sel darah didalam parenkim hati. Abses hati terbagi 2 secara umum, yaitu abses hati amebik (AHA) dan abses hati piogenik (AHP). IPD II. EPIDEMIOLOGI DAN DEFINISI Abses hati adalah rongga patologis berisi jaringan nekrotik yang timbul dalam jaringan hati akibat infeksi amuba (AHA) atau bakteri/ piogenik (AHP).Papdi Abses hati adalah bentuk infeksi pada hati yang disebabkan karena infeksi bakteri, parasit, jamur maupun nekbrosis steril yang bersumber dari sistem gastrointestinal yang ditandai dengan adanya proses supurasi dengan pembentukan pus di dalam parenkim hati. Dan sering timbul sebagai komplikasi dari peradangan akut saluran empedu. Bakteri ini bisa sampai ke hati melelui: 1) kandung kemih yang terinfeksi. 2) Luka tusuk atau luka tembus. 3) Infeksi didalam perut., dan 4) Infeksi dari bagian tubuh lainnya yang terbawa oleh aliran 6darah. Gejalanya berkurangnya nafsu makan, mual dan demam serta bisa terjadi nyeri perut.8 Abses hati dibagi menjadi 2, yaitu Abses Hati Amebik (AHA) dan Abses Hati Piogenik (AHP) DI negara-negara yang sedang berkembang, AHA didapatkan secara endemik dan jauh lebih sering dibandingkan dengan AHP. AHP ini tersebar

di seluruh dunia, dan terbanyak di daerah tropis dengan kondisi hygiene/sanitasi yang kurang. Secara epidemiologi, didapatkan 8-15 per 100.000 kasus AHP yang memerlukan perawatan di RS. AHP lebih sering terjadi pada pria dibandingkan perempuan, dengan rentang usia berkisar lebih dari 40 tahun, dengan insidensi puncak pada dekade ke-6. Diperkirakan 10% dari seluruh penduduk dunia terinfeksi oleh oteh E. hystolitica, tetapai hanya 10% yang memperlihatkan gejala.1 Prevalensi tertinggi di daerah tropis dan Negara berkembang dengan keadaan sanitasi yang buruk, status social ekonomi yang rendah dan status gizi yang kurang baik serta dimana strain virulen E. hystolitica masih tinggi.Misalnya di Meksiko, India, Amerika Tengah dan Utara, Asia dan Afrika. Prevalensi E. hystoliisua di berbagai daerah di Indonesia berkisar antara 10-18%. IPD III. ETIOLOGI Ada tiga bentuk utama dari abses hati, diklasifikasikan oleh etiologi : Pyogenic abses hati , yang paling sering polymicrobial, menyumbang 80% dari kasus abses hati di Amerika Serikat. Abses hati amuba karena Entamoeba histolytica menyumbang 10% dari kasus. Jamur abses, paling sering disebabkan oleh Candida spesies, menyumbang kurang dari 10% kasus. Entamuba histolitika mempunyai 3 bentuk, yaitu: bentuk aktif menembus dinding usus untuk membentuk ulkus. Lokalisasi ulkus amebika biasanya di sekum. Parasit tersebut merusak jaringan dengan cara sitolitik dan terdapat kemungkinan pembuluh darah jugs terkena, sehingga dapat menimbul- kan perdarahan. Adanya erosi di vena dapat menyebabkan terjadinya penyebaranparasit melalui vena porta dan masuk ke hati, terutama di lobus kanan dan terjadi abses hepar amebika. Ada beberapa mekanisme patogenesis dari abses hati seperti faktor virulensi parasit yang menghasilkan toksin, malnutrisi, faktor resistensi parasit, berubah-ubahnya antigen permukaan dan penurunan imunitas cellmediated adalah 1. Penempelan E. Histolytica pada mukus usus 2. Pengrusakan sawar intestinal 3. Lisis sel epitel intestinal serta sel radang disebabkan oleh endotoksin E. Histolytica. 4. Penyebarannya ameba ke hati mulai vena porta. Terjadi fokus akumulasi neutrofil periportal yang disertai nekrosis dan inflitrasi granulumatosa. Lesi membesar dan bersatu dan granuloma diganti dengan jaringan nekrotik dimana jaringan nekrotik dikelilingi kapsul tipis seperti jaringan fibrosa. Hal ini memakan waktu berbulan setelah kejadian amebiasis intestinal. Secara patologis, abses amebiasis hati ini berukuran kecil sampai besar yang isinya berupa bahan nekrotik seperti keju berwarna merah kecoklatan, kehijauan, kekuningan atau keabuan. Cairan abses biasanya kental berwarna coklat susu yang terdiri dari jaringan rusak dan darah yang mengalami hemolisis. Dinding abses bervariasi tebalnya,bergantung pada lamanya penyakit. Abses yang lama dan besarberdinding tebal. Shaikh et al

