contoh berat
air volum
..................................................... (3.1)
3.6.4 Penentuan Indeks Bias (Sudarmadji, S dkk., 2007: 91)
Minyak diteteskan pada tempat refraktometer secukupnya, biarkan 1 2
menit kemudian di amati skala indeks biasnya.
3.6.5 Penentuan Berat Jenis (Ketaren, 2008: 41-42)
Sampel dimasukkan ke dalam piknometer kemudian ditutup dan
direndam dalam air suhu 25
0
C selama 30 menit. Dikeringkan bagian luar
piknometer dan ditimbang.
mL 25 pada air
kosong) piknometer (bobot - minyak) dan piknometer (
0
C volume
bobot
Jenis Berat = (3.2)
3.6.6 Penentuan Angka Peroksida (AOAC, 1990: 956)
Minyak ditimbang sebanyak 5 g dan dimasukkan ke dalam 250 mL
erlenmeyer tertutup kemudian ditambahkan 30 mL larutan asam asetat-kloroform
(3:2), dikocok sampai bahan terlarut semua, selanjutnya ditambahkan 0,5 mL
larutan jenuh KI. Didiamkan selama 1 menit sambil digoyang, setelah itu
ditambahkan 30 mL akuades. Campuran dititrasi dengan 0,01 N Na
2
S
2
O
3
sampai
warna kuning hampir hilang, ditambahkan 0,5 mL larutan pati 1 % dan dititrasi
kembali sampai warna biru mulai hilang. Dihitung angka peroksida yang
dinyatakan dalam mili-equivalen dari peroksida dalam setiap 1000 g sampel.
) (
1000 . .
3 2 2
gram sampel bobot
thio N O S Na ml
Peroksida Angka
= (3.3)
3.6.7 Penentuan Asam Thiobarbiturat (TBA) (Sudarmadji, S dkk., 2007)
Sampel ditimbang 10 gram dengan teliti, dimasukkan ke dalam waring
blender dengan ditambahkan 50 mL akuades dan dihancurkan selama 2 menit.
Pindahkan secara kuantitatif ke dalam labu destilasi sambil dicuci dengan 47,5
mL akuades. Tambahkan 2,5 mL HCl 4 N sampai pH menjadi 1,5. Didestilasi
dengan pemanasan setinggi mungkin selama 10 menit hingga diperoleh destilat
sebanyak 50 mL. Destilat yang diperoleh diaduk, dan dipindahkan 5 mL ke dalam
erlenmeyer 50 mL yang tertutup dan ditambahkan 5 mL reagen TBA sehingga
terbentuk kompleks berwarna merah. Campurkan larutan dan masukkan
erlenmeyer tertutup dalam air mendidih selama 35 menit. Dibuat larutan blanko
dengan menggunakan 5 mL akuades dan 5 mL pereaksi, dilakukan seperti
penetapan sampel. Setelah campuran (dalam erlenmeyer tertutup) dididihkan, lalu
didinginkan dengan air pendingin selama 10 menit. Diukur absorbansinya
dengan spektronik 20 pada panjang gelombang 528 nm dengan larutan blanko
sebagai titik nol.
Angka TBA = mg malonaldehida / kg minyak
8 , 7
(gram) sampel bobot
3
TBA
528
= A Angka .. (3.4)
3.7 Metode Analisis Data
Data yang diperoleh dari hasil penelitian dianalisis secara deskriptif yang
ditampilkan dalam bentuk tabel, selanjutnya hasil akhir dari penurunan kadar air,
indeks bias, berat jenis, angka asam thiobarbiturat, dan angka peroksida,
dibandingkan dengan minyak goreng baru dan standar mutu minyak goreng pada
umumnya.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tahapan dalam pembahasan ini dibagi menjadi 7 (tujuh), yaitu; pertama,
preparasi biji kelor/pembuatan karbon aktif biji kelor; kedua, pemurnian minyak
goreng bekas; ketiga, analisis kadar air minyak goreng baru, bekas dan hasil
reprocessing; keempat, analisis indeks bias minyak goreng baru, bekas dan hasil
reprocessing; kelima, analisis berat jenis minyak goreng baru, bekas dan hasil
reprocessing; keenam, analisis angka peroksida minyak goreng baru, bekas dan
hasil reprocessing; dan ketujuh, analisis angka asam thiobarbiturat (TBA) minyak
goreng baru, bekas dan hasil reprocessing.
4.1 Preparasi Biji Kelor/Pembuatan Karbon Aktif dari Biji Kelor
Penelitian ini diawali dengan pembuatan karbon aktif dari biji kelor yang
berfungsi sebagai adsorben untuk menjernihkan minyak goreng bekas. Pembuatan
karbon aktif umumnya berlangsung tiga tahap, yaitu: proses dehidrasi, proses
karbonisasi dan proses aktivasi, akan tetapi pada penelitian ini berlangsung dua
tahap, yakni karbonisasi dan aktivasi karena pada proses dehidrasi dilakukan satu
tahap dengan proses karbonisasi.
Proses karbonisasi adalah peristiwa pirolisis atau dekomposisi kimia bahan
organik melalui proses pemanasan tanpa atau sedikit oksigen. Biji kelor
dibungkus dengan alumunium foil pada proses tersebut, agar terbentuk arang
bukan abu.
Proses karbonisasi menggunakan suhu 400
0
C. Proses karbonisasi ini
menggunakan suhu lambat, mulai suhu kamar sampai suhu yang dicapai (400
0
C)
kurang lebih 3 jam, yaitu suhu 30
0
C - 400
0
C kurang lebih selama 1 jam (proses
dehidrasi), kemudian suhu 400
0
C konstan selama 2 jam (proses karbonisasi).
Menurut Juliandini dan Yulinah (2008), proses dehidrasi terjadi pada suhu sekitar
105
0
C yang bertujuan untuk menguapkan seluruh kandungan air pada biji kelor.
Pada suhu di atas 170
0
C unsur-unsur bukan karbon dikeluarkan dalam bentuk
gas seperti CO
2
, CO, H
2
dan lain sebagainya. Pada suhu 275
0
C dekomposisi
menghasilkan tar, metanol dan hasil samping lainnya, sedangkan pembentukan
karbon terjadi pada suhu 400-600
0
C. Biji kelor yang dihasilkan pada proses
karbonisasi berwarna hitam, hal ini menunjukkan biji kelor sudah berubah
menjadi karbon/arang.
Tahap karbonisasi ini, akan menghasilkan karbon yang mempunyai
struktur pori lemah, yang menyebabkan kapasitas adsorpsi juga lemah. Oleh
karena itu, arang masih memerlukan perbaikan struktur pori melalui proses
aktivasi. Pada proses aktivasi, sebelumnya arang biji kelor ditumbuk sampai
berbentuk serbuk, yang bertujuan untuk membuka pori, karena semakin banyak
permukaan yang kontak dengan adsorbat, maka semakin besar pula adsorpsi yang
terjadi.
Pada penelitian ini, proses aktivasi dilakukan secara kimia dan fisika.
Proses aktivasi secara kimia dilakukan dengan cara merendam serbuk arang biji
kelor dengan larutan NaCl 30 %. Menurut Kusuma dan Utomo (1970) dalam
Sabaruddin, A (1996), butiran arang biji kelor jika direndam dalam larutan NaCl
akan mengadsorbsi garam tersebut. Garam ini berfungsi sebagai dehidrating agent
dan membantu menghilangkan endapan hidrokarbon yang dihasilkan pada proses
karbonisasi. Menurut Hassler (1962), penambahan NaCl pada proses aktivasi
berperan untuk merubah sedikit mekanisme dari proses aktivasi yang dilakukan.
Perubahan tersebut dapat meningkatkan efektifitas atau penyusunan struktur dari
atom karbon yang didapat.
Aktivasi kimia dengan perendaman NaCl 30 %, dilanjutkan dengan
aktivasi secara fisika yaitu pemanasan pada suhu 500
0
C selama 2 jam. Menurut
Juliandini dan Yulinah (2008), proses aktivasi fisika dilakukan pada suatu reaktor
dengan mengalirkan uap atau udara (N
2
atau CO
2
) pada suhu tinggi, akan tetapi
karena keterbatasan alat, penelitian ini menggunakan tanur tanpa ada aliran uap
udara N
2
atau CO
2
, sehingga pada penelitian ini menggunakan suhu 500
0
C.
Pemanasan ini bertujuan untuk menguapkan air yang terperangkap dalam pori-
pori, sehingga menghasilkan karbon aktif dengan susunan karbon yang padat dan
permukaan pori yang luas. Penggabungan aktivasi kimia dan fisika ini diharapkan
permukaan pori karbon aktif biji kelor yang dihasilkan memiliki luas permukaan
adsorpsi yang besar.
Pembuatan karbon aktif dari biji kelor yang digunakan sebagai adsorben
untuk menjernihkan minyak goreng bekas tersebut, telah menunjukkan bahwa
setiap sesuatu sekecil apapun yang diciptakan oleh Allah Swt pasti mempunyai
manfaat yang besar, seperti yang telah dijelaskan dalam surat Al-Anam ayat 99,
yang berbunyi:
%!# & $9# $ $_z' / N$7 . ` $_z'
#z l $'6m $62#I 9# $= #% # M_
>$& G9# $9# $6K` 7F` #`# <) O #) O&
) 39 M )9 ``
Dan dialah yang menurunkan air hujan dari langit, lalu kami tumbuhkan dengan
air itu segala macam tumbuh-tumbuhan Maka kami keluarkan dari tumbuh-
tumbuhan itu tanaman yang menghijau. Kami keluarkan dari tanaman yang
menghijau itu butir yang banyak; dan dari mayang korma mengurai tangkai-
tangkai yang menjulai, dan kebun-kebun anggur, dan (Kami keluarkan pula)
zaitun dan delima yang serupa dan yang tidak serupa. Perhatikanlah buahnya di
waktu pohonnya berbuah dan (perhatikan pulalah) kematangannya.
Sesungguhnya pada yang demikian itu ada tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi
orang-orang yang beriman (QS. Al-Anaam [6]: 99).
Ayat di atas menjelaskan bahwa Allah Swt menciptakan berbagai macam
tumbuhan yang mengeluarkan biji-bijian ( ---'-= ' ) untuk diambil manfaatnya.
Menurut bahasa makna '-= berarti biji-bijian, sedangkan makna '--- berarti
tersusun, jadi arti dari '--- '-= adalah biji-bijian yang tersusun, seperti buah
kelor. Buah kelor memiliki bentuk segitiga memanjang yang di dalamnya terdapat
biji kelor yang tersusun rapi. Biji kelor tersebut tidak hanya dimanfaatkan sebagai
sayuran, tetapi juga digunakan sebagai penjernih air dan pemucat dalam
menjernihkan minyak goreng bekas, yang ditegaskan pada kutipan ayat, yang
artinya Perhatikanlah buahnya di waktu pohonnya berbuah dan (perhatikan
pulalah) kematangannya. Sesungguhnya pada yang demikian itu ada tanda-tanda
(kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang beriman.
