Anda di halaman 1dari 2

Diterbitkan Yayasan Sunniyah Salafiyah - Pembina Habib Taufiq Abdul Qodir as-Segaf Pemimpin Redaksi Muhammad Husein al-Habsyi

Sekretaris Muhammad bin Ahmad asSegaf Layout Muhammad Seiful Umam Sirkulasi Ahmad Nur Jamil Alamat Redaksi: Jl. Raya Sidogiri KM 1 Kraton - Pasuruan Telepon (0343) 415144 Email: forsansalaf@gmail.com Website: www.forsansalaf.com 4 Buletin Mimbar Jumat SUNNIYAH SALAFIYAH

Terdapat banyak ayat dan hadist, mohon tidak diletakkan di sembarang tempat

nabi atau rasul atau sebagai umat obyek dakwah nabi dan rasul. Seorang nabi atau rasul, di samping sebagai penyampai ajaran Allah SWT, juga sebagai obyek dari ajaran itu sendiri. Artinya, mereka juga menjadi contoh bagi umat untuk menjalankan ajaran agama Allah SWT. Jika risalah dan kenabian sudah datang kepada suatu umat maka tak ada alasan apa pun bagi mereka kelak di akhirat untuk menuntut Allah jika Allah menimpakan siksa atas orang-orang yang tidak mengenal (menyembah) Tuhannya atau orang-orang kafir. Pada dasarnya pancaindra dan akal manusia, di samping sebagai sarana menjalani hidup ini, juga merupakan alat untuk mengenali Penciptanya yang pada akhirnya mereka akan menyembahNya. Berbeda dengan spesies lain yang tidak dibekali akal sehat, maka tak ada kewajiban beragama atas mereka. Allah menurunkan agama senantiasa melalui wahyu (firman)Nya. Tak ada agama apa pun yang diakui oleh Allah jika tidak bersumber dariNya karena agama bukan suatu konsep filosofi. Sebaik apa pun ajaran moral dalam pandangan akal sehat dan filosofi manusia yang sekuler, tidak akan bisa disejajarkan atau disamakan dengan agama samawi. Meski dalam rincian agama samawi ada ajaran yang sulit dimengerti secara filosofis, ia tetap harus diterima. Akal manusia terbatas dan tidak memiliki wilayah untuk selalu dapat memahami secara filosofis akan detail ajaran agama. Pada dasarnya, pada tahap awal ajaran para rasul adalah logis yang didukung kekuatan mukjizat. Mukjizat merupakan kekuatan

nyata meski sulit dinalar. Itulah maksud dari keterbatasan akal sehat manusia sehingga tidak boleh menjadi hakim tertinggi dalam memandang segala sesuatu. Hidayah Allah yang kelima adalah petunjuk yang datang langsung dariNya. Agama memang merupakan petunjuk Allah, dan itu merupakan sunnah (metode) Allah dalam memberikan informasi secara kolektif kepada umat manusia menyangkut jalan yang benar dalam hidup ini. Namun di balik itu, ada hidayah yang Allah berikan kepada manusia secara langsung. Hidayah itulah yang menentukan seseorang menjadi beriman atau tidak. Kadang hidayah itu datang tidak lama sejaki informasi risalah yang diterima oleh seseorang. Kadang agak lambat, dan kadang tak pernah datang kepada seseorang meski dia memperoleh informasi kerasulan (agama samawi). Kebanyakan manusia tidak mendapatkan hidayah yang teramat istimewa yang merupakan prerogatif Allah itu. Lihatlah bahwa pada kenyataannya, jumlah orang kafir jauh lebih banyak dari pada yang mukmin. Seorang Rasul bisa saja menunjukkan suatu mukjizat kepada seseorang untuk meyakinkan bahwa ajarannya datang dari Tuhan, namun tidak serta-merta sang Rasul mampu membuat orang ini menjadi beriman kepada ajarannya. Hal ini tak lain karena belum datangnya hidayah yang langsung dari Allah SWT kepada hati mereka yang belum beriman itu. Wallahu A'lamu bish-shawab.

http://www.forsansalaf.com

SUNNIYAH SALAFIYAH
Buletin Mimbar Jumat
Edisi 42 1432 H / 2011 M

Hidayah dalam bahasa Indonesia berarti petunjuk. Hidup di dunia ini membutuhkan petunjuk agar kita bisa sampai pada tujuan, baik tujuan berskala kecil mau pun besar, yang bersifat sementara mau pun abadi. Petunjuk bisa berupa siapa pun atau apa pun yang dapat mengantarkan kita pada tujuan yang kita cari dan kita inginkan. Tanpa petunjuk maka manusia akan tersesat dan tak akan pernah sampai pada yang dituju. Ini karena keterbatasan manusia dalam segala hal. Manusia bukan subyek yang serba tahu atau mahatahu, sehingga petunjuk mutlak selalu dibutuhkan. Manusia membutuhkan cara dan jalan untuk sampai pada suatu tujuan. Petunjuk atau hidayah merupakan bagian dari sunnah atau cara Allah yang diberlakukan bagi makhlukNya. Ini tidak hanya berlaku dalam kehidupan manusia, tetapi berlaku secara universal bagi semua makhluk hidup. Seekor semut yang sedang merayap di sudut dinding membutuhkan petunjuk agar bisa mencapai sebuah butir makanan yang ada di sudut lantai. insting semut yang tajam menjadi petunjuk baginya. Seekor laba-laba bisa menjerat mangsa juga membutuhkan petunjuk. Binatang ini memiliki kemampuan membuat sarangnya yang unik. Bahkan seekor cicak yang melata di dinding bisa memangsa
Buletin Mimbar Jumat SUNNIYAH SALAFIYAH

