Anda di halaman 1dari 14

BAB I PENDAHULUAN A.

Latar Belakang Masalah Belakangan ini epistemologi acapkali dibahas dan disorot dalam forumforum ilmiah baik melalui diskusi, seminar maupun artikel-artikel dibuku, jurnal dan majalah. Kecenderungan ini muncul barangkali setelah disadari betapa pentingnya epistemologi itu dalam merumuskan, menyusun dan mengembangkan ilmu pengetahuan, seperti yang terjadi di barat modern. Para filsuf barat memang lebih cenderung menekankan bahasannya pada wilayah epistemologi ini, daripada ontologi maupun aksiologi, kendatipun sesungguhnya epistemologi tidak akan lepas dari kedua sub sistem filsafat itu. Oleh karena itu barat modern sekarang ini mampu mencapai kemajuan sain dan teknologi yang tidak dapat ditandingi belahan dunia lainnya. Realitas empiris ini harus diakui secara jujur meskipun dari segi nilai, kemajuan itu gagal mewujudkan kedamaian, keramahan dan keaggunan peradaban. Islam tampak telah memberikan inspirasi agar dibangun suatu epistemologi. Apabila kita cermati kata kaifa pada beberapa ayat Al-Quran akan meyakinkan adanya inspirasi tersebut. Kata kaifa yang berarti bagaimana biasanya digunakan untuk mengajukan pertanyaan yang berkaitan dengan keadaan dan cara. Al-Quran pun agaknya menggunakan kata kaifa ini dalam kontek yang berbeda. Misalnya kaifa yang menunjukkan keadaan adalah: maka apakah mereka tidak mengadakan perjalanan di muka bumi ini lalu memperhatikan betapa kesudahan orang-orang sebelum mereka. Adalah orang-orang yang sebelum mereka itu lebih hebat kekuatannya dan lebih banyak bekas-bekas mereka di muka bumi ini, maka apa yang mereka usahakan itu tidak dapat menolong mereka. (QS. Al-Mukminun: 82). Sedangkan kaifa yang digunakan untuk menunjukkan cara atau metode adalah: maka apakah mereka tidak

memperhatikan unta bagaimana ia diciptakan dan langit bagaimana ia ditinggikan? Dan gunung-gunung bagaimana ia ditegakkan? Dan bumi bagaimana ia dihamparkan? (QS. Al-Ghasiyah: 17-20).

Ayat-ayat dalam kelompok kedua ini menurut hemat saya bukan hanya menunjukkan keadaan unta, langit, gunung dan bumi melainkan yang lebih ditekankan justru bagaimana cara menciptakan unta, cara meniggikan langit, cara meninggikan gunung dan cara menghamparkan bumi. Ini semua dimaksudkan metode sedang metode tercakup dalam pembahasan epistemologi.1

Mujammil Qomar, Epistemologi dari metide kritik rasional hingga metode kritik, (PT. Gelora Aksara Pratama)

BAB II PEMBAHASAN

A. Defenisi Kritik dan Metode Komparatif Kritik dalam hal pendidikan bermakna usaha menggali pengetahuan tentang pendidikan Islam dengan cara mengoreksi kelemahan-kelemahan suatu konsep atau aplikasi pendidikan, kemudian menawarkan solusi sebagai alternatif pemecahannya. Sedangkan Metode komparatif adalah metode memperoleh pengetahuan dalam hal ini pengetahuan pendidikan islam dengan cara membandingkan teori maupun praktek pendidikan, baik sesama pendidikan islam maupun pendidikan islam dengan pendidikan islam lainnya. Metode ini ditempuh untuk mencari keunggulan-keunggulan maupun memadukan pengertian atau pemahaman, supaya didapatkan ketegasan maksud dari permasalahan pendidikan. Maka metode komparatif ini masih bisa dibedakan dengan pendidikan perbandingan. Dalam disiplin ilmu pendidikan dapat dikembangkan lagi disiplin pendidikan perbandingan, yang menurut I.L. Kandel adalah studi mengenai teori dan praktek pendidikan sekarang, sebagaimana dipengaruhi oleh bermacammacam latar belakang, dan merupakan kelanjutan dari sejarah pendidikan.2Dengan demikian pendidikan komparatif ialah lapangan studi yang bertugas untuk mengadakan perbandingan teori dan praktek pendidikan yang dimiliki beberapa negeri untuk mengadakan perluasan pemandangan dan pengetahuan diluar batas negeri sendiri.3 Dari sini tampak perbedaan antara metode komparatif dengan pendidikan perbandingan. Perbedaan bukan hanya terletak pada tataran tujuan melainkan juga wilayah obyek pembahasannya. Metode komparatif sebagai metode epistemologi penddikan islam tidak hanya bertujuan yang sifatnya perluasan pengetahuan, tetapi yang lebih penting justru
2

