Anda di halaman 1dari 121

SKRIPSI

PENENTUAN ANGKA ASAM THIOBARBITURAT DAN ANGKA


PEROKSIDA PADA MINYAK GORENG BEKAS HASIL PEMURNIAN
DENGAN KARBON AKTIF DARI BIJI KELOR (Moringa oleifera, LAMK)




Oleh:

Siti Muallifah
NIM: 04530012


























JURUSAN KIMIA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
2009
PENENTUAN ANGKA ASAM THIOBARBITURAT DAN ANGKA
PEROKSIDA PADA MINYAK GORENG BEKAS HASIL PEMURNIAN
DENGAN KARBON AKTIF DARI BIJI KELOR (Moringa oleifera, LAMK)




SKRIPSI




Diajukan Kepada:
Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang
Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam
Memperoleh Gelar Sarjana Sains (S. Si)





Oleh:
Siti Muallifah
NIM: 04530012







JURUSAN KIMIA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
2009
PENENTUAN ANGKA ASAM THIOBARBITURAT DAN ANGKA
PEROKSIDA PADA MINYAK GORENG BEKAS HASIL PEMURNIAN
DENGAN KARBON AKTIF DARI BIJI KELOR (Moringa oleifera, LAMK)

SKRIPSI


Oleh:

Siti Muallifah
NIM. 04530012


Telah disetujui oleh:



Pembimbing I




Diana Candra Dewi, M.Si
NIP. 150 327 251

Pembimbing II




Ahmad Barizi, M.A
NIP. 150 283 991



Mengetahui,
Ketua Jurusan Kimia
Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang





Diana Candra Dewi, M. Si
NIP: 150 327 251

PENENTUAN ANGKA ASAM THIOBARBITURAT DAN ANGKA
PEROKSIDA PADA MINYAK GORENG BEKAS HASIL PEMURNIAN
DENGAN KARBON AKTIF DARI BIJI KELOR (Moringa oleifera, LAMK)


SKRIPSI


Oleh:
Siti Muallifah
NIM. 04530012


Telah Dipertahankan di Depan Dewan Penguji Skripsi
dan Dinyatakan Diterima Sebagai Salah Satu
Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains (S. Si)

Tanggal 2009

Susunan Dewan Penguji : Tanda Tangan

1. Penguji Utama : Rini Nafsiati Astuti, M.Pd
NIP. 150 327 252
( ................................. )


2. Ketua Penguji : Eny Yulianti, M. Si
NIP. 150 368 797

( ................................. )
3. Sekr. Penguji : Diana Candra Dewi, M. Si
NIP. 150 327 251

( ................................. )
4. Anggota Penguji : Ahmad Barizi, M.A
NIP. 150 283 991
( ................................. )

Mengetahui dan Mengesahkan
Ketua Jurusan Kimia
Fakultas Sains Dan Teknologi
Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang



Diana Candra Dewi, M.Si.
NIP. 150 327 251
PERSEMBAHAN


Dengan Mengucapkan Rasa Syukur Kehadirat Ilahi Robbi Dengan Mengucapkan Rasa Syukur Kehadirat Ilahi Robbi Dengan Mengucapkan Rasa Syukur Kehadirat Ilahi Robbi Dengan Mengucapkan Rasa Syukur Kehadirat Ilahi Robbi
Yang Maha Pemurah lagi Maha Penolong Yang Maha Pemurah lagi Maha Penolong Yang Maha Pemurah lagi Maha Penolong Yang Maha Pemurah lagi Maha Penolong
Semoga Ridho Semoga Ridho Semoga Ridho Semoga Ridho- -- -Nya selalu Mengiringi setiap Langkah Hidupku Nya selalu Mengiringi setiap Langkah Hidupku Nya selalu Mengiringi setiap Langkah Hidupku Nya selalu Mengiringi setiap Langkah Hidupku
Sehingga Kesuksesan dan Kebahagian Sehingga Kesuksesan dan Kebahagian Sehingga Kesuksesan dan Kebahagian Sehingga Kesuksesan dan Kebahagian
Menjadi Akhir dari semua Perjuangan yang m Menjadi Akhir dari semua Perjuangan yang m Menjadi Akhir dari semua Perjuangan yang m Menjadi Akhir dari semua Perjuangan yang mesti Kutempuh esti Kutempuh esti Kutempuh esti Kutempuh


Kupersembahkan Karya Sederhana ini untuk...............

Kedua Orang tuaku, ayahanda Moh. Suud dan Ibunda Almh. Nur Saidah
Yang senantiasa mengeringi langkahku dengan Doa dan kasih sayangnya

Kakek dan nenekku, Alm bapak H. Faqih, almh Hj. Khuliqah, Alm bpk Tres, dan mak Tres
Sungguh Kasih Sayang Kalian sangat Berarti dalam Hidupku

Adikku tersayang M. Arif dan Tanteku Siti Maulidah serta Seluruh Keluarga Besarku
Tiadah Hadiah yang Terindah selain Kasih Sayang Kalian

Bapak dan Ibuguruku, yang selalu menjadi Pahlawan dalam Studyku
Karenamu Aku bisa Mewujudkan Harapan dan Cita-citaku















Tiada Kata Yang Bisa Terucap Selain Doa Tiada Kata Yang Bisa Terucap Selain Doa Tiada Kata Yang Bisa Terucap Selain Doa Tiada Kata Yang Bisa Terucap Selain Doa
Semoga Segala Amal Kalian Semua Dibalas oleh Allah SWT Semoga Segala Amal Kalian Semua Dibalas oleh Allah SWT Semoga Segala Amal Kalian Semua Dibalas oleh Allah SWT Semoga Segala Amal Kalian Semua Dibalas oleh Allah SWT
Amien.................. Amien.................. Amien.................. Amien..................




MOTTO

%!# & $ 9# $ $ _z ' / N$7 . `
$ _z' # z l $'6m $62# I 9# $ =
#% # M _ >$ & G9# $9# $6K`
7F` #`# <) O #) O& ) 39 M )9
``

Dan dialah yang menurunkan air hujan dari langit, lalu kami tumbuhkan
dengan air itu segala macam tumbuh-tumbuhan Maka kami keluarkan dari
tumbuh-tumbuhan itu tanaman yang menghijau. Kami keluarkan dari
tanaman yang menghijau itu butir yang banyak; dan dari mayang korma
mengurai tangkai-tangkai yang menjulai, dan kebun-kebun anggur, dan
(Kami keluarkan pula) zaitun dan delima yang serupa dan yang tidak
serupa. Perhatikanlah buahnya di waktu pohonnya berbuah dan (perhatikan
pulalah) kematangannya. Sesungguhnya pada yang demikian itu ada
tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang beriman (Al-Anam,
ayat 99)





Semangat yang Semangat yang Semangat yang Semangat yang Kuat Kuat Kuat Kuat dan dan dan dan Doa Doa Doa Doa yang yang yang yang Tiada Henti Tiada Henti Tiada Henti Tiada Henti
Adalah Adalah Adalah Adalah Gerbang Menuju Kesuksesan Anda Gerbang Menuju Kesuksesan Anda Gerbang Menuju Kesuksesan Anda Gerbang Menuju Kesuksesan Anda


KATA PENGANTAR


Puji syukur Alhamdulillah ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat,
hidayah dan kemudahan yang selalu diberikan kepada hamba-Nya, sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul Penentuan Angka Asam
Thiobarbiturat dan Angka Peroksida pada Minyak Goreng Bekas Hasil
Pemurnian dengan Karbon Aktif dari Biji Kelor (Moringa oleifera, LAMK)
sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Sains.
Sholawat dan salam penulis ucapkan kepada Nabi Muhammad SAW yang
menjadi panutan bagi umat di dunia. Dialah Nabi akhir zaman, revolusioner
dunia, yang mampu menguak dan merubah kejahilihan menuju sirathal mustaqim,
yakni agama Islam.
Penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada semua pihak
yang telah membantu dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini, terutama
kepada:
1. Prof. Dr. H. Imam Suprayogo selaku Rektor UIN Malang beserta stafnya,
terima kasih atas fasilitas yang diberikan selama kuliah di UIN Malang.
2. Prof. Drs. Sutiman Bambang Sumitro, S.U., D.Sc., selaku Dekan Fakultas
Sains dan Teknologi UIN Malang.
3. Diana Candra Dewi, M.Si., selaku Ketua Jurusan Kimia Fakultas Sains dan
Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang dan
dosen pembimbing utama yang telah banyak memberikan bimbingan dan
arahan dalam penyusunan skripsi ini.
4. Anton Prasetyo, M.Si., selaku dosen pembimbing metodologi peneletian dan
Ahmad Barizi, M.A., selaku pembimbing agama yang telah banyak
memberikan bimbingan dan arahan dalam penyusunan skripsi ini.
5. Rini Nafsiati Astuti, M.Pd, dan Eny Yulianti, M.Si., selaku penguji yang
banyak memberikan masukan demi sempurnanya isi skripsi ini.
6. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Kimia Fakultas Sains dan Teknologi yang telah
banyak mengamalkan ilmunya.
7. Moh. Taufiq, S.Si., Moh. Kholid Al-Ayubi, S.Si., dan Zulkarnain, S.Si., selaku
Administrasi dan Laboran Kimia UIN Malang.
8. Ayah dan ibuku yang dengan penuh kasih sayang dan keikhlasan telah
mengasuh, membesarkan dan membiayai baik materiil maupun spirituil serta
mengalirkan doa-doanya untuk kebahagiaan putri tercintanya baik di dunia
maupun di akhirat
9. Kakek dan nenekku tercinta, adikku, dan semua tante dan omku, serta seluruh
keluargaku yang selalu memberikan semangat, motivasi, serta sarannya.
10. Sobat-sobatku chemistry 04; Melka, Devi, Muchib, Atoes, Ucwah, Oby,
Santi, Fat, Mico, Faijal, Hairi, Opict, Bagus yang selalu memberikan motivasi
dalam penyelesaian skripsi ini serta selalu menghibur dalam suka dan duka.
11. Kakak-kakak chemistry 03 dan Adik-adik chemistry 05; 06; 07; 08 yang
telah memberikan semangat dan doanya.
12. Keluarga besar kost GITAR TUA; Luluk, Suci, Fitri, Miul, Kokom, Mbk
Luly, Eni, Eka, Titin, Yuni, Mbk Zuq, Alien, Esti, Diana, Susi, Nengsih, Rini,
serta Ibu dan bapak kos yang telah memberikan bantuan, semangat dan
keceriaan setiap waktu
13. Teman-temanku Tae Kwon Do, tetep semangat dan selalu ciptakan prestasi
ya!!!
14. Mbak Mama serta rekan dan rekanita IPNU-IPPNU di desa Sumbersuko kec.
Purwosari kab. Pasuruan yang telah banyak memberikan semangat dan
motivasi serta keceriaan dirumah.
15. Pak Yadi dan Bu. Eny yang telah membantu saya mendapatkan minyak
goreng bekas, thanks atas kerjasamanya selama ini.
16. Semua pihak yang telah banyak membantu penulis demi terselesainya skripsi
ini.
Akhir kata dengan jujur penulis mengakui bahwa skripsi ini masih jauh
dari sempurna, oleh karena itu saran dan kritik yang bersifat membangun sangat
penulis harapkan demi lebih sempurnanya skripsi ini. Penulis berharap semoga
skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis pada khususnya dan pembaca
pada umumnya dan semoga penulisan skripsi ini mendapatkan ridho dari Allah
SWT. Amiin.

Malang, 30 Juli 2009


Penulis
DAFTAR ISI


HALAMAN JUDUL
HALAMAN PERSETUJUAN
HALAMAN PENGESAHAN
HALAMAN PERSEMBAHAN
HALAMAN MOTTO
KATA PENGANTAR .................................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................................. iv
DAFTAR TABEL ......................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. ix
ABSTRAK ..................................................................................................... x

BAB I : PENDAHULUAN ............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................... 4
1.3 Tujuan ..................................................................................................... 4
1.4 Batasan Masalah ..................................................................................... 5
1.5 Manfaat ................................................................................................... 5

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA .................................................................. 6
2.1 Minyak Goreng ....................................................................................... 6
2.1.1 Struktur dan Komposisi Minyak .............................................................. 10
2.1.2 Nilai Gizi Minyak ................................................................................... 11
2.1.3 Sifat Fisika-Kimia Minyak ...................................................................... 12
2.1.4 Minyak Goreng Bekas ............................................................................. 17
2.1.5 Kerusakan Minyak Goreng ...................................................................... 20
2.1.6 Pemurnian Minyak Goreng ..................................................................... 23
2.2 Adsorbsi ................................................................................................... 25
2.3 Karbon Aktif .......................................................................................... 32
2.4 Parameter Analisa Senyawa-Senyawa pada Minyak Goreng .................... 35
2.3.1 Angka Peroksida ..................................................................................... 35
2.3.2 Asam Thiobarbiturat (TBA) .................................................................... 37
2.3.3 Kadar Air ................................................................................................ 38
2.3.4 Berat Jenis............................................................................................... 39
2.3.5 Indeks Bias ............................................................................................. 39
2.5 Biji Kelor ................................................................................................ 40
2.5.1 Kandungan Kimia dalam Biji Kelor ........................................................ 42
2.5.2 Biji Kelor sebagai Adsorben .................................................................... 43

BAB III : METODE PENELITIAN .............................................................. 45
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ................................................................... 45
3.2 Metode Pengumpulan Data ...................................................................... 45
3.3 Bahan ....................................................................................................... 45
3.3.1 Bahan Penelitian ..................................................................................... 45
3.3.2 Bahan Kimia ........................................................................................... 45
3.4 Alat ......................................................................................................... 46
3.5 Tahapan-tahapan Penelitian ..................................................................... 46
3.6 Cara Kerja ............................................................................................... 46
3.6.1 Preparasi Biji Kelor ................................................................................. 46
3.6.2 Pemurnian Minyak Goreng Bekas ........................................................... 47
3.6.3 Penentuan Kadar Air ............................................................................... 48
3.6.4 Penentuan Indeks Bias ............................................................................ 48
3.6.5 Penentuan Berat Jenis .............................................................................. 48
3.6.6 Penentuan Angka Peroksida .................................................................... 49
3.6.7 Penentuan Asam Thiobarbiturat (TBA) ................................................... 49
3.7 Metode Analisis Data .............................................................................. 50

BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................... 51
4.1 Preparasi Biji Kelor ................................................................................ 51
4.2 Pemurnian Minyak Goreng .................................................................... 55
4.3 Kadar Air ................................................................................................ 58
4.4 Indeks Bias ............................................................................................. 62
4.5 Berat Jenis .............................................................................................. 67
4.6 Angka Peroksida .................................................................................... 72
4.7 Angka Asam Thiobarbiturat (TBA) ........................................................ 77

BAB V : PENUTUP ...................................................................................... 83
5.1 Kesimpulan .... ......................................................................................... 83
5.2 Saran ....................................................................................................... 84

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 85
LAMPIRAN-LAMPIRAN ............................................................................ 89

















DAFTAR TABEL



2.1 Standar Mutu Minyak Goreng Menurut SNI 2002 ...................................... 9
2.2 Standar Umum Minyak Goreng ................................................................. 10
2.3 Komposisi Asam Lemak Minyak Kelapa Sawit dan Minyak Inti Kelapa
Sawit ......................................................................................................... 11
2.4 Perbedaan antara Adsorpsi Fisika dengan Adsorpsi Kimia ...................... 29
2.5 Karakterisasi Karbon Aktif pada Berbagai Variasi Konsentrasi NaCl ...... 33
2.6 Karakterisasi Karbon Aktif pada Berbagai Variasi Konsentrasi Temperatur
dengan konsentrasi NaCl 40 % ................................................................. 33
2.7 Komposisi Biji Kelor ............................................................................... 42
2.8 Unsur-Unsur yang Terkandung per 100 g Biji Kelor Kering ..................... 42
4.1 Rerata Kadar Air, Berat Jenis, Indeks Bias, Angka TBA, dan Angka
Peroksida pada Minyak Goreng Bekas, Baru, Hasil Reprocessing ............ 55
4.2 Rerata Kadar Air Minyak Goreng Bekas, Baru, Hasil Reprocessing ......... 58
4.3 Rerata Indeks Bias Minyak Goreng Bekas, Baru, Hasil Reprocessing ...... 62
4.4 Rerata Berat Jenis Minyak Goreng Bekas, Baru, Hasil Reprocessing........ 67
4.5 Rerata Angka Peroksida Minyak Goreng Bekas, Baru, Hasil Reprocessing 73
4.6 Rerata Angka TBA Minyak Goreng Bekas, Baru, Hasil Reprocessing ...... 77

























