Anda di halaman 1dari 7

Kortisol

I. PENDAHULUAN Kelenjar adrenal merupakan organ endokrin yang memproduksi hormon-hormon yang sangat diperlukan untuk mempertahankan kehamilan normal, dimana terjadi terjadinya abnormalitas dari kelenjar adrenal dapat memberikan

pengaruh buruk pada kehamilan baik pada ibu maupun janin. Terdapatnya 2 (dua) organ endokrin dalam kelenjar adrenal yaitu Medulla pada bagian dalam dan Korteks pada bagian luar, Korteks adrenal. gonad, dan plasenta berbagi

kemampuan untuk mensintesis hormon steroid. Ini berasal dari asetat atau kolesterol dan dibangun oleh kerja enzim yang khas. Semua jaringan penghasil steroid dapat membuat androgen dan estrogen, tetapi hanya korteks adrenal yang memiliki enzim yang diperlukan bagi pembentukan kortisol. Kortrisol sebagai produk dari glukokortioid korteks adrenal yang disintesa pada zona fasikulata dapat mempengaruhi metabolisme protein, karbohidrat, dan lipid serta berbagai fungsi fisiologis lainnya. Pada tahap selanjutnya akan berpengaruh terhadap keseimbangan metabolisme tubuh seluruhnya, sehingga pemahaman terhadap anatomi, fisiologi dan metabolisme dari glukokortikoid khususnya kortisol sangat diperlukan, karena glukokortioid sangat berpengaruh terhadap wanita hamil maupun tidak hamil disamping itu adanya kelainan kelenjar adrenal akan menyebabkan manifestasi klinis yang buruk, seperti sindroma Cushing, Addison desease, bahkan terhadap kehamilan yang dapat menyebabkan persalinan preterm. Hormon kortisol adalah jenis hormon steroid yang dihasilkan di korteks adrenal yang terletak di atas ginjal. Setiap hari dihasilkan 40-80 mol hormon kortisol, hormon ini kemudian menyebar dalam plasma dengan tiga cara, yaitu berupa kortisol bebas, kortisol terikat protein dan kortisol metabolit. Hormon kortisol bekerja dalam tubuh manusia melawan rasa sakit, luka, infeksi, kepanasan, kedinginan, alergi, kekurangan oksigen, lapar, dan faktor-faktor yang meningkatkan suhu tubuh. Refrat ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman terhadap perubahan

perubahan endokrinologi khususnya kortisol pada wanita hamil serta beberapa gangguan dari metabolismenya yang berakibat buruk terhadap kehamilan, sehingga dapat membantu dalam mengambil sikap dalam penatalaksanaannya.

II.

FISIOLOGI Banyak senyawa telah dihasilkan oleh korteks adrenal (kurang lebih 40 macam) akan

tetapi hanya sebagian yang dijumpai dalam darah vena adrenal. Kerja fisiologis utama dari hormon-hormon adrenal khususnya glukokortikoid (kortisol) adalah sebagai berikut: 1. Mempengaruhi metabolisme karbohidrat, lemak dan protein, yaitu memacu glikogeolisis, ketogenesis, dan katabolisme protein. 2. Memiliki kerja anti insulin, dimana glukokortikoid menaikkan glukosa, asam-asam lemak dan asam asam amino dalam sirkulasi. Dalam jaringan perifer seperti otot, adipose dan jaringan limfoid, steroid adalah katabolik dan cenderung menghemat glukosa, pengambilan glukosa dan glikolisis ditekan. 3. Terhadap pembuluh darah meningkatkan respon terhadap katekolamin. 4. Terhadap jantung memacu kekuatan kontraksi ( inotropik positif) 5. Terhadap saluran cerna meningkatkan sekresi asam lambung dan absorbsi lemak, menyebabkan erosi selaput lendir. 6. Terhadap tulang menyebabkan terjadinya osteoporosis, oleh karena menghambat aktifitas osteoblast dan absorbsi kalsium di usus. 7. Meningkatkan aliran darah ginjal dan memacu eksresi air oleh ginjal. 8. Pada dosis farmakologis menurunkan intensitas reaksi peradangan, dimana pada konsentrasi tinggi glukokortikoid menurunkan reaksi pertahanan seluler dan khususnya memperlambat migrasi leukosit ke dalam daerah trauma. 9. Glukokortikoid menambah pembentukan surfaktan dalam paru- paru dan telah digunakan untuk mencegah sindroma respiratory distress pada bayi premature.

a) proses kerja kortisol Saat tubuh mengalami demam tinggi hormon kortisol akan beraksi menekan demam. Demam dikarenakan kenaikan suhu disebabkan oleh pusat suhu di dalam otak, yang diaktifkan oleh zat bernama IL-1 (interleukin). Saat seseorang dalam bahaya kematian karena tingginya suhu tubuh, kortisol menurunkan suhu dengan menghambat produksi IL1 yang mengaktifkan pusat suhu. Maka, dengan demikian hormon kortisol adalah obat yang secara alami dihasikan oleh tubuh untuk meredakan demam tinggi yang membahayakan tubuh.