W. William Brickman, Introduction to The Foundation of Comparative Education, (New York: School of Education, New Park University, 1954), hal.11. 3 Ibid,

pembentukan dan penyusunan pengetahuan yang baru sama sekali. Disamping itu, metode komparatif tidak terikat oleh batas-batas negara, tapi lebih ditekankan pada keterkaitannya dengan konsep-konsep, baik normatif, teoritis maupun empiris. Kata kunci Perbandingan ini telah banyak diipakai dalam beberapa disiplin ilmu. Dalam fiqih terdapat perbandingan mazhab (muqaranah almazahib), dalam pembahasan agama terdapat perbandingan agama (muqaranah aladyan), dalam tafsir terdapat tafsir perbandingan (tafsir muqaran), dan dalam pendidikan terdapat pendidikan perbandingan tersebut. Bahkan dalam usul fiqih terdapat qiyas. Kendati tidak menyebutkan kata-kata perbandingan atau muqaran, tetapi pada qiyas itu subtansinya justru perbandingan antara asal (pokok) dan faru (cabang). Meskipun demikian, tidak semua perbandingan itu memiliki mekanisme kerja yang sama. B.Obyek - Obyek Yang Di bahas Dalam Metode komparatif Metode komparatif sebagai salah satu metode epistemologi pendidikan islam memiliki obyek yang beraneka ragam untuk diperbandingkan yaitu meliputi: 1. Perbandingan sesama ayat Al-Quran yang bertema pendidikan Perbandingan antara sesama ayat Al-Quran tentang pendidikan bisa berbentuk membandingkan satu kata yang terdapat pada beberapa ayat maupun beberapa penggunaannya, dan bisa juga membandingkan beberapa kata yang memiliki kesetaraan arti yang disebut dengan sinonim atau muradif. Misalnya ketika membahas manusia dengan membandingkan kata-kata yang menunjuk kepadanya, maka kita mendapatkan kata-kata yang beragam yaitu insan, ins, nas, atau unas, basyar, dzuriat adam dan bani Adam. Pada perbandingan ini tidak dimaksudkan mencari keunggulan satu ayat atas ayat lainnya, sebab semua ayat Al-Quran kedudukannya sama. Perbandingan ini untuk memperoleh pengertian yang komprehensif tentang sesuatu konsep dalam pendidikan. Melalui cara ini kita dapat memperoleh pengetahuan yang luas atau pengetahuan yang baru sama sekali tentang sesuatu konsep.