(1989) mendapatkan abses tunggal 85%, 2 abses 6% dan abses multiple 8%. Umumnya lokasinya pada lobus kanan 87%-87,5% karena disitu terdapat banyak pembuluh darah portal. Secara mikroskopik di bagian tengah didapatkan bahan nekrotik dan fibrinous, sedangkan di perifer tampak bentuk ameboid dengan sitoplasma bergranul serta inti kecil. Jaringan sekitarnya edematous dengan infiltrasi limfosit dan proliferasi ringan sel kupffer dengan tidak ditemukan sel PMN. Lesi amebiasis hati tidak disertai pembentukan jaringan parut karena tidak terbentuknya jaringan fibrosis.7 Abses hati amebik disebabkan oleh strain virulen Entamoeba hystolitica yang tinggi. Sebagai host definitif, individu-individu yang asimptomatis mengeluarkan tropozoit dan kista bersamakotoran mereka. Infeksi biasanya terjadi setelah meminum air atau memakan makananyang terkontaminasi kotoran yang mengandung tropozoit atau kista tersebut. Dinding kista akan dicerna oleh usus halus, keluarlah tropozoit imatur. Tropozoit dewasa tinggal di usus besar terutama sekum. Strain Entamoeba hystolitica tertentu dapat menginvasi dinding kolon. Strain ini berbentuk tropozoit besar yang mana di bawah mikroskop tampak menelan sel darah merah dan sel PMN. Pertahanan tubuh penderita juga berperan dalam terjadinya amubiasis invasif. Abses piogenik disebabkan oleh Enterobactericeae, Microaerophilic streptococci, Anaerobic streptococci, Klebsiella pneumoniae, Bacteriodes, Fusobacterium, Staphilococcus aereus, Staphilococcus milleri, Candidaalbicans, Aspergillus, Eikenella corrodens, Yersinis enterolitica, Salmonella thypii, Brucella melitensis dan fungal. Abses hati dapat disebabkan infeksi dapat berasal dari sistem porta dan hematogen melalui arteri hepatika. Infeksi yang berasal dari abdomen dapat mencapai hati melalui embolisasi melalui vena porta. Infeksi intraabdomen ini biasanya berasal dari appendisitis, divertikulitis, inflammatory bowel disease dan pylephlebitis. Sementara itu infeksi secarahematogen biasanya disebabkan oleh bacteremia dari endokarditis, sepsis urinarius, dan intravenous drug abuse. Amubiasis invasif dapat disebabkan perdarahan usus besar, perforasi, dan pembentukan fistula. Bila terjadi perforasi biasanya dari daerah sekum infeksi amuba invasif pada tempat-tempat yang jauh meliputi paru, otak dan terutama hepar. Abses pada hepar diduga berasal dari invasi sistem vena porta, pembuluh limfe mesenterium, atau penjalaran melalui intraperitoneal. Dalam parenkim hepar terbentuk tempat-tempat mikroskopis terutama terjadi trombosis, sitolisis, dan pencairan, suatu proses yang disebut hepatitis amuba. Bila tempat-tempat tersebut bergabung maka terjadilah abses amuba. Dilaporkan 21-30% dari abses hepar berasal dari penyakit biliaris yaitu obstruksi ekstrahepatik, kolangitis, koledolitiasis, tumor jinak atau ganas biliaris. Anastomosis anterobiliaris (choledochoduodenostomy atau choledochojejunostomy) juga dilaporkan sebagai penyebab abses hepar di samping komplikasi biliaris dan transplantasi hati. Trauma tumpul dan nekrosis hati yang berasal dari vascular injury selama laparaskopi cholecystectomy juga merupakan penyebab abses hepar.-6

IV. ANATOMI DAN FISIOLOGI

Hepar mempunyai dua facies (permukaan) yaitu : 1. Facies diaphragmatika 2. Facies visceralis (inferior) 1. Facies diaphragmatika Facies diaphragmatika adalah sisi hepar yang menempel di permukaan bawah diaphragma, facies ini berbentuk konveks. Facies diaphragmatika dibagi menjadi facies anterior, superior, posterior dan dekstra yang batasan satu sama lainnya tidak jelas, kecuali di mana margo inferior yang tajam terbentuk. Abses hati dapat menyebar ke sistem pulmonum melalui facies diapharagma ini secara perkontinuitatum. Abses menembus diaphragma dan akan timbul efusi pleura, empiema abses pulmonum atau pneumonia. Fistula bronkopleura, biliopleura dan biliobronkial juga dapat timbul dari ruptur abses hati.6 2. Facies viseralis Facies viseralis adalah permukaan hepar yang menghadap ke inferior, berupa struktur-struktur yang tersusun membentuk huruf H. Pada bagian tengahnya terletak porta hepatis (hilus hepar). Sebelah kanannya terdapat vena kava inferior dan vesika fellea. Sebelah kiri porta hepatisterbentuk dari kelanjutan fissura untuk ligamentum venosum dan ligamentum teres. Di bagian vena kava terdapat area nuda yang berbentuk segitiga dengan vena kava sebagai dasarnya dan sisi-sisinya terbentuk oleh ligamen koronarius bagian atas dan bawah. Struktur yang ada pada permukaan viseral adalah porta hepatis, omentum minus yang berlanjut hingga fissura ligamen venosum, impresio ginjal kanan dan glandula supra renal, bagian kedua duodenum, fleksura kolli dekstra, vesika fellea, lobus kuadratus, fissura ligamentum teres dan impresio gaster. Facies viseralis ini banyak bersinggungan dengan organ intestinal lainnya sehingga infeksi dari organ-organ intestinal tersebut dapat menjalar ke hepar.6 Pendarahan Perdarahan arterial dilakukan oleh arteri hepatika yang bercabang menjadi kiri dan kanan dalam porta hepatis (berbentuk Y). Cabang kanan melintas di posterior duktus hepatis dan di hepar menjadi segmen anterior dan posterior. Cabang kiri menjadi medial dan lateral. Arteri hepatika merupakan cabang dari truncus coeliacus (berasal dari aorta abdminalis) dan memberikan pasokan darah sebanyak 20 % darah ke hepar.6 Aliran darah dari seluruh traktus gastrointestinal dibawa menuju ke hepar oleh vena porta hepatis cabang kiri dan kanan. Vena ini mengandung darah yang berisi produk-produk digestif dan dimetabolisme hepar. Cabang dari vena ini berjalan diantara lobulus dan berakhir di sinusoid. Darah meninggalkan hepar melalui vena sentralis dari setiap lobulus yang mengalir melalui vena hepatika. Fileplebitis atau radang pada vena porta