Pekerjaan-pekerjaan kompleks kortisol adalah suatu perencanaan yang matang dan tanpa cacat, dimana pada suatu waktu kortisol akan bekerja menekan sistem immunitas dan menurunkan migrasi sel darah putih ke dalam zona peradangan serta melakukan fagositosis sel yang rusak. Kortisol juga menghambat terjadinya reaksi peradangan akibat alergi. Saat kortisol meredakan demam dan menekan sistem kerja sistem immunitas maka ada celah dimana pertahanan tubuh dalam bahaya. Pada posisi seorang yang terkena infeksi karena luka dan terjadi perlawanan oleh sistem immunitas, maka akan terjadi reaksi peradangan yang salah satunya akan terjadi demam, maka dengan menekan kerja sistem immun akan dapat menekan demam. Namun berkurangnya pasukan immunitas tersebut akan menyebabkan kurangnya perlindungan dan tubuh dalam ancaman bahaya. Sekali lagi hormon kortisol bekerja sebagai sel yang cerdas. Kortisol akan menggerakkan asam amino agar bekerja jika ada luka. Pada saat luka terjadi, asam-asam amino ini adalah bahan dasar yang akan digunakan dalam pemulihan jaringan. Kortisol juga bekerja untuk mengurangi rasa sakit. Ketika jaringan dipulihkan maka akan meminimalisir zona terbuka bagi tubuh yang dapat diserang mikroorganisme parasit. Demikianlah hormon kortisol bekerja dengan sistem komando tanpa sadar yang kompleks, sehingga ia dapat bekerja sebagai pasukan yang dapat menekan demam dengan kerja yang kompleks dan terorganisir dalam berbagai situasi. b) Peranan kortisol pada kehamilan

Pada wanita hamil terjadi peningkatan konsentrasi kortisol yang besar, tetapi sebagian besar diikat oleh globulin pengikat kortisol. Kecepatan sekresi kortisol oleh adrenal ibu tidak bertambah, malah mungkin menurun dibandingkan dengan keadaan tidak hamil, dan laju bersihan metabolic kortisol lebih rendah selama kehamilan. Pengeluaran kortisol pada kehamilan merupakan bagian dari hipotalamus-pituitari-adrenal aksis yang berperan penting dalam merespon berbagai bentuk stress. Komponen lain yang juga merupakan bagian aksis ini adalah corticotrophin releasing hormone (CRH ) yang mengatur pengeluaran ACTH dari hipofise dan sebagai umpan balik dari sintesis dan pengeluaran kortisol. Miometrium manusia terdiri dari lebih kurang 5 isoform CRH reseptor. Pada kehamilan lanjut afinitas dari reseptor ini terhadap CRH meningkat. Pada

keadaan afinitas yang tinggi, reseptor ini dapat mengambil CRH dari ikatannya dengan protein. Reseptor CRH dipercaya merangsang c AMP melalui sinyal pada miometrium yang mempunyai efek anti inotropik. Penting diketahui adalah bahwa hanya membran miometrium dari uterus hamil yang respon terhadap CRH dengan ditingkatkannya

produksi cAMP, meskipun pada akhirnya dengan adanya oksitosin, CRH menyebabkan penurunan kadar cAMP miometrium, hal ini mungkin sebagai hasil dari efek oksitosin terhadap reseptor CRH. Oleh sebab itu, terlihat bahwa kerja dari CRH sepanjang kehamilan memperlihatkan salah satunya menyebabkan miometrium jadi tenang, sampai akhinya CRH memperbanyak oksitosin untuk merangsang kontraksi miometrium.