4.2 Pemurnian Minyak Goreng Bekas
Minyak goreng bekas merupakan minyak yang sudah tidak layak
dikonsumsi lagi, selain berwarna gelap, mutu minyak tersebut sudah sangat
rendah. Hasil analisis kadar air, berat jenis, indeks bias, angka TBA dan angka
peroksida minyak goreng bekas, baru, dan hasil reprocessing dapat dilihat pada
tabel 4.1
Tabel 4.1 Rerata Kadar Air, Berat Jenis, Indeks Bias, Angka TBA dan Angka
Peroksida pada Minyak Goreng Bekas, Baru, dan Hasil Reprocessing
Spesifikasi Baru Bekas Reprocessing Standar Umum
Kadar Air (%) 0,055 1,44 0,08 Maks. 0,3
Berat Jenis (g/mL) 0,898 0,929 0,906 Maks. 0,921
Indeks Bias 1,4576 1,4603 1,4596 1,4565-1,4585
Angka TBA 0 0,3588 0,195 -
Angka Peroksida (meq/kg) 0,8 4,44 2,4 Maks. 2
Data pada tabel 4.1 telah membuktikan bahwa mutu minyak goreng bekas
sudah tidak memenuhi standar umum minyak goreng, sehingga tidak layak
dikonsumsi. Apabila masih tetap dikonsumsi maka akan menyebabkan penyakit
dan membahayakan bagi kesehatan tubuh, sebagaimana anjuran Allah Swt kepada
hambanya untuk selalu mengkonsumsi makanan-makanan yang tidak hanya
halal ``= ( ) tapi juga harus baik ('-,=).
Anjuran memakan yang halal dan baik telah dijelaskan dalam Al-Quran
Al-Maidah ayat 88 yang berbunyi:
#=. $ `3% !# =m $7 #)?# !# %!# F& / ``
Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah Telah rezekikan
kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya (QS.
Al-Maidah [5]: 88).
Mutu minyak goreng dapat ditingkatkan lagi dengan mengolahnya
menggunakan arang aktif biji kelor. Proses pemurnian minyak goreng bekas pada
penelitian ini dilakukan 3 tahapan, yaitu: proses pemisahan bumbu (despicing),
netralisasi dan pemucatan (bleaching).
Proses despicing, minyak goreng bekas dicampurkan dengan air dengan
komposisi yang sama, yang kemudian dipanaskan hingga air tinggal setengahnya.
Proses ini bertujuan untuk memisahkan partikel halus tersuspensi seperti protein,
karbohidrat, garam, gula dan bumbu rempah-rempah, tanpa mengurangi jumlah
asam lemak bebas dalam minyak (Ketaren, 2008: 205). Kotoran-kotoran tersebut
bersifat polar, karena itu kotoran-kotoran tersebut akan larut dalam air dan ikut
mengendap di bawah permukaan air, sehingga pada proses ini diperoleh minyak
yang bebas bumbu, dengan warna minyak yang semula kehitaman menjadi coklat.
Tahapan selanjutnya adalah proses netralisasi.
Proses netralisasi adalah suatu proses untuk memisahkan asam lemak
bebas dari minyak dengan cara mereaksikan asam lemak bebas dengan basa
sehingga membentuk sabun. Pada penelitian ini menggunakan NaOH sebagai
pereaksi basa. Penggunaan NaOH membantu dalam mengurangi zat warna dan
kotoran yang berupa getah serta lendir dalam minyak yang tidak dapat
dihilangkan dengan proses despicing. Menurut Ketaren (2008), dengan proses
netralisasi minyak sebelum digunakan dalam bahan pangan, maka jumlah asam
lemak bebas dalam lemak dapat dikurangi sampai kadar maksimum 0,2 %.
Reaksi antara asam lemak bebas dengan NaOH adalah sebagai berikut
(Ketaren, 2008):
R C
O
OH
+ NaOH R C
O
ONa
+
H
2
O
asam lemak bebas basa
sabun
air
Gambar 4.1 Reaksi Asam Lemak Bebas dengan NaOH (Ketaren, 2008)
Sabun yang terbentuk dapat membantu pemisahan zat warna dan kotoran
seperti fosfatida dan protein dengan cara membentuk emulsi. Pada saat minyak
goreng hasil despicing dicampurkan dengan larutan NaOH 16 % yang dipercepat
dengan pemanasan dan pengadukan akan terbentuk butiran kecil-kecil dan lama-
kelamaan warnanya berubah dari coklat menjadi orange tua. Butiran tersebut
merupakan sabun. Minyak netral yang dihasilkan berwarna orange jernih dan
bersih. Tahapan terakhir pada proses pemurnian adalah proses pemucatan
(bleaching).
Proses pemucatan (bleaching) merupakan proses pemurnian untuk
menghilangkan zat-zat warna yang tidak disukai serta senyawa-senyawa pengotor
yang terkandung dalam minyak dengan menggunakan karbon aktif biji kelor.
Adanya struktur kimia permukaan, susunan pori-pori dan luas permukaan yang
terbentuk selama proses aktivasi, serta komposisi kimia permukaan karbon aktif
biji kelor, mampu menyerap senyawa-senyawa pengotor yang terkandung dalam
minyak goreng bekas serta warna dan bau yang tidak dikehendaki.
Tabel 4.1 menunjukkan bahwa minyak goreng hasil reprocessing sebagian
telah memenuhi standar umum minyak goreng (SNI 3741-2002), meskipun ada
sebagian lagi yang belum memenuhi standar, akan tetapi jika dibandingkan
dengan minyak goreng bekas, minyak goreng hasil reprocessing sudah mengalami
peningkatan mutu minyak. Peningkatan mutu minyak tersebut, dikarenakan
adanya proses pemurnian mulai dari proses despicing, netralisasi sampai
bleaching dengan menggunakan karbon aktif biji kelor yang mampu
mengadsorpsi senyawa-senyawa pengotor yang terkandung dalam minyak seperti
peroksida, aldehida, air, asam lemak bebas dan pengotor-pengotor lain.
4.3 Kadar Air
Analisis kadar air minyak goreng baru, bekas, dan hasil reprocessing
dilakukan secara gravimetri. Pengukuran kadar air ini dapat digunakan untuk
mengukur kemurnian minyak (Sudarmdji, S dkk, 2003). Data hasil kadar air
minyak goreng baru, bekas, dan hasil reprocessing disajikan dalam tabel 4.2
Tabel 4.2 Rerata Kadar Air Minyak Goreng Baru, Bekas, dan Hasil
Reprocessing
Rerata Kadar Air (%)
Standar Umum Minyak baru Minyak bekas Hasil Reprocessing
0,3
0,055 1,44 0,08
Kadar air sangat menentukan kualitas dari minyak. Kadar air berperan
dalam proses oksidasi maupun hidrolisis minyak yang akhirnya dapat
menyebabkan ketengikan, semakin tinggi kadar air, maka ketengikan minyak
semakin cepat. Selama proses penggorengan, air dalam bahan pangan akan keluar
dan diisi oleh minyak goreng, sehingga dapat menaikkan kadar air minyak yang
digunakan, selain itu, tingginya kadar air dari bahan pangan yang digoreng juga
mempengaruhi kadar air minyak yang digunakan.
Menurut Djatmiko dan Basrah (1983) dalam Dewandari (2001),
komposisi bahan pangan yang digoreng mempengaruhi kerusakan minyak.
Kerusakan minyak dapat dipercepat oleh adanya air, protein, karbohidrat dan
bahan lain. Tingginya kadar air tersebut dapat mempercepat proses hidrolisis.
Hidrolisis minyak ini menghasilkan asam-asam lemak bebas yang mempengaruhi
cita rasa dan bau dari bahan itu. Oleh karena itu, minyak goreng bekas
mempunyai rerata kadar air yang paling tinggi dibandingkan dengan minyak baru
dan minyak hasil reprocessing (lihat tabel 4.2).
Kadar air dalam minyak dapat dikurangi dengan adanya proses
pemurnian, yang meliputi proses despicing, netralisasi dan bleaching. Proses
despicing, bertujuan untuk memisahkan fraksi-fraksi berat dalam minyak. Fraksi-
fraksi berat tersebut akan larut dalam air dan ikut mengendap di bawah
permukaan air, sehingga diperoleh minyak bebas bumbu. Larutnya fraksi-fraksi
berat tersebut karena sifatnya polar, karena itu kadar air dalam minyak juga ikut
berkurang. Proses netralisasi, bertujuan untuk memisahkan asam lemak bebas
dengan mereaksikan minyak dengan NaOH 16 %, yang menghasilkan sabun dan
air. Sabun yang terbentuk dapat membantu pemisahan kotoran, salah satunya air
dalam minyak. Proses bleaching adalah mencampurkan serbuk karbon aktif biji
kelor dengan minyak. Kemampuan karbon biji kelor sebagai adsorben tersebut,
dikarenakan adanya situs-situs aktif dalam karbon, seperti struktur kimia
permukaan, susunan pori-pori dan luas permukaan adsorpsi selama proses
aktivasi, serta komposisi kimia permukaan yang ada dalam karbon biji kelor.
Penambahan serbuk karbon aktif biji kelor pada minyak dilakukan pada
saat minyak mencapai suhu 70
0
C, selanjutnya dilakukan pengadukan dengan
magnetik stirer dan suhu ditingkatkan menjadi 100
0
C, hal ini bertujuan untuk
mempercepat reaksi antara adsorben (biji kelor) dan adsorbat (molekul H
2
O).
Adanya proses pengadukan, maka molekul H
2
O yang terkandung dalam minyak
akan sering melakukan kontak atau bertumbukan dengan karbon biji kelor. Bila
terus-menerus mengalami tumbukan, maka molekul H
2
O dengan karbon biji kelor
akan saling tarik menarik. Akhirnya, molekul H
2
O berpindah dari minyak menuju
kabon aktif biji kelor, selanjutnya molekul H
2
O tersebut akan menyebar dan
mengisi atau menempel pada dinding pori atau permukaan karbon aktif biji kelor.
Proses adsorpsi antara molekul H
2
O dengan karbon aktif biji kelor
dikarenakan adanya perbedaan energi potensial antara permukaan adsorben dan
zat yang diserap, baik itu melibatkan gaya fisika atau kimia. Adsorpsi fisika
melibatkan gaya antarmolekuler (gaya Van der Walls atau melalui ikatan
hidrogen). Molekul yang terbentuk dari adsorpsi fisika terikat sangat lemah dan
energi yang dilepaskan pada adsorpsi fisika relatif rendah sekitar 20 kj/mol
(Castellan, 1982), karena itu sifat adsorpsinya adalah reversible, yaitu dapat balik
atau dilepaskan kembali dengan adanya penurunan konsentrasi larutan (Larry, et
all, 1992). Proses adsorpsi kimia, interaksi antara adsorbat dengan adsorben
melibatkan pembentukan ikatan kimia (biasanya ikatan kovalen). Molekul yang
terbentuk dari adsorpsi kimia lebih kuat dibandingkan dengan yang terbentuk dari
adsorpsi fisika, karena energi yang dilepaskan cukup besar sekitar 400 kj/mol
(Castellan, 1982), sehingga sifat adsorpsinya adalah irreversible. Adsorben harus
dipanaskan pada temperatur tinggi untuk memisahkan adsorbat (Larry, et all,
1992).
Interaksi antara molekul H
2
O dengan karbon aktif biji kelor dalam
penelitian ini, belum dapat ditentukan adsorpsi fisika atau kimia, namun
dimungkinkan terjadi adsorpsi secara fisika karena setiap partikel-partikel
adsorbat yang mendekati ke permukaan adsorben melalui gaya Van der Waals
atau ikatan hidrogen (Atkins, 1999). Molekul H
2
O merupakan molekul polar, dan
karbon aktif termasuk molekul nonpolar, sehingga interaksi antara keduanya
melibatkan gaya dipol-dipol induksian (molekul polar dengan molekul nonpolar).