2. Perbandingan antara ayat-ayat pendidikan dengan hadist-hadist pendidikan Misalnya adanya beberapa ayat Al-Quran yang berkaitan dengan perintah untuk mengadakan pendidikan shalat, kemudian kita bandingkan dengan hadisthadist Nabi yang berkaitan dengan perintah pendidikan melaksanakan shalat dan barulah disana terdapat titik temunya dalam hal pendidikan ibadah shalat. 3. Perbandingan antara sesama hadits pendidikan Di sini kita bisa membandingkan kata yang sama dalam hadits dengan jalur sanad yang berbeda-beda maupun kata-kata yang sinonim dalam haditshadits dengan jalur sanad yang sama atau jalur sanad yang berbeda-beda. Dalam pembahasan nilai hadits terdapat hadits shahih, hasan dan dhaif. Ketiganya memiliki implikasi otoritas hukum yang berbeda-beda. Oleh karena itu, perbandingan model ini dapat dipakai mencari suatu keunggulan konsep. Namun adakalanya perbandingan ini untuk memperoleh pemahaman yang utuh serta komprehensif tentang suatu konsep pendidikan. Di samping itu, perbandingan ini dapat digunakan untuk mengetahui latar belakang dari ketentuan normatif hadits Nabi. Ketika ada sahabat yang bertanya kepada nabi tentang perbuatan apa yang paling mulia dilakukan, ternyata jawaban nabi tidak sama terhadap penanya yang berbeda. Perbedaan jawaban nabi ini bukan berarti nabi tidak konsisten. Melainkan nabi berupaya merespon pertanyaan-pertanyaan itu sesuai dengan problem-problem yang dihadapi masing-masing sahabat. Tetapi paling tidak kita bisa menarik jawaban-jawaban nabi itu terkait dengan konsep tentang kebajikan. 4. Perbandingan antara sesama teori dari para pemikir pendidikan Islam Mungkin dua pemikir pendidikan islam atau lebih memiliki teori yang membahas permasalahan yang sama tetapi pandangannya berbeda. Kita perlu membandingkan teori-teori itu berdasarkan ukuran-ukuran ilmiah dan ada relevansinya dengan kandungan wahyu. Bila memungkinkan teori-teori itu dikompromikan, bila tidak sebaiknya dipisahkan saja. Artinya dari teori-teori itu, teori mana yang memenuhi syarat keilmihan dan memiliki relevansinya dengan pesan-pesan wahyu, maka teori itulah yang digunakan dan diperkuat posisinya. Disini memang ada kepemihakan, tetapi pemihakan atas dasar kriteria ilmiah dan

wahyu. Melalui cara ini kita bisa meraih pengetahuan pendidikan islam, baik pengetahuan yang didapat dari hasil mengkompromikan teori-teori tersebut maupun dari hasil memperkuat kebenaran sesuatu teori itu. 5. Perbandingan antara teori dari pakar pendidikan islam dengan non islam Dalam hal ini kita sebagai penggali pengetahuan pendidikan islam tidak dibolehkan bersikap apriori, bahwa teori yang dibangun oleh orang islam mesti lebih baik atau lebih benar, daripada oleh orang non islam. Sebaliknya kita harus bersikap netral dalam menghadapi semua teori itu, dan yang penting kita berusaha berpegang pada kriteria kriteria ilmiah secara kuat dalam membandingkan teoriteori tersebut. Kalau ternyata misalnya, teori yang bisa diterima secara ilmiah adalah berasal dari orang non islam maka harus diterima sebagai sesuatu yang kebenaran pengetahuan. Bila teori-teori itu dinilai dari perspektif wahyu Tuhan tidak tertutup kemungkinan teori dari orang non islam itu justru lebih dibenarkan daripada teori orang islam. 6. Perbandingan antara sesama lembaga pendidikan Islam Perbandingan dapat mengambil obyek semua lembaga pendidikan islam. Secara kasus per kasus lembaga pendidikan di samping ada yang memprihatinkan, juga ada yang maju dengan pesat kendatipun jumlahnya tidak banyak. Kita bisa melakukan perbandingan pada level yang sama terhadap semua jenjang mulai dari tingkat kanak-kanak hingga perguruan tinggi program pascasarjana. Biasanya lembaga pendidikan islam yang maju seringkali menerima kunjungan studi komparatif dari lembaga islam pendidikan lainnya untuk memperoleh pengalaman yang baik dalam mengelola pendidikan. Pengalaman manajerial dari pengelola lembaga pendidikan islam yang maju itu sebagai pengetahuan yanag perlu diserap dan ditiru untuk diterapkan pada lembaga pendidikan islam lain yang kurang atau tidak maju. Berkaitan dengan realitas inilah, maka dikenal adanya lembaga pendidikan Islam unggulan yang menjadi percontohan. Kegiatan membandingkan sesama lembaga pendidikan Islam ini sebaiknya dilakukan secara komprehensif. Kita tidak hanya membandingkan faktor-faktor internal berupa kondisi manajerialnya, tetapi harus memperhatikan faktor-faktor