dapat menyebabkan abses pada hepar dikarenakan aliran vena porta ke hepar.6 Persarafan nervus simpatikus : dari ganglion seliakus, berjalan bersama pembuluh darah pada lig. hepatogastrika dan masuk porta hepatis nervus vagus : dari trunkus sinistra yang mencapai porta hepatis menyusuri kurvatura minor gaster dalam omentum. Drainase limfatik Aliran limfatik hepar menuju nodus yang terletak pada porta hepatis (nodus hepatikus). Jumlahnya sebanyak 3-4 buah. Nodi ini juga menerima aliran limfe dari vesika fellea. Dari nodus hepatikus, limpe dialirkan (sesuai perjalanan arteri) ke nodus retropylorikus dan nodus seliakus.6 Fisiologi Hati Hati mempunyai fungsi yang sangat beraneka ragam. Fungsi utama hati adalah pembentukkan dan ekskresi empedu. Hati mengekskresikan empedu sebanyak 1 liter per hari ke dalam usus halus. Garam empedu, lesitin, dan kolesterol merupakan komponen terbesar (90%) cairan empedu, sisanya (10%) adalah bilirubin, asam lemak dan garam empedu. Empedu yang dihasilkan ini sangat berguna bagi percernaan terutama untuk menetralisir racun terutama obat-obatan dan bahan bernitrogen seperti amonia. Bilirubin merupakan hasil akhir metabolisme dan walaupun secara fisiologis tidak berperan aktif, tetapi penting sebagai indikator penyakit hati dan saluran empedu, karena bilirubin dapat memberi warna pada jaringan dan cairan yang berhubungan dengannya. Sirkulasi vena porta yang memberikan suplai darah 75% dari seluruh asupan asinus memegang peranan penting dalam fisiologi hati, terutama dalam hal metabolisme karbohidrat, protein dan asam lemak. Hasil metabolisme monosakarida dari usus halus diubah menjadi glikogen dan disimpan di hati (glikogenesis). Dari pasokan glikogen ini diubah menjadi glukosa secara spontan ke darah (glikogenolisis) untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Sebagian glukosa dimetabolisme dalam jaringan untuk menghasilkan tenaga dan sisanya diubah menjadi glikogen (yang disimpan dalam otot) atau lemak (yang disimpan dalam jaringan subkutan). Pada zona-zona hepatosit yang oksigenasinya lebih baik, kemampuan glukoneogenesis dan sintesis glutation lebih baik dibandingkan zona lainnya. Fungsi hati dalam metabolisme protein adalah mengasilkan protein plasma berupa albumin, protrombin, fibrinogen, dan faktor bekuan lainnya. Fungsi hati dalam metabolisme lemak adalah menghasilkan lipoprotein dan kolesterol, fosfolipid dan asam asetoasetat. Hati merupakan komponen sentral sistem imun. Sel kupffler yang merupakan 15% massa hati dan 80% dari total populasi fagosit tubuh, merupakan sel yang sangat penting dalam menanggulangi antigen yangberasal dari luar tubuh dan mempresentasikan antigen tersebut kepada limfosit.6

V. PATOMEKANISME Abses hati adalah sebentuk infeksi pada hati yang disebabkan oleh karena infeksi bakteri, parasit, jamur maupun nekrosis steril yang berseumber pada sistem gastrointestinal yang ditandai dengan adanya proses supurasi dengan pembentukan pus yang terdiri dari jaringan nekrotik, sel sel inflamasi, atau sel darah di dalam parenkim hati. Abses hati terbagi 2 yaitu abses hati amebik dan abses hati piogenik. Abses hati piogenik terjadi sebagai komplikasi penyakit intraabdomen lain akibat adanya penyebaran secara hematogen maupun secara langsung dari tempat terjadinya infeksi di dalam rongga peritoneum. Hati menerima darah secara sistemik maupun melalui sirkulasi portal, hal ini memungkinkan terinfeksinya hati oleh karena paparan bakteri yang berulang. Namun karena adanya sel kuppfer yang membatasi sinusoid hati maka hati dapat terhindar dari terjadinya infeksi. Abses adalah sebuah infeksi dimana bakteri dan sel polimofronuklear terkumpul di dalam kapsul fibrosa. Proses ini terjadi dengan tujuan untuk membatasi ruang gerak bakteri sehingga tidak terjadi penyebaran selanjutnya. Bakteri yang paling sering menyebabkan liver abses adalah B. fragilis. B. fragilis memiliki kapsul polisakarida pada permukaannya, dimana struktur polisakarida tersebut memiliki karakteristik yang merangsang respon tubuh manusia untuk memerangkap bakteri tersebut yang akhirnya akan merangsang produksi dari TNF- (tumor necroting factor alpha) dan ICAM-I (intercellular adhesion molecul 1). Polisakarida ini menstimulasi T-limfosit yang akan memulai pembentukan abcess. 5Abses hati amebik merupakan salah satu komplikasi dari amebiasis ekstraintestinal yang paling sering dijumpai di Indonesia. Amebiasis disebabkan oleh protozoa usus yaitu Entamoeba histolytica. Protozoa ini menyebar melalui kista yang tertelan dari kontaminasi feses pada makanan, air, atau tangan. Tropozoit yang motil dilepaskan dari kista dalam usus halus dan pada sebagian pasien tinggal sebagi mikroorganisme yang tidak berbahaya dalam usus besar dan akan keluar melalui kotoran. Pada sebagian pasien lain, tropozoit ini dapat menembus mukosa usus dan menyebabkan kolitis, atau masuk ke dalam aliran darah dan menyebar ke hati. Awalnya tropizoit menempel pada mukosa usus dan sel epitel oleh galactose- inhibitable lectin sehingga menyebabkan lesi mikroulserasi pada mukosanya yang berbentuk lesi kecil dengan margin runcing tanpa adanya kelainan pada mukosa sekitar. Sambungan lesi pada submukosa menampilkan gambaran flask-shape yang berisi tropozoit. Tropozoit menginvasi vena untuk sampai ke hati melalui sirkulasi vena portal. Tropozoit ini selamat pada aliran arah karena adanya resistensi terhadap complement-mediated lysis. Adanya protozoa pada hati merangsang reaksi akut dari neutrofil. Akhirnya, neutrofil lisis dengan adanya kontak dengan amoeba dan mengeluiarkan toksin yang menyebabkan nekrosis dari hepatosit. Parenkim hati digantikan oleh material nekrotik yang dikelilingi