Mekanisme gaya tersebut yaitu, molekul polar (molekul H
2
O) dan molekul
nonpolar (arang aktif biji kelor) jika berada pada jarak tertentu, molekul polar
dapat menginduksi molekul nonpolar, sehingga pada molekul nonpolar terjadi
dipol induksian, selanjutnya antara kedua molekul tersebut terjadi gaya tarik
elektrostatik. Terjadinya gaya dipol-dipol induksian dapat ditunjukkan pada
gambar 4.2
Gambar 4.2 Terjadinya gaya dipol-dipol induksian antara molekul H
2
O
dengan arang aktif biji kelor
Berkurangnya kadar air pada minyak hasil reprocessing tidak hanya
karena proses pemurnian, tetapi juga dimungkinkan karena adanya penguapan
selama proses penyimpanan, pemurnian, dan lain-lain. Oleh karena itu, minyak
hasil reprocessing mengalami penurunan kadar air.
Rerata kadar air minyak baru, bekas dan hasil reprocessing pada tabel 4.2
berturut-turut 0,055 %, 1,44 % dan 0,08 %. Rerata kadar air paling tinggi adalah
pada minyak goreng bekas sebesar 1,44 %, sedangkan rerata kadar air paling
rendah adalah minyak goreng baru sebesar 0,055 %. Minyak hasil reprocessing
memiliki rerata kadar air sebesar 0,08 %, yang mana sudah memenuhi SNI 3741-
2002 sebesar maksimum 0,3 %. Adanya proses pemurnian dapat menurunkan
kadar air dari minyak goreng bekas sebesar 94 %.
4.4 Indeks Bias
Analisis indeks bias minyak goreng baru, bekas, dan hasil reprocessing
dilakukan dengan menggunakan refraktometer. Pengukuran indeks bias ini dapat
Terjadi gaya tarik elektrostatik
molekul polar dengan
dipol permanen
arang aktif
molekul H
2
O
molekul nonpolar tanpa
dipol
molekul nonpolar
dengan dipol induksian
molekul polar dengan
dipol permanen
Induksian
+ -
molekul H
2
O
arang aktif
+ - + -
digunakan untuk mengukur kemurnian minyak (Sudarmadji, S dkk, 2003). Data
hasil indeks bias minyak goreng baru, bekas, dan hasil reprocessing disajikan
dalam tabel 4.3
Tabel 4.3 Indeks Bias Minyak Goreng Baru, Bekas, dan Hasil Reprocessing
Rerata Indeks Bias
Standar Umum Minyak baru Minyak bekas Hasil Reprocessing
1,4565-1,4585
1,4576 1,4603 1,4596
Nawar dalam Fennema (1996), menyatakan bahwa proses pemanasan
minyak yang berulang pada suhu tinggi dan waktu lama menyebabkan terjadinya
dimerisasi dan polimerisasi yang dapat menimbulkan peningkatan berat molekul,
viskositas dan indeks bias. Menurut Ketaren (2008), indeks bias dipengaruhi oleh
kadar asam lemak, semakin besar kandungan asam lemak bebas menyebabkan
indeks bias minyak meningkat. Asam lemak bebas terbentuk karena proses
oksidasi, hidrolisa enzim selama pengolahan dan penyimpanan, dalam bahan
pangan asam lemak dengan kadar lebih besar dari 0,2 % dari berat lemak akan
mengakibatkan flavor yang tidak diinginkan dan kadang-kadang dapat meracuni
tubuh. Indeks bias juga mempengaruhi kejernihan minyak, semakin tinggi nilai
indeks bias akan menyebabkan kejernihan minyak menurun. Oleh karena itu,
indeks bias minyak goreng baru yang awalnya 1,4576 meningkat menjadi 1,4603.
Adanya proses pemurnian, yang diawali dengan proses despicing,
bertujuan untuk memisahkan fraksi-fraksi berat dalam minyak sehingga diperoleh
minyak bebas bumbu dan warna gelap minyak menjadi coklat. Jika kejernihan
minyak meningkat maka indeks bias minyak akan menurun. Proses selanjutnya
adalah netralisasi, pada proses ini kadar asam lemak bebas akan berkurang, karena
pada proses ini minyak direaksikan dengan larutan NaOH 16 % yang
menghasilkan sabun dan air (lihat gambar 4.1). Sabun yang terbentuk dapat
membantu pemisahan kotoran dan meningkatkan kejernihan minyak. Menurut
Ketaren (2008), adanya proses netralisasi dapat mengurangi jumlah asam lemak
bebas dalam minyak sampai kadar maksimum 0,2 %. Menurunnya asam lemak
bebas dalam minyak serta meningkatnya kejernihan minyak, menyebabkan nilai
indeks bias semakin menurun. Penurunan indeks bias minyak dapat diturunkan
lagi dengan proses bleaching, yakni mencampurkan minyak dengan serbuk kabon
aktif biji kelor. Kemampuan karbon biji kelor sebagai adsorben tersebut,
dikarenakan adanya situs-situs aktif dalam karbon, seperti struktur kimia
permukaan, susunan pori-pori dan luas permukaan adsorpsi yang terbentuk selama
proses aktivasi.
Penambahan serbuk karbon aktif biji kelor pada minyak dilakukan pada
saat minyak mencapai suhu 70
0
C, selanjutnya dilakukan pengadukan dengan
magnet stirer dan suhu ditingkatkan menjadi 100
0
C, hal ini bertujuan untuk
mempercepat reaksi antara adsorben (biji kelor) dan adsorbat (asam lemak bebas).
Adanya proses pengadukan, maka asam lemak bebas yang terkandung dalam
minyak akan sering melakukan kontak atau bertumbukan dengan karbon biji
kelor. Bila terus-menerus mengalami tumbukan, maka asam lemak bebas tersebut
akan mendekati karbon biji kelor. Akhirnya, asam lemak bebas berpindah dari
minyak menuju kabon aktif biji kelor, selanjutnya asam lemak bebas tersebut akan
menyebar dan mengisi atau menempel pada dinding pori atau permukaan karbon
aktif biji kelor.
Proses terserapnya antara asam lemak bebas oleh karbon aktif biji kelor
dikarenakan adanya perbedaan energi potensial antara permukaan adsorben dan
zat yang diserap, baik itu melibatkan gaya fisika atau kimia. Adsorpsi fisika
melibatkan gaya antarmolekuler (gaya Van der Walls atau melaui ikatan
hidrogen). Molekul yang terbentuk dari adsorpsi fisika terikat sangat lemah dan
energi yang dilepaskan pada adsorpsi fisika relatif rendah sekitar 20 kj/mol
(Castellan, 1982), karena itu sifat adsorpsinya adalah reversible. Proses adsorpsi
kimia, melibatkan pembentukan ikatan kimia (biasanya ikatan kovalen). Molekul
yang terbentuk dari adsorpsi kimia lebih kuat dibandingkan dengan yang
terbentuk dari adsorpsi fisika, karena energi yang dilepaskan cukup besar sekitar
400 kj/mol (Castellan, 1982), sehingga sifat adsorpsinya adalah irreversible.
Interaksi antara asam lemak bebas dengan karbon aktif biji kelor dalam
penelitian ini, belum dapat ditentukan adsorpsi fisika atau kimia, namun
dimungkinkan terjadi adsorpsi secara fisika karena setiap partikel-partikel
adsorbat yang mendekati ke permukaan adsorben melalui gaya Van der Waals
atau ikatan hidrogen (Atkins, 1999). Asam lemak bebas merupakan molekul
nonpolar, dan karbon aktif biji kelor termasuk nonpolar juga, maka gaya yang
terjadi yaitu gaya London (molekul nonpolar dengan nonpolar). Molekul nonpolar
(arang aktif) terdiri dari inti atom dan elektron. Elektron selalu bergerak
mengelilingi inti atom, elektron tersebut pada suatu saat dapat terjadi polarisasi
rapatan elektron, yang menyebabkan pusat muatan positif dan muatan negatif
memisah dan molekul dikatakan memiliki dipol sesaat, yang ditunjukkan pada
gambar di bawah ini:
Gambar 4.3 Pembentukan Dipol Sesaat pada Molekul Nonpolar
Dipol sesaat ini dalam waktu yang singkat akan hilang tetapi kemudian
timbul kembali secara terus menerus dan bergantian. Apabila didekatnya ada
molekul nonpolar sejenis (FFA) maka molekul dengan dipol sesaat ini akan
menginduksi molekul tersebut sehingga terjadi dipol induksian, kemudian antara
kedua molekul tersebut terjadi gaya elektrostatik, yang ditunjukkan pada gambar
di bawah ini:
Gambar 4.4 Terjadinya gaya London antara molekul asam lemak bebas
dengan arang aktif biji kelor
Adanya proses bleaching akan menyempurnakan proses despicing dan
netralisasi dalam mengurangi jumlah asam bebas dalam minyak goreng bekas
serta meningkatkan kejernihan warna minyak yang dihasilkan, karena senyawa-
senyawa asam lemak bebas tersebut teradsorpsi oleh kabon aktif biji kelor.
Induksian
molekul tanpa dipol
FFA
Terjadi gaya tarik elektrostatik
molekul dengan dipol sesaat
molekul dengan dipol
sesaat
molekul dengan dipol
induksian
arang aktif
arang aktif
FFA
+ -
+ -
+ -
molekul nonpolar tanpa dipol
polarisasi awan elektron
arang aktif
molekul dengan
dipol sesaat
arang aktif
+ -
Ketaren (2008) menjelaskan bahwa indeks bias juga dipengaruhi oleh kejernihan
minyak, semakin jernih warna minyak maka nilai indeks bias semakin menurun.
Oleh karena itu, indeks bias minyak goreng hasil reprocessing menurun menjadi
1,4596 (lihat tabel 4.3).
Rerata indeks bias minyak baru, bekas dan hasil reprocessing pada tabel
4.3 berturut-turut 1,4576, 1,4603 dan 1,4596. Rerata indeks bias paling tinggi
adalah pada minyak goreng bekas sebesar 1,4603, sedangkan rerata indeks bias
paling rendah adalah minyak goreng baru sebesar 1,4576. Indeks bias minyak
hasil reprocessing sebesar 1,4596, hal ini menunjukkan bahwa dengan adanya
proses pemurnian dapat menurunkan indeks bias dari minyak goreng bekas
dengan prosentase sebesar 0,05 %, meskipun masih belum memenuhi standar
umum minyak goreng yaitu sebesar 1,45651,4585.
4.5 Berat Jenis
Penentuan berat jenis minyak ditentukan dengan menggunakan
piknometer. Pengukuran berat jenis ini dapat digunakan untuk mengukur
kemurnian minyak (Sudarmadji, S dkk, 2003). Data hasil berat jenis minyak
goreng baru, bekas, dan hasil reprocessing disajikan dalam tabel 4.4
Tabel 4.4 Rerata Berat Jenis Minyak Goreng Baru, Bekas, dan Hasil Reprocessing
Rerata Berat Jenis (g/mL)
Standar Umum Minyak baru Minyak bekas Hasil Reprocessing
Maks. 0,921
0,898 0,929 0,906
Berat jenis dihubungkan dengan fraksi berat komponen-komponen yang
terkandung di dalam minyak, semakin besar fraksi berat yang terkandung dalam
minyak, maka semakin besar pula nilai densitasnya (Feryanto, 2007). Nawar
dalam Fennema (1996) menyatakan bahwa proses pemanasan minyak yang
berulang pada suhu tinggi dan waktu lama menyebabkan terjadinya dimerisasi dan
polimerisasi yang dapat menimbulkan peningkatan berat molekul dan viskositas.
Berat jenis minyak goreng bekas dapat dikurangi dengan adanya proses
pemurnian, yaitu proses despicing, netralisasi dan bleaching. Proses despicing
berfungsi untuk memisahkan fraksi-fraksi berat dalam minyak seperti protein,
karbohidrat, garam, gula, bumbu dan rempah-rempah sehingga diperoleh minyak
bebas bumbu, berkurang fraksi-fraksi berat tersebut menyebabkan berat jenis
minyak menurun. Proses netralisasi, berfungsi untuk mengurangi kadar asam
lemak bebas dalam minyak, dengan mereaksikan minyak dengan larutan NaOH
16 % yang menghasilkan sabun dan air. Sabun yang terbentuk dapat membantu
mengurangi zat warna dan kotoran yang berupa getah dan lendir dalam minyak.