DAFTAR GAMBAR


2.1 Tahap-tahap Pengolahan Minyak Kelapa Sawit ......................................... 7
2.2 Proses Hidrolisis Trigliserida ................................................................. 10
2.3 Pembentukan Radikal Bebas dari Asam Lemak Tidak Jenuh Akibat
Pemanasan ............................................................................................ 21
2.4 Gaya Tarik antara Molekul-Molekul Polar .............................................. 27
2.5 Terjadinya Gaya Dipol-Dipol Induksian .................................................. 27
2.6 Pembentukan Dipol sesaat pada Molekul Nonpolar ................................. 28
2.7 Terjadinya gaya London .......................................................................... 28
2.8 Reaksi Pembentukan Peroksida .............................................................. 36
2.9 Reaksi Pembentukan Kromogen MDA-TBA .......................................... 38
2.10 Biji Kelor ............................................................................................... 42
4.1 Reaksi Asam Lemak Bebas dengan NaOH ............................................. 57
4.2 Terjadinya gaya dipol-dipol induksian antara molekul H
2
O dengan arang
aktif biji kelor .......................................................................................... 61
4.3 Pembentukan Dipol Sesaat pada Molekul Nonpolar ................................. 65
4.4 Terjadinya gaya London antara molekul asam lemak bebas dengan arang
aktif biji kelor ........................................................................................... 66
4.5 Pembentukan Dipol Sesaat pada Molekul Nonpolar ................................. 70
4.6 Terjadinya gaya London antara senyawa pengotor minyak yang nonpolar
dengan arang aktif biji kelor ...................................................................... 70
4.7 Terjadinya gaya dipol-dipol induksian antara senyawa pengotor dengan
arang aktif biji kelor ............................................................................... 71
4.8 Reaksi Iodometri Selama Proses Analisis Angka Peroksida .................... 72
4.9 Reaksi Pembentukan Peroksida .............................................................. 73
4.10 Pembentukan Dipol Sesaat pada Molekul Nonpolar ................................ 76
4.11 Terjadinya gaya London antara peroksida dengan arang aktif biji kelor ... 76
4.12 Reaksi Pembentukan Aldehida ............................................................... 78
4.13 Reaksi Pembentukan Kromogen MDA-TBA ........................................... 79
4.14 Pembentukan Dipol Sesaat pada Molekul Nonpolar ................................ 81
4.15 Terjadinya gaya London antara MDA dengan arang aktif biji kelor ......... 82













DAFTAR LAMPIRAN



Lampiran 1. Diagram Alir .............................................................................. 89
Lampiran 2. Pembuatan Reagen ..................................................................... 93
Lampiran 3. Data Hasil Penelitian .................................................................. 95
Lampiran 4. Gambar Penelitian .................................................................... 103






































ABSTRAK

Muallifah, S., 2009, Penentuan Angka Asam Thiobarbiturat dan Angka
Peroksida pada Minyak Goreng Bekas Hasil Pemurnian dengan
Karbon Aktif dari Biji Kelor (Moringa oleifera, LAMK).

Pembimbing Utama : Diana Candra Dewi, M.Si
Pembimbing Agama : Ahmad Barizi, MA

Kata Kunci : Minyak Goreng Bekas, Karbon Aktif, Biji Kelor, Angka TBA,
Angka Peroksida

Minyak goreng merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia sebagai
media pengolahan bahan makanan. Penggunaan minyak goreng yang berulang-
ulang dengan pemanasan pada suhu tinggi akan menghasilkan senyawa aldehida,
keton, hidrokarbon, alkohol serta bau tengik, yang akan mempengaruhi mutu dan
gizi bahan pangan yang digoreng. Alternatif pengolahan minyak goreng bekas
adalah melalui proses adsorpsi dengan karbon aktif dari biji kelor (Moringa
oleifera, LAMK). Penelitian ini bertujuan untuk menurunkan kadar air, berat jenis,
indeks bias, angka thiobarbiturat (TBA) dan angka peroksida yang terkandung
dalam minyak goreng bekas dengan menggunakan biji kelor.
Metode penelitian ini meliputi: (1) Preparasi biji kelor yang meliputi:
dehidrasi, karbonisasi, dan aktivasi dengan NaCl 30 % dan pemanasan pada suhu
500
0
C selama 2 jam. (2) pemurnian minyak goreng bekas, meliputi: penghilangan
bumbu (despicing), netralisasi dan pemucatan (bleaching). (3) penentuan kadar
air, indeks bias, berat jenis, angka TBA, dan angka peroksida minyak goreng baru,
bekas dan hasil reprocessing.
Hasil preparasi biji kelor dalam penelitian ini menghasilkan arang aktif biji
kelor yang berupa serbuk berwarna hitam dan rapuh. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa rerata kadar air minyak goreng baru sebesar 0,055 %, indeks
bias sebesar 1,4576, berat jenis sebesar 0,898 g/mL, angka TBA sebesar 0 dan
angka peroksida sebesar 0,8 meq/kg. Minyak goreng bekas mempunyai rerata
kadar air sebesar 1,44 %, indeks bias sebesar 1,4603, berat jenis sebesar 0,929
g/mL, angka TBA sebesar 0,3588 dan angka peroksida sebesar 4,44 meq/kg,
sedangkan minyak yang sudah diinteraksikan dengan karbon aktif biji kelor
mempunyai rerata kadar air sebesar 0,08 %, indeks bias sebesar 1,465, berat jenis
sebesar 0,906 g/mL, angka TBA sebesar 0,195 dan angka peroksida sebesar 2,44
meq/kg. Adanya proses pemurnian tersebut mampu menurunkan kadar air sebesar
94 %, indeks bias sebesar 2,5 %, berat jenis sebesar 0,07 %, angka TBA sebesar
4,7 % dan angka peroksida sebesar 46 %.






ABSTRACT

DETERMINATION OF THIOBARBITURIC ACID AND PEROXIDE
VALUE OF FRIED OIL THE PURITY RESULT WITH ACTIVATED
CARBON FROM MORINGA OLEIFERA SEED (Moringa oleifera, LAMK)

Pembimbing Utama : Diana Candra Dewi, M.Si
Second Conselor : Ahmad Barizi, MA

Key word: fried oil, activated carbon, moringa oleifera seed, TBA and peroxide
value

Cooking oil is one of the fundamental need of human being as instrumen
processing of food. The using of cooking oil continuously with steam at high
temperature will yield componen aldehide, keton, hydrokarbon, alcohol, and
rancid aroma, to influence and quality of gizi fried food materials. Alternative
processing of fried oil is to through process of adsorption with activated carbon
from moringa oleifera seed. This aim of this research is to decrease moisture,
specific gravity, index of refraction, thiobarbituric acid (TBA) and peroxide value
in fried oil using moringa oleifera seed.
This research method cover: (1) Making of activated carbon from moringa
oleifera seed, covering: dehydration, carbonisation, and activation with NaCl 30
% and steam at temperature 500
0
C during 2 hours. (2) purification of fried oil,
covering: despicing, netralisation and bleaching. (3) determination of moisture,
specific gravity, index of refraction, TBA and peroxide value of new cooking oil,
fried oil and result of reprocessing.
The result of moringa oleifera seed preparation in this research was active
carbon that was black powder and brittle. Result of research indicate that rate on
the moisture new cooking oil 0,055 %, index of refraction 1,4576, specific gravity
0,898 g/mL, TBA value 0 and peroxide value 0,8 meq/kg. Fried oil has rate
moisture 1,44 %, index of refraction 1,4606, specific gravity 0,929 g/mL, TBA
value 0,3588 and peroxide value 4,44 meq/kg, while oil which have with
interacted with actived carbon of moringa oleifera seed has rate moisture 0,08 %,
rindex of refraction 1,465, specific gravity 0,906 g/mL, TBA value 0,195 and
peroxide value 2,44 meq/kg. The process of purification can decrease rate
moisture 94 %, index of refraction 0,05 %, specific gravity 2,5 %, TBA value
45,7 % and peroxide value 46 %.









BAB I
PENDAHULUAN



1.1 Latar Belakang
Ajaran Islam, menyebutkan bahwa halal dan haram adalah bagian dari
hukum syara yang saling berseberangan. Halal merujuk kepada hal-hal yang
diperbolehkan, sedangkan haram merujuk pada hal-hal yang dilarang (Hamka,
1965). Setiap muslim diperintahkan untuk mengkonsumsi makanan atau minuman
yang halal dan sedapat mungkin thayyib (baik dan menyehatkan), sebaliknya kita
dilarang mengkonsumsi makanan atau minuman yang haram. Makanan yang halal
dan baik dapat menentukan perkembangan rohani dan pertumbuhan jasmani ke
arah yang positif dan diridhoi Allah (Mustafa, 1993). Anjuran memakan makanan
yang halal dan baik telah dijelaskan dalam Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 168
yang berbunyi:

' ` ` ` ` ` ` ` `
` ` ` ` ` ` ` '
Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di
bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; Karena
Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu (QS. Al-Baqarah [2]:
168).

Berdasarkan ayat di atas, dapat dijelaskan bahwa Allah menganjurkan
untuk memakan makanan yang telah diberikan kepada kita berupa hal-hal yang
halal dan bukan yang diharamkan. Selain itu, makanan tersebut hendaknya sedap
dimakan, bergizi, dan tidak kotor, baik karena zatnya sendiri, karena rusak atau
berubah akibat terlalu lama disimpan. Misalnya, makanan yang digoreng dengan
minyak goreng bekas.
Minyak goreng merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia sebagai
alat pengolahan bahan-bahan makanan. Kebutuan minyak goreng semakin
meningkat dengan bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia, sehingga minyak
goreng bekas yang dihasilkan semakin meningkat pula.
Minyak goreng bekas adalah minyak goreng yang telah dipakai berulang
kali, sehingga warnanya menjadi gelap dan kehitaman. Sudarmadji, S dkk., (2003)
mengemukakan bahwa kerusakan lemak atau minyak yang utama adalah karena
peristiwa oksidasi dan hidrolitik baik secara enzimatik maupun non enzimatik
yang besar pengaruhnya terhadap cita rasa. Ketaren (2008), menambahkan bahwa
pemakaian minyak goreng secara berulang dengan suhu tinggi akan mengalami
perubahan sifat fisikokimia (kerusakan minyak) seperti kadar air, berat jenis,
indeks bias, angka asam thiobarbiturat (TBA) dan angka peroksida. Pernyataan ini
dibuktikan dengan hasil penelitian yang dilakukan Dewi (2001), hasilnya
menunjukkan bahwa minyak goreng bekas banyak mengalami perubahan sifat
fisikokimia selama penggorengan seperti kenaikan kadar air, asam lemak bebas
(FFA), bilangan peroksida, angka TBA dan warna menjadi coklat.
Sifat fisik minyak seperti kadar air, indeks bias, dan berat jenis
merupakan parameter untuk menentukan kemurnian minyak. Kadar air berperan
dalam proses hidrolisis minyak yang dapat menyebabkan ketengikan, semakin
tinggi kadar air mengakibatkan minyak semakin cepat tengik. Berat jenis
dipengaruhi oleh fraksi-fraksi berat dalam minyak, seperti protein, karbohidrat,
mineral dan asam lemak bebas, yang menyebabkan kekentalan dan kekeruhan
minyak meningkat. Tingginya kadar asam lemak bebas dan kekeruhan minyak
juga meningkatkan nilai indeks bias minyak. Sifat kimia angka TBA dan angka
peroksida minyak merupakan parameter untuk menentukan tingkat ketengikan
minyak. Kerusakan minyak yang utama adalah karena peristiwa oksidasi, hasil
yang diakibatkan salah satunya adalah terbentuknya peroksida dan aldehid.
Sudarmadji, S dkk., (2003) mengatakan bahwa lemak yang tengik mengandung
aldehid dan kebanyakan sebagai malonaldehid (MDA). Peroksida dan aldehida
dapat mempercepat proses timbulnya bau tengik dan flavor yang tidak
diikehendaki dalam bahan pangan. Kerusakan minyak goreng bekas tersebut dapat
menyebabkan gatal pada tenggorokan, penimbunan lemak dalam pembuluh darah
(artherosclerosis) dan kanker, untuk itu minyak tersebut tidak layak untuk
dikonsumsi.
Alternatif pengolahan minyak goreng bekas adalah melalui proses
pemurnian dengan menggunakan sejumlah adsorben. Proses pengolahan minyak
goreng bekas tersebut telah dilakukan oleh Sumarni dkk., (2004), dengan
menggunakan bentonit dan arang aktif untuk penjernihan minyak goreng bekas
yang hasilnya menunjukkan bahwa bilangan asam dan peroksida juga mengalami
penurunan, namun minyak yang dihasilkan kurang memenuhi SNI. Penelitian
yang sama dilakukan oleh Taufik (2007), dengan menggunakan biji kelor untuk
menjernihkan minyak goreng bekas. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa
kadar asam lemak bebas (FFA) menurun sebesar 74,6 %, angka peroksida sebesar
84 % dan peningkatan warna menjadi muda dan jernih, namun penurunan angka
peroksida belum memenuhi SNI 3741-1995.
Berdasarkan uraian tersebut, maka peneliti ingin lebih meningkatkan lagi
mutu minyak goreng bekas dengan mengolah biji kelor menjadi karbon aktif
dalam proses pemucatan (bleaching). Hal ini dikarenakan karbon aktif memiliki
pori-pori aktif yang mampu mengadsorpsi suspensi koloid yang menghasilkan
bau, warna serta senyawa-senyawa pengotor yang terkandung dalam minyak
goreng bekas. Pemanfaatan karbon aktif biji kelor untuk menjernihkan minyak
goreng bekas ini, diharapkan dapat menurunkan angka TBA, angka peroksida,
kadar air, berat jenis dan indeks bias yang memenuhi SNI 01-3741-2002,
sehingga layak dan aman untuk dikonsumsi.

1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, terdapat beberapa permasalahan yang
dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Berapa angka thiobarbiturat (TBA) dan angka peroksida yang terkandung
dalam minyak goreng bekas sebelum dan sesudah proses pemurnian?
2. Berapa kadar air, berat jenis, dan indeks bias dari minyak goreng bekas
sebelum dan sesudah proses pemurnian?

1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, tujuan dari penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui angka thiobarbiturat (TBA) dan angka peroksida yang
terkandung dalam minyak goreng bekas sebelum dan sesudah proses
pemurnian.
2. Untuk mengetahui kadar air, berat jenis, dan indeks bias dari minyak goreng
bekas sebelum dan sesudah proses pemurnian.

1.4 Batasan Masalah
Mengingat banyaknya cakupan parmasalahan, maka dalam penelitian ini hanya
dibatasi pada:
1. Minyak goreng yang diteliti adalah minyak goreng merek bimoli, yang
diperoleh dari penjual lalapan dengan pemakaian selama 7 jam pada suhu
pemanasan 200 - 270
0
C.
2. Biji kelor yang digunakan adalah biji kelor beserta kulit ari yang sudah
kering yang diperoleh dari desa Sumbersuko kecamatan Purwosari
kabupaten Pasuruan.
3. Parameter yang diuji adalah angka asam thiobarbiturat (TBA), angka
peroksida, kadar air, indeks bias dan berat jenis.

1.5 Manfaat
Penelitian ini, diharapkan dapat memberikan informasi tentang seberapa
besar tingkat kerusakan minyak serta mengetahui kualitas minyak goreng bekas
yang telah dimurnikan dengan biji kelor sehingga menjadi minyak goreng yang
lebih bermutu serta layak dan aman untuk dikonsumsi.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA



2.1 Minyak Goreng
Segala bentuk kekayaan alam di muka bumi ini seperti berbagai macam
tumbuh-tumbuhan, buah-buahan adalah tanda kekuasaan dan keagungan Allah
Swt, sebagai manusia yang beriman kita harus mensyukuri nikmat-nikmat Allah
tersebut adalah dengan memanfaatkan ciptaan-Nya dengan sebaik-baiknya,
sebagaimana dalam Al-Quran surat Asy-Syuara ayat 7-8 dan surat An-Nahl ayat
11, yang berbunyi:
9& # <) {# /. $G;& $ . l . ) 79
$ %. Y.&
Dan Apakah mereka tidak memperhatikan bumi, berapakah banyaknya Kami
tumbuhkan di bumi itu berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang baik?(7)
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat suatu tanda
kekuasaan Allah dan kebanyakan mereka tidak beriman (8)(QS. Asy-Syuara [26]:
7-8).

M6` /39 / 9# G9# 9# ={# 2 NV9# )
9 )9 `6G
Dia menumbuhkan bagi kamu dengan air hujan, tanam-tanaman zaitun, kurma,
anggur dan segala macam buah-buahan (QS. An-Nahl [16]: 11).