oleh jaringan hati yang tipis. Bagian nekrotik dari sering disebut sebagai anchovy paste karena berwarna kecoklatan.8 Patogenesis amebiasis hati belum dapat diketahui secara pasti. Ada beberapa mekanisme seperti faktor investasi parasit yang menghasilkan toksin, malnutrisi, faktor resistensi parasit, berubah-ubahnya antigen permukaan dan penurunan imunitas cell mediated. Secara kasar, mekanisme terjadinya amebiasis didahului dengan penempelan E. Histolytica pada mukus usus, diikuti oleh perusakan sawar intestinal, lisis sel epitel intestinal serta sel radang disebabkan oleh endotoksin E. histolytica kemudian penyebaran amoeba ke hati melalui vena porta. Terjadi fokus akumulasi neutrofil periportal yang disertai nekrosis dan infiltrasi granulumatosa. Lesi membesar bersatu dan granuloma digantidengan jaringan nekrotik yang dikelilingi kapsul tipis seperti jaringan fibrosa. Hal ini memakan waktu berbulan-bulan setelah kejadian amebiasis intestinal. Secara patologis, amebiasis hati ini berukuran kecil sampai besar yang isinya berupa bahan nekrotik seperti keju berwarna merah kecoklatan, kehijauan, kekuningan atau keabuan. Shaikh et al (1989) mendapatkan abses tunggal 85%, 2 abses 6% dan abses multipel 8%. Umumnya lokasinya pada lobus kanan 87%-87,5% karena di situ terdapat banyak pembuluh darah portal. Secara mikroskopik di bagian tengah didapatkan bahan nekrotik dan fibrinous, sedangkan di perifer tampak bentuk ameboid dengan sitoplasma bergranul serta inti kecil. Jaringan sekitarnya edematous dengan infiltrasi limfosit dan proliferasi ringan sel kupffer dengan tidak ditemukan sel PMN. Lesi amebiasis hati tidak disertai pembentukan jaringan parut karena tidak terbentuknya jaringan fibrosis. Hati adalah organ yang paling sering terjadinya abses. Abses hati dapat berbentuk soliter atau multipel. Oleh karena peredaran darah hepar yang sedemikian rupa, maka hal ini memungkinkan terinfeksinya hati oleh karena paparan bakteri yang berulang, tetapi dengan adanya sel Kuppfer yang membatasi sinusoid hati akan menghindari terinfeksinya hati oleh bakteri tersebut. Adanya penyakit sistem biliaris sehingga terjadi obstruksi aliran empedu akan menyebabkan terjadinya proliferasi bakteri Sel kupffler dalam sinusoid hati dapat menghancurkan bakteri-bakteri tersebut akan tetapi proses multipel terjadi pada abses. Lobus kanan hati lebih sering terkena abses dibandingkan dengan lobus kiri. Hal ini berdasarkan anatomi hati di mana lobus kanan lobus kanan menerima darah dari arteri mesenterika superior dan vena porta, sedangkan lobus kiri menerima darah dari arteri mesenterika inferior dan aliran limfatik. Penyakit traktus biliaris adalah penyebab utama dari abses hati piogenik. Obstruksi pada traktus biliaris seperti penyakit batu empedu, striktura empedu, penyakit obstruktif congenital ataupun menyebabkan adanya proliferasi bakteri. Adanya tekanan dan distensi kanalikuli akan melibatkan cabang-cabang dari vena porta dan arteri hepatika sehingga akan terbentuk formasi abses fileplebitis. Mikroabses yang terbentuk akan menyebar secara hematogen sehingga terjadi bakterimia sistemik. Penetrasi akibat luka tusuk akan menyebabkan inokulasi pada parenkim hati sehingga terjadi abses hati piogenik. Sementara itu trauma tumpul menyebabkan nekrosis hati, perdarahan intrahepatik dan kebocoran

saluran empedu sehingga terjadi kerusakan dari kanalukuli. Kerusakan kanalukuli menyebabkan masuknya bakteri ke hati dan terjadi pertumbuhan bakteri dengan proses supurasi disertai pembentukan pus. Abses hati yang disebabkan oleh trauma biasanya soliter. Infeksi pada organ porta dapat menyebabkan septik tromboplebitis lokal yang mengarah pada abses hati. Septik emboli akan dilepaskan ke sistem porta, masuk ke sinusoid hati, dan menjadi nidus bagi formasi mikroabses. Mikroabses ini biasanya multipel tapi dapat juga soliter. Mikroabses juga dapat berasal secara hematogen dari proses bakterimia seperti endokarditis dan pyelonephritis. Abses hati piogenik dilaporkan sebagai infeksi sekunder dari abses hati amebic, hydatid cystic cavities, dan tumor hati. Selain itu dapat juga disebabkan oleh proses transplantasi hati, embolisasi arteri hepatika pada perawatan karsinoma hepatoseluler dan penghancuran benda asing dari dalam tubuh. Struktur dari abses amuba hepar terdiri dari cairan di dalam, dinding dalam, dan kapsul jaringan penyangga. Secara klasik cairan abses menyerupai anchovy paste , berwarna coklat kemerahan sebagai akibat jaringan hepar dan sel darah merah yang dicerna. Abses mungkin saja berisi cairan hijau atau kuning. Tidak seperti abses bakterial, cairan abses amuba steril dan tidak berbau. Evaluasi cairan abses untuk penghitungan sel dan enzimatik secara umum tidak membantu dalam mendiagnosis abses amuba. Dinding dari abses adalah lapisan dari jaringan nekrotik hepar dan tropozoit yang ada. Biopsi dari jaringan ini sering memperkuat diagnosis dari manifestasi abses amuba hepar. Pada abses lama kapsul jaringan penyangga dibentuk oleh perkembangan fibroblas. Pada abses piogenik, leukosit dan sel-sel inflamasi tidak didapatkan pada kapsul dari abses amuba hepar.6 VI. MANIFESTASI KLINIS Manifestasi sistemik abses hati piogenik lebih berat dari pada abses hati amebik. Dicurigai adanya abses hati piogenik apabila ditemukan sindrom klinis klasik berupa nyeri spontan perut kanan atas, yang ditandai dengan jalan membungkuk ke depan dengan kedua tangan diletakkan di atasnya. Apabila AHP letaknya dekat digfragma, maka akan terjadi iritasi diagfragma sehingga terjadi nyeri pada bahu sebelah kanan, batukataupun terjadi atelektesis, rasa mual dan muntah, berkurangnya nafsu makan, terjadi penurunan berat badan yang unintentional. Demam atau panas tinggi merupakan manifestasi klinis yang paling utama, anoreksia, malaise, batuk disertai rasa sakit pada diafragma, anemia, hepatomegali teraba sebesar 3 jari sampai 6 jari di bawah arcus- costa, ikterus terdapat pada 25 % kasus dan biasanya berhubungan dengan penyebabnya yaitu penyakit traktus biliaris, abses biasanya multipel, massa di hipokondrium atau epigastrium, efusi pleura, atelektasis, fluktuasi pada hepar, dan tanda-tanda peritonitis.6