Asam lemak bebas yang berkurang, menyebabkan berat jenis minyak juga
menurun. Proses bleaching, bertujuan untuk mengadsorpsi senyawa-senyawa
pengotor, warna serta bau yang terkandung dalam minyak dengan menggunakan
karbon aktif biji kelor. Kemampuan karbon biji kelor sebagai adsorben tersebut,
dikarenakan adanya situs-situs aktif dalam karbon, seperti struktur kimia
permukaan, susunan pori-pori dan luas permukaan adsorpsi yang terbentuk selama
proses aktivasi, serta komposisi kimia permukaan yang ada dalam karbon biji
kelor.
Interaksi senyawa-senyawa pengotor yang terkandung dalam minyak
dengan karbon biji kelor, dibantu dengan adanya suhu dan proses pengadukan.
Senyawa-senyawa pengotor akan sering melakukan kontak atau bertumbukan
dengan karbon biji kelor. Bila terus-menerus mengalami tumbukan, maka
senyawa-senyawa pengotor tersebut akan mendekati karbon biji kelor. Akhirnya,
senyawa-senyawa pengotor berpindah dari minyak menuju kabon aktif biji kelor,
selanjutnya senyawa-senyawa pengotor tersebut akan menyebar dan mengisi atau
menempel pada dinding pori atau permukaan karbon aktif biji kelor.
Proses terserapnya senyawa-senyawa pengotor oleh karbon biji kelor
tersebut, dikarenakan adanya perbedaan energi potensial antara permukaan
adsorben dan zat yang diserap, baik itu melibatkan gaya fisika atau kimia.
Adsorpsi fisika melibatkan gaya antarmolekuler (gaya Van der Walls atau melaui
ikatan hidrogen). Molekul yang terbentuk dari adsorpsi fisika terikat sangat lemah
dan energi yang dilepaskan pada adsorpsi fisika relatif rendah sekitar 20 kj/mol
(Castellan, 1982), karena itu sifat adsorpsinya adalah reversible. Proses adsorpsi
kimia, interaksi antara adsorbat dengan adsorben melibatkan pembentukan ikatan
kimia (biasanya ikatan kovalen). Molekul yang terbentuk dari adsorpsi kimia lebih
kuat dibandingkan dengan yang terbentuk dari adsorpsi fisika, karena energi yang
dilepaskan cukup besar sekitar 400 kj/mol (Castellan, 1982), sehingga sifat
adsorpsinya adalah irreversible.
Interaksi antara senyawa-senyawa pengotor dengan karbon aktif biji
kelor dalam penelitian ini, belum dapat ditentukan adsorpsi fisika atau kimia,
namun dimungkinkan terjadi adsorpsi secara fisika karena setiap partikel-partikel
adsorbat yang mendekati ke permukaan adsorben melalui gaya Van der Waals
atau ikatan hidrogen (Atkins, 1999). Senyawa-senyawa pengotor dalam minyak
itu bermacam-macam, ada yang molekul polar dan ada juga yang nonpolar,
sehingga interaksi antara arang aktif biji kelor dengan senyawa-senyawa pengotor
dalam minyak melibatkan dua gaya Van der Waals, yaitu gaya London (molekul
nonpolar dengan nonpolar) dan gaya dipol-dipol induksian (molekul nonpolar
dengan polar).
Mekanisme gaya London dan gaya dipol-dipol induksian, yaitu:
(1) Mekanisme gaya London dari senyawa pengotor (molekul nonpolar) dengan
arang aktif biji kelor, yaitu elektron yang selalu dalam keadaan bergerak, suatu
saat akan terjadi polarisasi elektron. Hal ini menyebabkan pusat muata positif dan
negatif memisah dan molekul menjadi dipol sesaat (arang aktif), yang ditunjukkan
pada gambar 4.5
Gambar 4.5 Pembentukan Dipol Sesaat pada Molekul Nonpolar
Dipol sesaat ini dalam waktu yang singkat akan hilang dan timbul kembali secara
bergantian. Apabila didekatnya ada molekul nonpolar (senyawa pengotor), maka
molekul dengan dipol sesaat tersebut akan menginduksi molekul nonpolar
(senyawa pengotor) sehingga padanya terjadi dipol induksian. Akhirnya, kedua
molekul tersebut terjadi gaya tarik elektrostatik, yang ditunjukkan pada gambar
4.6
molekul nonpolar tanpa dipol
polarisasi awan elektron
arang aktif
molekul dengan
dipol sesaat
arang aktif
+ -
Gambar 4.6 Terjadinya gaya London antara senyawa pengotor minyak
yang nonpolar dengan arang aktif biji kelor
(2) Mekanisme gaya dipol-dipol induksian dari senyawa pengotor minyak
(molekul polar) dengan arang aktif biji kelor, yaitu apabila molekul polar
(senyawa pengotor) dan molekul nonpolar (arang aktif) berada pada jarak tertentu,
molekul polar dapat menginduksi molekul nonpolar, sehingga pada molekul
nonpolar terjadi dipol induksian, selanjutnya antara kedua molekul tersebut terjadi
gaya tarik elektrostatik, yang ditunjukkan pada gambar 4.7
Gambar 4.7 Terjadinya gaya dipol-dipol induksian antara senyawa
pengotor dengan arang aktif biji kelor
Serangkaian proses pemurnian tersebut, mampu menurunkan senyawa-
senyawa pengotor dalam minyak. Berat jenis adalah perbandingan berat dari suatu
Induksian
molekul dengan dipol
induksian
senyawa pengotor
Induksian
molekul tanpa dipol
senyawa pengotor
Terjadi gaya tarik elektrostatik
molekul dengan dipol sesaat
molekul dengan dipol
sesaat
arang aktif
arang aktif
+ - + -
+ -
Terjadi gaya tarik elektrostatik
molekul polar dengan
dipol permanen
arang aktif
molekul nonpolar tanpa
dipol
molekul nonpolar
dengan dipol induksian
molekul polar dengan
dipol permanen
senyawa pengotor
arang aktif
+ -
+ -
senyawa pengotor
+ -
volume, yaitu
m
= , dari rumus tersebut dapat dijelaskan bahwa berat jenis
berbanding lurus dengan massa. Jika fraksi berat komponen yang terkandung
dalam minyak berkurang, maka berat jenis pun akan menurun. Oleh karena itu,
berat jenis minyak goreng hasil reprocessing mengalami penurunan.
Rerata berat jenis minyak baru, bekas dan hasil reprocessing pada tabel
4.4 berturut-turut 0,898 g/mL, 0,929 g/mL dan 0,906 g/mL. Rerata berat jenis
paling tinggi adalah pada minyak goreng bekas sebesar 0,929 g/mL, sedangkan
paling rendah dimiliki oleh minyak goreng baru sebesar 0,898 g/mL. Berat jenis
minyak hasil reprocessing sebesar 0,906 g/mL, yang mana sudah memenuhi
standar umum minyak goreng yaitu maksimum sebesar 0,921 g/mL. Proses
pemurnian ini mampu menurunkan berat jenis sebesar 2,5 % dari minyak goreng
bekas.
4.6 Angka Peroksida
Analisis angka peroksida minyak goreng baru, bekas, dan hasil
reprocessing dilakukan dengan metode iodometri, dengan cara sejumlah minyak
dilarutkan dalam campuran asetat:kloroform yang mengandung KI, maka akan
terjadi pelepasan iodin (I
2
), yang mana reaksinya dapat dilihat dibawah ini
(Sudarmadji dkk., 2007: 115-116):
R . COO + KI R . CO + H
2
O + I
2
+ K
+
I
2
+ 2 Na
2
S
2
O
3
2 NaI + Na
2
S
4
O
6
Gambar 4.8 Reaksi Iodometri Selama Proses Ankaalisis Angka Peroksida
Iodin yang bebas dititrasi dengan natrium thiosulfat, selanjutnya
ditambahkan indikator amilum sampai terbentuk warna biru, kemudian dititrasi
lagi dengan natrium thiosulfat sampai warna biru hilang. Terbentuknya warna biru
setelah penambahan amilum, mengindikasikan masih adanya iodin dalam larutan.
Warna biru terbentuk, dikarenakan struktur molekul amilum yang berbentuk spiral
mengikat molekul iodin (Winarno, 2002). Pengukuran angka peroksida ini dapat
digunakan untuk mengetahui kadar ketengikan minyak (Sudarmadji, S dkk, 2003).
Data hasil angka peroksida minyak goreng baru, bekas, dan hasil reprocessing
disajikan dalam tabel 4.5
Tabel 4.5 Angka Peroksida Minyak Goreng Baru, Bekas, dan Hasil Reprocessing
Rerata Angka Peroksida (meq/kg)
Standar Umum Minyak baru Minyak bekas Hasil Reprocessing
Maks. 2
0,8 4,44 2,4
Data hasil penelitian di atas menunjukkan bahwa angka peroksida
tertinggi adalah pada minyak goreng bekas yaitu sebesar 4,44 meq/kg, hal ini
dikarenakan adanya proses oksidasi pada saat proses pemasakan atau
penyimpanan, sehingga meningkatkan peroksida. Secara umum, reaksi
pembentukan peroksida dapat digambarkan sebagai berikut (Ketaren, 2008: 100):
R C
H
C
H
R' + O O
R
H
C
H
C R'
O
O
R
H
C
H
C R'
O O
Moloksida
Peroksida Labil
Gambar 4.9 Reaksi Pembentukan Peroksida (Ketaren, 2008:100)
Oksidasi terjadi pada ikatan tidak jenuh dalam asam lemak. Pada suhu
kamar sampai dengan suhu 100
0
C, setiap satu ikatan tidak jenuh dapat
mengabsorpsi 2 atom oksigen, sehingga terbentuk persenyawaan peroksida yang
bersifat labil. Proses pembentukan peroksida ini dipercepat oleh adanya cahaya,
suasana asam, kelembapan udara dan katalis. Peroksida dapat mempercepat proses
timbulnya bau tengik dan flavor yang tidak dikehendaki dalam bahan pangan.
Peroksida dalam minyak goreng bekas dapat dikurangi dengan adanya
proses pemurnian, mulai dari proses despicing (untuk memisahkan fraksi-fraksi
berat dalam minyak), proses netralisasi (untuk mengurangi asam lemak bebas),
dan proses bleaching (menginteraksikan karbon aktif biji kelor dengan peroksida
dalam minyak goreng bekas). Proses despicing dan netralisasi membantu
mengurangi senyawa-senyawa pengotor lain dalam minyak, sehingga karbon aktif
biji kelor lebih banyak mengadsorpsi peroksida. Kemampuan karbon biji kelor
sebagai adsorben tersebut, dikarenakan adanya situs-situs aktif dalam karbon,
seperti struktur kimia permukaan, susunan pori-pori dan luas permukaan adsorpsi
yang terbentuk selama proses aktivasi, serta komposisi kimia permukaan yang ada
dalam karbon biji kelor. Sifat kimia permukaan karbon aktif dipandang sangat
penting selain struktur pori, karena menentukan sifat adsorpsi (Hasanah,1996).