eksternal seperti karakter masyarakat sekitarnya, sebab tidak mesti manajemen yang sama mengakibatkan hasil yang relatif sama ketika diterapkan dalam lembaga pendidikan Islam pada masyarakat yang berbeda karakternya. Maka tidak mengherankan jika hasil studi komparatif itu diuji cobakan pada sesuatu lembaga pendidikan Islam, ternyata hasilnya tidak positif, karena terdapat faktorfaktor tertentu yang kurang mendukung seperti kecenderungan masyarakatnya. Karakter maupun kecenderungan masyarakat pedesaan dan masyarakat perkotaan terhadap pendidikan ternyata jauh berbeda. Masyarakat kota lebih memburu lembaga pendidikan yang bonafide, meskipun biayanya mahal, sedangkan pada masyarakat desa yang dicari adalah yang biayanya lebih murah. Oleh karena itu, pada umumnya lembaga pendidikan unggulan atau sekolah Islam model hanya bisa dikembangkan di kota. 7. Perbandingan antara lembaga pendidikan Islam dengan lembaga pendidikan non Islam Misalnya lembaga pendidikan katolik. Di Indonesia lembaga pendidikan katolik dikenal sebagai lembaga pendidikan yang maju atau bonafide. Ini berarti ada sesuatu keunggulan-keunggulan manajemen yang perlu diketahui dan dicontoh. Namun para pengelola lembaga pendidikan Islam sepertinya tidak pernah melaksanakan studi komparatif dengan lembaga pendidikan katolik. Mereka hanya melakukan studi komparatif dengan lembaga pendidikan Islam. Sebenarnya ada alasan teologis untuk menolak usaha perbandingan dengan lembaga pendidikan non Islam, termasuk lembaga pendidikan katolik. Bahkan meniru atau mencontohpun tidak ada masalah, sebab yang ditiru itu hanya teknik pelaksanaan pendidikan, dan ini bisa berlaku universal. Manajemen yang baik bisa ditiru oleh siapapun tanpa sekat-sekat agama, ideologi maupun aliran. Bila kita mau mencermati manajemen pendidikan katolik itu kita akan memperoleh banyak pengalaman atau pengetahuan yang sangat berarti untuk dikembangkan. 8. Perbandingan antara sesama sejarah umat Islam dahulu dan sekarang Objek perbandingan ini didasari pada suatu pertimbangan yang sederhana, bahwa umat Islam jaman dahulu terutama jaman dinasti Abbasiyah telah mampu

mencapai kejayaan peradaban. Banyak pemikir besar, ilmuwan terkenal, filosof yang mashur dan mujtahid mutlak bermunculan pada masa ini. Kemunculan mereka diasumsikan lantaran sistem pendidikannya yang baik, sebab pendidikan ini menjadi penentu terhadap kualitas peradaban. Jika dapat ditemukan penyebab kemajuan peradaban itu dari sisi pendidikan, maka dapat dijadikan suatu pengalaman atau pengetahuan yang perlu dilestarikan dan dipertahankan dalam khazanah pemikiran pendidikan Islam maupun dalam praktek kehidupan umat Islam sehari-hari. Terhadap penyebab kemajuan peradaban Islam tersebut Fazlur Rahman meyakinkan bahwa para sarjana muslim dahulu merasa terdorong semangatnya oleh penilaian positif yag secara eksplisit dan berulang-ulang diberikan oleh AlQuran kepada semua ilmu pengetahuan, khususnya pada kajian alam semesta.4 Sedangkan M. Amin Abdullah menilai bahwa perkembangan kemampuan intelektual umat Islam dalam melaksanakan ijtihad pada jaman kebesaran Bagdad tersebut lantaran umat Islam mampu menyerap dan memanfaatkan ilmu filsafat dan mantik.5 Sikap ini kemudian memiliki implikasi terhadap sistem pendidikannya. Pendidikan pada masa itu diarahkan untuk menumbuhkan penalaran logis dan kritis.6 Jika ini benar berarti sistem pendidikan Islam yang berhasil mencapai puncak kejayaan peradaban Islam jaman dahulu itu ternyata sistem pendidikan yang menekankan orientasinya pada pengembangan intelek atau kecerdasan. C. Mekanisme Kerja Metode Komparatif Adapun dari segi mekanisme kerja ini metode komparatif ini diaplikasikan melalui langkah-langkah kerja secara bertahap sebagai berikut: 1. Menelusuri permasalahan-permasalahan yang setara tingkat dan jenisnya 2. Mempertemukan dua atau lebih permasalahn yang setara tersebut