Gambaran seseorang dengan amebik abses hati, ialah adanya rasa nyeri di perut terutama hipokondrium kanan, disertai dengan kenaikan suhu badan. Kalaujalan membungkukke depan kanan sambil memegang bagian yangsakit,ada tanda hepatomegali dan tanda Ludwig positif. Sebelum keluhantersebut di atas timbul, didahului dengan diareberdarah dan berlendir. Gejala gejala abses hati berdasarkan anamnesa : y Demam/panas tinggi merupakan keluhan yang paling utama, y Nyeri pada kuadran kanan atas abdomen, seperti ditusuk atau di tekan, rasa sakit akan berubah saat berubah posisi dan batuk y Batuk sebagai gejala iritasi diafragma y Rasa mual dan muntah, y Berkurangnya nafsu makan, y Penurunan berat badan yang unintentional. y Sindrom klinis klisik berupa nyeri spontan perut kanan atas, yang di tandai dengan jalan membungkuk kedepan dengan kedua tangan diletakan di atasnya.( Herrero, M., 2005 ). 7 VII. DIAGNOSA Anamnesa 1. Hati yang membesar dan nyeri. 2. Leukositosis. Tanpa anemia pada penderita abses amebik yang akut, atau abses tipe kronik. 3. Adanya 3pus amebic yang mungkin mengandung tropozoit E.histolytica. 4. Pemeriksaan serologic terhadap E.histolytica positif. 5. Gambaran radiologi yang mencurigakan, terutama pada foto toraks posteroanterior dan lateral kanan. 6. Adanya 3filling defect pada sidik hati. 7. Respon yang baik terhadap terapi metronidazol.Gambaran seseorang dengan amebic abses hati, ialah adanya rasa nyeri diperut terutama hipokondrium kanan, disertai dengan kenaikan suhu badan. Kalau jalan membungkuk ke depan kanan sambil memegang bagian yang sakit, ada tanda hepatomegali dan tanda Ludwig positif. Sebelum keluhan diatas timbul, didahului dengan diare berdarah dan berlendir. Pada pemeriksaan sinar tembus terlihat diafragma kanan meninggi dan tidak bergerak. Gambaran darah menunjukkan leukositosis. Tes seroameba positif. Bila pada pemeriksaan tinja ditemukan ameba histolitika, maka akan tampak suatu daerah pengosongan. Hasil pemeriksaan USG tampak jekas suatu massa kistik bentuk oval atau bulat yang irregular, terisi gema internal. Bila dilakukan pungsi, keluar cairan coklat susu. 946 Adapun diagnose menurut beberapa kriteria, antaralain : Criteria Sherlock : 1. hepatomegali yang nyeri tekan 2. respon baik terhadap obat amoebisid 3. leukositosis 4. peninggian diafragma kanan dan pergerakan yang kurang 5. aspirasi pus 6. pada USG didapatkan rongga dalam hati 7. tes hemaglutinasi positif Kriteria Ramachandran (bi la didapatkan 3 atau lebih dari) : 1. hepatomegali yang nyeri 2. riwayat disentri 3. leukositosis 4. kelainan radiologis 5. respon terhadap terapi amoebisid

Kriteria Lamont dan Pooler (bila didapatkan 3 atau lebih dari ) : 1. hepatomegali yang nyeri 2. kelainan hematologis3. kelainan radiologis 4. pus amoebik 5. tes serologic positif 6. kelainan sidikan hati 7. respon yang baik dengan terapi amoebisid

Pemeriksaan Fisik 946 Demam biasanya tidak begitu tinggi kurva suhu bisa intermiten atau remiten. Lebih dari 90% didapatkan hepatomegali yang teraba nyeri tekan. Hati akan membesar kearah caudal dan cranial dan mungkin mendesakkea rah perut atau ruang intercostals. Pada perkusi di atas daerah hepar akan terasa nyeri. Konsistensi biasanya kistik, tetapi bisa juga agak keras seperti keganasan. Abses yang besar tampak sebagai massa yang membenjol di daerah dada kanan bawah. Pada kurang dari 10% abses terletak di lobus kiri yang sering kali terlihat seperti massa yang teraba nyeri di daerah epigastrium. Ikterus jarang terjadi, kalau ada biasanya ringan. Bila ikterus hebat biasanya disebabkan abses yang besar atau multiple, toraks di daerah kanan bawah mungkin di dapatkan adanya efusi pleura atau 3friction rub dari pleura yang disebabkan oleh iritasi pleura. Gambaran klinik abses hati amebic mempunyai spectrum yang luas dan sangat bervariasi, hal ini disebabkan lokasi abses, perjalanan penyakit dan penyulit yang terjadi. Pada penderita gambaran bisa berubah setiap saat. Dikenal gambaran klasik dan tidak klasik. Pada gambaran klinik klasik didapatkan penderita mengeluh demam dan nyeri perut kanan atas atau dada kanan bawah, dan didapatkan hepatomegali yang nyeri. Gambaran klasik didapatkan pada 54-70% kasus. - Pada gambaran klinik tidak klasik ditemukan pada penderita ini gambaran klinik klasik seperti di atas tidak ada. Ini disebabkan letak abses pada bagian hati yang tertentu memberikan manifestasi klinik yang menutupi gambaran yang klasik. Gambaran klinik tidak klasik dapat berupa: 1. Benjolan didalam perut, seperti buakn kelainan hati misalnya diduga empyema kandung empedu atau tumor pancreas. 2. Gejala renal. Adanya keluhan nyeri pinggang kanan dan ditemukan massa yang diduga ginjal kanan. Hal ini disebabkan letak abses dibagian posteroinferior lobus kanan hati. 3. Ikterus obstruktif. Didapatkan pada 0,7% kasus, disebabkan abses terletak di dekat porta hapatis. 4. Colitis akut. Manifestasi klinik colitis akut sangat menonjol, menutupi gambaran klasik absesnya sendiri. 5. Gejala kardiak. Rupture abses kerongga pericardium memberikan gambaran klinik efusi pericardial. 6. Gejala pleuropulmonal. Penyulit yang terjadi berupa empyema toraks atau abses paru menutupi gambaran klasik abses hatinya.