Penambahan serbuk karbon aktif biji kelor pada minyak dilakukan pada
saat minyak mencapai suhu 70
0
C, selanjutnya dilakukan pengadukan dengan
magnetik stirer dan suhu ditingkatkan menjadi 100
0
C. Hal ini bertujuan untuk
mempercepat reaksi antara adsorben (biji kelor) dan adsorbat (senyawa
peroksida). Adanya proses pengadukan, maka peroksida yang terkandung dalam
minyak akan sering melakukan kontak atau bertumbukan dengan karbon biji
kelor. Bila terus-menerus mengalami tumbukan, maka peroksida tersebut akan
mendekati karbon biji kelor. Akhirnya, peroksida berpindah dari minyak menuju
kabon aktif biji kelor, selanjutnya peroksida tersebut akan menyebar dan mengisi
atau menempel pada dinding pori atau permukaan karbon aktif biji kelor.
Proses adsorpsi antara peroksida dengan karbon aktif biji kelor
dikarenakan adanya perbedaan energi potensial antara permukaan adsorben dan
zat yang diserap, baik itu melibatkan gaya fisika atau kimia. Adsorpsi fisika
melibatkan gaya antarmolekuler (gaya Van der Walls atau melaui ikatan
hidrogen). Molekul yang terbentuk dari adsorpsi fisika terikat sangat lemah dan
energi yang dilepaskan pada adsorpsi fisika relatif rendah sekitar 20 kj/mol
(Castellan, 1982), karena itu sifat adsorpsinya adalah reversible, yaitu dapat balik
atau dilepaskan kembali dengan adanya penurunan konsentrasi larutan (Larry, et
all, 1992). Proses adsorpsi kimia, interaksi antara adsorbat dengan adsorben
melibatkan pembentukan ikatan kimia (biasanya ikatan kovalen). Molekul yang
terbentuk dari adsorpsi kimia lebih kuat dibandingkan dengan yang terbentuk dari
adsorpsi fisika, karena energi yang dilepaskan cukup besar sekitar 400 kj/mol
(Castellan, 1982), sehingga sifat adsorpsinya adalah irreversible. Adsorben harus
dipanaskan pada temperatur tinggi untuk memisahkan adsorbat (Larry, et all,
1992).
Interaksi antara peroksida dengan karbon aktif biji kelor dalam penelitian
ini, belum dapat ditentukan adsorpsi fisika atau kimia, namun dimungkinkan
terjadi adsorpsi secara fisika karena setiap partikel-partikel adsorbat yang
mendekati ke permukaan adsorben melalui gaya Van der Waals atau ikatan
hidrogen (Atkins, 1999). Peroksida merupakan molekul nonpolar, dan karbon
aktif biji kelor juga termasuk nonpolar, sehingga gaya yang terjadi yaitu gaya
London (molekul nonpolar dengan nonpolar). Molekul nonpolar (arang aktif)
terdiri dari inti atom dan elektron. Elektron selalu bergerak mengelilingi inti atom,
elektron tersebut pada suatu saat dapat terjadi polarisasi rapatan elektron, yang
menyebabkan pusat muatan positif dan negatif memisah dan molekul dikatakan
memiliki dipol sesaat, yang ditunjukkan pada gambar 4.10
Gambar 4.10 Pembentukan Dipol Sesaat pada Molekul Nonpolar
Dipol sesaat ini dalam waktu yang singkat akan hilang tetapi kemudian
timbul kembali. Timbul dan hilangnya dipol sesaat ini terjadi secara terus menerus
dan bergantian. Apabila di dekatnya ada molekul nonpolar (peroksida) maka
molekul dengan dipol sesaat ini akan menginduksi molekul tersebut sehingga
terjadi dipol induksian, kemudian antara kedua molekul tersebut terjadi gaya
elektrostatik, yang ditunjukkan pada gambar 4.11
molekul nonpolar tanpa dipol
polarisasi awan elektron
arang aktif
molekul dengan
dipol sesaat
arang aktif
+ -
Gambar 4.11 Terjadinya gaya London antara peroksida dengan arang
aktif biji kelor
Rerata angka peroksida minyak baru, bekas dan hasil reprocessing pada
tabel 4.5 berturut-turut 0,8 meq/kg, 4,4 meq/kg dan 2,4 meq/kg. Rerata angka
peroksida paling tinggi adalah pada minyak goreng bekas sebesar 4,4 meq/kg,
sedangkan paling rendah dimiliki oleh minyak goreng baru sebesar 0,8 meq/kg.
Rerata angka peroksida minyak hasil reprocessing sebesar 2,4 meq/kg, yang mana
belum memenuhi standar umum minyak goreng. Adanya proses pemurnian
mampu menurunkan angka peroksida sebesar 46 % dari minyak goreng bekas.
4.7 Angka Asam Thiobarbiturat (TBA)
Analisis angka TBA minyak goreng baru, bekas, dan hasil reprocessing
dilakukan berdasarkan terbentuknya warna merah, yang nilainya dapat ditentukan
dengan menggunakan spektrofotometer/spektronik 20. Pengukuran angka TBA ini
dapat digunakan untuk mengetahui kadar ketengikan minyak (Sudarmadji, S dkk,
2003). Data hasil angka TBA minyak goreng baru, bekas, dan hasil reprocessing
disajikan dalam tabel 4.6
Induksian
molekul tanpa dipol
peroksida
Terjadi gaya tarik elektrostatik
molekul dengan dipol sesaat
molekul dengan dipol
sesaat
molekul dengan dipol
induksian
arang aktif
arang aktif
peroksida
+ -
+ -
+ -
Tabel 4.6 Angka TBA Minyak Goreng Baru, Bekas, dan Hasil Reprocessing
Rerata Angka TBA (mg malonaldehid/kg)
Standar Umum Minyak baru Minyak bekas Hasil Reprocessing
-
0 0,3588 0,195
Data di atas menunjukkan bahwa rerata angka TBA tertinggi dimiliki
oleh minyak goreng bekas sebesar 0,3588. Hal ini disebabkan proses pemanasan
minyak pada suhu tinggi dan proses oksidasi sehingga terjadi dekomposisi
diperoksida menjadi malonaldehid (MDA).
Secara umum, reaksi pembentukan senyawa aldehida dapat digambarkan
sebagai berikut (Ketaren, 2008: 100):
R C
H
C
H
R' + O O
R
H
C
H
C R'
O
O
R
H
C
H
C R'
O O
Moloksida
Peroksida Labil
R CH
O
HC R'
O
+
Aldehida
Gambar 4.12 Reaksi Pembentukan Senyawa Aldehida (Ketaren, 2008: 100)
Oksidasi terjadi pada ikatan tidak jenuh dalam asam lemak. Pada suhu
kamar sampai dengan suhu 100
0
C, setiap satu ikatan tidak jenuh dapat
mengabsorpsi 2 atom oksigen, sehingga terbentuk persenyawaan peroksida yang
bersifat labil. Terbentuknya peroksida, disusul dengan terbentuknya ikatan
rangkap baru, yang akan menghasilkan deretan persenyawaan aldehida dan asam
jenuh dengan berat molekul lebih rendah (terutama dengan jumlah atom C
1
C
9
),
misalnya malonaldehida (MDA), yang mempunyai jumlah atom C tiga.
Persenyawaan MDA secara teoritis dapat dihasilkan oleh pembentukan
diperoksida pada gugus pentadiena yang disusul dengan pemutusan rantai
molekul atau dengan cara oksidasi lebih lanjut dari 2-enol yang dihasilkan dari
penguraian monohidroperoksida (Ketaren, 2008: 190). Senyawa MDA ini sangat
menentukan kerusakan minyak, semakin besar kadar malonaldehid dalam minyak,
maka semakin tinggi nilai TBA. Jika nilai TBA tinggi, maka kualitas minyak
semakin turun atau semakin tinggi kadar ketengikannya.
Penentuan angka asam thobarbiturat (TBA), dengan cara mencampurkan
minyak dan air kemudian diblender, yang bertujuan untuk mengekstrak MDA
dalam minyak, yang nantinya akan larut dalam air. Campuran tersebut kemudian
dipisahkan minyak dan airnya dengan jalan didestilasi. Air yang mengandung
MDA direaksikan dengan pereaksi TBA, karena reaksi MDA dan TBA berjalan
lambat maka perlu dipercepat dengan pemanasan. Uji ini berdasarkan
terbentuknya pigmen berwarna merah sebagai hasil dari reaksi kondensasi antara
2 molekul TBA dengan 1 molekul malonaldehida. Reaksi antara MDA dan TBA
dapat dilihat pada gambar 4.10 (Dewi, 2001):
N
N OH HS
OH
2
+
C
CH
2
C
O H
H O
N
N OH HS
OH
C
H
C
H
C
H
N
N HO
OH
SH
+ H
2
O
Asam Thiobarbiturat Malonaldehida
Kromogen MDA-TBA
(berwarna merah muda)
Gambar 4.13 Reaksi Pembentukan Kromogen MDA-TBA (Dewi, 2001)
MDA yang direaksikan dengan TBA akan terbentuk kromogen MDA-
TBA yang berwarna merah. Intensitas warna merah sesuai dengan jumlah MDA
yang terkandung dalam minyak. Semakin besar jumlah MDA maka warna yang
terbentuk akan semakin merah. Intensitas warna merah inilah yang diserap oleh
alat spektrofotometer dengan panjang gelombang 528 nm, yang akan menentukan
kadar TBA atau menunjukkan derajat ketengikan dalam minyak.
MDA dalam minyak goreng bekas ini dapat dikurangi dengan adanya
proses pemurnian, mulai dari proses despicing (untuk memisahkan fraksi-fraksi
berat dalam minyak), proses netralisasi (untuk mengurangi asam lemak bebas),
dan proses bleaching (menginteraksikan karbon aktif biji kelor dengan MDA
dalam minyak goreng bekas). Proses despicing dan netralisasi membantu
mengurangi senyawa-senyawa pengotor lain dalam minyak, sehingga karbon aktif
biji kelor lebih banyak mengadsorpsi MDA. Kemampuan karbon biji kelor
sebagai adsorben tersebut, dikarenakan adanya situs-situs aktif dalam karbon,
seperti struktur kimia permukaan, susunan pori-pori dan luas permukaan adsorpsi
yang terbentuk selama proses aktivasi, serta komposisi kimia permukaan yang ada
dalam karbon biji kelor.
Penambahan serbuk karbon aktif biji kelor pada minyak dilakukan pada
saat minyak mencapai suhu 70
0
C, selanjutnya dilakukan pengadukan dengan
magnetik stirer dan suhu ditingkatkan menjadi 100
0
C. Hal ini bertujuan untuk
mempercepat reaksi antara adsorben (biji kelor) dan adsorbat (senyawa MDA).
Adanya proses pengadukan, maka MDA yang terkandung dalam minyak akan
sering melakukan kontak atau bertumbukan dengan karbon biji kelor. Bila terus-
menerus mengalami tumbukan, maka MDA tersebut akan mendekati karbon biji
kelor. Akhirnya, MDA berpindah dari minyak menuju kabon aktif biji kelor,
selanjutnya MDA tersebut akan menyebar dan mengisi atau menempel pada
dinding pori atau permukaan karbon aktif biji kelor.
Proses terserapnya MDA oleh karbon biji kelor tersebut, dikarenakan
adanya perbedaan energi potensial antara permukaan adsorben dan zat yang
diserap, baik itu melibatkan gaya fisika atau kimia. Adsorpsi fisika melibatkan
gaya intermolekuler (gaya Van der Walls, ikatan hidrogen), dan sifatnya
reversible. Adsorpsi kimia, melibatkan ikatan valensi oleh adsorben dan adsorbat,
dan sifatnya irreversible.