Ayat di atas menjelaskan bahwa salah satu kekuasaan Allah adalah
menciptakan berbagai macam tumbuh-tumbuhan untuk kesejahteraan hidup
manusia, yang ditegaskan lagi dalam surat An-Nahl ayat 11, bahwa berbagai
6
macam tumbuhan itu adalah tumbuhan kurma, anggur dan zaitun. Zaitun adalah
tumbuhan yang mengandung minyak, yang biasanya dimanfaatkan sebagai aroma
terapi dalam berbagai produk kecantikan. Salah satu tumbuhan yang mengandung
minyak lagi adalah kelapa sawit.
Kelapa sawit (Elaeis guinensis JACQ) adalah buah yang memiliki
banyak manfaat, selain bisa langsung dimakan, juga dapat diolah menjadi produk
yang lebih bermutu dan memiliki nilai jual yang tinggi, yaitu menjadi minyak
goreng. Ketaren (2008) mengemukakan bahwa kelapa sawit adalah salah satu
tanaman golongan palm yang menghasilkan minyak. Salah satu industri terbesar
di Indonesia adalah minyak goreng, yang diproduksi dari kelapa sawit. Bahan
untuk mendapatkan minyak sawit dan minyak inti sawit adalah buah. Buah yang
baik berasal dari tandan buah yang sudah matang sempurna.
Tahap-tahap pengolahan minyak kelapa sawit adalah sebagai berikut
(Ketaren, 2008):





Gambar 2.1 Tahap-tahap Pengolahan Minyak Kelapa Sawit (Sumber: Ketaren,
2008)

Keterangan:

1. Sterilisasi dan Perontokan: Sterilisasi bertujuan untuk menghentikann aktivitas
enzimatis dan mengumpulkan protein dalam buah sawit serta membunuh mikroba.
Kelapa Sawit
Sterilisasi dan
Perontokan
Pengempaan

Jladren

Pengepresan
Minyak
Ampas
Perebusan
Minyak Kotoran
dan air
Penjernihan
Penyaringan

Minyak Bersih
Sterilisasi juga bermanfaat untuk pengawetan dan memudahkan perontokan buah.
Selanjutnya dimasukkan ke dalam alat perontok.
2. Pengempaan: Buah dalam bak penumpukan dimasukkan dalam tangki
penghancur, sebagai pembantu dalam proses ini dipakai uap air panas, dan hasil
hancurannya disebut jladren. Jladren dimasukkan ke dalam alat pengepres dengan
tekanan sebesar 200300 kg/cm
2
dengan kecepatan penekanan 5 6 kali/menit.
3. Perebusan: Minyak sawit dialirkan dalam tangki monteyues supaya tidak
membeku, selanjutnya dipompakan dalam bak tunggu kemudian dialirkan ke
dalam tangki pengendapan. Perebusan bertujuan untuk memecahkan struktur
emulsi, memasak minyak dan memisahkan kotoran dan air dari minyak.
4. Penjernihan dan Penyaringan: Minyak sawit dalam tangki penjernihan
dimasak lagi dengan uap air panas selama 60 menit, kemudian didinginkan selama
60 menit. Minyak yang dialirkan dari tangki penjernihan, disaring di dalam alat
penyaring sentrifugal. Minyak bersih yang dihasilkan dipompakan ke dalam
tangki penimbun.

Minyak adalah lemak yang berasal dari tumbuhan yang berupa zat cair
dan mengandung asam lemak tak jenuh (Poedjiadi, 1994). Minyak goreng
berfungsi sebagai pengantar panas, penambah rasa gurih, dan penambah nilai
kalori bahan pangan (Winarno, 2002: 95). Minyak goreng adalah minyak nabati
yang telah dimurnikan dan dapat digunakan sebagai bahan pangan. Minyak
goreng merupakan salah satu dari sembilan bahan pokok yang dikonsumsi oleh
seluruh lapisan masyarakat (Wijana, 2005).
Konsumsi minyak goreng biasanya digunakan sebagai media
menggoreng bahan pangan, penambah cita rasa, ataupun shortening yang
membentuk tekstur pada sebuah roti (Wijana, 2005). Charley (1970)
menambahkan minyak digunakan untuk menggoreng sebaiknya tidak berbau,
bersifat netral dan memiliki rasa yang lembut. Nawar dalam Fennema (1996)
menyatakan bahwa proses pemanasan minyak yang berulang pada suhu tinggi dan
waktu lama menyebabkan terjadinya dimerisasi dan polimerisasi yang dapat
menimbulkan peningkatan berat molekul, viskositas dan indeks bias.
Syarat mutu minyak goreng menurut SNI 3741-2002 dapat dilihat pada
tabel 2.1 dan standar umum minyak goreng disajikan pada tabel 2.2.

Tabel 2.1 Syarat Mutu Minyak Goreng
No Kriteria Uji Satuan
Persyaratan
Mutu I Mutu II
1 Keadaan
a. Bau
b. Rasa


Normal
Normal

Normal
Normal
c. Warna Putih, kuning pucat sampai kuning
2 Kadar Air % b/ b Maks. 0,1 Maks. 0,3
3 Bilangan asam mg KOH/g Maks. 0,6 Maks. 2
4 Asam linolenat (C18:3)
dalam komposisi asam
lemak minyak
% Maks. 2 Maks. 2
5 Cemaran logam
a. Timbal (Pb) mg/kg Maks. 0,1 Maks. 0,1
b. Timah (Sn) mg/kg Maks. 40,0/250* Maks. 40,0/250*
c. Raksa (Hg) mg/kg Maks. 0,05 Maks. 0,05
d. Tembaga (Cu) mg/kg Maks. 0,1 Maks. 0,1
6 Cemaran Arsen (As) mg/kg Maks. 0,1 Maks. 0,1
7 Minyak pelikan** Negatif Negatif
Catatan* Dalam kemasan kaleng
Catatan** minyak pelikan adalah minyak mineral dan tidak bisa disabunkan
Sumber: SNI 3741-2002



Tabel 2.2 Standar Umum Minyak Goreng
Karakteristik Kisaran Keterangan
Bilangan peroksida (meq/kg) 2 Maksimal
Titik asap (
0
C) 200 Minimal
Bilangan Penyabunan 196 - 206 -
Bilangan Iodin 45 - 46 -
Berat jenis (g/mL) 0,921 Maksimal
Indeks bias (40
0
C) 1,4565-1,4585 -
Citarasa dan bau Tidak berbau (hambar)
Sumber: Wijana, dkk (2005), Krischenbauer (1960)


2.1.1 Struktur dan Komposisi Minyak
Lemak dan minyak terdiri dari trigliserida campuran, yang merupakan
ester dari gliserol dan asam lemak rantai panjang (Ketaren, 2008: 6). Lemak
tersebut jika dihidrolisis menghasilkan tiga molekul asam lemak rantai panjang
dan satu molekul gliserol. Adapun proses hidrolisis trigliserida tersebut adalah
sebagai berikut (Ketaren, 2008: 7):





Trigliserida (lemak) Gliserol Asam lemak


Trigliserida dapat berwujud padat atau cair, hal ini tergantung komposisi
asam lemak yang menyusunnya, sebagian besar minyak nabati berbentuk cair
karena mengandung sejumlah asam lemak tidak jenuh, yaitu asam oleat, linoleat,
atau asam linolenat dengan titik cair yang rendah. Lemak hewani umumnya
Gambar 2.2 Proses Hidrolisis Trigliserida (Sumber: Ketaren, 2008: 7)
berbentuk padat pada suhu kamar karena banyak mengandung asam lemak jenuh,
misalnya asam palmitat, dan stearat yang mempunyai titik cair lebih tinggi
(Ketaren, 2008: 7).
Komponen-komponen lain yang mungkin terdapat, meliputi fosfolipid,
sterol, vitamin dan zat warna yang larut dalam lemak seperti klorofil dan
karotenoid (Buckle dkk, 1987: 328). Kandungan karoten dalam kelapa sawit dapat
mencapai 1000 ppm atau lebih, sedangkan kandungan tokoferol bervariasi dan
dipengaruhi oleh penanganan selama produksi. Rata-rata komposisi asam lemak
minyak kelapa sawit dapat dilihat pada tabel 2.3 (Ketaren, 2008: 265):

Tabel 2.3 Komposisi Asam Lemak Minyak Kelapa Sawit dan Minyak Inti
Kelapa Sawit
Jenis
Asam
Rumus Molekul
Minyak
Kelapa Sawit
(%)
Minyak Inti
Sawit (%)
Titik
Cair
(
0
C)
Asam lemak jenuh
Kaproat
Kaprilat
Laurat
Miristat
Palmitat
Stearat
CH
3
(CH
2
)
4
COOH
CH
3
(CH
2
)
6
COOH
CH
3
(CH
2
)
10
COOH
CH
3
(CH
2
)
12
COOH
CH
3
(CH
2
)
14
COOH
CH
3
(CH
2
)
16
COOH
-
-
-
1,1 2,5
40 46
3,6 4,7
3 4
3 7
46 52
14 17
6,5 9
1 2,5
-1,5
1,6
44
58
64
69,4
Asam lemak tidak jenuh
Oleat

Linoleat

CH
3
(CH
2
)
7
= CH
(CH
2
)
7
COOH
CH
3
(CH
2
)
4
= CH=CH-
CH
2
CH=CH-
(CH
2
)
7
COOH
39 45

7 - 11
13 19

0,5 - 2
14

-11
Sumber: Eckey, S.W. (1955)



2.1.2 Nilai Gizi Minyak
Peran lemak (lipid) dalam makanan manusia merupakan zat gizi yang
menyediakan energi bagi tubuh, dapat bersifat psikologis dengan meningkatkan
nafsu makan, atau dapat membantu memperbaiki tekstur dari bahan pangan yang
diolah (Buckle dkk, 1987: 328 ).
Setiap orang membutuhkan energi lebih kurang 3.300 kalori per hari,
yang berasal dari hasil metabolisme karbohidrat, protein dan lemak. Sebanyak 1/3
dari jumlah kalori tersebut berasal dari lemak. Secara tidak langsung, lemak dapat
juga membantu pembangunan organ-organ tubuh terutama pada anak yang sedang
berada dalam fase pertumbuhan. Kekurangan lemak dalam ransum makanan,
dapat memperlambat pertumbuhan (Ketaren, 2008: 193).
Vitamin yang terdapat dalam lemak adalah vitamin A, D, dan E yang
merupakan vitamin-vitamin larut dalam lemak. Kebutuhan tubuh rata-rata
terhadap vitamin A sebanyak 4.000 6.000 IU tiap hari, dan vitamin D sebanyak
300 400 IU tiap hari. Vitamin ini penting untuk menjamin kesehatan tubuh dan
membantu pertumbuhan organ terutama bagi anak-anak (Ketaren, 2008: 195).

2.1.3 Sifat Fisika-Kimia Minyak
A. Sifat Fisik
1) Warna
Zat warna dalam minyak terdiri dari 2 golongan, yaitu zat warna alamiah,
dan warna hasil degradasi zat warna alamiah.
a. Zat Warna Alamiah
Zat warna ini terdapat secara alamiah di dalam bahan yang mengandung
minyak dan ikut terekstrak bersama minyak pada proses ekstraksi. Zat warna
tersebut antara lain dan karoten, xantofil, klorofil, dan antosianin. Zat warna
ini menyebabkan minyak berwarna kuning, kuning kecoklatan, kehijau-hijauan
dan kemerah-merahan. Pigmen berwarna merah jingga atau kuning disebabkan
oleh karotenoid yang bersifat larut dalam minyak. Karotenoid bersifat tidak stabil
pada suhu tinggi, dan jika minyak dialiri uap panas, maka warna kuning akan
hilang. Karotenoid tidak dapat dihilangkan dengan proses oksidasi (Ketaren,
2008: 18).
b. Warna Akibat Oksidasi dan Degradasi Komponen Kimia yang Terdapat
dalam Minyak
a) Warna Gelap
Warna gelap disebabkan oleh proses oksidasi terhadap tokoferol (vitamin E).
Jika minyak bersumber dari tanaman hijau, maka zat klorofil yang berwarna hijau
turut terekstrak bersama minyak, dan klorofil tersebut sulit dipisahkan dari
minyak. Warna gelap ini dapat terjadi selama proses pengolahan dan
penyimpanan, yang disebabkan oleh beberapa faktor: suhu pemanasan yang
terlalu tinggi, pengepresan bahan yang mengandung minyak dengan tekanan dan
suhu yang tinggi, ekstraksi minyak dengan menggunakan pelarut tertentu seperti
trikloroetilena, benzol dan heksana, logam seperti Fe, Cu, dan Mn, dan oksidasi
terhadap fraksi tidak tersabunkan dalam minyak (Ketaren, 2008: 19).
b) Warna Coklat
Pigmen coklat biasanya hanya terdapat pada minyak atau lemak yang
berasal dari bahan yang telah rusak atau memar. Hal itu dapat pula terjadi karena
reaksi molekul karbohidrat dengan gugus pereduksi seperti aldehid serta gugus
amin dari molekul protein dan yang disebabkan karena aktivitas enzim-enzim,
seperti fenol oksidase, polifenol oksidase, dan sebagainya (Ketaren, 2008: 19).
c) Warna Kuning
Timbulnya warna kuning dalam minyak terutama terjadi dalam minyak atau
lemak tidak jenuh. Warna ini timbul selama penyimpanan dan intensitas warna
bervariasi dari kuning sampai ungu kemerah-merahan (Ketaren, 2008: 21).
2) Odor dan Flavor
Odor dan flavor pada minyak atau lemak selain terdapat secara alami,
juga terjadi karena pembentukan asam-asam yang berantai sangat pendek sebagai
hasil penguraian dari kerusakan minyak atau lemak, akan tetapi umumnya odor
dan flavor ini disebabkan oleh komponen bukan minyak, sebagai contoh bau khas
dari minyak kelapa sawit dikarenakan terdapatnya beta ionone, sedangkan bau
khas dari minyak kelapa ditimbulkan oleh nonyl methylketon (Ketaren, 2008: 24).
3) Kelarutan
Minyak dan lemak tidak larut dalam air, kecuali minyak jarak (castor
oil). Minyak dan lemak hanya sedikit larut dalam alkohol, tetapi akan larut
sempurna dalam etil eter, karbon disulfida, dan pelarut-pelarut halogen. Asam-
asam lemak yang berantai pendek dapat larut dalam air, semakin panjang rantai
asam-asam lemak maka kelarutannya dalam air semakin berkurang (Ketaren,
2008: 24).
4) Titik Cair dan Polymorphism
Pengukuran titik cair minyak atau lemak, suatu cara yang lazim
digunakan dalam penentuan atau pengenalan komponen-komponen organik
murni. Polymorphism pada minyak atau lemak adalah salah satu keadaan di mana
terdapat lebih dari satu bentuk kristal. Polymorphism sering dijumpai pada
beberapa komponen yang mempunyai rantai karbon panjang, dan pemisahan
kristal tersebut sangat sukar (Ketaren, 2008: 24-25).
5) Titik Didih (Boiling Point)
Titik didih dari asam-asam lemak akan semakin meningkat dengan
bertambah panjangnya rantai karbon asam lemak tersebut (Ketaren, 2008: 25).
6) Berat Jenis
Berat jenis dari minyak dan lemak biasanya ditentukan pada temperatur
25
0
C, akan tetapi dalam hal ini dianggap penting juga untuk diukur pada
temperatur 40
0
C atau 60
0
C untuk lemak dengan titik cair tinggi (Ketaren, 2008:
26).
7) Indeks Bias
Indeks bias adalah derajat penyimpangan dari cahaya yang dilewatkan
pada suatu medium yang cerah (Ketaren, 2008: 26).
8) Titik asap, Titik Nyala dan Titik Api
Pada saat minyak atau lemak dipanaskan, pada suhu tertentu akan timbul
asap tipis kebiruan. Suhu saat terbentuknya asap tipis kebiruan ini disebut sebagai
titik asap (smoke point). Bila pemanasan diteruskan akan tercapai titik nyala (flash
point), yaitu suhu saat minyak mulai terbakar, selanjutnya bila pemanasan
diteruskan akan tercapai titik api (fire point), yaitu suhu di mana minyak telah
terbakar secara terus menerus (Winarno, 2002).
9) Titik Kekeruhan (Turbidity Point)
Titik kekeruhan ini ditetapkan dengan cara mendinginkan campuran
minyak atau lemak dengan pelarut lemak, seperti diketahui minyak atau lemak
kekeruhannya terbatas. Temperatur pada waktu mulai terjadi kekeruhan, dikenal
sebagai titik kekeruhan (Turbidity Point) (Ketaren, 2008: 27).
B. Sifat Kimia
1) Hidrolisa
Reaksi hidrolisa, minyak atau lemak akan diubah menjadi asam-asam
lemak bebas dan gliserol. Reaksi hidrolisa yang dapat mengakibatkan kerusakan
minyak atau lemak terjadi karena terdapatnya sejumlah air dalam minyak atau
lemak tersebut. Reaksi ini akan mengakibatkan ketengikan hidrolisa yang
menghasilkan flavor dan bau tengik pada minyak tersebut (Ketaren, 2008: 28).
2) Oksidasi
Proses oksidasi dapat berlangsung bila terjadi kontak antara sejumlah
oksigen dengan minyak atau lemak, terjadinya reaksi oksidasi ini akan
mengakibatkan bau tengik. Oksidasi minyak biasanya dimulai dengan
pembentukan peroksida dan hidroperoksida. Tingkat selanjutnya ialah terurainya
asam-asam lemak disertai konversi hidroperoksida menjadi aldehid dan keton
serta asam-asam lemak bebas (Ketaren, 2008: 29).
3) Hidrogenasi
Reaksi pada proses hidrogenasi terjadi pada permukaan katalis yang
mengakibatkan reaksi antar molekul-molekul minyak dengan gas hidrogen.
Hidrogen akan diikat oleh asam lemak yang tidak jenuh, yaitu pada ikatan
rangkap, membentuk radikal kompleks antara hidrogen, nikel dan asam lemak tak
jenuh, setelah terjadi penguraian nikel dan radikal asam lemak, akan dihasilkan
suatu tingkat kejenuhan yang lebih tinggi. Radikal asam lemak dapat terus
bereaksi dengan hidrogen, membentuk asam lemak jenuh (Ketaren, 2008: 31).