Fazlur Rahman, Islam dan modernitas tentang transformasi intelektual, terj. Ahsin Muhammad, (Bandung: Pustaka, 1985), hal. 178. 5 M. Amin Abdullah, falsafah kalam di era post modernisme, (yogyakarta: Pustaka pelajar,1995), hal. 11. 6 Ibid., hal. 12.

3. Mengungkapkan ciri-ciri dari objek yang sedang dibandingkan secara jelas dan terinci 4. Mengungkapkan hasil perbandingan 5. Menyusun atau memformulasikan teori-teori yang bisa

dipertanggungjawabkan secara ilmiah (logis dan objektif khususnya).

Dalam memulai menerapkan metode komparatif ini mula-mula kita harus menulusuri, mengidentifikasi atau mencari persoalan-persoalan pendidikan islam yang setara dari segi tingkat maupun jenisnya, baik yang berkaitan dengan konsep-konsep normatif, konsep-konsep teoritis, konsep-konsep empirik, konsep-konsep empirik historik, maupun konsep-konsep lainnya. Meskipun kualitasnya berbeda-beda. Kesetaraan tingkat ini memudahkan dalam mengungkapkan hasil perbandingan tersebut. Misalnya jika kita membandingkan sesama lembaga pendidikan islam pada tingkat dasar atau ibtidaiyah, maka kita akan lebih mudah mengungkapkan dan

mempertanggungjawabkan, daripada membandingkan pendidikan dasar dengan pendidikan menengah kejuruan. Setelah permasalahan-permasalahan pendidikan yang setara tingkat dan jenisnya ditemukan, hendaknya kita segera mempertemukan kedua permasalahan tersebut atau lebih banyak lagi. Tahapan mempertemukan permasalahanpermasalahan pendidikan itu bisa berfungsi ganda, disatu sisi tahapan itu dapat segera mengetahui atau mengenali secara dini adanya persamaan dan perbedaannya, sedangkan pada sisi lain sekaligus dapat menyeleksi keetaraan tingkat maupun jenisnya dan dapat menyeleksi kelayakannya sebagai objek yang patut dibandingankan. Jadi tahapan ini hanya mengantarkan pada proses berikutnya yaitu, mengungkapakan ciri-ciri masing-masing dibandingkan. Pada tahap pengungkapan ini kita dapat mengetahui secara cukup mendetail ciri khas masing-masing objek itu berikut persamaan dan objek yang

perbedaannya. Dari pengetahuan itu dapat membekali apakah kita akan mengungkapkan sekedar persamaan dan perbedaannya, mengambil kelebihan-