Interaksi antara MDA dengan karbon biji kelor dalam penelitian ini,
belum dapat ditentukan adsorpsi fisik atau kimia. Akan tetapi, dapat
dimungkinkan terjadi adsorpsi secara fisika karena setiap partikel-partikel
adsorbat yang mendekati ke permukaan adsorben melalui gaya Van der Waals
atau melalui ikatan hidrogen (Atkins, 1999). MDA merupakan molekul nonpolar,
dan karbon aktif biji kelor juga termasuk nonpolar, sehingga gaya yang terjadi
yaitu gaya London (molekul nonpolar dengan nonpolar). Molekul nonpolar (arang
aktif) terdiri dari inti atom dan elektron. Elektron selalu bergerak mengelilingi inti
atom, elektron tersebut pada suatu saat dapat terjadi polarisasi rapatan elektron,
yang menyebabkan pusat muatan positif dan negatif memisah dan molekul
dikatakan memiliki dipol sesaat, yang ditunjukkan pada gambar 4.14
Gambar 4.14 Pembentukan Dipol Sesaat pada Molekul Nonpolar
Dipol sesaat ini dalam waktu yang singkat akan hilang tetapi kemudian
timbul kembali. Timbul dan hilangnya dipol sesaat ini terjadi secara terus menerus
dan bergantian. Apabila di dekatnya ada molekul nonpolar (MDA) maka molekul
dengan dipol sesaat ini akan menginduksi molekul tersebut sehingga terjadi dipol
induksian, kemudian antara kedua molekul tersebut terjadi gaya elektrostatik,
yang ditunjukkan pada gambar 4.15
Gambar 4.15 Terjadinya gaya London antara MDA dengan arang aktif
biji kelor
Rerata angka TBA minyak baru, bekas dan hasil reprocessing pada tabel
4.6 berturut-turut 0 mg malonaldehid/kg, 0,3588 mg malonaldehid/kg dan 0,195
mg malonaldehid/kg. Rerata angka TBA paling tinggi adalah pada minyak goreng
bekas sebesar 0,3588 mg malonaldehid/kg, sedangkan paling rendah dimiliki oleh
minyak goreng baru sebesar 0 mg malonaldehid/kg. Rerata angka TBA minyak
hasil reprocessing sebesar 0,195 mg malonaldehid/kg. Adanya proses pemurnian
mampu menurunkan angka TBA sebesar 46 % dari minyak goreng bekas.
Induksian
molekul tanpa dipol
MDA
Terjadi gaya tarik elektrostatik
molekul dengan dipol sesaat
molekul dengan dipol
sesaat
molekul dengan dipol
induksian
arang aktif
arang aktif
MDA
+ -
+ -
+ -
molekul nonpolar tanpa dipol
polarisasi awan elektron
arang aktif
molekul dengan
dipol sesaat
arang aktif
+ -
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1) Hasil penelitian angka asam thiobarbiturat (TBA) dan angka peroksida
pada minyak goreng bekas berturut-turut sebesar 0,3588 mg
malonaldehida/kg dan 4,44 meq/kg, sedangkan angka TBA dan angka
peroksida minyak hasil reprocessing berturut-turut sebesar 0,195 mg
malonaldehida/kg dan 2,4 meq/kg. Hasil uji tersebut menunjukkan bahwa
proses pemurnian mampu menurunkan angka TBA sebesar 45,7 % dan
angka peroksida sebesar 46 %. Rerata angka TBA dan peroksida minyak
hasil reprocessing belum memenuhi standar umum minyak goreng.
2) Hasil penelitian kadar air, berat jenis dan indeks bias pada minyak goreng
bekas berturut-turut sebesar 1,44 %, 0,929 g/mL dan 1,4603, sedangkan
kadar air, berat jenis dan indeks bias pada minyak hasil reprocessing
berturut-turut sebesar 0,08 %, 0,906 g/mL dan 1,4596. Hasil uji tersebut
menunjukkan bahwa proses pemurnian mampu menurunkan kadar air
sebesar 94 %, berat jenis sebesar 2,5 % dan indeks bias sebesar 0,05 %.
Rerata kadar air dan berat jenis minyak hasil reprocessing sudah
memenuhi standar umum minyak goreng, sedangkan nilai indeks bias
masih belum memenuhi standar umum minyak goreng.
5.2 Saran
1) Pada penelitian ini, proses aktivasi dilakukan secara kimia dengan
perendaman NaCl setelah proses pengarangan dan aktivasi secara fisika
dengan pemanasan dalam tanur. Sebaiknya, aktivasi secara kimia
dilakukan dengan perendaman NaCl sebelum proses pengarangan dan
aktivasi secara fisika dengan mengalirkan uap atau udara (N
2
atau CO
2
) ke
dalam reaktor pada suhu tinggi (800-1000
0
C), sehingga dapat lebih
meningkatkan kemampuan adsorpsi karbon aktif biji kelor tersebut.
2) Perlu dilakukan penelitian mengenai aktivasi biji kelor dengan
menggunakan zat pengaktif lain yang sesuai, sehingga dapat lebih
meningkatkan kemampuan adsorpsi karbon aktif biji kelor tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Anonymous
a
. 2009. Arang Aktif. http://en.wikipedia.org/wiki/Arangaktif. Diakses
tanggal 31 Juli 2009
Anonymous
b
. 2008. Pakai Lagi Minyak Goreng Bekas. Error! Hyperlink
reference not valid./25/yagitudeh-pake-lagi-minyak-goreng-bekas/.
Diakses tanggal 23 Juni 2008
Anonymous
c
. 2008. Bi j i Kel or Bi sa Jerni hkan Ai r.
ht t p: / / www. r ri . onl i ne. com/ modul es. Php?name = Pendidikan
& op = info pendidikan detail & id = 37. Diakses tanggal 6 Agustus
2008
Anonymous
d
. 2008. Thiobarbiturat. http://en.wikipedia.org/wiki/TBA. Diakses
tanggal 23 Juni 2008
Anonymous
e
. 2008. Malonaldehyde. http://en.wikipedia.org/wiki/MDA. Diakses
tanggal 23 Juni 2008
AOAC. 1990. Official Methods of Analysis of the Association of Official
Analytical Chemistry. Association of Official Analytical Chemistc. Inc.
USA
Atkins, P.W. 1999. Kimia Fisika. Erlangga. Jakarta
Buckle, K.A., et.al. 1987. Ilmu Pangan. yang diterjemahkan oleh Hari Purnomo
dan Adiono. UI-Press. Jakarta
Castellan, G.W. 1982. Physical Chemistry. Third Edition. General Graphic
Servies. New York
Charley, H. 1970. Food Science. John Willey and Sons. New York
Dewandari, K.T. 2001. Studi Tingkat Kerusakan Minyak Goreng Belas dari
Perbedaan Jenis Bahan Pangan yang Digoreng. Skripsi. Jurusan Teknik
Pertanian. Fakultas Teknik Pertanian. Universitas Brawijaya. Malang
Dewi, Yusnita. 2001. Studi Kualitas Kandungan Minyak Goreng Bekas
Penggunaan Kerupuk Putih pada Pemisahan Yang Berada di
Kecamatan Sukun dan Belimbing Kota Malang. Skripsi. Jurusan Teknik
Hasil Pertanian. Fakultas Teknik Pertanian. Universitas Brawijaya.
Malang
Dwirianti, D. 2005. Penggunaan Biji Kelor (Moringa olifera Lamk) dan Membran
Mikrofiltrasi sebagai Alternatif Pengolahan Lindi. Jurnal Kimia
Lingkungan. Vol.7. No.1. tahun 2005. Surabaya
Eckey, S.W. 1995. Vegetable Fat and Oil. Di dalam Handbook of Food
Agriculture. Reinhold Publishing Corporation. New York
Effendy. 2006. Teori VSEPR Kepolaran dan Gaya Antarmolekul Jilid 2. Bayu
Media Publishing. Malang
Fennema, O.R. 1996. Principles of Food Science. Marcel Dekker. Inc. New York
Feryanto, A.D.A. 2007. Parameter Kualitas Minyak Atsiri.
http://ferryatsiri.blogspot.com/2007/11/parameter-kualitas-minyak-
atsiri.html. Diakses tanggal 14 Januari 2009
Hamka. 1965. Tafsir Al-Azhar Juz VII. Panji Masyarakat. Yogyakarta
Hasanah, U. 1996. Fenomena Adsorpsi pada Karbon Aktif. Jurusan Kimia
Fakultas MIPA. Universitas Brawijaya. Malang
Hassler, J.W. 1962. Activated Carbon. Chemical Publishing Co. Inc. New York.
pp. 174 176
Hernani dan Marwati. 2006. Peningkatan Mutu Minyak Atsiri Melalui Proses
Pemurnian. Balai Besar Litbang Pascapanen Pertanian. Bogor
Juliandini, F dan Yulinah T. 2008. Uji Kemampuan Karbon Aktif dari Limbah
Kayu Dalam Sampah Kota untuk Penyisihan Fenol. Jurnal Teknik
Lingkungan. Vol. 12. Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Surabaya
Ketaren, S. 2008. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. UI-Press.
Jakarta
Krischenbauer. 1960. Fat and Oil: An. Outline of Chemistry and Tech. Reinhold
Publ. Co. New York
Larry, D.B., Judkins J.F., and Weant, B.L. 1992. Process Chemistry for Water
and Wastewater. Prentice Hall Inc. New Jersey
Mustafa, A. 1992. Terjemah Tafsir Al-Maraghi 7. CV. TOHA PUTRA. Semarang
Mustafa, A.1993. Terjemah Tafsir Al-Maraghi 2. CV. TOHA PUTRA. Semarang
Oscik, J. 1991. Adsorbtion. Edition Cooper. I.L., John Wiley and Sons. New York
Poedjiadi, A. 1994. Dasar-Dasar Biokimia. UI-Press. Jakarta
Pomeranz, Y dan M. Clifton. 1994. Food Analysis Theory and Practice. AVI
Publ, Comp, Inc, Westport. Connectiart
Sabarudin, A. 1996. Aktivasi Arang Tempurung Kelapa dengan NaCl dan Gas
CO
2
dalam Reaktor Fluidasi. Skripsi. Jurusan kimia. Fakultas MIPA.
Universitas Brawijaya. Malang
Sawyer, C.N., and Mc Charty, P. L. 1987. Chemistry for Engineering. Third
Edition. Mc Graw-Hill book Company. New York
SNI. 2002. Minyak Goreng. BSN (Badan Standarisasi Nasional). Jakarta
Sudarmadji, S dkk. 2003. Analisa untuk Bahan Pangan dan Pertanian. Liberty.
Yogyakarta
Sudarmadji, S dkk. 2007. Prosedur Analisa untuk Bahan Pangan dan Pertanian.
Liberty. Yogyakarta
Sudirjo, E. 2005. Penentuan Distribusi Benzena-Toluena pada Kolom Adsorpsi
Fixed Bed Karbon Aktif. Skripsi. Departemen Gas dan Petrokimia
Fakultas Teknik Universitas Indonesia. Depok
Sumarni, dkk. 2004. Proses Penjernihan Minyak Goreng Bekas Menggunakan
Campuran Bentonit dan Arang Aktif. Jurnal Teknik Kimia. Akprind.
Yogyakarta
Taufiq, M. 2007. Pemurnian Minyak Goreng Bekas (Jelantah) Menggunakan Biji
Kelor (Moringa olifera Lamk). Universitas Islam Negeri Malang.
Malang
Wahyuni, S dan Kustradiyanti. 2008. Penurunan Angka Peroksida Minyak Kelapa
Tradisional dengan Adsorben Arang Sekam Padi IR 64 yang Diaktifkan
dengan Kalium Hidroksida. Jurnal Kimia. Vol. 4. Universitas Udayana.