7. Abdomen akut. Didapatkan bila abses hati mengalami perforasi ke dalam rongga peritoneum, terjadi distensi perut yang nyeri disertai bising usus yang berkurang. 8. Gambaran abses yang tersembunyi. Terdapat hepatomegali yang tidak jelas nyeri, ditemukan pada 1.5%. 9. Demam yang tidak diketahui penyebabnya. Secara klinik sering dikacaukan dengan tifus abdominalis atau malaria. Biasanya ditemukan pada bases yang terletak disentral dan yang dalam hati. Ditemukan pada 3,6% kasus. 946 VIII. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Pemeriksaan Laboratorium Dijumpai adanya anemia ringan dengan kadar Hb berkisar antara 10,411,3 g%. Dijumpai adanya peningkatan kadar leukosit yang tinggi, yaitu berkisar antara 15.000-16.000/mm3. Pada pemeriksaan faal hati di dapati peningkatan kadar LED, peningkatan kadar alkalin fosfatase antara 270,4-382,0 u/L, berkurangnya kadar albumin serum berkisar antara 2,76-3,05 g%, peningkatan kadar globulin antara3,62-3,75 g%, peningkatan kadar enzim transaminase yaitu : SGOT 27,8-55,9 u/L dan SGPT 15,7-63,0 u/L, di jumpai peningkatan kadar total bilirubin antara 0,9-2,44 mg% dan protrombin time yang memanjang. 2. Pemeriksaan Radiologi Chest X-ray Ditemukannya atelektasis biliar Peningkatan hemidiafragma kanan Efusi pleura kanan ditemukan dlm 50% dari kasus Pneumonia atau penyakit pleura sering awalnya dipertimbangkan karena temuan radiographignya Adanya abses yang ruptur pada rongga pleura USG ( sensitivitas 80 90 % ) Mengevaluasi massa hipoechoic dengan batas berbentuk tidak teratur, septa internal atau debris pada kavitas dapat di deteksi. Tampak sebagai lesi bulat atau oval dengan dinding relatif tebal. Bagian dalamnya lebih memperlihatkan eko cairan dengan bercak padat di dalamnya ( debris ). Ketergantungan pada operator yang mempengaruhi sensitivitas semuanya. Keuntungannya adalah bersifat portabel sehingga dapat digunakan pada pasien dengan kondisi kritis dan dapat digunakan sebagai penuntun untuk drainase. CT- Scan ( sensitivitas 95 100 % ) Mengevaluasi daerah yang di batasi hipodense parenkim hati sekitarnya. Indium labelled WBC scans sedikit lebih sensitiv dalam hal ini.

Pada CT-Scan dengan kontras IV ditemukan gambaran massa berbatas tegas, yang mengelilingi parenkim dengan atau tanpa adanya tanda rim. Keuntungan CT-Scan adalah tidan invasiv dan dapat membantu penalksaan drainase terapeutik. Gas dapat dilihat kira-kirra 20% dari lesi.Dapat mendeteksi lesi < 1 cm Gallium and technetium radionuclide scanning (sensitivity 50-90%) Teknik ini menggunakan fakta yang sama dengan jalan pengambilan, transpor, dan ekskresi bilirubin, dan cukup efektif untuk mengevaluasi penyakit hati. Sensitivitasnya bervariasi dengan radiopharmaka yang digunakan, technetium (80%), gallium (50-80%), dan indium (90%) Keterbatasannya termasuk keterlambatan dalam diagnosa dan butuh prosedur konfirmasi, sehingga tidak memberikan manfaat atas modalitas imaging.8 Pemeriksaan serologi ada beberapa uji yang banyak digunakan antara lain indirect haemaglutination (IHA), counter immunoelectrophoresis (CIE), dan ELISA. Yang banyak dilakukan adalah tes IHA. Tes IHA menunjukkan sensitivitas yang tinggi. Titer 1:128 bermakna untuk diagnosis amoebiasis invasive.7 IX. PENATALAKSANAAN 1. Medikamentosa Pada prinsipnya pengobatan secara medikamentosa terdiri dari pemberian amebisid jaringan untuk mengobati kelainan di hatinya, disusul amebisid intestinal untuk memberantas parasit E.histolytica didalam usus sehingga dicegah kambuhnya abses hati. Perlu diperhatikan pemberian amebisid yang adekuat untuk mencegah timbulnya resistensi parasit. Sebagai amebisid jaringan, metronidazol saat ini merupakan pilihan utama dengan dosis 3x750 mg/hari selama 10 hari. Sebagai pilhan kedua adalah kombinasi emetin-hidroklorida atau dehidroemetin, dengan kloroquin. Baik emetin maupun dehidroemetin merupakan amebisid jaringan yang sangat kuat, didapatkan dalam kadar tinggi di hati, jantung dan organ lain. Obat ini tidak bisa sebagai amebisid intestinal, kurang sering dipakai oleh karena efek sampingnya, biasanya baru digunakan pada keadaan yang berat. Obat ini toksik terhadap otot jantung dan uterus karena itu tidak boleh diberikan pada penderita penyakit jantung (kecuali perikarditis amebic) dan wanita hamil. Dosis yang diberikan 1 mg emetin/kg BB selama 7-10 hari atau 1,5 mg dehidroemetin/kg BB selama 10 hari intramuskuler. Dehidroemetin kurang toksik disbanding dengan emetin. Amebisid jaringan yang lain ialah kloroquin yang mempunyai nilai