2.1.4 Minyak Goreng Bekas
Minyak goreng bekas adalah yang minyak goreng yang telah dipakai
berulang kali, warnanya tidak jernih lagi, tetapi menjadi gelap dan coklat. Minyak
jenis ini mudah untuk dikenali, karena warnanya lebih hitam dibandingkan
minyak goreng yang baru dipakai 1-2 kali (Anonymous
b
, 2008).
Warna gelap ini disebabkan oleh proses oksidasi terhadap tokoferol
(vitamin E). Warna cokelat terjadi akibat reaksi molekul karbohidrat dengan
gugus pereduksi seperti aldehid serta gugus amina dari molekul protein, selain itu
disebabkan oleh aktivitas enzim seperti phenol oksidase, poliphenol oksidase dan
lain sebagainya (Ketaren, 2008: 19).
Minyak goreng bukan hanya sebagai media transfer panas ke makanan,
tetapi juga sebagai makanan. Selama penggorengan sebagian minyak akan
teradsorbsi dan masuk ke bagian luar bahan yang digoreng dan mengisi ruang
kosong yang semula diisi oleh air. Hasil penggorengan biasanya mengandung 5-
40 % minyak. Jika menggunakan minyak goreng bekas dalam menggoreng
makanan, maka makanan yang dihasilkan akan membahayakan tubuh manusia,
karena mengkonsumsi minyak yang rusak dapat menyebabkan berbagai penyakit
seperti kanker, pengendapan lemak dalam pembuluh darah (artherosclerosis) dan
penurunan nilai cerna lemak (Wijana, dkk., 2005), sebagaimana dalam Al-Quran
dijelaskan bahwa makanan yang kita konsumsi tidak hanya harus halal `= ` ( ),
tapi juga baik dan menyehatkan ('-,=). Bila ditinjau dari sisi agama, minyak
goreng yang sudah dipakai tetap halal dan boleh digunakan kembali selama tidak
menyebabkan penyakit atau membahayakan bagi tubuh.
Anjuran memakan yang halal dan baik telah dijelaskan dalam Al-Quran
Al-Maidah ayat 88 yang berbunyi:

#=. $ `3% !# =m $7 #)?# !# %!# F& / ``
Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah Telah rezekikan
kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya (QS.
Al-Maidah [5]: 88).

Ayat di atas menjelaskan bahwa Allah memerintahkan kepada kita untuk
memilih makanan yang halal dan baik. Halal ``= ( ) berarti sesuatu yang
dibolehkan oleh syariat, sedangkan baik ('-,=) berarti perkara yang dinikmati oleh
diri dan dicenderungi hati, yang dapat juga diartikan makanan yang bergizi,
menyehatkan dan tidak membahayakan bagi tubuh dan akal (Mustafa, 1992). Oleh
sebab itu, maka di dalam memilih makanan yang halal tetapi baik dan yang baik
tetapi halal ini, selain daripada yang ditentukan oleh Allah, diserahkan juga dalam
ijtihad kita sendiri memilih mana yang halal dan baik. Itu sebabnya ujung ayat
berbunyi: Dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya.
Ketentuan Allah tentang halal dan baik, lalu diserahkan kepada pertimbangan
batin, yaitu takwa dan iman, bertambah penting memilih makanan dan minuman
yang layak di dunia ini. Itu sebabnya, apabila hendak memakan suatu makanan,
disuruh dengan tekanan keras agar membaca Bismillah dan setelah makan disuruh
pula dengan tekanan keras memuji Allah: Alhamdulillah (Hamka, 1965: 32).
Allah juga menjelaskan dalam surat Al-Baqarah ayat 168 yang berbunyi:
' ` ` ` ` ` ` ` `
` ` ` ` ` ` ` '
Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di
bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; Karena
Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu (QS. Al-Baqarah [2]:
168).


Ayat di atas menjelaskan, makanan yang halal dan baik dapat
menentukan perkembangan rohani dan pertumbuhan jasmani ke arah positif dan
diridhoi Allah di dunia dan akhirat, kalau tidak manusia akan berwatak syetan di
dunia ini dan diancam dengan siksaan neraka pada hari kiamat kelak (Mustafa,
1992), sebagaimana juga dijelaskan dalam hadist Nabi, dari Abbas yang
menceritakan hadist berikut:

- ' , - , ` - - '- ,'= - _'- --' --= ) ' ` ` ` `
` ( - -- '- '- ' - : - - ,- ', '=--- _-'=,
= -' , '- ) = -- ', -=- - '=--- - = = -' , -- -' - --=- , - -
' .= ' --, --'' =' --= '-, '-,, ,- -- .---, '- ,= _ --- ' = - -
'-'' '- ' -=-' - _' (
Aku membacakan ayat ini dihadapan Nabi Saw, Hai sekalian manusia,
makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi (QS. Al-Baqarah:
168). Maka berdirilah Sad Ibnu Abi Waqqas lalu berkata; Wahai Rosululloh,
adalah kiranya engkau doakan kepada Allah semoga Dia menjadikan diriku
orang yang diperkenankan doanya. Maka Rosululloh Saw menjawab, Hai
Sad, makanlah yang halal; niscaya doamu diperkenankan, Demi Tuhan yang
jiwa Muhammad ini berada di dalam genggaman kekuasan-Nya. Sesungguhnya
seorang lelaki yang memasukkan sesuap makanan haram ke dalam perutnya
benar-benar tidak diperkenankan doa darinya selama 40 hari. Dan barang siapa
di antara hamba Allah dagingnya tumbuh dari makanan yang haram dan hasil
riba, maka neraka adalah lebih layak baginya.


2.1.5 Kerusakan Minyak Goreng
Menurut Ketaren (200) kerusakan minyak selama proses menggoreng
akan mempengaruhi mutu dan gizi dari bahan pangan yang digoreng. Minyak
yang rusak dapat menyebabkan terjadinya ketengikan, hidrolisa, polimerisasi dan
perubahan warna.
1. Ketengikan
Kerusakan lemak yang utama adalah timbulnya bau dan rasa tengik yang
disebut proses ketengikan. Hal ini disebabkan oleh autooksidasi radikal asam
lemak tidak jenuh dalam lemak. Autooksidasi dimulai dengan pembentukan
radikal-radikal bebas yang disebabkan oleh faktor-faktor yang dapat mempercepat
reaksi seperti cahaya, panas, peroksida lemak atau hidroperoksida, logam-logam
berat seperti Cu, Fe, Co, dan Mn, logam porfirin seperti hematin, hemoglobin,
mioglobin, klorofil, dan enzim-enzim lipoksidase. Adapun proses pembentukan
radikal bebas dapat dilihat pada gambar di bawah ini (Winarno, 2002: 106).







Gambar 2.3 Pembentukan Radikal Bebas dari Asam Lemak Tidak
Jenuh Akibat Pemanasan (Sumber: Winarno, 2002: 106)
Molekul-molekul lemak yang mengandung radikal asam lemak tidak
jenuh mengalami oksidasi dan menjadi tengik. Bau tengik yang tidak sedap
tersebut disebabkan oleh pembentukan senyawa
hidroperoksida. Menurut teori yang sampai kini masi
hidrogen yang terikat pada suatu atom karbon yang letaknya di sebelah atom
karbon lain yang mempunyai ikatan rangkap dapat disingkirkan oleh suatu
kuantum energi sehingga membentuk radikal bebas (Winarno, 2002: 107).
Radikal ini dengan O
membentuk hidroperoksida yang bersifat sangat tidak stabil dan mudah pecah
menjadi senyawa dengan rantai karbon yang lebih pendek oleh radiasi energi
tinggi, energi panas, katalis logam, atau enzim. Senyawa
Gambar 2.3 Pembentukan Radikal Bebas dari Asam Lemak Tidak
Jenuh Akibat Pemanasan (Sumber: Winarno, 2002: 106)

molekul lemak yang mengandung radikal asam lemak tidak
jenuh mengalami oksidasi dan menjadi tengik. Bau tengik yang tidak sedap
tersebut disebabkan oleh pembentukan senyawa-senyawa hasil pemecahan
hidroperoksida. Menurut teori yang sampai kini masih dianut orang, sebuah atom
hidrogen yang terikat pada suatu atom karbon yang letaknya di sebelah atom
karbon lain yang mempunyai ikatan rangkap dapat disingkirkan oleh suatu
kuantum energi sehingga membentuk radikal bebas (Winarno, 2002: 107).
dengan O
2
membentuk peroksida aktif yang dapat
membentuk hidroperoksida yang bersifat sangat tidak stabil dan mudah pecah
menjadi senyawa dengan rantai karbon yang lebih pendek oleh radiasi energi
tinggi, energi panas, katalis logam, atau enzim. Senyawa-senyawa dengan rantai C
Gambar 2.3 Pembentukan Radikal Bebas dari Asam Lemak Tidak
Jenuh Akibat Pemanasan (Sumber: Winarno, 2002: 106)
molekul lemak yang mengandung radikal asam lemak tidak
jenuh mengalami oksidasi dan menjadi tengik. Bau tengik yang tidak sedap
senyawa hasil pemecahan
h dianut orang, sebuah atom
hidrogen yang terikat pada suatu atom karbon yang letaknya di sebelah atom
karbon lain yang mempunyai ikatan rangkap dapat disingkirkan oleh suatu
kuantum energi sehingga membentuk radikal bebas (Winarno, 2002: 107).
membentuk peroksida aktif yang dapat
membentuk hidroperoksida yang bersifat sangat tidak stabil dan mudah pecah
menjadi senyawa dengan rantai karbon yang lebih pendek oleh radiasi energi
enyawa dengan rantai C
lebih pendek ini adalah asam-asam volatil dan menimbulkan bau tengik pada
lemak (Winarno, 2002: 107).
2. Hidrolisis
Hidrolisis minyak dan lemak menghasilkan asam-asam lemak bebas yang
dapat mempengaruhi cita rasa dan bau daripada bahan itu. Hidrolisa dapat
disebabkan oleh adanya air dalam lemak atau minyak atau karena kegiatan enzim
(Buckle, et al, 1987: 333). Reaksi ini akan mengakibatkan ketengikan hidrolisa
yang menghasilkan flavor dan bau tengik pada minyak tersebut (Ketaren, 2008:
28).
3. Polimerisasi
Pembentukan senyawa polimer selama proses menggoreng terjadi karena
reaksi polimerisasi adisi dari asam lemak tidak jenuh. Hal ini terbukti dengan
terbentuknya bahan menyerupai GUM (Gummy Material) yang mengendap di
dasar ketel atau wadah menggoreng. Proses polimerisasi ini mudah terjadi pada
minyak setengah mengoreng atau minyak mengoreng, karena minyak tersebut
mengandung asam-asam lemak jenuh dalam jumlah besar (Ketaren, 2008).
Kerusakan lemak atau minyak juga akibat pemanasan pada suhu tinggi
(200-250
0
C) akan menyebabkan keracunan dalam tubuh dan berbagai macam
penyakit misalnya diare, pengendapan lemak dalam pembuluh darah
(artheroclerosis), kanker dan menurunkan nilai cerna lemak.
4. Perubahan Warna
Zat warna alami seperti dan karoten, xanthofil, klorofil, antosianin
menyebabkan minyak berwarna kuning, kuning kecoklatan, kehijauan dan
kemerah-merahan. Minyak dapat mengalami perubahan warna menjadi gelap atau
kecoklatan, selama proses pengolahan dan penyimpanan (Ketaren, 2008).
Perubahan warna dapat disebabkan oleh perubahan zat warna alami atau
tokoferol yang terkandung dalam minyak (Krischenbauer, 1960), produk
degradasi minyak, reaksi maillard, karena minyak yang panas akan mengekstraksi
zat warna yang terdapat dalam bahan pangan, adanya logam seperti Fe, Cu, Mn
atau adanya oksidasi (Ketaren, 2008).


2.1.6 Pemurnian Minyak Goreng Bekas
Pemurnian berfungsi untuk menghilangkan atau mengurangi rasa serta
bau yang tidak enak, warna yang tidak menarik dan memperpanjang masa simpan
minyak sebelum dikonsumsi atau digunakan sebagai bahan mentah dalam
industri. Proses pemurnian ini dapat dilakukan secara fisis maupun kimiawi.
Secara fisis dengan cara penyaringan sedangkan secara kimia melalui pemanasan,
pemberian bahan pengendap serta penggunaan unit peralatan berupa pemanas
pendahuluan (heat exchanger), defekator, sulfitator, expandeur, clarifier, rotary
vacuum filter.
Langkah-langkah dalam pemurnian minyak goreng adalah sebagai
berikut:
1) Penghilangan Bumbu (Despicing)
Despicing merupakan proses pengendapan dan pemisahan kotoran akibat
bumbu dan kotoran dari bahan pangan yang bertujuan menghilangkan partikel
halus tersuspensi atau terbentuk koloid seperti protein, karbohidrat, garam, gula,
serta bumbu rempah-rempah yang digunakan menggoreng bahan pangan tanpa
mengurangi jumlah asam lemak bebas dalam minyak (Taufiq, 2007: 22).
2) Netralisasi
Netralisasi adalah suatu proses untuk memisahkan asam lemak bebas dari
minyak atau lemak, dengan cara mereaksikan asam lemak bebas dengan basa atau
reaksi lainnya sehingga membentuk sebuah sabun (soap stock) (Ketaren, 2008:
206).
Netralisasi dengan kausatik soda (NaOH) banyak dilakukan karena lebih
efisien dan lebih murah dibandingkan dengan cara netralisasi lainnya, selain itu,
penggunaan NaOH membantu dalam mengurangi zat warna dan kotoran yang
berupa getah dan lendir dalam minyak (Ketaren, 2008: 206).
3) Pemucatan (Bleaching)
Pemucatan adalah suatu proses pemurnian untuk menghilangkan zat
warna yang tidak disukai dalam minyak. Salah satu cara untuk mendapatkan
lemak dan minyak yang berwarna cerah, perlu diadakan proses pemutihan.
Penyerapan zat warna yang paling sering dilakukan adalah dengan menggunakan
tanah pemucat (fullers earth) dan arang (charcoal). Pemutihan dengan
menggunakan bahan kimia yang bersifat mengoksidasi atau hidrogenasi dapat
juga mengurangi warna lemak dan minyak tetapi dapat menyebabkan perubahan
pada minyak atau lemak itu sendiri (Ketaren, 2008: 216).
Pemucatan minyak menggunakan adsorben umumnya dilakukan dalam
ketel yang dilengkapi dengan pipa uap. Minyak yang akan dipucatkan dipanaskan
pada suhu sekitar 105
0
C, selama 1 jam. Penambahan adsorben dilakukan pada
saat minyak mencapai suhu 70-80
0
C, dan jumlah adsorben kurang lebih sebanyak
1,0-1,5 % dari berat minyak, selanjutnya minyak dipisahkan dengan adsorben
dengan cara penyaringan menggunakan kain tebal atau dengan cara pengepresan
dengan filter press. Minyak yang hilang karena proses tersebut kurang lebih 0,2-
0,5 % dari berat minyak yang dihasilkan selama proses pemucatan (Ketaren,
2008: 216).