Pada kehamilan, walaupun jumlah kortisol plasma ibu dan kortikosteroid lainnya meningkat, tetapi ritme diurnal pada dasarnya tidak berubah. Pada orang hamil jumlah dari kortisol bebas dua kali dari jumlah normal yaitu 0,5 sampai 1,0 g/dl menjadi 1-2 g/dl, jumlah ini akan mengatur segala sesuatunya sepanjang kehamilan. Ketika estrogen meningkat, kortisol bebas juga meningkat melalui penurunan eksresi kortisol melalui urin dan penurunan ikatan kortisol dengan transkortin. Progesteron juga menurunkan kortisol yang terikat dengan transkortin, melalui mekanisme kompetisi ikatan dengan transkotin, dimana transkortin mempunyai afinitas yang lebih tinggi untuk berikatan dengan progesteron dibandingkan dengan kortisol, sehingga jumlah kortisol bebas akan meningkat.

Sumber dari sebagian besar kortisol pada kehamilan adalah kelenjar adrenal dari janin, dimana 0,5 % berat badan janin pada kehamilan 20 minggu dan bertambah sampai 20 kali berat adrenal orang dewasa, setelah lahir kelenjar adrenal ini akan kembali normal. Berat kelenjar adrenal ibu tidak berubah sepanjang kehamilan. Pada kehamilan, jumlah konsentrasi serum kortisol total meningkat antara minggu ke 12 akhir kehamilan dengan peningkatan 3 sampai 5 kali dibanding waktu bukan hamil. Beberapa keterangan menyatakan bahwa kortisol penting dalam memulai suatu persalinan. Pada domba atau kambing dengan anencepalic ( tanpa produksi ACTH atau CRH) ternyata mempunyai waktu kehamilan lebih lama, disamping itu jumlah kortisol meningkat dalam darah, plasma dan cairan amnion untuk memulai suatu persalinan pada manusia.

c) Peranan pada proses persalian Sistem hipofise janin manusia berkembang pada awal kehamilan dan mulai memonitor kadar kortisol pada minggu ke 7 sampai minggu 8 kehamilan, respon dari rendahnya kadar kortisol dengan mengeluarkan ACTH. Hal ini terlihat jelas pada janin dengan hambatan enzim pada sintesis kortisol seperti pada congenital adrenal hyperplasia, dimana sistem ini dikompensasi dengan meningkatkan sintesis semua steroid termasuk androgen, CRH juga terdapat dalam sel trophoblast plasenta pada minggu ke 8 kehamilan, dan meningkat sampai 20 kali selama 6 sampai 8 minggu terakhir kehamilan Kortisol meningkat secara dramatis dalam cairan amnion, dimulai minggu 34-36 dan dihubungkan dengan kematangan paru-paru. Kortisol dari ibu melintasi plasenta secara mudah, dan sebagian besar (85%) dimetabolisme menjadi kortison, hal ini mungkin sebagai mekanisme untuk menghindari penekanan kelenjar adrenal janin oleh steroid ibu. Hal yang berlawanan, pada hepar janin mempunyai kemampuan yang terbatas dalam merubah kortison tak aktif menjadi kortison aktif. Dipihak lain paru-paru janin mempunyai kemampuan dalam merubah kortison menjadi kortisol dan ini mungkin sebagai sumber kortisol yang penting untuk paru-paru.

Pada proses kelahiran manusia peranan penting dari kelenjar adrenal janin dalam hal ini kortisol adalah berhubungan dengan produksi estrogen plasenta. Pada umumnya kehamilan pada manusia dihubungkan dengan kesulitan untuk memulai persalinan pada waktunya yang disebabkan oleh penurunan produksi estrogen.

SINDROMA CUSHING DALAM KEHAMILAN Bila sekresi dari glukokortikoid melebihi batas normal, akan timbul sekelompok gejala yang dinamakan sindroma Cushing, antara lain berupa obesitas, hipertensi, mudah lelah, amenorhoe, hirsutisme, atropi kulit, penyembuhan luka lambat, striae, edema, glukosuria, dan osteoporosis. Sindrome Cushing pada kehamilan jarang ditemukan karena sebagai konsekwensi endokrin dari hiperkolesterolemia sering terjadi anovulasi dan infertilitas. Diagnosa akan sulit ditegakkan, karena pada beberapa wanita kehamilan itu sendiri menampakkan gejala yang sama dengan kelebihan kortisol seperti, obesitas, striae abdominal, intoleransi glukosa. Jika terdapat dua kondisi tersebut diatas, pada pemeriksaan fisik, maka diagnosa kearah sindroma Cushing dapat dipikirkan. Sebagian besar ibu mengeluh adanya penyakit karena hipertensi dan diabetes pada sindroma Cushing dan dapat menjadi berat karena kehamilan.