kelebihannya,

atau

akan

memadukan

keduanya/semuanya

menjadi

satu

pemahaman yang integral. Ciri-ciri objek itu mutlak harus diketahui sebab tanpa pengetahuan tentang ciri-ciri itu kita tidak akan mampu mengenali secara mendalam. Bagaimana mungkin kita mampu membandingkan antara kedua objek atau lebih secara mendetail, jika kita tidak menguasai ciri-cirinya. Kalau kita membandingkan dua macam teori tentang kurikulum pendidikan islam misalnya, maka kita harus segera mengidentifikasi ciri-ciri yang ada pada masing-masing teori tersebut, baik menyangkut wilayah cakupannya, orientasinya, materinya, tujuannya dan sebagainya. Berdasarkan ciri-ciri masing-masing objek perbandingan itu kita dapat mengungkapkan hasil perbandingan. Ciri-ciri itu sebagai bahan yang perlu diolah untuk diungkapkan. Kemudian hasil perbandingan itu disusun dan dirumuskan dalam bentuk teori-teori yang menjadi bahan bagi bangunan ilmu pengetahuan. Ilmu pendidikan Islam juga dibangun dari bahan teori-teori ilmiah mengenai persoalaan-persoalan pendidikan Islam. Di sinilah letak perbedaan antara pendidikan Islam sebagai ilmu dan sebagai terapan atau pengalaman. Sebagai ilmu, pendidikan disusun berdasarkan syarat-syarat ilmiah yaitu sistematis, logis, objektif, empiris, dan menggunakan metode tertentu. Sebagai terapan atau pengalaman, syarat-syarat tersebut tidak dihiraukan sama sekali. Oleh karena itu keberadaan pendidikan Islam jauh lebih dulu atau lebih tua dari pada keberadaan ilmu pendidikan Islam. Bimbingan dan pengarahan yang dilakukan Nabi pada para sahabat sejak awal kerasulannya merupakan terapan pendidikan Islam tetapi belum menjadi ilmu pendidikan Islam. Ilmu pendidikan Islam baru terbentuk kemudian setelah memenuhi syarat-syarat ilmiah tersebut.7 D. Kritik Terhadap Aliran Komparatif 1. Menurut kami selaku penulis makalah ini yang berjudul kritik terhadap metode komparatif dalam pendidikan islam. Setelah kami mencoba mengamati dan mengobservasi (baik lewat penulisan dan bacaan makalah ini berulang-ulang) makalah ini dari awal hingga akhir makalah

Mujammil Qomar, Epistemologi dari metide kritik rasional hingga metode kritik, (PT. Gelora Aksara Pratama), hal. 342.

10

yang khususnya berkaitan dengan metode komparatif ini, menurut hemat kami secara umum maupun keseluruhan metode komparatif ini sangat bagus dan sempurna sekali dalam hal sumbangsihnya terhadap dunia ilmu pengetahuan dan khususnya dalam hal filsafat pendidikan islam dan metode ini sampai sekarang ini masih digunakan dan diterapkan dalam ilmu pengetahuan dewasa ini. tetapi kami selaku penulis beranggapan atau berasumsi dan berpendapat juga sementara tentang metode komparatif ini masih ada hal-hal atau kekurangan yang perlu kami luruskan, kritik, dan kami benarkan yang menurut pendapat atau pemikiran kami kurang tepat. Dalam hal ini yang perlu kami kritik adalah masalah yang berkaitan dengan mekanisme kerja metode komparatif. Sebagaimana kita ketahui dari pembahasan tentang mekanisme kerja komparatif bahwa ada sekurang-kurangnya dalam makalah ini ada lima langkah mekanisme kerja metode komparatif sebagaimana yang kami uraikan diatas. Dan yang kami kritik ialah pada mekanisme kerja metode komparatif yang terakhir atau kelima yaitu, Menyusun atau memformulasikan teori-teori yang bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah (logis dan objektif khususnya). Tepatnya pada kalimat ilmiah (logis dan objektif). Menurut hemat kami kalau ilmu ini kita terapkan dalam hal-hal ilmu pengetahuan yang sifatnya materi yang berwujud, nampak dan bersifat keduniaan maka teori ilmiah dalam mekanisme kerja metode ini sangat tepat dan benar karena ilmu yang sifatnya terapan atau dunia bisa ditemukan secara ilmiah dan itu sering kita dapat dalam berbagai buku atau literatur bahkan dalam dunia nyata sehari-hari sering kita dapatkan dan ditemukan. Tetapi pada hal-hal yang berkaitan dengan Aqidah dan rukun-rukun iman dan hal-hal lainnya yang berkaitan dengan kehidupan akhirat kadang kali tidak dapat dapat ditemukan atau di ilmiahkan atau dengan kata lain metode tersebut tidak dapat diterapkan karena hal-hal tersebut sifatnya abstrak, tidak dapat dilihat, diraba dan sebagainya. Bahkan dengan alat canggih pun tidak dapat. Karena yang yang berkaitan dengan aqidah adalah hal-hal yang berkaitan dengan keyakinan dan letaknya didalam hati dan itu kita terapkan dalam diri kita terutama orang-orang muslim. Dan itu diperkuat