kuratif sama dengan emetin hanya pemberian membutuhkan waktu lama. Kadar yang tinggi didapat pada hati, paru dan ginjal. Efek samping sesudah pemakaian lama ialah retinopati. Dosis yang diberikan 600mg kloroquin basah, lalu 6 jam kemudian 300mg dan selanjutnya 2x150mg/hari selama 28 hari, adapula yang memberikan kloroquin 1gram/ hari selama 2 hari, diteruskan 500mg/hari sampai 21 hari. Sebagai amebisid intestinal bisa dipakai diloksanid furoat selama 3x500mg/hari selama 10 hari atau diiodohidroxiquin 3x600mg/hari selama 21 hari atau klefamid 3x500mg/hari selama 10 hari. Setiap penderita yang diduga menderita amebiasis hati sebaiknya dirawat dirumah sakit da dianjurkan untuk istirahat. Pengobatan yang dianjurkan ialah: 1. Dehidroemetin (D.H.E), suatu derivate sintetik dari emetin, yang dianggap kurang toksik dan mempunyai aktivitas yang hamper sama dengan emetin. D.H.E dapat diberikan per os ataupun parenteral dengan dosis 1-11/2 mg/kg BB/hari (maksimum 60-80mg/hari) selama paling lama 10 hari. Walaupun pengaruh toksiknya kurang dibandingkan dengan emetin , tetap dianjurkan agar pemberiannya diawasi dengan pemeriksaan ECG. Bila D.H.E tidak ada dapat dipakai emetin hidrokloride, yang sangat efektif terhadap bentuk-bentuk vegetative dari ameba, baik intra intestinal maupun ekstra intestinal. Dosis yang dianjurkan ialah 1 mg/kg BB/hari dengan dosis maksimal 60mg sehari dan hanya diberikan parenteral selama 3-5 hari. Pemakaian obat ini betul-betul harus diawasi karena sifatnya sangat toksik terhadap sel protoplasma, terutama terhadap sel otot. Oleh karena itu pemberian dalam jangka lama, dihawatirkan berpengaruh buruk terhadap otot jantung. Setiap penderita yang diberikan pengobatan dengan emetin sebaiknya dianjurkan beristirahat di tempat tidur dan harus diawasi dengan pemeriksaan EKG. Dan terhadap penderita penyakit jantung, penderita yang berusia lanjut, wanita hamil, keadaan umum jelek, polineritis, sebaiknya tidak diberikan obat ini. 2. Chloroquin, ialah suatu senyawa aktif dari 4 quinolin. Obat ini menurut COMAN (1948) sangat efektif untuk mengobati amebiasis hati, walaupun efeknya agak kurang bila dibandingkan dengan ametin. Dosis yang dianjurkan ialah 2x500mg/hari selama 2 hari pertama, kemudian dilanjutkan 1x500mg atau 2x250mg/ hari selama 3 minggu. Walaupun obat ini diberikan dalam jangka waktu lama, tidak menunjukkan tanda- tanda toksis. Sebaiknya pemberian chloroquin diberikan bersama-sama dengan D.H.E atau emetin, yang berdasarkan pengalaman ternyata memberikan hasil yang sangat baik. 3. Metronidazole merupakan derivate dari nitromidazole, telah dicoba untuk mengobati amebiasi hati dengan hasil yang memuaskan. Bila ada kontra indikasi terhadap pemberian emetin, maka dianjurkan untuk memberikan metronidazole dengan dosis 3x500mg selama 10

hari. 4. Setelah selesai pengobatan abses hati, dianjurkan untuk memberikan juga obat-obat amebicidal intestinal untuk mengobati intestinal amebiasis yang mungkin menyertainya. Menurut SPELLBERG, colon harus betul-betul bebas dari ameba histolitika untuk menghindari kembali amebiasis hati. Obat-obatan yang dianjurkan diantaranya ialah: a. Iodo-oxiquinolin misalnya: Diodoquin (diiodo-hydroxyquinoline dengan dosis 3-4x 0,20gr/8 jam selama 20 hari, atau Iodo-chlorhydroxyquinoline (enterovioform) dengan dosis 3x250-500 mg/hari. b. Carbarsone (Carbaminophenyl arsenic acid) dengan dosis 2x250mg/hari selama 10 hari. c. Tetracycline dapat diberikan dengan dosis 500 mg tiap 6 jam selama 10 hari. Obat ini dapat membunuh Entamoeba histolitika di intestinal. 2. Tindakan aspirasi terapeutik Indikasi: 1. Abses yang dikhawatirkan akan pecah 2. Respon terhadap medikamentosa setelah 5 hari tidak ada. 3. Abses di lobus kiri karena abses disini mudah pecah ke rongga pericardium atau peritoneum. Yang paling mudah dan aman, aspirasi dilakukan dengan tuntunan USG. Bila sarana USG tidak tersedia dapat dikerjakan aspirasi secara membuta pada daerah hati atau toraks bawah yang paling menonjol atau daerah yang paling nyeri pada palpasi. Ada beberapa ketentuan untuk melakukan aspirasi dari abses hati, diantaranya ialah: 1. Apabila pengobatan medikamentosa dengan berbagai cara tersebut diatas tidak berhasil, dalam arti kata masih membesar, semua keluhan masih ada yaitu; masih terdapat peninggian suhu badan, nyeri perut kanan atas, tanda Ludwig positif, dan lain-lain gejala. 2. Pada pemeriksaan USG ditemukan abses hati dengan diameter lebih dari 5 cm. 3. Bila ditemukan abses ganda, dengan diameter lebih dari 3 cm. Aspirasi sebaiknya dilakukan di ruangan khusus, dalam keadaan aseptic, untuk mencegah kontaminasi. Pada abses ganda, dilakukan aspirasi di tempat abses yang paling besar. Bila tersedia alat USG, lebih baik dilakukan biopsi secara terpimpin, agar dapat lebih terarah dan dapat dikeluarkan semua cairan abses. Bila tidak terdapat alat USG dapat dilakukan biopsy secara membuta. Lokalisasi aspirasi membuta ialah di tempat yang paling lembek dan paling nyeri. Jarum yang dipakai ialah jarum panjang dengan

diameter kira-kira 1-2 cm, dan didahului dengan anastesi local di tempat insersi jarum. Cairan berwarna coklat susu (anchovy sauce pus) harus dikeluarkan sampai habis, dan dihentikan bila penderita merasa kesakitan karena tertusuknya jaringan parenkim hati. 3. Tindakan pembedahan