2.2 Adsorpsi
Adsorpsi adalah suatu peristiwa fisik padat permukaan suatu bahan, yang
tergantung dari specifik affinity antara adsorben dan zat yang diadsorpsi. Adsorpsi
akan terjadi karena adanya perbedaan energi potensial antara permukaan adsorben
dan zat yang diserap (Ketaren, 2008). Adsorpsi adalah proses difusi suatu
komponen pada suatu permukaan atau antar partikel, dalam adsorpsi terjadi proses
pengikatan oleh permukaan adsorben padatan atau cairan terhadap adsorbat atom-
atom, ion-ion atau molekul-molekul lainnya. Proses tersebut, bisa digunakan
adsorben, baik yang bersifat polar (silika, alumina dan tanah diatomae) ataupun
non polar (arang aktif) (Hernani dan Marwati, 2006). Adsorpsi menggunakan
istilah adsorbat dan adsorben, di mana adsorben merupakan suatu media penyerap
yang dalam hal ini berupa senyawa karbon, sedangkan adsorbat merupakan suatu
media yang diserap.
Jumlah zat yang diadsorpsi pada permukaan adsorben merupakan proses
berkesetimbangan, sebab laju peristiwa adsorpsi disertai dengan terjadinya
desorpsi. Pada awal reaksi, peristiwa adsorpsi lebih dominan dibandingkan
dengan peristiwa desorpsi, sehingga adsorpsi berlangsung cepat. Pada waktu
tertentu peristiwa adsorpsi cendung berlangsung lambat, dan sebaliknya laju
desorpsi cenderung meningkat. Secara umum waktu tercapainya kesetimbangan
adsorpsi melalui mekanisme fisika (fisisorpsi) lebih cepat dibandingkan dengan
melalui mekanisme kimia atau kemisorpsi (Castellan, 1982).
Menurut Oscik (1991), adsorpsi dapat dikelompokkan menjadi dua,
yaitu:
a. Adsorpsi Fisik (Fisisorpsi)
Adsorpsi fisik merupakan suatu proses bolak-balik apabila daya tarik
menarik antara zat terlarut dan adsorben lebih besar daya tarik menarik antara zat
terlarut dengan pelarutnya maka zat yang terlarut akan diadsorpsi pada permukaan
adsorben (Oscik, 1991). Molekul yang terbentuk dari adsorpsi fisika terikat sangat
lemah dan energi yang dilepaskan pada adsorpsi fisika relatif rendah sekitar 20
kj/mol (Castellan, 1982), karena itu sifat adsorpsinya adalah reversible yaitu dapat
balik atau dilepaskan kembali dengan adanya penurunan konsentrasi larutan
(Larry, et al., 1992). Adsorpsi fisika melibatkan gaya antarmolekuler, yang
melalui gaya Van der Walls atau ikatan hidrogen. Gaya Van der Walls meliputi
gaya dipol-dipol, gaya dipol-dipol induksian dan gaya London.
Gaya dipol-dipol adalah gaya tarik antara molekul polar dengan polar.
Gaya tarik antara molekul-molekul tersebut lebih kuat dibandingkan dengan gaya
tolaknya, yang ditunjukkan dalam gambar di bawah ini (Effendy, 2006):







Gambar 2.4 Gaya Tarik antara Molekul-Molekul Polar (Sumber: Effendy, 2006)

Gaya dipol-dipol induksian adalah gaya tarik antara molekul polar
dengan molekul nonpolar. Mekanisme gaya tersebut adalah apabila molekul polar
dan molekul nonpolar berada pada jarak tertentu, molekul polar dapat
menginduksi molekul nonpolar, sehingga pada molekul nonpolar terjadi dipol
induksian, selanjutnya antara kedua molekul tersebut terjadi gaya tarik
elektrostatik. Terjadinya gaya dipol-dipol induksian dapat ditunjukkan pada
gambar di bawah ini (Effendy, 2006):






Gambar 2.5 Terjadinya Gaya Dipol-Dipol Induksian (Sumber: Effendy, 2006)

Gaya London adalah gaya tarik antara molekul nonpolar dengan
nonpolar. Molekul nonpolar terdiri dari inti atom dan elektron. Elektron selalu
bergerak mengelilingi inti atom, elektron tersebut pada suatu saat dapat terjadi
+ _ -
+
_
+ _ -
+
_
+ _ -
Gaya tarik
Gaya tolak
Terjadi gaya tarik elektrostatik
molekul polar dengan
dipol permanen
molekul nonpolar tanpa
dipol
molekul nonpolar
dengan dipol induksian
molekul polar dengan
dipol permanen
Induksian
+ -


+ - + -
polarisasi rapatan elektron, yang menyebabkan pusat muatan positif dan muatan
negatif memisah dan molekul dikatakan memiliki dipol sesaat.



Gambar 2.6 Pembentukan Dipol sesaat pada Molekul Nonpolar
(Sumber: Effendy, 2006)

Dipol sesaat ini, dalam waktu yang singkat akan hilang tetapi kemudian
timbul kembali secara terus menerus dan bergantian. Apabila didekatnya ada
molekul nonpolar sejenis atau berbeda maka molekul dengan dipol sesaat ini akan
menginduksi molekul tersebut sehingga terjadi dipol induksian, kemudian antara
kedua molekul tersebut terjadi gaya elektrostatik, yang ditunjukkan pada gambar
di bawah ini







Gambar 2.7 Terjadinya gaya London (Sumber: Effendy, 2006)

b. Adsorpsi Kimia (Kemisorpsi)
Proses adsorpsi kimia, interaksi adsorbat dengan adsorben melalui
pembentukan ikatan kimia. Kemisorpsi terjadi diawali dengan adsorpsi fisik, yaitu
partikel-partikel adsorbat mendekat ke permukaan adsorben melalui gaya Van der
Waals atau melalui ikatan hidrogen, kemudian diikuti oleh adsorpsi kimia yang
Induksian
molekul tanpa dipol
Terjadi gaya tarik elektrostatik
molekul dengan dipol
sesaat
molekul dengan dipol
sesaat
molekul dengan dipol
induksian
+ -


+ -
+ -
molekul nonpolar tanpa
dipol
polarisasi awan elektron
molekul dengan dipol
sesaat


+ -
terjadi setelah adsorpsi fisika, dalam adsorpsi kimia partikel melekat pada
permukaan dengan membentuk ikatan kimia (biasanya ikatan kovalen), dan
cenderung mencari tempat yang memaksimumkan bilangan koordinasi dengan
substrat (Atkins, 1999). Molekul yang terbentuk dari adsorpsi kimia lebih kuat
dibandingkan dengan yang terbentuk dari adsorpsi fisika, karena energi yang
dilepaskan cukup besar sekitar 400 kj/mol (Castellan, 1982).
Perbedaan antara adsorpsi fisika dengan adsorpsi kimia dapat dilihat pada
tabel 2.4 berikut (Sudirjo, E., 2005):

Tabel 2.4 Perbedaan antara Adsorpsi Fisika dengan Adsorpsi Kimia
No Parameter Adsorpsi Fisika Adsorpsi Kimia
1 Adsorben semua jenis Terbatas
2 Adsorbat semua gas kecuali gas mulia
3 Jenis ikatan fisika Kimia
4 Panas adsorpsi 5 10 kkal/gr-mol gas 10-100 kkal/gr-mol gas
5 Temperatur operasi di bawah temperatur kritis di atas temperatur kritis
6 Energi aktivasi kurang dari 1 kkal/gr-mol 10-60 kkal/gr-mol
7 Reversibilitas Reversible Tidak selamanya
reversible
8 Tebal lapisan Banyak (multilayer) Satu (monolayer)
9 Kecepatan adsorpsi Besar Kecil
10 Jumlah zat
teradsorp
Sebanding dengan
kenaikan tekanan
Sebanding dengan
banyaknya inti aktif
adsorben yang dapat
bereaksi dengan
adsorbat
Sumber: Sudirjo, E., 2005
Penelitian pengolahan minyak goreng bekas telah banyak dilakukan
dengan cara adsorpsi. Proses pengolahan minyak goreng bekas telah dilakukan
oleh Sumarni dkk., (2004) dengan menggunakan bentonit dan arang aktif untuk
penjernihan minyak goreng bekas yang hasilnya menunjukkan bahwa bilangan
asam dan peroksida mengalami penurunan, namun minyak yang dihasilkan belum
memenuhi spesifikasi SNI. Penelitian yang sama dilakukan oleh Widayat dkk.,
(2006) tentang optimasi proses adsorpsi minyak goreng bekas dengan zeolit alam.
Hasil penelitian yang didapatkan menunjukkan bahwa kondisi optimum diperoleh
pada berat zeolit 19,07 gram dan diameter zeolit 1,69 mm dengan perolehan
bilangan asam sebesar 1,71. Angka asam ini belum memenui SNI (SNI 3741-
1995).
Proses adsorpsi dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain (Hassler,
1962; Weber, 1972; Sawyer and Mc Charty, 1987):
1. Sifat Adsorbat
Besarnya adsorpsi zat terlarut tergantung dari kelarutannya. Kenaikan
kelarutan menunjukkan ikatan yang kuat antara zat terlarut dengan pelarut dan
aksi yang sebaliknya terhadap adsorpsi oleh adsorben. Makin besar kelarutannya,
ikatan antara zat terlarut dan pelarut makin kuat sehingga adsorpsi akan semakin
kecil karena sebelum adsorpsi terjadi diperlukan energi yang besar untuk
memecahkan ikatan zat terlarut dengan pelarut.
2. Konsentrasi Adsorbat
Pada umumnya adsorpsi akan meningkat dengan kenaikan konsentrasi
adsorbat tetapi tidak berbanding langsung. Adsorpsi akan konstan jika terjadi
kesetimbangan antara konsentarasi adsorbat yang terserap dengan konsentrasi
yang tersisa dalam larutan.
3. Sifat Adsorben
Adsorpsi secara umum terjadi pada semua permukaan, namun besarnya
ditentukan oleh luas permukaan adsorben yang kontak dengan adsorbat. Luas
permukaan adsorben akan sangat berpengaruh terutama untuk tersedianya tempat
adsorpsi. Adsorpsi merupakan suatu kejadian permukaan sehingga besarnya
adsorpsi sebanding dengan luas permukaan spesifik. Semakin banyak permukaan
yang kontak dengan adsorbat maka akan semakin besar pula adsorpsi yang terjadi.
4. Temperatur
Reaksi yang terjadi pada adsorpsi biasanya eksotermis, oleh karena itu
adsorpsi akan besar jika temperatur rendah.
5. Waktu Kontak dan Pengocokan
Waktu kontak yang cukup diperlukan untuk mencapai kesetimbangan
adsorpsi. Jika fasa cair berisi adsorben diam, maka difusi adsorbat melalui
permukaan adsorben akan lambat. Oleh karena itu, diperlukan pengocokan untuk
mempercepat proses adsorpsi.
6. pH (Derajat Keasaman)
Asam-asam organik adsorpsi akan meningkat bila pH diturunkan, yaitu
dengan penambahan asam-asam mineral, ini disebabkan kemampuan asam
mineral untuk mengurangi ionisasi asam organik tersebut, sebaliknya bila pH
asam organik dinaikkan yaitu dengan menambahkan alkali, adsorpsi akan
berkurang sebagai akibat terbentuknya garam.

2.3 Karbon Aktif
Karbon atau arang aktif adalah material yang berbentuk butiran atau
bubuk yang berasal dari material yang mengandung karbon misalnya batubara,
kulit kelapa, dan sebagainya. Arang merupakan suatu padatan berpori yang
mengandung 85-95 % karbon. Arang selain digunakan sebagai bahan bakar, juga
dapat digunakan sebagai adsorben (penyerap). Daya serap ditentukan oleh luas
permukaan partikel dan kemampuan ini dapat menjadi lebih tinggi jika arang
tersebut diaktivasi dengan bahan-bahan kimia ataupun dengan pemanasan pada
temperatur tinggi, dengan demikian arang akan mengalami perubahan sifat-sifat
fisika dan kimia. Arang yang demikian disebut sebagai arang aktif. Satu gram
karbon aktif, pada umumnya memiliki luas permukaan seluas 500-1500 m
2
,
sehingga sangat efektif dalam menangkap partikel-partikel yang sangat halus
berukuran 0,01-0,0000001 mm. Karbon aktif bersifat sangat aktif dan akan
menyerap apa saja yang kontak dengan karbon tersebut (Anonymous
a
, 2009).
Pembuatan arang aktif berlangsung 3 tahap yaitu proses dehidrasi, proses
karbonisasi dan proses aktivasi (Juliandini dan Yulinah, 2008).
1. Proses Dehidrasi
Proses ini dilakukan dengan memanaskan bahan baku sampai suhu 105
0
C selama 24 jam dengan tujuan untuk menguapkan seluruh kandungan air pada
bahan baku, kemudian diukur kadar air.
2. Proses Karbonisasi
Proses karbonisasi adalah peristiwa pirolisis bahan di mana terjadi proses
dekomposisi komponen atau pemecahan bahan-bahan organik menjadi karbon.
Suhu di atas 170
0
C akan menghasilkan CO, CO
2
dan asam asetat, pada suhu 275
0
C dekomposisi menghasilkan tar, metanol dan hasil samping lainnya.
Pembentukan karbon terjadi pada suhu 400-600
0
C, selama proses ini unsur-unsur
bukan karbon seperti hidrogen dan oksigen dikeluarkan dalam bentuk gas dan
atom yang terbebaskan membentuk kristal grafit. Proses karbonisasi akan
menghasilkan 3 (tiga) komponen pokok, yaitu karbon atau arang, tar, dan gas
(CO
2
, CO, CH
4
, H, dan lain-lain).
Karbon aktif yang baik, perlu adanya pengaturan dan pengontrolan
selama proses karbonisasi yaitu; kecepatan pertambahan temperatur, tinggi suhu
akhir, dan lama karbonisasi. Tahap karbonisasi akan menghasilkan karbon yang
mempunyai struktur pori lemah, sehingga daya adsorpsinya juga rendah. Oleh
karena itu arang masih memerlukan perbaikan struktur porinya melalui proses
aktivasi (Wahyuni, S dan Kustradiyanti, 2008).
3. Proses Aktivasi
Kemampuan adsorpsi adsorben sangat ditentukan oleh luas permukaan
(porositas) dan volume pori-pori dari adsorben. Adsorben dengan porositas yang
besar mempunyai kemampuan menyerap yang lebih tinggi dibandingkan dengan
adsorben yang memilki porositas kecil.
Peningkatan daya guna atau optimalisasi adsorben dapat dilakukan
melalui aktivasi (Wahyuni dan Kustradiyanti, 2008). Aktivasi adalah suatu
perlakuan terhadap adsorben yang bertujuan untuk membuka pori yaitu dengan
cara memecahkan ikatan hidrokarbon atau mengoksidasi molekul-molekul
permukaan sehingga adsorben mengalami perubahan sifat, baik fisika maupun
kimia, yaitu luas permukaannya bertambah besar dan berpengaruh terhadap daya
adsorpsi.
Secara umum metode aktivasi yang digunakan adalah aktivasi kimia dan
aktivasi fisika (Juliandini dan Yulinah, 2008).
a. Aktivasi Fisika (Vapor Adsorben Carbon): Proses aktivasi dilakukan dengan
mengalirkan uap atau udara ke dalam reaktor pada suhu tinggi (800-1000
o
C).
Proses ini harus mengontrol tinggi suhu dan besarnya uap atau udara yang dipakai
sehingga dihasilkan karbon aktif dengan susunan karbon yang padat dan pori yang
luas.
b. Aktivasi Kimia (Chemical Impregnating Agent): Metode ini dilakukan dengan
cara merendam bahan baku pada bahan kimia (H
3
PO
4
, ZnCl
2
, CaCl
2
, K
2
S, HCl,
H
2
SO
4
, NaCl, Na
2
CO
3
). Proses ini bertujuan untuk membersihkan permukaan
pori, membuang senyawa pengganggu dan menata kembali letak atom yang dapat
dipertukarkan.