HIDAYAH

seekor nyamuk yang berkemampuan terbang juga karena adanya petunjuk berupa naluri berburu yang relatif akurat. Semua petunjuk pada dasarnya berasal dari Allah SWT. Setiap spesies diberi keahlian masing-masing oleh Allah SWT. Petunjuk terdiri dari aneka ragam yang tidak akan mampu dipahami seluruhnya oleh akal dan pengetahuan manusia. Secara umum petunjuk yang diberikan kepada makhluk hidup adalah yang berupa naluri dan insting dalam menjalani hidupnya. Petunjuk ini merupakan sarana bagi mereka untuk bertahan hidup dan mempertahankan jenis. Dengan insting dan cara hidup yang berbeda-beda pada tiap spesies itu maka terjagalah keseimbangan ekosistem yang kita dapati di bumi ini. Secara garis besar petujuk Allah untuk umat manusia ada lima macam. Pertama adalah pancaindra serta fungsi-fungsi dalam tubuh yang terkait seperti otak dan syaraf penghubung. Dengan mata, misalnya,maka makhluk hidup yang bermata bisa melihat obyek pandang dengan jarak dan pola pandang masing-masing. Ada spesies yang bisa memandang dengan jelas dan mengenal warna dan ada pula yang tidak begitu jelas atau buta warna. Mata merupakan salah satu indra yang paling penting. Nikmat yang diperoleh dari
1

"Sebenarnya bukan mata itu yang buta, tetapi yang buta ialah hati yang di dalam
2

Buletin Mimbar Jumat SUNNIYAH SALAFIYAH

MOHON TIDAK DIBACA KETIKA IMAM SEDANG KHUTBAH

kedua mata ini sungguh tidak terbatas. Dalam kehidupan manusia kita bisa membedakan bagaimana cara orang yang bisa melihat dan orang buta dalam menjalani hidupnya. Orang yang bisa melihat dengan leluasa dapat berjalan dan menjalani beragam aktifitas sehari-hari dengan cepat dan tangkas. Bandingkanlah dengan penyandang tunanetra yang hanya bisa merayap atau meraba ketika berjalan dengan bantuan tongkat atau panduan suara orang lain. Banyak bidang pekerjaan yang tidak bisa dijalani oleh orang buta. Maka betapa luar biasanya Allah SWT menciptakan mata dan penglihatan yang sempurna itu. Dengan penglihatan orang mampu mengenali berbagai obyek dengan mudah serta mengenali cahaya dan warna. Kita bisa melihat dan menikmati keindahan rupa dan semesta raya. Sementara orang buta hanya mendapati kegelapan dan warna hitam di sepanjang hidupnya. Oleh karena itu, nikmat mata dan penglihatan merupakan nikmat yang tidak terhitung dan tak tergantikan oleh indra lainnya. Namun sangatlah disayangkan jika nikmat penglihatan yang luar biasa ini tidak menjadikan seseorang mampu melihat kebesaran dan keagungan Penciptanya. Sayang sekali jika penglihatan tidak mampu mengantarkan seseorang memahami semesta melebihi pandangan lahiriahnya. Justeru yang demikian inilah yang faktanya banyak terjadi pada umat manusia sehingga ayat-ayat Allah berlalu begitu saja dari hadapannya tanpa pernah direnungkan. Allah SWT berfirman :

dada." (QS Al-Hajj [22]: 46). Dengan pendengaran maka makhluk hidup bisa memperoleh informasi dari luar dirinya. Pendengaran merupakan indra yang amat vital bagi penerimaan pengetahuan. Orang buta bisa menerima ilmu, tetapi tidak demikian halnya dengan penyandang tunarungu. Tidak semua pendengaran membutuhkan telinga. Banyak speseis yang diberikan indra pendengaran tanpa daun telinga. Ular, misalnya, memiliki alat sensor gerak obyek luar justeru pada lidahnya di samping kedua matanya. Kelelawar memiliki alat sensor obyek pada permukaan kulitnya, sehingga ia leluasa terbang dalam kegelapan malam. Pendengaran merupakan indra yang amat penting bagi penerimaan hidayah. Pendengaran boleh jadi lebih utama dari pada penglihatan sebab pendengaran lebih bisa memberikan pemahaman pada seseorang melebihi penglihatan. Oleh karena itu, banyak orang buta yang jadi ulama atau hafal al-Qur'an, tetapi tidak satu pun orang tuli total yang bisa menjadi alim atau hafal al-Qur'an. Pendengaran bisa menerima suara dari berbagai arah, sementara penglihatan hanya pada obyek di hadapan pandangan mata. Mata sudah tidak mampu melihat obyek yang tidak lurus dengan fokus pandangnya. Orang tunanetra masih bisa menjadi orang mulia atau tokoh, namun tidak dengan orang tunarungu. Secara mutlak ilmu membutuhkan pendengaran untuk bisa diterima oleh otak sekali pun tidak senantiasa membutuhkan penglihatan. Itulah sebabnya mengapa pendengaran lebih utama dari pada penglihatan. Selain penglihatan dan pendengaran yang amat vital fungsinya itu, masih ada tiga indra lagi yang juga amat penting sebagai petunjuk kita dalam menjalani hidup. Mungkin hidup akan terasa hambar jika kita tidak memiliki indra penciuman dan pengecap rasa. Dengan