Bukit Jimbaran
Wardhana, P.A. 2005. Studi Perbandingan Tawas dan Bji Kelor sebagai
Koagulan pada Air Keruh. Skripsi Teknik Perairan. Universitas
Brawijaya. Malang
Warhust, A, et al. 1997. Characterization and Application of Activated Carbon
Produced from Moringa Oleifera Seed Husks by Single-Step Steam
Pyrolysis. Departemen of Civil and Environmental Engineering.
University of Edinburgh
Weber, Jr., W.J. 1972. Physics Chemical Process for Water Quality Control. John
Wiley Interscience. New York
Widayat, Suherman dan K. Haryani. 2006. Optimasi Proses Adsorbsi Minyak
Goreng Bekas Dengan Adsorbent Zeolit Alam: Studi Pengurangan
Bilangan Asam. Jurnal Penelitian Teknik Kimia. Volume 17 No. 01
April 2006. Universitas Diponegoro. Semarang
Wijana, S., Arif, H., dan Nur, H. 2005. Tekno Pangan: Mengolah Minyak Goreng
Bekas. Trubus Agrisarana. Surabaya
Winarno, F.G. 2002. Kimia Pangan. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta
LAMPIRAN
Lampiran 1. Diagram alir
1. Pembuatan Karbon Aktif Biji Kelor
Dibuang kulitnya
Dibungkus dengan alumunium foil
Dipanaskan di tanur dengan suhu 400
0
C, dengan suhu
lambat mulai suhu kamar sampai suhu yang dicapai
selama 3 jam
Didiamkan beberapa saat ditanur
Ditumbuk
Diayak
Dicuci dengan air panas
Dikeringkan dioven pada suhu 110
0
C selama 2 jam
Direndam dengan larutan NaCl 30 % selam 24 jam
Ditiriskan/disaring
Dicuci dengan air panas
Dikeringkan di oven pada suhu 110
0
C selama 2 jam
Dibungkus alumunium foil
Diaktivasi/dipanaskan di tanur pada suhu 500
0
C selama
2 jam
Buah Kelor
Biji Kelor
Arang Biji Kelor
Serbuk Arang Biji Kelor
Arang Aktif Biji Kelor
2. Pemurnian Minyak Goreng Bekas
2.1 Proses Penghilangan Bumbu (Despicing)
Dimasukkan gelas beaker 1 L
Ditambahkan air dengan komposisi minyak : air (1:1)
Ditambahkan batu didih
Dipanaskan sampi volume air tinggal setengahnya
Diendapkan dalam corong pisah selama 1 jam
Dipisahkan fraksi air pada bagian bawah
Disaring
2.2 Proses Netralisasi
Dimasukkan gelas beaker 250 mL
Dipanaskan sampai suhu 35
0
C
Ditambahkan 6 ml larutan NaOH 16 %
Diaduk-aduk selama10 menit pada suhu 40
0
C
Didinginkan selama 10 menit
Disaring
2.3 Proses Pemucatan (Bleaching)
Dipanaskan sampai suhu 70
0
C
Dimasukkan serbuk biji kelor 5 g
Distirer dengan magnetik stirer selama 1 jam
Ditingkatkan suhu sampai 100
0
C
Disaring dengan kertas saring
250 g Minyak Goreng Bekas
Minyak
kadar air, indeks
bias, berat jenis
Analisis TBA, dan
angka peroksida
100 g Minyak Hasil Netralisasi
Minyak Goreng Jernih
Air
Minyak Bebas Bumbu
150 g Minyak Hasil Despicing
Minyak Netral
3. Analisis Minyak
3.1 Penentuan Kadar Air
Dioven pada suhu 105
0
C selama 3-5 jam
Didinginkan beberapa saat
ditimbang
3.2 Penentuan Indeks Bias
Diteteskan pada refraktometer secukupnya
Dibiarkan 1-2 menit
Dibaca indeks biasnya pada refraktometer
3.3 Penentuan Berat Jenis
Dimasukkan ke dalam piknometer
Ditutup
Direndam dalam air pada suhu 25
0
C selama 30
menit
dikeringkan bagian luar piknometer
Ditimbang
10 g Minyak
Hasil
Hasil
Hasil
Minyak
Minyak
3.4 Penentuan nilai Asam Thiobarbiturat (TBA)
Dimasukkan blender
Ditambah 50 ml akuades
Dihancurkan selama 2 menit
Dipindahkan secara kuantitatif ke dalam labu destilasi
sambil dicuci dengan 47,5 ml akuades
Ditambah 2,5 ml HCl 4 N
Didestilasi dengan pemanasan tinggi selama 10 menit
Diaduk sampai rata
Dipipet 5 ml ke dalam erlenmeyer tertutup
Ditambah 5 ml reagen TBA (ditutup lagi)
Dipanaskan selama 35 menit
Didinginkan dengan air pendingin selama 10 menit
Diukur absorbansinya pada 528 nm dengan larutan
blanko sebagai titik nol
Dihitung bilangan TBAnya
*Dibuat larutan blanko (prosedur sama tanpa bahan)
3.5 Penentuan Angka Peroksida
Dimasukkan ke dalam 250 mL erlenmeyer tertutup
Ditambahkan 30 mL larutan asam asetat-kloroform (3:2)
Dikocok sampai larut semua
Ditambahkan 0,5 mL larutan jenuh KI
Didiamkan selama 1 menit sambil digoyang
Ditambahkan 30 mL akuades
Dititrasi dengan 0,01 N Na
2
S
2
O
3
(sampai warna kuning
hampir hilang)
Ditambahkan 0,5 mL larutan pati 1 %
Dititrasi kembali (sampai warna biru mulai hilang)
Dihitung angka peroksida
10 g Minyak
50 mL destilat
Hasil
5 g Minyak
Hasil
Lampiran 2. Pembuatan Reagen Kimia
1. Reagen TBA
Timbang 0,2883 g larutan 0,02 M asam thiobarbiturat kemudian dilarutkan
dengan 100 mL asam asetat glasial 90%. Pelarutan dipercepat dengan
pemanasan di atas penangas air.
2. Larutan Pati 1%
10 g pati dilarutkan dengan 100 mL aquades yang sudah mendidih.
3. Larutan 0,1 N Na
2
S
2
O
3
25 g Na
2
S
2
O
3
.5H
2
O ditimbang kemudian dipindahkan ke dalam labu
ukur 1 liter, lalu ditambahkan 0,3 g Na
2
CO
3
dan diencerkan sampai tanda
batas. Larutan ini kemudian distandarisasi.
Prosedur Standarisasi:
140-150 mg kalium yodat ditimbang (KIO
3
BM = 214,016, berat
ekuivalen 35,67) dan dipindahkan ke dalam labu Erlenmeyer 300 mL.
Dilarutkan dengan aquades secukupnya dan ditambahkan 2 g KI padat.
Dibuat dalam 3 kali ulangan.
10 mL 2 N HCl ditambahkan
Larutan yodat dititrasi dengan larutan Na
2
S
2
O
3
yang akan distandarisasi
sampai warna berubah dari merah bata menjadi kuning pucat.
1-2 mL larutan pati ditambahkan dan dilanjutkan titrasi sampai warna biru
hilang
Normalitas larutan Na
2
S
2
O
3
3 2 2
3
3 2 2
03567 , 0 O S mlNa
gKSO
O S Na
=
4. Larutan KI Jenuh
Dilarutkan sebanyak n gram KI ke dalam aquades sampai terlihat KI
tidak bisa larut, untuk membuat larutan KI jenuh 25 mL dibutuhkan serbuk KI
sebanyak 133 gram.
5. Asam Asetat-Kloroform (3:2)
Dicampurkan 600 mL asam asetat ke dalam kloroform 400 mL.
6. Larutan 0,01 Na
2
S
2
O
3
Larutan 0,1 Na
2
S
2
O
3
dipipet 10 mL, dipindahkan ke labu ukur 100 mL,
kemudian diencerkan dengan akuades sampai tanda batas.
7. Larutan NaCl 30 %
Kristal garam ditimbang 30 gram, dilarutkan dengan akuades 100
gram, diaduk-aduk sampai larut sempurna, kemudian disaring.
8. Larutan NaOH 16 %
Padatan NaOH ditimbang 16 gram, dilarutkan dengan akuades 100
gram, kemudian diaduk-aduk sampai larut sempurna.
Lampiran 3. Data Hasil Penelitian
1. Analisis Minyak Goreng Baru
1.1 Kadar Air
Ulgn Gelas
kosong
(g)
Minyak sblm
dioven
(g)
Gelas + minyak
stlh dioven
(g)
Minyak stlh
dioven
(g)
Kadar
air
Kadar
air
(%)
1 64,1104 10,0441 74,1335 10,0231 0,021 0,21
2 63,0641 10,0449 73,1028 10,0387 0,0062 0,06
3 64,5945 10,0281 74,6178 10,0233 0,0048 0,05
Rerata
0,055
% 100
dioven sblm minyak bobot
dioven stl minyak bobot - dioven sblm minyak bobot
air = Kadar
1. = = % 100
10,0441
10,0231 - 10,0441
air Kadar 0,21 %
2. = = % 100
10,0449
10,0387 - 10,0449
air Kadar 0,06 %
3. = = % 100
10,0281
10,0233 - 10,0281
air Kadar 0,05 %
% 055 , 0
2
0,05 0,06
Re =
+
= rata
1.2 Berat Jenis
Ulangan
Pikno kosong
(g)
Pikno + minyak
(g)
V air
(mL)
Berat jenis
(g/mL)
1 15,9634 38,2397
25
0,891
2 15,7623 38,3260 0,903
3 15,9578 38,4777 0,901
Rerata 0,898
mL ) (25 air
kosong) piknometer (bobot - minyak) dan piknometer (
0
C volume
bobot
Jenis Berat =
1. g/mL 891 , 0
25
(15,9634) - 38,2397) (
= = Jenis Berat
2. g/mL 903 , 0
25
(15,7623) - 38,3260) (
= = Jenis Berat
3. g/mL 901 , 0
25
(15,9578) - 38,4777) (
= = Jenis Berat
g/mL 898 , 0
3
901 , 0 903 , 0 891 , 0
Re =
+ +
= rata
1.3 Indeks Bias
Ulangan Indeks Bias (26
0
C) Indeks Bias (40
0
C)
1 1,463 1,4576
2 1,462 1,4566
3 1,464 1,4586
Rerata 1,4576
R = R K (T T)
R = Indeks bias pada temperatur T
0
C
R = Indeks bias pada temperatur T
0
C
T = Temperatur yang dikehendaki
T = Temperatur pembacaan
K = faktor koreksi (minyak = 0,000385)
I. R = R K (T T)
R = 1.463 0,000385 (40 - 26)
R = 1,463 0,00539 = 1,4576
II. R = R K (T T)
R = 1.462 0,000385 (40 - 26)
R = 1,462 0,00539 = 1,4566
III. R = R K (T T)
R = 1.464 0,000385 (40 - 26)
R = 1,464 0,00539 = 1,4586
4576 , 1
3
4586 , 1 4566 , 1 4576 , 1
Re =
+ +
= rata
1.4 Angka Asam Thiobarbiturat (TBA)
Ulangan Absorbansi
528 nm
Angka TBA (mg malonaldehid/kg)
1 0 0
2 0 0
3 0 0
Rerata 0
[
Angka TBA = mg malonaldehida / kg minyak
8 , 7
sampel bobot
3
TBA
528
= A Angka
1. 0 8 , 7 0
10
3
TBA = = Angka mg malonaldehid/kg
2. 0 8 , 7 0
10
3
TBA = = Angka mg malonaldehid/kg
3. 0 8 , 7 0
10
3
TBA = = Angka mg malonaldehid/kg
0
3
0 0 0
Re =
+ +
= rata mg malonaldehid/kg
1.5 Angka Peroksida
Ulangan
Volume Na
2
S
2
O
3
(mL) Angka peroksida
(meq/kg) I II Total
1 0,15 0,1 0,25 0,5
2 0,2 0,25 0,45 0,9
3 0,2 0,3 0,5 1
Rerata 0,8
) (
1000 . .