Penyebab dari sindroma Cushing ini dapat berasal dari eksogen seperti pemberian kortikosteroid dan factor endogen. Penyebab terbanyak biasanya adalah hiperplasi adrenal hipofise seperti pada adrenal adenoma, adrenal carcinoma, dan sindroma yang disebabkan sekresi ektopik dari ACTH. Kebanyakan kasus yang berhubungan dengan kehamilan adalah yang disebabkan karena adrenal adenoma. Pada ibu hamil komplikasi yang terjadi adalah hipertensi, preeklamsi, diabetes, congestif heart failure dan kematian, perubahan afek pada depresi dan psikosis dapat terjadi pada sindroma Cushing. Pengobatan sindroma Cushing pada kehamilan adalah menurunkan hiperkolesterolemia, selama kehamilan dilakukan unilateral atau bilateral adrenalektomi pada kasus adrenal adenoma, lalu diberikan steroid pengganti untuk kehamilannya dan dianjurkan pemberian jangka panjang setelah persalinan. Pada sindroma Cushing dengan kehamilan yang disebabkan oleh mikroadenoma hipofise, transphenoidal adenectomy dapat dipikirkan. pemberian terapi tergantung pada individu dari pasien dan umur kehamilan, beberapa pendapat merekomendasikan terapi bedah defenitif pada kehamilan dini, sedangkan pada kehamilan lanjut dipertimbangkan pemberian terapi

defenitif setelah persalinan, dalam keadaan ini terapi obat spesifik dapat diberikan seperti Metyrapon, suatu inhibitor dari 11-hidroksilase, terapi lainnya adalah aminoglutethimide, dan cyproheptadin suatu antagonis serotonin.

PENYAKIT ADDISON PADA KEHAMILAN Penyakit Addison disebut juga penyakit adenokortikal primer, timbul akibat berkurangnya produksi glukokortikoid yang disebabkan destruksi korteks adrenal yang bersifat kronik progresif dan secara sekunder akibat gangguan aksis hipotalamus-hipofise. Angka kejadian penyakit Addison lebih jarang dibandingkan sindroma Cushing dan mempunyai dua penyebab utama yaitu destruksi adrenal autoimun dan tuberculosis. Insufisiensi adrenal pada kehamilan tidak berhubungan dengan berbagai masalah spesifik dalam perkembangan dan kesehatan janin, karena fetoplasental dikontrol oleh steroid intrauterin. Pada kehamilan mungkin didapatkan tanda manifestasi klinis yang berhubungan dengan fungsi kardiovaskuler yaitu penurunan cardiac output, kehilangan tonus vaskuler, semua itu dapat berpengaruh pada oksigenasi dan nutrisi janin. Adrenokortikal insufisiensi dapat terjadi dalam bentuk kronik atau akut. Pada keadaan kronik sebagai gejala awal terdapat gejala kelelahan, lemah, nyeri abdomen, penurunan berat badan, dan selanjutnya timbul nausea, anoreksia, peningkatan pigmen, dan hipotensi ortostatik.

Gejala akut atau krisis dapat terjadi pada bentuk yang sudah kronik atau di awal penyakit. Umumnya bentuk akut terjadi sebagai konsekuensi dari suddent withdrawal pemberian hormone adrenokortikal eksogen, hal ini adalah sebagai suatu emergensi endokrin dan biasanya ditandai oleh nyeri abdomen, nyeri otot dan sendi, hipotensi serta konfusi.

Pada pemeriksaan laboratorium sebagai konfirmasi pemeriksaan klinis ditemukan hiponatremia, hiperkalemia, kadar urea nitrogen darah yang tinggi, hipoglikemia dan asidosis. Penderita dengan penyakit Addison akan diterapi dengan spesifik untuk mengkoreksi kekurang glikokortikoid dan mineralokortikoid. Terapi substitusi diberikan hidrokostison 20 mg pagi hari dan 10 mg sore hari, atau kortison asetat 25 mg pada pagi hari dan 12,5 mg pada sore hari. Untuk mineralokortikoidnya diberikan fluorokortison 0,05-0,1 mg per hari.

DAFTAR PUSTAKA PERANAN KORTISOL PADA IBU HAMIL yang dapat di akses di

http://digilib.unsri.ac.id/download/Kortisol.pdf Pengaruh kebisingan tingkat tinggi terhadap kortisol plasma tikus jantan yang dapat di akses di http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/15614/1/mkn-jun2006-%20(5).pdf

Anda mungkin juga menyukai