penciuman, kita bisa mengenali bau dari yang paling lezat dan harum sampai yang paling busuk. Dengan alat pengecap rasa di lidah kita bisa mendapati rasa dari yang paling lezat dan nikmat sampai yang paling tidak enak dan memuakkan. Begitu pula dengan alat peraba di sekujur tubuh kita yang merupakan indra yang tidak kalah penting perannya dalam memberikan petunjuk. Kita tentu tidak ingin tersengat arus listrik untuk kedua kalinya. Juga tidak ingin tersengat panas api untuk yang kedua kalinya. Bahkan, juga untuk yang pertama kali setelah kita memperoleh informasi dari orang lain bahwa tersengat panas, arus listrik atau bisa binatang merupakan pengalaman yang tidak enak dan menyakitkan. Betapa ketiga indra rasa tersebut sangat penting bagi kita dalam memberikan petunjuk untuk melakoni hidup ini agar menjadi lebih terarah. Mungkin bisa kita bayangkan seandainya hidup kita tidak dilengkapi dengan mengenal bau dan rasa. Tentu akan sangat hambar jadinya. Ada pepatah yang berbunyi, "Rasa adalah segalanya. Bahkan orang berani berkorban dan mengeluarkan uang dalam jumlah besar justeru untuk mendapatkan citarasa yang luar biasa itu. Pria berusaha mendapatkan wanita cantik juga karena faktor rasa. Orang membeli parfum dengan harga mahal juga karena selera rasa dan aroma. Orang mendatangi restoran elit juga karena dorongan rasa. Rasa itu pula yang juga memberikan pelajaran penting kepada kita, sehingga kita selalu menghindari hal-hal yang bisa menyakitkan. Pancaindra merupakan hidayah awal yang harus dijadikan sarana untuk mencari dan menerima hidayah-hidayah tahap berikutnya, sebab ilmu dan hidayah masuk pada diri manusia melalui pancaindra. Macam hidayah yang kedua adalah akal sehat. Akal sehat merupakan sarana bagi seseBuletin Mimbar Jumat SUNNIYAH SALAFIYAH 3

orang untuk bisa menerima hidayah yang lebih dari sekedar hidayah yang diterima oleh pancaindra. Agama juga berlaku khusus bagi orang-orang berakal waras. Dalam sebuah hadits dijelaskan bahwa agama adalah akal. Ajaran agama tidak berlaku bagi orang gila dan anak kecil yang belum baligh. Tidak ada sanksi akhirat atas segala amal perbuatan mereka selama mereka tidak berakal sehat atau belum baligh. Akal merupakan sarana penerima informasi yang ditangkap oleh indra luar. Dengan akal sehat seseorang bisa memiliki rasa malu, harga diri, serta bisa memahami ilmu dan agama. Dengan ini pula ia mampu mewujudkan dan melangsungkan peradaban. Dengan akal sehat manusia diserahi tugas kehambaan (ibadah) dan khalifah di muka bumi. Akal sehat merupakan anugerah petunjuk yang luar biasa, sekaligus memiliki tanggung- jawab yang luar biasa pula. Macam hidayah yang ketiga adalah firasat (perasaan batin) dan ilham (inspirasi). Kedua macam hidayah ini juga amat penting bagi manusia. Dengan firasat maka seseorang bisa memilih sesuatu yang lebih baik serta memiliki berbagai gagasan dalam menunjang kebutuhannya untuk mempertahankan dan mengembangkan diri. Dengan inspirasi maka manusia mampu melakukan berbagai kreasi dan inovasi. Kedua macam petunjuk itu diberikan oleh Allah SWT secara berbeda antara satu orang dengan lainnya. Hidayah macam ini juga tidak datang rutin kepada manusia sebagaimana datangnya kondisi sadar yang dihasilkan oleh aktifitas akal sehat dan pancaindra. Hidayah yang keempat adalah agama Allah SWT yang disampaikan dengan wahyuNya melalui sistem kenabian dan kerasulan. Sebagai makhluk berpancaindra dan berakal sehat, wajar dan logis jika manusia menjadi obyek risalah Allah SWT, baik sebagai seorang
3

Anda mungkin juga menyukai