3 2 2
gram sampel bobot
thio N O S Na ml
Peroksida Angka
=
1. meq/kg 0,5
5
1000 01 , 0 0,25
=
= Peroksida Angka
2. meq/kg 0,9
5
1000 01 , 0 0,45
=
= Peroksida Angka
3. meq/kg 1
5
1000 01 , 0 0,5
=
= Peroksida Angka
meq/kg 0,8
3
1 0,9 0,5
Re =
+ +
= rata
2. Analisis Minyak Goreng Bekas
2.1 Kadar Air
Ulgn Gelas
kosong
(g)
Minyak sblm
di oven
(g)
Gelas + minyak
stlh di oven
(g)
Minyak stlh
di oven
(g)
Kadar
air
Kadar
air
(%)
1
63,064
2
10,0543 73,1043 10,0401 0,0142 1,35
2
65,377
5
10,0044 75,3660 9,9885 0,0159 1,58
3
64,598
2
10,0086 74,5927 9,9945 0,0141 1,4
Rerata
1,44
% 100
dioven sblm minyak bobot
dioven stl minyak bobot - dioven sblm minyak bobot
air = Kadar
1. = = % 100
10,0543
10,0401 - 10,0543
air Kadar 1,35 %
2. = = % 100
10,0044
10,0233 - 10,0044
air Kadar 1,58 %
3. = = % 100
10,0086
0,9945 - 10,0086
air Kadar 1,4 %
% 44 , 1
3
1,4 1,58 1,35
Re =
+ +
= rata
2.2 Berat Jenis
Ulangan
Pikno kosong
(g)
Pikno + minyak
(g)
V air
(mL)
Berat jenis
(g/mL)
1 16,1325 39,0281
25
0,916
2 16,0646 39,9168 0,954
3 16,3211 39,2654 0,918
Rerata 0,929
mL ) (25 air
kosong) piknometer (bobot - minyak) dan piknometer (
0
C volume
bobot
Jenis Berat =
1. g/mL 916 , 0
25
(16,1325) - 38,0281) (
= = Jenis Berat
2. g/mL 954 , 0
25
(16,0646) - 39,9168) (
= = Jenis Berat
3. g/mL 918 , 0
25
(16,3211) - 39,2654) (
= = Jenis Berat
g/mL 929 , 0
3
918 , 0 954 , 0 916 , 0
Re =
+ +
= rata
2.3 Indeks Bias
Ulangan Indeks Bias (26
0
C) Indeks Bias (40
0
C)
1 1,466 1,4606
2 1,466 1,4606
3 1,465 1,4596
Rerata 4603 , 1
R = R K (T T)
R = Indeks bias pada temperatur T
0
C
R = Indeks bias pada temperatur T
0
C
T = Temperatur yang dikehendaki
T = Temperatur pembacaan
K = Faktor koreksi (minyak = 0,000385)
I. R = R K (T T)
R = 1.466 0,000385 (40 - 26)
R = 1,466 0,00539 = 1,4606
III. R = R K (T T)
R = 1.465 0,000385 (40 - 26)
R = 1,465 0,00539 = 1,4596
II. R = R K (T T)
R = 1.466 0,000385 (40 - 26)
R = 1,466 0,00539 = 1,4606
4603 , 1
3
4596 , 1 1,4606 1,4606
Re =
+ +
= rata
2.4 Angka Asam Thiobarbiturat (TBA)
Ulangan Absorbansi
528 nm
Angka TBA (mg malonaldehid/kg)
1 0,15 0,351
2 0,15 0,351
3 0,16 0,3744
Rerata 0,3588
[
Angka TBA = mg malonaldehida / kg minyak
8 , 7
sampel bobot
3
TBA
528
= A Angka
1. 351 , 0 8 , 7 15 , 0
10
3
TBA = = Angka mg malonaldehid/kg
2. 351 , 0 8 , 7 15 , 0
10
3
TBA = = Angka mg malonaldehid/kg
3. 3744 , 0 8 , 7 16 , 0
10
3
TBA = = Angka mg malonaldehid/kg
3588 , 0
3
3744 , 0 351 , 0 351 , 0
Re =
+ +
= rata mg malonaldehid/kg
2.5 Angka Peroksida
Ulangan
Volume Na
2
S
2
O
3
(mL) Angka peroksida
(meq/kg) I II Total
1 1,4 1,65 2,05 4,1
2 1,2 0,9 2,1 4,2
3 1,32 1,2 2,52 5,04
Rerata 4,44
) (
1000 . .
3 2 2
gram sampel bobot
thio N O S Na ml
Peroksida Angka
=
1. meq/kg 4,1
5
1000 01 , 0 2,05
=
= Peroksida Angka
2. meq/kg 4,2
5
1000 01 , 0 2,1
=
= Peroksida Angka
3. meq/kg 5,04
5
1000 01 , 0 2,52
=
= Peroksida Angka
meq/kg 4,44
3
5,04 4,2 4,1
Re =
+ +
= rata
3. Analisis Minyak Goreng Hasil Reprocessing
3.1 Kadar Air
Ulgn Gelas
kosong
(g)
Minyak sblm
di oven
(g)
Gelas + minyak
stlh di oven
(g)
Minyak stlh
di oven
(g)
Kadar
air
Kadar
air
(%)
1 64,5955 10,0046 74,5929 9,9974 0,0072 0,07
2 63,0624 10,0215 73,0756 10,0132 0,0083 0,08
3 62,6885 10,0028 72,6830 9,9945 0,0083 0,08
Rerata
0,08
% 100
dioven sblm minyak bobot
dioven stl minyak bobot - dioven sblm minyak bobot
air = Kadar
1. = = % 100
10,0046
9,9974 - 10,0046
air Kadar 0,07 %
2. = = % 100
10,0215
10,0132 - 10,0215
air Kadar 0,08 %
3. = = % 100
10,0028
0,0083 - 10,0028
air Kadar 0,08 %
% 0,08
3
0,08 0,08 0,07
Re =
+ +
= rata
3.2 Berat Jenis
Ulangan
Pikno kosong
(g)
Pikno + minyak
(g)
V air
(mL)
Berat jenis
(g/mL)
1 16,1354 38,8058
25
0,907
2 16,0803 38,6744 0,904
3 15,9373 38,6213 0,907
Rerata 0,906
mL ) (25 air
kosong) piknometer (bobot - minyak) dan piknometer (
0
C volume
bobot
Jenis Berat =
1. g/mL 907 , 0
25
(16,1354) - 38,8058) (
= = Jenis Berat
2. g/mL 904 , 0
25
(16,0803) - 38,6744) (
= = Jenis Berat
3. g/mL 907 , 0
25
(15,9373) - 38,6213) (
= = Jenis Berat
g/mL 907 , 0
3
907 , 0 904 , 0 907 , 0
Re =
+ +
= rata
3.3 Indeks Bias
Ulangan Indeks Bias (26
0
C) Indeks Bias (40
0
C)
1 1,465 1,4596
2 1,465 1,4596
3 1,465 1,4596
Rerata 1,4596
R = R K (T T)
R = Indeks bias pada temperatur T
0
C
R = Indeks bias pada temperatur T
0
C
T = Temperatur yang dikehendaki
T = Temperatur pembacaan
K = faktor koreksi (minyak = 0,000385)
I. R = R K (T T)
R = 1.465 0,000385 (40 - 26)
R = 1,465 0,00539 = 1,4596
II. R = R K (T T)
R = 1.465 0,00385 (40 - 26)
R = 1,465 0,00539 = 1,4596
III. R = R K (T T)
R = 1.465 0,000385 (40 - 26)
R = 1,465 0,00539 = 1,4596
1,4596
3
4596 , 1 1,4596 1,4596
Re =
+ +
= rata
3.4 Angka Asam Thiobarbiturat (TBA)
Ulangan Absorbansi
528 nm
Angka TBA (mg malonaldehid/kg)
1 0,08 0,1872
2 0,08 0,1872
3 0,09 0,2106
Rerata 0,195
Angka TBA = mg malonaldehida / kg minyak
8 , 7
sampel bobot
3
TBA
528
= A Angka
1. 1872 , 0 8 , 7 0,08
10
3
TBA = = Angka mg malonaldehid/kg
2. 1872 , 0 8 , 7 0,08
10
3
TBA = = Angka mg malonaldehid/kg
3. 0,2106 8 , 7 09 , 0
10
3
TBA = = Angka mg malonaldehid/kg
195 , 0
3
2106 , 0 1872 , 0 1872 , 0
Re =
+ +
= rata mg malonaldehid/kg
3.5 Angka Peroksida
Ulangan
Volume Na
2
S
2
O
3
(mL) Angka peroksida
(meq/kg) I II Total
1 0,5 0,65 1,15 2,3
2 0,45 0,8 1,25 2,5
3 0,65 0,55 1,2 2,4
Rerata 2,4
) (
1000 . .
3 2 2
gram sampel bobot
thio N O S Na ml
Peroksida Angka
=
1. meq/kg 3 , 2
5
1000 01 , 0 1,15
=
= Peroksida Angka
2. meq/kg 5 , 2
5
1000 01 , 0 25 , 1
=
= Peroksida Angka
3. meq/kg 4 , 2
5
1000 01 , 0 2 , 1
=
= Peroksida Angka
meq/kg 4 , 2
3
2,4 2,5 3 , 2
Re =
+ +
= rata
Persentase Penurunan Minyak Goreng Setelah Proses Pemurnian
% 100
0
1 0
=
X
X X
X
Keterangan:
X
= Nilai kadar air/berat jenis/indeks bias/angka TBA/angka peroksida
X
0
= Nilai kadar air/berat jenis/indeks bias/angka TBA/angka peroksida minyak
goreng bekas
X
1
= Nilai kadar air/berat jenis/indeks bias/angka TBA/angka peroksida minyak
hasil reprocessing
1) % 94 % 100
44 , 1
08 , 0 44 , 1
air
=
=
kadar
X
2) % 5 , 2 % 100
929 , 0
906 , 0 929 , 0
jenis
=
=
berat
X
3) % 05 , 0 % 100
4603 , 1
4596 , 1 4603 , 1
bias
=
=
indeks
X
4) % 7 , 45 % 100
3588 , 0
195 , 0 3588 , 0
TBA
=
=
angka
X
5) % 46 % 100
44 , 4
4 , 2 44 , 4
peroksida
=
=
angka
X
Lampiran 4. Gambar Penelitian
1. Proses Pembuatan Karbon Aktif
2. Proses Penghilangan Bumbu (despicing)
biji kelor kering arang biji kelor Serbuk Arang
Biji kelor
serbuk arang biji kelor
direndam dengan larutan
NaCl 30 %
serbuk arang aktif biji kelor
Tanur
air dan minyak
dipanaskan dipisahkan air dan
minyak
minyak bebas
bumbu
3. Proses Netralisasi
4. Proses Pemucatan (Bleaching)
Minyak hasil
despicing
Minyak setelah
ditambah larutan
NaOH 16 %
Minyak hasil
netralisasi
Minyak hasil
netralisasi
Minyak hasil
bleaching
Minyak hasil
despicing
Minyak goreng
baru
Minyak hasil
bleaching
Minyak goreng
bekas
Minyak hasil
netralisasi
minyak hasil
bleaching
Hasil Uji TBA
minyak bekas
minyak baru
blanko