Pengaruh aktivasi pada beberapa adsorben, antara lain: Penelitian
Wahyuni dan Kostradiyanti (2008) ini, tentang aktivasi arang sekam padi dengan
KOH. Arang aktif yang dihasilkan digunakan untuk mengadsorpsi hidrogen
peroksida dan selanjutnya diaplikasikan untuk mengurangi angka peroksida
minyak kelapa tradisional. Hasil dari penelitian tersebut mengemukakan bahwa
arang sekam padi yang diaktivasi KOH proses adsorpsinya berlangsung lebih
cepat dibandingkan dengan arang sekam padi yang tidak diaktivasi. Aktivasi 15 %
KOH mampu menurunkan angka peroksida minyak kelapa tradisional sampai
84,4 %.
Penelitian Sabaruddin, A (1996), mengemukakan bahwa arang
tempurung kelapa yang diaktivasi dengan variasi konsentari NaCl (15 %, 20 %,
25 %30 %, 35 %, dan 40 %) dan variasi temperatur (350
0
C, 400
0
C, 450
0
C, 500
0
C, 550
0
C dan 600
0
C), menghasilkan konsentrasi NaCl terbaik adalah pada
konsentrasi NaCl 30 %, dengan karakteristik angka iodin sebesar 302,840 mg/g;
berat jenis sebesar 1,1801 g/mL; kadar abu sebesar 0,8816 %, kadar air sebesar
1,1305 % dan kehilangan berat karbon sebesar 14,22%, sedangkan temperatur
aktivasi terbaik adalah pada temperatur 500
0
C, dengan karakteristik angka iodin
sebesar 276,507 mg/g; berat jenis sebesar 1,2224 g/mL; kadar abu sebesar 0,7532
%, kadar air sebesar 1,5990 % dan kehilangan berat karbon sebesar 14,00 %.

2.4 Parameter Analisis Senyawa-Senyawa pada Minyak Goreng
2.4.1 Angka Peroksida
Bilangan peroksida adalah nilai terpenting untuk menentukan derajat
kerusakan pada minyak atau lemak. Asam lemak tidak jenuh dapat mengikat
oksigen pada ikatan rangkapnya sehingga membentuk peroksida (Ketaren, 2008:
64). Peroksida yang dihasilkan bersifat tidak stabil dan akan mudah mengalami
dekomposisi oleh proses isomerisasi atau polimerisasi, dan akhirnya
menghasilkan persenyawaan dengan berat molekul lebih rendah (Ketaren, 2008:
100).
Peroksida adalah produk awal dari reaksi oksidasi yang bersifat labil,
reaksi ini dapat berlangsung bila terjadi dengan kontak antara sejumlah oksigen
dengan minyak. Terjadinya reaksi oksidasi ini akan mengakibatkan bau tengik
pada minyak (Ketaren, 2008).
Secara umum, reaksi pembentukan peroksida dapat digambarkan sebagai
berikut.
R C
H
C
H
R' + O O
R
H
C
H
C R'
O
O
R
H
C
H
C R'
O O
Moloksida
Peroksida Labil
R CH
O
HC R'
O
+
Aldehida

Gambar 2.8 Reaksi Pembentukan Peroksida (Sumber: Ketaren, 2008: 100)



Pada umumnya senyawa peroksida mengalami dekomposisi oleh panas.
Peroksida dapat mempercepat proses timbulnya bau tengik dan flavor yang tidak
dikehendaki dalam bahan pangan. Peroksida akan membentuk persenyawaan
lipoperoksida secara nonenzimatis dalam otot usus dan mitokondria.
Lipoperoksida dalam aliran darah mengakibatkan denaturasi lipoprotein yang
mempunyai kerapatan rendah. Lipoprotein dalam keadaan normal mempunyai
fungsi aktif sebagai alat transportasi trigliserida, dan jika lipoprotein mengalami
denaturasi, akan mengakibatkan dekomposisi lemak dalam pembuluh darah
(aorta) sehingga menimbulkan gejala artherosclerosis (Ketaren, 2008: 192).
Penentuan angka peroksida dilakukan dengan metode iodometri, dengan
cara sejumlah minyak dilarutkan dalam campuran asetat:kloroform yang
mengandung KI, maka akan terjadi pelepasan iodin (I
2
) (Sudarmadji, S dkk.,
2003: 115-116).
R . COO + KI R . CO + H
2
O + I
2
+ K
+

Iodin yang bebas ditritasi dengan natrium thiosulfat menggunakan
indikator amilum sampai warna biru hilang (Sudarmdji dkk., 2003: 115-116).

I
2
+ 2 Na
2
S
2
O
3
2 NaI + Na
2
S
4
O
6


2.4.2 Asam Thiobarbiturat (TBA)
Nama lain dari asam thiobarbiturat adalah 4,6-Dihidroksi-2-
mercaptopirimidin dan 2-mercapto-asam barbiturat. TBA mempunyai rumus
kimia C
4
H
4
O
2
N
2
S dengan berat molekul 144,15. Sifat fisika dan kimia dari TBA
termasuk padatan berwarna kuning terang, larut dalam air, dan titik leburnya 235
0
C (455 F) (Anonymous
d
, 2008). Bilangan TBA merupakan salah satu parameter
untuk menentukan ketengikan thiobarbiturat dengan malonaldehida yang
merupakan hasil dekomposisi peroksida (Pomeranz and Clifton, 1994).
Lemak yang tengik mengandung aldehid dan kebanyakan sebagai
malonaldehid. Banyaknya malonaldehid dapat ditentukan dengan jalan didestilasi
lebih dahulu. Malonaldehid kemudian direaksikan dengan asam thiobarbiturat
sehingga terbentuk kompleks berwarna merah. Intensitas warna merah sesuai
dengan jumlah malonaldehid dan absorbansi dapat ditentukan dengan
spektrofotometer pada panjang gelombang 528 nm. Tingginya nilai TBA,
menyebabkan minyak semakin tengik (Sudarmadji, S dkk., 2003: 117).

N
N OH HS
OH
2
+
C
CH
2
C
O H
H O
N
N OH HS
OH
C
H
C
H
C
H
N
N HO
OH
SH
+ H
2
O
Asam Thiobarbiturat Malonaldehida
Kromogen MDA-TBA
(berwarna merah muda)

Senyawa malonaldehid (MDA) merupakan salah satu produk akhir dari
proses oksidasi, yang diasumsikan hanya terbentuk dalam jumlah kecil. Senyawa
ini sangat menentukan kerusakan minyak yang mana semakin tinggi nilai TBA
maka kualitas minyak semakin menurun.
Malonaldehid (C
3
H
4
O
2
) adalah suatu senyawa yang sangat reaktif.
Senyawa MDA murni bersifat stabil pada suhu ruang, tetapi tidak pada kondisi
asam. Sinonim dari senyawa malonaldehid adalah 1,3-propanedial, 1,3-
propanedialdehyde, 1,3-propanedione, malonaldehyde, malondialdehyde, malonic
aldehyde, malonic dialdehyde, malonodialdehyde, malonyldialdehyde, MDD, dan
propanedial. MDA sangat berpotensi sebagai mutagenik (Anonymous
e
, 2008).

2.4.3 Kadar Air
Sudarmadji, S dkk, (2003) menyatakan bahwa kadar air minyak
merupakan salah satu parameter untuk menentukan tingkat kemurnian minyak dan
berhubungan dengan kekuatan daya simpannya, sifat goreng, bau dan rasa. Kadar
air sangat menentukan kualitas dari minyak yang dihasilkan. Kadar air berperan
dalam proses oksidasi maupun hidrolisis minyak yang akhirnya dapat
menyebabkan ketengikan. Semakin tinggi kadar air, minyak semakin cepat tengik.
Gambar 2.9 Reaksi Pembentukan Kromogen MDA-TBA (Sumber: Dewi, 2001)
Kadar air minyak, umumnya ditentukan menggunakan metode
gravimetri. Prinsip metode ini adalah menguapkan air dalam minyak dengan
dipanaskan dalam oven dengan suhu 105
0
C (Sudarmadji, S dkk, 2003).

2.4.4 Berat Jenis
Berat jenis merupakan salah satu kriteria penting dalam menentukan
mutu dan kemurnian minyak. Nilai berat jenis minyak didefinisikan sebagai
perbandingan antara berat minyak dengan berat air pada volume air yang sama
dengan volume minyak pada yang sama pula. Berat jenis sering dihubungkan
dengan fraksi berat komponen-komponen yang terkandung di dalamnya. Semakin
besar fraksi berat yang terkandung dalam minyak, maka semakin besar pula nilai
densitasnya (Feryanto, 2007). Berat jenis dapat di gunakan untuk semua minyak
dan lemak yang dicairkan, alat yang di gunakan untuk penentuan ini ialah
piknometer (Ketaren, 2008: 41).

2.4.5 Indeks Bias
Indeks bias dari suatu zat ialah perbandingan dari sinar sudut sinar jatuh
dan sinus sudut, sinar pantul dari cahaya yang melalui suatu zat. Reflaksi atau
pembiasan ini disebabkan adanya interaksi antara yang elektrostatik dan gaya
elektromagnetik dari atom-atom di dalam molekul cairan. Pengujian indeks bias
dapat digunakan untuk menentukan kemurnian minyak dan dapat menentukan
dengan cepat terjadinya hidrogenasi katalis (catalistic hydrogenation). Semakin
panjang rantai karbon dan semakin banyak ikatan rangkap, indeks bias bertambah
besar. Indeks bias juga dipengaruhi oleh faktor-faktor, seperti kadar asam lemak
bebas, proses oksidasi dan suhu (Ketaren, 2008: 44-45).
Kenaikan nilai indeks bias setara dengan pertambahan jumlah senyawa
polimer yang dihasilkan akibat pemanasan lemak atau oksidasi lemak. Kenaikan
nilai kekentalan dan indeks bias paling besar pada suhu 200
0
C, karena jumlah
senyawa polimer terbentuk relatif cukup besar (Sudarmadji, S dkk., 2003). Alat
yang digunakan pada pengujian ini ialah refraktometer abbc yang dilengkapi
dengan pengatur suhu. Pengujian dilakukan pada suhu 40
0
C untuk lemak dan
pada suhu 25
0
C untuk minyak (Ketaren, 2008: 45).

2.5 Biji Kelor
Kelor (Moringa oleifera, LAMK) termasuk jenis tumbuhan perdu yang
memiliki ketinggian batang 7-11 meter. Pohon Kelor tidak terlalu besar. Batang
kayunya getas (mudah patah) dan cabangnya jarang tetapi mempunyai akar yang
kuat. Daunnya berbentuk bulat telur dengan ukuran kecil-kecil bersusun majemuk
dalam satu tangkai. Kelor dapat berkembang biak dengan baik pada daerah yang
mempunyai ketinggian tanah 300-500 meter di atas permukaan laut. Bunga kelor
keluar sepanjang tahun dengan aroma bau semerbak. Buah kelor berbentuk
segitiga memanjang yang disebut klentang (Jawa) (Anonymous
c
, 2008). Tanaman
kelor adalah salah satu tumbuhan yang mengeluarkan biji-bijian, di dalam Al-
Quran Allah Swt telah menjelaskan bahwa berbagai macam tumbuhan yang
mengeluarkan biji-bijian mempunyai manfaat yang besar, yang dijelaskan dalam
surat Al-Anam ayat 99, yang berbunyi:
%!# & $9# $ $_z' / N$7 . ` $_z'
#z l $'6m $62#I 9# $= #% # M_
>$& G9# $9# $6K` 7F` #`# <) O #) O&
) 39 M )9 ``
Dan dialah yang menurunkan air hujan dari langit, lalu kami tumbuhkan dengan
air itu segala macam tumbuh-tumbuhan Maka kami keluarkan dari tumbuh-
tumbuhan itu tanaman yang menghijau. Kami keluarkan dari tanaman yang
menghijau itu butir yang banyak; dan dari mayang korma mengurai tangkai-
tangkai yang menjulai, dan kebun-kebun anggur, dan (Kami keluarkan pula)
zaitun dan delima yang serupa dan yang tidak serupa. Perhatikanlah buahnya di
waktu pohonnya berbuah dan (perhatikan pulalah) kematangannya.
Sesungguhnya pada yang demikian itu ada tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi
orang-orang yang beriman (QS. Al-Anaam [6]: 99).

Ayai di atas menjelaskan bahwa Allah Swt menciptakan berbagai macam
tanaman yang mengeluarkan biji-bijian dengan membawa manfaat yang besar,
seperti tanaman kelor. Kelor merupakan tanaman yang banyak berkhasiat sebagai
obat, seperti: buah dan daunnya sebagai pereda kejang, obat sakit kelapa, pelancar
ASI, sedangkan bijinya memiliki kadar gizi tinggi, sebagai penjernih air dan
pemucat minyak goreng bekas (Wardhana, 2005). Menurut bahasa makna '-=
berarti biji-bijian, sedangkan makna '--- berarti tersusun, jadi arti dari
'--- '-= adalah biji-bijian yang tersusun, seperti biji kelor. Buah kelor memiliki
bentuk segitiga memanjang yang di dalamnya terdapat biji kelor yang tersusun
rapi.
Menurut Anonymous
c
(2008), kelor dapat diklasifikasikan sebagai
berikut:
Divisio : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Subkelas : Dillenildae
Ordo : Capparidales
Familia : Moringa oleiferaceae
Spesies : Moringa oleifera Lamk


Gambar 2.10 Biji Kelor (Sumber: Anonymous
b
, 2008)


2.5.1 Kandungan Kimia dalam Biji Kelor
Unsur-unsur yang terkandung pada biji kelor kering dapat dilihat pada
tabel 2.5 dan 2.6 di bawah ini.

Tabel 2.5 Komposisi Biji Kelor
Komponen Persen (%)
Air 22,4
Protein 15,5
Asam amino 15,3
Abu 11,5
Lemak 10,1
Sukrosa 5,5
Serat 5,1
Stratch 5,1
Kalsium 3,76
L-Fruktosa 1,5
Kalium 1,43
Magnesium 0,96
Natrium 0,34
Besi 0,086
Mangan 0,008
Sumber: Muharto, dkk., (2004) dalam Wardhana, 2005

[

Tabel 2.6 Unsur-Unsur yang Terkandung per 100 g Biji Kelor Kering
Unsur Berat
Air 4,08 g
Protein 38,4 g
Lemak 34,7 %
Serat 3,5 g
Ampas 3,2 g
Ekstrak N 16,4 g
Sumber: Muharto, dkk., (2004) dalam Wardhana, 2005

2.5.2 Biji Kelor sebagai Adsorben
Biji kelor dipercaya mempunyai banyak manfaat, disamping sebagai
koagulan, biji kelor juga mampu sebagai adsorben. Warhurst dkk (1997) dalam
Dwirianti (2005) menjelaskan bahwa serbuk biji kelor yang tanpa dikupas kulit
arinya memiliki kemampuan menurunkan kekeruhan, TSS, COD, dan BOD yang
lebih besar dibandingkan dengan serbuk biji kelor kupas. Kulit biji kelor
mempunyai kemampuan sebagai adsorben sehingga kemampuan serbuk biji kelor
beserta kulit ari adalah kemampuan gabungan sebagai koagulan dan adsorben.
Warhurst, A.M, et al (1997) menyebutkan bahwa kulit biji kelor dapat
dijadikan sebagai karbon aktif dengan satu langkah pemanasan (secara pirolisis).
Kulit biji kelor dipanaskan dengan suhu yang berbeda-beda, yakni: 750
0
C selama
30 menit, 750
0
C selama 120 menit, dan 800
0
C selama 30 menit. Hasil penelitian
tersebut, mengemukakan terlihat bahwa kulit biji kelor yang dipanaskan pada
suhu 750
0
C selama 120 menit mempunyai luas permukaan karbon yang paling
tinggi, sedangkan kulit biji kelor yang pada suhu 750
0
C selama 30 menit
mempunyai luas permukaan karbon terendah.
Muharto (2004) dalam Wardhana (2005) menyebutkan bahwa dalam biji
kelor terkandung logam-logam alkali kuat yaitu K dan Na, serta logam-logam
lain. Logam-logam tersebut (K dan Na) merupakan kutub positif, sedangkan
logam lainnya merupakan kutub negatif. Komponen-komponen yang dikandung
biji kelor sangat potensial digunakan sebagai pemucat (bleaching) minyak goreng
bekas.
Allah menciptakan suatu makhluk baik yang hidup di bumi, udara, dan
air mempunyai hikmah yang sangat besar, semua itu menggambarkan kebesaran
dan kekuasaan Allah. Allah tidak akan menciptakan makhluk sekecil apa pun jika
tidak punya maksud dan tujuan tertentu, sebagaimana telah dijelaskan dalam surat
Al-Imran ayat 191 yang berbunyi:

%!# `. !# $% #`% ? /``_ `6G ,=z N9#
{# $/ $ M)=z # / 7s6 $) ># $9#
(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam
keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi
(seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan Ini dengan sia-
sia, Maha Suci Engkau, Maka peliharalah kami dari siksa neraka (QS. Al-Imran
[3]: 191).