11

oleh ayat-ayat Allah dalam al-Quran dan hadist-hadist Nabi Muhammad SAW dan itu hukumnya wajib kita laksanakan. Dalil dari Al-Quran dapat kita dapatkan pada awal surat al-Baqarah yang berkaitan dengan keyakinan terhadap yang ghaib yaitu kehidupan akhirat dan itu termasuk ciri-ciri orang yang bertakwa. E. Persamaan dan perbedaan dalam Metode komparatif Menurut analisa penulis terutama setelah diadakan atau diterapkannya metode komparatif ini dalam bidang suatu ilmu tertentu. Dengan cara membandingkan kedua hal tersebut yang setara dan sejenis tentunya maka akan didapatkan adanya suatu persamaan dan perbedaan dari kedua hal yang dibandingkan tersebut. Persamaan dan perbedaannya bisa dalam hal

keunggulannya maupun kekurangannya yang tentunya itu semua dilakukan dalam rangka untuk menciptakan suatu kondisi yang lebih baik dan yang diharapkan kedepannya. Tentunya Masing-masing pihak yang dibandingkan akan saling mengisi dan menguatkan satu sama lain dan bahkan bisa dipadukan menjadi sebuah teori yang integral untuk diterapkan dalam ilmu pengetahuan islam. Metode komparatif Sebagai bagian dari ilmu filsafat pendidikan islam tentunya memiliki landasan dasar atau pokok yang menjadi tolak ukur dalam menerapkan metode komparatif dalam ruang lingkup filsafat penddidikan islam. Landasan dasar atau pokok dal hal ini menurut penulis karena berkaitan dengan ilmu keislaman adalah Al-Quran dan As-Sunnah. Dengan menjadikan kedua landasan tersebut dalam metode komparatif maka kita akan dengan mudah untuk menilai mana yang layak dipertahankan dan dilestarikan dan mana yang perlu kita buang dan kita jauhkan. Sehingga pada akhirnya akan menciptakan sebuah karya ilmu pengetahuan yang mudah ditemukan dan dapat diterapkan dalam kehidupan dunia.

12

BAB III PENUTUP

A.Kesimpulan Dari pembahasan makalah pada bab dua tadi tentang kritik metode komparatif dalam epistemologi pendidikan islam, maka kami dapat menyimpulkan beberapa hal pada berikut ini: 1.Metode komparatif adalah metode memperoleh pengetahuan dalam hal ini pengetahuan pendidikan islam dengan cara membandingkan teori maupun praktek pendidikan, baik sesama pendidikan islam maupun pendidikan islam dengan pendidikan islam lainnya. 2. Kritik dalam hal pendidikan bermakna usaha menggali pengetahuan tentang pendidikan Islam dengan cara mengoreksi kelemahan-kelemahan suatu konsep atau aplikasi pendidikan, kemudian menawarkan solusi sebagai alternatif pemecahannya. 3. Metode komparatif sering digunakan dalam berbagai bidang disiplin ilmu pengetahuan. Misalnya, pendidikan perbandingan, tafsir perbandingan, Qiyas dan lain-lainnya 4. Metode komparatif cakupannya lebih luas dan mendunia dibandingkan dengan metode perbandingan. 5. Menurut penulis yang dikritik dalam metode komparatif terletak pada mekanisme kerjanya yang menjadikan suatu teori tersebut harus ilmiah dan logis.

13

DAFTAR PUSTAKA

Mujammil Qomar, Epistemologi dari Metode Kritik Rasional hingga Metode kritik, (PT. Gelora Aksara Pratama) W. William Brickman, Introduction to The Foundation of Comparative Education, (New York: School of Education, New Park University, 1954) Fazlur Rahman, Islam dan modernitas tentang transformasi intelektual, terj. Ahsin Muhammad, (Bandung: Pustaka, 1985) M. Amin Abdullah, falsafah kalam di era post modernisme, (yogyakarta: Pustaka pelajar,1995) Achmad, Mudlor, Ilmu dan keinginan tahu (epistemologi dalam filsafat), Bandung: Trigenda Karya, 1994 Anshari, Endang Saifuddin, ilmu, filsafat, dan agama, (surabaya: Bina Ilmu)

14

Anda mungkin juga menyukai