Pembedahan dilakukan bila: Abses disertai infeksi sekunder. Abses yang jelas menonjol kedinding abdomen atau ruang interkostal. Bila terapi medikamentosa dan aspirasi tidak berhasil. Rupture abses ke dalam rongga intraperitoneal /pleura/pericardial. Tindakan bisa berupa drainase baik tertutup maupun terbuka, atau tindakan reseksi misalnya lobektomi.946 X. KOMPLIKASI 1. Infeksi sekunder Merupakan infeksi paling sering, terjadi pada 10-20% kasus. 2. Rupture atau pendarahan langsung Organ atau rongga yang terkena tergantung pada letak abses, misalnya abses di lobus kiri mudah pecah ke pericardial dan intraperitoneum. Perforasi yang paling sering adalah ke pleuropulmonal (10-20%), kemudian ke rongga intraperitoneum (6-9%) selanjutnya pericardium (0,01%) dan organorgan lain seperti kulit dan ginjal. 3. Komplikasi vaskuler Rupture ke dalam vena porta, saluran empedu atau traktus gastrointestinalis jarang terjadi. 4. Parasitemia, amebiasis serebral E.histolytica dapat merusak aliran darah sistemik dan menyangkut di organ lain misalnya otak yang akan memberikan gambaran klinik dari lesi fokal intracranial. Telah diketahui abses hati amubik merupakan komplikasi ekstra intestinal dari infeksi entamoeba hepalitika. Namun demikian abses hati amubik sendiri dapat menyebabkan komplikasi. Adapun komplikasi yang sering ditemukan ialah timbulnya perforasi dari abses. Perforasi dari abses tersebut akan dapat kerongga dada (intratorakal), ke rongga perut (intraperitonial), dan keluar badan, tergantung dari letak abses. Perforasi intratorakal dapat ke rongga pleura yaitu berupa perforasi intrapleural dan perforasi kea rah rongga jantung (perforasi intra kardia). Dari hasil penelitian penulis dari tahun 1986 menemukan 19 dari 59 penderita abses hati amubik dengan komplikasi, terdiri atas 15 perforasi intrapleural, 2 perforasi intrakardial, dan 2 perforasi intraperitoneal. Perforasi intrapleural terjadi karena letak abses yang besar di lobus kanan atas dekat diafragma. Bisanya perforasi dari abses ini terlalu melalui tendo sentral dari diafragma kanan yang menyebabkan timbulnya efusi atau empiema. Keluhan yang sering diajukan penderita ialah timbulnya mendadak sesak nafas, batuk- batuk dengan nyeri di dada kanan bawah disertai dengan panas badan. Untukmengurangi perasaan atau keluhan

tersebut di atas biasanya tampak penderita di dyspnoeu. Dada kanan tampak lebih cembung dengan pergerakan pernapasan yang berkurang. Kadang-kadang teraba nyeri tekan di dada kanan bawah. Pada perkusi terdengar pekak, dan pada saat auskultasi tidak terdengar suara pernapasan. Disamping timbulnya efusi pleura dapat juga terjadi abses paru. Komplikasi ini jarang ditemukan, dan pada penelitian penulis tidak menemukan gambaran tersebut. Bila letak abses hati di lobus kiri dapat dekat diafragma kiri, maka akan dapat menyebabkan terjadinya perforasi intraperikardial, sehingga timbul efusi pericardial. Keluhan yang diajukan yaitu merasa mendadak sesak napas, badan panas, nyeri di dada kiri. Penderita lebih enak tidur dengan bantal tinggi. Tanda- tanda temponade kardiak makin jelas. Sebagian akibat munculnya kompresi miokardial. Umumnya penderita menjadi gelisah, karena sesak napas dan nyeri dada. Seseorang penderita abses hati amubik dengan komplikasi efusi pericardial biasanya memliki prognosis yang jelek, karena sering dapat berakibat fatal. Oleh karena itu perlu segera dilakukan aspirasi cairan efusi perikarial atau dilakukan tindakan pembedahan. Dari hasil pengalaman penulis salah seorang meninggal dunia dan seorang lagi setelah dilakukan aspirasi cairan pericardial dan pengobatan konservatif dapat hidup. Pada abses di lobus kiri hati, gambaran seperti tersebut di atas tidak nyata. Abses di lobus kiri hati, sering memberikan penekanan pada lambung, yang dapat dilihat dengan foto lambung dengan kontras barium. Sidik hati dengan bahan radioaktif. In 113 m atau Tc 99 m banyak sekali yang menolong penentuan diagnosa, dengan dapat dilihat adanya tempat pengosongan di daerah abses hati. Daerah yang kosong tersebut masih perlu dipikirkan kemungkinannya dengan karsinoma hati. Bila mana dilakukan sidik hati ulangan dengan Se 75 Selenite tetap dijumpai daerah kosong (daerah dingin) maka merupakan gambaran dari abses hati. Setelah penyakitnya sembuh, tempat pengosongan akan terisi lagi. Perforasi intra peritoneal timbul bila letak abses dekat permukaan hati sebelah distal baik di lobus kiri maupun di lobus kanan. Penderita mengeluh mndadak perut terasa tegang dan nyeri berdenyut disertai dengan panas badan meninggi. Keluhan semacam ini memperlihatkan tanda-tanda& abdomen akut. Penderita umumnya menjadi gelisah, karena tegangnya perut disertai tanda-tanda peritonitis akuta. Bila ditemukan tanda-tanda tersebut di atas, perlu segera dilakukan tindakan pembedahan. Dua orang penderita dengan perforasi intraperitoneal yang ditemukan penulis selama 4 tahun, setelah dilakukan pembedahan sito dan pengobatan anti amoeba menjadi baik kembali. Komplikasi intraperitoneal umumnya mempunyai prognosis yang jelek, apalagi bila tidak segera dilakukan tindakan pembedahan. 946

XI. PROGNOSIS DAN KESIMPULAN Prognosis Prognosa abses hati tergantung dari investasi parasit, daya tahan host, derajat dari infeksi, ada tidaknya infeksi sekunder, komplikasi yang terjadi,

dan terapi yang diberikan Prognosis yang buruk, apabila terjadi keterlambatan diagnosis dan pengobatan, jika hasil kultur darah yang memperlihatkan penyebab bakterial organisme multipel, tidak dilakukan drainase terhadap abses, adanya ikterus, hipoalbuminemia, efusi pleura atau adanya penyakit lain.6 Kesimpulan Abses hati merupakan infeksi pada hati yang disebabkan bakteri, jamur, maupun nekrosis steril yang dapat masuk melalui kandung kemih yang terinfeksi dan infeksi dalam perut lainnya. Abses hati dibedakan menjadi 2 yaitu abses hati amebik dan abses hati piogenik. Adapun gejala-gejala yang sering timbul diantaranya demam tinggi, nyeri pada kuadran kanan atas abdomen, hepatomegali, ikterus. Diagnosis yang di pakai sama seperti penyakit lain yaitu pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, dan laboratorium. Terapi yang diberikan adalah antibiotika spektrum luas, aspirasi cairan abses, drainase, laparatomi dan hepatektomi. Abses hepar dapat disembuhkan bila ditangani dengan cara yang tepat dalam waktu yang secepatnya, oleh karenanya sangatlah penting untuk dapat mendiagnosanya sedini mungkin.

Anda mungkin juga menyukai