Kutipan ayat di atas, menjelaskan bahwa tiada sesuatu pun yang sia-sia
dari apa yang telah diciptakan oleh Allah, begitu pula dengan tanaman kelor.
Tanaman kelor tidak hanya sekedar sayur-sayuran, akan tetapi Allah punya
maksud lain menumbuhkan tanaman kelor yaitu bisa dimanfaatkan sebagai obat,
penjernih air, penjernih minyak goreng bekas dan lain sebagainya. Penciptaan
tanaman kelor pun memberikan manfaat baik dari sisi ekonomi, kesehatan
maupun bagi ilmu pengetahuan.
BAB III
METODE PENELITIAN



3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Universitas Islam Negeri
(UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang pada tanggal 30 Maret sampai 8 Mei 2009.

3.2 Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
studi laboratorium, yang meliputi:
a. Proses pemurnian minyak goreng (despicing, netralisasi dan bleaching)
dengan menggunakan karbon aktif biji kelor.
b. Analisis sifat fisika dan kima yaitu penentuan kadar air, berat jenis, indeks
bias, angka peroksida dan asam thiobarbiturat (TBA).

3.3 Bahan
3.3.1 Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan dalam peneltian ini adalah minyak goreng merek
Bimoli, minyak goreng bekas yang dipanaskan selama 7 jam dan biji kelor dari
desa Sumbersuko Purwosari Pasuruan.
3.3.2 Bahan Kimia
Bahan kimia yang digunakan adalah asam klorida (HCl) 4 N, larutan 0,02
M asam thiobarbiturat (C
4
H
4
O
2
N
2
S), asam asetat glasial 90 % (CH
3
COOH), asam
asetat (p.a), kloroform (p.a), amilum, natrium thiosulfat (Na
2
S
2
O
3
), KI, Na
2
CO
3
,
KIO
3
, HCl 2 N, natrium klorida (NaCl), natrium hidroksida (NaOH) dan akuades.
3.4 Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi serangkaian alat
gelas, neraca analitik, buret, statif, piknometer, termometer, corong pisah, corong
biasa, kertas saring, destilator, alumunium foil, oven, mortar, ayakan 30-40 mesh,
tanur, magnetik stirer, refraktometer, termometer 250
0
C dan spektofotometer.

3.5 Tahapan-Tahapan Penelitian
1. Analisis kadar air, berat jenis, indeks bias, angka asam thiobarbiturat (TBA),
dan angka peroksida pada minyak goreng baru dan minyak goreng bekas.
2. Preparasi biji kelor
3. Pemurnian minyak goreng bekas
a. Proses penghilangan bumbu (despicing)
b. Proses netralisasi
c. Proses pemucatan (bleaching)
4. Analisis kadar air, berat jenis, indeks bias, angka asam thiobarbiturat (TBA),
dan angka peroksida pada minyak goreng yang sudah diinteraksikan dengan
biji kelor.

3.6 Cara Kerja
3.6.1 Preparasi Biji Kelor (Warhurst, et al, 1997 dan Sabarudin, A., 1996)
Buah kelor yang sudah tua dan kering dibuang kulitnya sehingga
diperoleh biji kelor, setelah itu biji kelor tanpa dipisahkan dari kulit arinya
dibungkus dengan alumunium foil, kemudian dipanaskan di tanur. Pemanasan
dilakukan secara lambat mulai suhu kamar sampai dicapai suhu 400
0
C

selama 3
jam. Arang yang dihasilkan ditumbuk dan diayak dengan ayakan ukuran 30-40
mesh agar diperoleh serbuk arang biji kelor. Serbuk arang biji kelor dicuci dengan
air panas kemudian dipisahkan airnya dengan proses penyaringan. Arang basah
dikeringkan di oven dengan suhu 110
0
C selama 2 jam. Arang diaktivasi dengan
direndam larutan NaCl 30 % selama 24 jam, kemudian dipisahkan larutan
NaClnya dengan disaring. Arang aktif yang diperoleh dicuci dengan air panas,
kemudian dikeringkan dalam oven 110
0
C selama 2 jam, selanjutnya serbuk arang
dibungkus alumunium foil dan diaktivasi pada suhu 500
0
C selama 2 jam.

3.6.2 Pemurnian Minyak Goreng Bekas
3.6.2.1 Proses Penghilangan Bumbu (Despicing) (Taufiq, 2007)
Minyak goreng bekas ditimbang sebanyak 250 gram kemudian
ditambahkan air dengan komposisi minyak:air (1:1), masukkan ke dalam gelas
beaker 1 L, ditambahkan batu didih, selanjutnya dipanaskan sampai air dalam
gelas beaker tinggal setengahnya. Diendapkan dalam corong pemisah selama 1
jam, kemudian fraksi air pada bagian bawah dipisahkan sehingga diperoleh fraksi
minyak, setelah itu dilakukan penyaringan dengan kertas saring untuk
memisahkan kotoran yang tersisa.
3.6.3.2 Proses Netralisasi
Minyak hasil despicing sebanyak 150 gram dipanaskan sampai
temperatur 35
0
C, kemudian ditambahkan 6 mL larutan NaOH 16 %, diaduk
campuran selama 10 menit pada temperatur 40
0
C, selanjutnya didinginkan selama
10 menit dan disaring.

3.6.3.3 Proses Pemucatan (Bleaching) (Taufiq, 2007)
Minyak goreng hasil netralisasi sebanyak 100 gram dipanaskan sampai
suhu 70
0
C, dimasukkan serbuk biji kelor 5 g, kemudian dilakukan pengadukan
dengan magnetik stirer selama 1 jam, suhu ditingkatkan sampai 100
0
C,
selanjutnya disaring dengan kertas saring. Perlakuan tersebut diulangi sampai 3
kali.

3.6.3 Penentuan Kadar Air (Sudarmadji, S dkk., 2007)
Minyak ditimbang sebanyak 10 gram dalam gelas beaker 100 mL, di
oven pada suhu 105
0
C selama 3-5 jam, selanjutnya ditimbang.
Kadar air = % 100

contoh berat
air volum
..................................................... (3.1)

3.6.4 Penentuan Indeks Bias (Sudarmadji, S dkk., 2007: 91)
Minyak diteteskan pada tempat refraktometer secukupnya, biarkan 1 2
menit kemudian di amati skala indeks biasnya.

3.6.5 Penentuan Berat Jenis (Ketaren, 2008: 41-42)
Sampel dimasukkan ke dalam piknometer kemudian ditutup dan
direndam dalam air suhu 25
0
C selama 30 menit. Dikeringkan bagian luar
piknometer dan ditimbang.
mL 25 pada air
kosong) piknometer (bobot - minyak) dan piknometer (

0
C volume
bobot
Jenis Berat = (3.2)


3.6.6 Penentuan Angka Peroksida (AOAC, 1990: 956)
Minyak ditimbang sebanyak 5 g dan dimasukkan ke dalam 250 mL
erlenmeyer tertutup kemudian ditambahkan 30 mL larutan asam asetat-kloroform
(3:2), dikocok sampai bahan terlarut semua, selanjutnya ditambahkan 0,5 mL
larutan jenuh KI. Didiamkan selama 1 menit sambil digoyang, setelah itu
ditambahkan 30 mL akuades. Campuran dititrasi dengan 0,01 N Na
2
S
2
O
3
sampai
warna kuning hampir hilang, ditambahkan 0,5 mL larutan pati 1 % dan dititrasi
kembali sampai warna biru mulai hilang. Dihitung angka peroksida yang
dinyatakan dalam mili-equivalen dari peroksida dalam setiap 1000 g sampel.
) (
1000 . .

3 2 2
gram sampel bobot
thio N O S Na ml
Peroksida Angka

= (3.3)

3.6.7 Penentuan Asam Thiobarbiturat (TBA) (Sudarmadji, S dkk., 2007)
Sampel ditimbang 10 gram dengan teliti, dimasukkan ke dalam waring
blender dengan ditambahkan 50 mL akuades dan dihancurkan selama 2 menit.
Pindahkan secara kuantitatif ke dalam labu destilasi sambil dicuci dengan 47,5
mL akuades. Tambahkan 2,5 mL HCl 4 N sampai pH menjadi 1,5. Didestilasi
dengan pemanasan setinggi mungkin selama 10 menit hingga diperoleh destilat
sebanyak 50 mL. Destilat yang diperoleh diaduk, dan dipindahkan 5 mL ke dalam
erlenmeyer 50 mL yang tertutup dan ditambahkan 5 mL reagen TBA sehingga
terbentuk kompleks berwarna merah. Campurkan larutan dan masukkan
erlenmeyer tertutup dalam air mendidih selama 35 menit. Dibuat larutan blanko
dengan menggunakan 5 mL akuades dan 5 mL pereaksi, dilakukan seperti
penetapan sampel. Setelah campuran (dalam erlenmeyer tertutup) dididihkan, lalu
didinginkan dengan air pendingin selama 10 menit. Diukur absorbansinya
dengan spektronik 20 pada panjang gelombang 528 nm dengan larutan blanko
sebagai titik nol.
Angka TBA = mg malonaldehida / kg minyak
8 , 7
(gram) sampel bobot
3
TBA
528
= A Angka .. (3.4)

3.7 Metode Analisis Data
Data yang diperoleh dari hasil penelitian dianalisis secara deskriptif yang
ditampilkan dalam bentuk tabel, selanjutnya hasil akhir dari penurunan kadar air,
indeks bias, berat jenis, angka asam thiobarbiturat, dan angka peroksida,
dibandingkan dengan minyak goreng baru dan standar mutu minyak goreng pada
umumnya.






















BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Tahapan dalam pembahasan ini dibagi menjadi 7 (tujuh), yaitu; pertama,
preparasi biji kelor/pembuatan karbon aktif biji kelor; kedua, pemurnian minyak
goreng bekas; ketiga, analisis kadar air minyak goreng baru, bekas dan hasil
reprocessing; keempat, analisis indeks bias minyak goreng baru, bekas dan hasil
reprocessing; kelima, analisis berat jenis minyak goreng baru, bekas dan hasil
reprocessing; keenam, analisis angka peroksida minyak goreng baru, bekas dan
hasil reprocessing; dan ketujuh, analisis angka asam thiobarbiturat (TBA) minyak
goreng baru, bekas dan hasil reprocessing.

4.1 Preparasi Biji Kelor/Pembuatan Karbon Aktif dari Biji Kelor
Penelitian ini diawali dengan pembuatan karbon aktif dari biji kelor yang
berfungsi sebagai adsorben untuk menjernihkan minyak goreng bekas. Pembuatan
karbon aktif umumnya berlangsung tiga tahap, yaitu: proses dehidrasi, proses
karbonisasi dan proses aktivasi, akan tetapi pada penelitian ini berlangsung dua
tahap, yakni karbonisasi dan aktivasi karena pada proses dehidrasi dilakukan satu
tahap dengan proses karbonisasi.
Proses karbonisasi adalah peristiwa pirolisis atau dekomposisi kimia bahan
organik melalui proses pemanasan tanpa atau sedikit oksigen. Biji kelor
dibungkus dengan alumunium foil pada proses tersebut, agar terbentuk arang
bukan abu.
Proses karbonisasi menggunakan suhu 400
0
C. Proses karbonisasi ini
menggunakan suhu lambat, mulai suhu kamar sampai suhu yang dicapai (400
0
C)
kurang lebih 3 jam, yaitu suhu 30
0
C - 400
0
C kurang lebih selama 1 jam (proses
dehidrasi), kemudian suhu 400
0
C konstan selama 2 jam (proses karbonisasi).
Menurut Juliandini dan Yulinah (2008), proses dehidrasi terjadi pada suhu sekitar
105
0
C yang bertujuan untuk menguapkan seluruh kandungan air pada biji kelor.
Pada suhu di atas 170
0
C unsur-unsur bukan karbon dikeluarkan dalam bentuk
gas seperti CO
2
, CO, H
2
dan lain sebagainya. Pada suhu 275
0
C dekomposisi
menghasilkan tar, metanol dan hasil samping lainnya, sedangkan pembentukan
karbon terjadi pada suhu 400-600
0
C. Biji kelor yang dihasilkan pada proses
karbonisasi berwarna hitam, hal ini menunjukkan biji kelor sudah berubah
menjadi karbon/arang.
Tahap karbonisasi ini, akan menghasilkan karbon yang mempunyai
struktur pori lemah, yang menyebabkan kapasitas adsorpsi juga lemah. Oleh
karena itu, arang masih memerlukan perbaikan struktur pori melalui proses
aktivasi. Pada proses aktivasi, sebelumnya arang biji kelor ditumbuk sampai
berbentuk serbuk, yang bertujuan untuk membuka pori, karena semakin banyak
permukaan yang kontak dengan adsorbat, maka semakin besar pula adsorpsi yang
terjadi.
Pada penelitian ini, proses aktivasi dilakukan secara kimia dan fisika.
Proses aktivasi secara kimia dilakukan dengan cara merendam serbuk arang biji
kelor dengan larutan NaCl 30 %. Menurut Kusuma dan Utomo (1970) dalam
Sabaruddin, A (1996), butiran arang biji kelor jika direndam dalam larutan NaCl
akan mengadsorbsi garam tersebut. Garam ini berfungsi sebagai dehidrating agent
dan membantu menghilangkan endapan hidrokarbon yang dihasilkan pada proses
karbonisasi. Menurut Hassler (1962), penambahan NaCl pada proses aktivasi
berperan untuk merubah sedikit mekanisme dari proses aktivasi yang dilakukan.
Perubahan tersebut dapat meningkatkan efektifitas atau penyusunan struktur dari
atom karbon yang didapat.
Aktivasi kimia dengan perendaman NaCl 30 %, dilanjutkan dengan
aktivasi secara fisika yaitu pemanasan pada suhu 500
0
C selama 2 jam. Menurut
Juliandini dan Yulinah (2008), proses aktivasi fisika dilakukan pada suatu reaktor
dengan mengalirkan uap atau udara (N
2
atau CO
2
) pada suhu tinggi, akan tetapi
karena keterbatasan alat, penelitian ini menggunakan tanur tanpa ada aliran uap
udara N
2
atau CO
2
, sehingga pada penelitian ini menggunakan suhu 500
0
C.
Pemanasan ini bertujuan untuk menguapkan air yang terperangkap dalam pori-
pori, sehingga menghasilkan karbon aktif dengan susunan karbon yang padat dan
permukaan pori yang luas. Penggabungan aktivasi kimia dan fisika ini diharapkan
permukaan pori karbon aktif biji kelor yang dihasilkan memiliki luas permukaan
adsorpsi yang besar.
Pembuatan karbon aktif dari biji kelor yang digunakan sebagai adsorben
untuk menjernihkan minyak goreng bekas tersebut, telah menunjukkan bahwa
setiap sesuatu sekecil apapun yang diciptakan oleh Allah Swt pasti mempunyai
manfaat yang besar, seperti yang telah dijelaskan dalam surat Al-Anam ayat 99,
yang berbunyi:
%!# & $9# $ $_z' / N$7 . ` $_z'
#z l $'6m $62#I 9# $= #% # M_
>$& G9# $9# $6K` 7F` #`# <) O #) O&
) 39 M )9 ``

Dan dialah yang menurunkan air hujan dari langit, lalu kami tumbuhkan dengan
air itu segala macam tumbuh-tumbuhan Maka kami keluarkan dari tumbuh-
tumbuhan itu tanaman yang menghijau. Kami keluarkan dari tanaman yang
menghijau itu butir yang banyak; dan dari mayang korma mengurai tangkai-
tangkai yang menjulai, dan kebun-kebun anggur, dan (Kami keluarkan pula)
zaitun dan delima yang serupa dan yang tidak serupa. Perhatikanlah buahnya di
waktu pohonnya berbuah dan (perhatikan pulalah) kematangannya.
Sesungguhnya pada yang demikian itu ada tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi
orang-orang yang beriman (QS. Al-Anaam [6]: 99).


Ayat di atas menjelaskan bahwa Allah Swt menciptakan berbagai macam
tumbuhan yang mengeluarkan biji-bijian ( ---'-= ' ) untuk diambil manfaatnya.
Menurut bahasa makna '-= berarti biji-bijian, sedangkan makna '--- berarti
tersusun, jadi arti dari '--- '-= adalah biji-bijian yang tersusun, seperti buah
kelor. Buah kelor memiliki bentuk segitiga memanjang yang di dalamnya terdapat
biji kelor yang tersusun rapi. Biji kelor tersebut tidak hanya dimanfaatkan sebagai
sayuran, tetapi juga digunakan sebagai penjernih air dan pemucat dalam
menjernihkan minyak goreng bekas, yang ditegaskan pada kutipan ayat, yang
artinya Perhatikanlah buahnya di waktu pohonnya berbuah dan (perhatikan
pulalah) kematangannya. Sesungguhnya pada yang demikian itu ada tanda-tanda
(kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang beriman.

4.2 Pemurnian Minyak Goreng Bekas
Minyak goreng bekas merupakan minyak yang sudah tidak layak
dikonsumsi lagi, selain berwarna gelap, mutu minyak tersebut sudah sangat
rendah. Hasil analisis kadar air, berat jenis, indeks bias, angka TBA dan angka
peroksida minyak goreng bekas, baru, dan hasil reprocessing dapat dilihat pada
tabel 4.1

Tabel 4.1 Rerata Kadar Air, Berat Jenis, Indeks Bias, Angka TBA dan Angka
Peroksida pada Minyak Goreng Bekas, Baru, dan Hasil Reprocessing
Spesifikasi Baru Bekas Reprocessing Standar Umum
Kadar Air (%) 0,055 1,44 0,08 Maks. 0,3
Berat Jenis (g/mL) 0,898 0,929 0,906 Maks. 0,921
Indeks Bias 1,4576 1,4603 1,4596 1,4565-1,4585
Angka TBA 0 0,3588 0,195 -
Angka Peroksida (meq/kg) 0,8 4,44 2,4 Maks. 2


Data pada tabel 4.1 telah membuktikan bahwa mutu minyak goreng bekas
sudah tidak memenuhi standar umum minyak goreng, sehingga tidak layak
dikonsumsi. Apabila masih tetap dikonsumsi maka akan menyebabkan penyakit
dan membahayakan bagi kesehatan tubuh, sebagaimana anjuran Allah Swt kepada
hambanya untuk selalu mengkonsumsi makanan-makanan yang tidak hanya
halal ``= ( ) tapi juga harus baik ('-,=).
Anjuran memakan yang halal dan baik telah dijelaskan dalam Al-Quran
Al-Maidah ayat 88 yang berbunyi:

#=. $ `3% !# =m $7 #)?# !# %!# F& / ``

Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah Telah rezekikan
kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya (QS.
Al-Maidah [5]: 88).

Mutu minyak goreng dapat ditingkatkan lagi dengan mengolahnya
menggunakan arang aktif biji kelor. Proses pemurnian minyak goreng bekas pada
penelitian ini dilakukan 3 tahapan, yaitu: proses pemisahan bumbu (despicing),
netralisasi dan pemucatan (bleaching).
Proses despicing, minyak goreng bekas dicampurkan dengan air dengan
komposisi yang sama, yang kemudian dipanaskan hingga air tinggal setengahnya.
Proses ini bertujuan untuk memisahkan partikel halus tersuspensi seperti protein,
karbohidrat, garam, gula dan bumbu rempah-rempah, tanpa mengurangi jumlah
asam lemak bebas dalam minyak (Ketaren, 2008: 205). Kotoran-kotoran tersebut
bersifat polar, karena itu kotoran-kotoran tersebut akan larut dalam air dan ikut
mengendap di bawah permukaan air, sehingga pada proses ini diperoleh minyak
yang bebas bumbu, dengan warna minyak yang semula kehitaman menjadi coklat.
Tahapan selanjutnya adalah proses netralisasi.
Proses netralisasi adalah suatu proses untuk memisahkan asam lemak
bebas dari minyak dengan cara mereaksikan asam lemak bebas dengan basa
sehingga membentuk sabun. Pada penelitian ini menggunakan NaOH sebagai
pereaksi basa. Penggunaan NaOH membantu dalam mengurangi zat warna dan
kotoran yang berupa getah serta lendir dalam minyak yang tidak dapat
dihilangkan dengan proses despicing. Menurut Ketaren (2008), dengan proses
netralisasi minyak sebelum digunakan dalam bahan pangan, maka jumlah asam
lemak bebas dalam lemak dapat dikurangi sampai kadar maksimum 0,2 %.
Reaksi antara asam lemak bebas dengan NaOH adalah sebagai berikut
(Ketaren, 2008):
R C
O
OH
+ NaOH R C
O
ONa
+
H
2
O
asam lemak bebas basa
sabun
air

Gambar 4.1 Reaksi Asam Lemak Bebas dengan NaOH (Ketaren, 2008)

Sabun yang terbentuk dapat membantu pemisahan zat warna dan kotoran
seperti fosfatida dan protein dengan cara membentuk emulsi. Pada saat minyak
goreng hasil despicing dicampurkan dengan larutan NaOH 16 % yang dipercepat
dengan pemanasan dan pengadukan akan terbentuk butiran kecil-kecil dan lama-
kelamaan warnanya berubah dari coklat menjadi orange tua. Butiran tersebut
merupakan sabun. Minyak netral yang dihasilkan berwarna orange jernih dan
bersih. Tahapan terakhir pada proses pemurnian adalah proses pemucatan
(bleaching).
Proses pemucatan (bleaching) merupakan proses pemurnian untuk
menghilangkan zat-zat warna yang tidak disukai serta senyawa-senyawa pengotor
yang terkandung dalam minyak dengan menggunakan karbon aktif biji kelor.
Adanya struktur kimia permukaan, susunan pori-pori dan luas permukaan yang
terbentuk selama proses aktivasi, serta komposisi kimia permukaan karbon aktif
biji kelor, mampu menyerap senyawa-senyawa pengotor yang terkandung dalam
minyak goreng bekas serta warna dan bau yang tidak dikehendaki.
Tabel 4.1 menunjukkan bahwa minyak goreng hasil reprocessing sebagian
telah memenuhi standar umum minyak goreng (SNI 3741-2002), meskipun ada
sebagian lagi yang belum memenuhi standar, akan tetapi jika dibandingkan
dengan minyak goreng bekas, minyak goreng hasil reprocessing sudah mengalami
peningkatan mutu minyak. Peningkatan mutu minyak tersebut, dikarenakan
adanya proses pemurnian mulai dari proses despicing, netralisasi sampai
bleaching dengan menggunakan karbon aktif biji kelor yang mampu
mengadsorpsi senyawa-senyawa pengotor yang terkandung dalam minyak seperti
peroksida, aldehida, air, asam lemak bebas dan pengotor-pengotor lain.

4.3 Kadar Air
Analisis kadar air minyak goreng baru, bekas, dan hasil reprocessing
dilakukan secara gravimetri. Pengukuran kadar air ini dapat digunakan untuk
mengukur kemurnian minyak (Sudarmdji, S dkk, 2003). Data hasil kadar air
minyak goreng baru, bekas, dan hasil reprocessing disajikan dalam tabel 4.2

Tabel 4.2 Rerata Kadar Air Minyak Goreng Baru, Bekas, dan Hasil
Reprocessing
Rerata Kadar Air (%)
Standar Umum Minyak baru Minyak bekas Hasil Reprocessing
0,3
0,055 1,44 0,08

Kadar air sangat menentukan kualitas dari minyak. Kadar air berperan
dalam proses oksidasi maupun hidrolisis minyak yang akhirnya dapat
menyebabkan ketengikan, semakin tinggi kadar air, maka ketengikan minyak
semakin cepat. Selama proses penggorengan, air dalam bahan pangan akan keluar
dan diisi oleh minyak goreng, sehingga dapat menaikkan kadar air minyak yang
digunakan, selain itu, tingginya kadar air dari bahan pangan yang digoreng juga
mempengaruhi kadar air minyak yang digunakan.
Menurut Djatmiko dan Basrah (1983) dalam Dewandari (2001),
komposisi bahan pangan yang digoreng mempengaruhi kerusakan minyak.
Kerusakan minyak dapat dipercepat oleh adanya air, protein, karbohidrat dan
bahan lain. Tingginya kadar air tersebut dapat mempercepat proses hidrolisis.
Hidrolisis minyak ini menghasilkan asam-asam lemak bebas yang mempengaruhi
cita rasa dan bau dari bahan itu. Oleh karena itu, minyak goreng bekas
mempunyai rerata kadar air yang paling tinggi dibandingkan dengan minyak baru
dan minyak hasil reprocessing (lihat tabel 4.2).
Kadar air dalam minyak dapat dikurangi dengan adanya proses
pemurnian, yang meliputi proses despicing, netralisasi dan bleaching. Proses
despicing, bertujuan untuk memisahkan fraksi-fraksi berat dalam minyak. Fraksi-
fraksi berat tersebut akan larut dalam air dan ikut mengendap di bawah
permukaan air, sehingga diperoleh minyak bebas bumbu. Larutnya fraksi-fraksi
berat tersebut karena sifatnya polar, karena itu kadar air dalam minyak juga ikut
berkurang. Proses netralisasi, bertujuan untuk memisahkan asam lemak bebas
dengan mereaksikan minyak dengan NaOH 16 %, yang menghasilkan sabun dan
air. Sabun yang terbentuk dapat membantu pemisahan kotoran, salah satunya air
dalam minyak. Proses bleaching adalah mencampurkan serbuk karbon aktif biji
kelor dengan minyak. Kemampuan karbon biji kelor sebagai adsorben tersebut,
dikarenakan adanya situs-situs aktif dalam karbon, seperti struktur kimia
permukaan, susunan pori-pori dan luas permukaan adsorpsi selama proses
aktivasi, serta komposisi kimia permukaan yang ada dalam karbon biji kelor.
Penambahan serbuk karbon aktif biji kelor pada minyak dilakukan pada
saat minyak mencapai suhu 70
0
C, selanjutnya dilakukan pengadukan dengan
magnetik stirer dan suhu ditingkatkan menjadi 100
0
C, hal ini bertujuan untuk
mempercepat reaksi antara adsorben (biji kelor) dan adsorbat (molekul H
2
O).
Adanya proses pengadukan, maka molekul H
2
O yang terkandung dalam minyak
akan sering melakukan kontak atau bertumbukan dengan karbon biji kelor. Bila
terus-menerus mengalami tumbukan, maka molekul H
2
O dengan karbon biji kelor
akan saling tarik menarik. Akhirnya, molekul H
2
O berpindah dari minyak menuju
kabon aktif biji kelor, selanjutnya molekul H
2
O tersebut akan menyebar dan
mengisi atau menempel pada dinding pori atau permukaan karbon aktif biji kelor.
Proses adsorpsi antara molekul H
2
O dengan karbon aktif biji kelor
dikarenakan adanya perbedaan energi potensial antara permukaan adsorben dan
zat yang diserap, baik itu melibatkan gaya fisika atau kimia. Adsorpsi fisika
melibatkan gaya antarmolekuler (gaya Van der Walls atau melalui ikatan
hidrogen). Molekul yang terbentuk dari adsorpsi fisika terikat sangat lemah dan
energi yang dilepaskan pada adsorpsi fisika relatif rendah sekitar 20 kj/mol
(Castellan, 1982), karena itu sifat adsorpsinya adalah reversible, yaitu dapat balik
atau dilepaskan kembali dengan adanya penurunan konsentrasi larutan (Larry, et
all, 1992). Proses adsorpsi kimia, interaksi antara adsorbat dengan adsorben
melibatkan pembentukan ikatan kimia (biasanya ikatan kovalen). Molekul yang
terbentuk dari adsorpsi kimia lebih kuat dibandingkan dengan yang terbentuk dari
adsorpsi fisika, karena energi yang dilepaskan cukup besar sekitar 400 kj/mol
(Castellan, 1982), sehingga sifat adsorpsinya adalah irreversible. Adsorben harus
dipanaskan pada temperatur tinggi untuk memisahkan adsorbat (Larry, et all,
1992).
Interaksi antara molekul H
2
O dengan karbon aktif biji kelor dalam
penelitian ini, belum dapat ditentukan adsorpsi fisika atau kimia, namun
dimungkinkan terjadi adsorpsi secara fisika karena setiap partikel-partikel
adsorbat yang mendekati ke permukaan adsorben melalui gaya Van der Waals
atau ikatan hidrogen (Atkins, 1999). Molekul H
2
O merupakan molekul polar, dan
karbon aktif termasuk molekul nonpolar, sehingga interaksi antara keduanya
melibatkan gaya dipol-dipol induksian (molekul polar dengan molekul nonpolar).
Mekanisme gaya tersebut yaitu, molekul polar (molekul H
2
O) dan molekul
nonpolar (arang aktif biji kelor) jika berada pada jarak tertentu, molekul polar
dapat menginduksi molekul nonpolar, sehingga pada molekul nonpolar terjadi
dipol induksian, selanjutnya antara kedua molekul tersebut terjadi gaya tarik
elektrostatik. Terjadinya gaya dipol-dipol induksian dapat ditunjukkan pada
gambar 4.2











Gambar 4.2 Terjadinya gaya dipol-dipol induksian antara molekul H
2
O
dengan arang aktif biji kelor


Berkurangnya kadar air pada minyak hasil reprocessing tidak hanya
karena proses pemurnian, tetapi juga dimungkinkan karena adanya penguapan
selama proses penyimpanan, pemurnian, dan lain-lain. Oleh karena itu, minyak
hasil reprocessing mengalami penurunan kadar air.
Rerata kadar air minyak baru, bekas dan hasil reprocessing pada tabel 4.2
berturut-turut 0,055 %, 1,44 % dan 0,08 %. Rerata kadar air paling tinggi adalah
pada minyak goreng bekas sebesar 1,44 %, sedangkan rerata kadar air paling
rendah adalah minyak goreng baru sebesar 0,055 %. Minyak hasil reprocessing
memiliki rerata kadar air sebesar 0,08 %, yang mana sudah memenuhi SNI 3741-
2002 sebesar maksimum 0,3 %. Adanya proses pemurnian dapat menurunkan
kadar air dari minyak goreng bekas sebesar 94 %.

4.4 Indeks Bias
Analisis indeks bias minyak goreng baru, bekas, dan hasil reprocessing
dilakukan dengan menggunakan refraktometer. Pengukuran indeks bias ini dapat
Terjadi gaya tarik elektrostatik
molekul polar dengan
dipol permanen
arang aktif

molekul H
2
O

molekul nonpolar tanpa
dipol
molekul nonpolar
dengan dipol induksian
molekul polar dengan
dipol permanen
Induksian
+ -


molekul H
2
O

arang aktif

+ - + -
digunakan untuk mengukur kemurnian minyak (Sudarmadji, S dkk, 2003). Data
hasil indeks bias minyak goreng baru, bekas, dan hasil reprocessing disajikan
dalam tabel 4.3

Tabel 4.3 Indeks Bias Minyak Goreng Baru, Bekas, dan Hasil Reprocessing
Rerata Indeks Bias
Standar Umum Minyak baru Minyak bekas Hasil Reprocessing
1,4565-1,4585
1,4576 1,4603 1,4596


Nawar dalam Fennema (1996), menyatakan bahwa proses pemanasan
minyak yang berulang pada suhu tinggi dan waktu lama menyebabkan terjadinya
dimerisasi dan polimerisasi yang dapat menimbulkan peningkatan berat molekul,
viskositas dan indeks bias. Menurut Ketaren (2008), indeks bias dipengaruhi oleh
kadar asam lemak, semakin besar kandungan asam lemak bebas menyebabkan
indeks bias minyak meningkat. Asam lemak bebas terbentuk karena proses
oksidasi, hidrolisa enzim selama pengolahan dan penyimpanan, dalam bahan
pangan asam lemak dengan kadar lebih besar dari 0,2 % dari berat lemak akan
mengakibatkan flavor yang tidak diinginkan dan kadang-kadang dapat meracuni
tubuh. Indeks bias juga mempengaruhi kejernihan minyak, semakin tinggi nilai
indeks bias akan menyebabkan kejernihan minyak menurun. Oleh karena itu,
indeks bias minyak goreng baru yang awalnya 1,4576 meningkat menjadi 1,4603.
Adanya proses pemurnian, yang diawali dengan proses despicing,
bertujuan untuk memisahkan fraksi-fraksi berat dalam minyak sehingga diperoleh
minyak bebas bumbu dan warna gelap minyak menjadi coklat. Jika kejernihan
minyak meningkat maka indeks bias minyak akan menurun. Proses selanjutnya
adalah netralisasi, pada proses ini kadar asam lemak bebas akan berkurang, karena
pada proses ini minyak direaksikan dengan larutan NaOH 16 % yang
menghasilkan sabun dan air (lihat gambar 4.1). Sabun yang terbentuk dapat
membantu pemisahan kotoran dan meningkatkan kejernihan minyak. Menurut
Ketaren (2008), adanya proses netralisasi dapat mengurangi jumlah asam lemak
bebas dalam minyak sampai kadar maksimum 0,2 %. Menurunnya asam lemak
bebas dalam minyak serta meningkatnya kejernihan minyak, menyebabkan nilai
indeks bias semakin menurun. Penurunan indeks bias minyak dapat diturunkan
lagi dengan proses bleaching, yakni mencampurkan minyak dengan serbuk kabon
aktif biji kelor. Kemampuan karbon biji kelor sebagai adsorben tersebut,
dikarenakan adanya situs-situs aktif dalam karbon, seperti struktur kimia
permukaan, susunan pori-pori dan luas permukaan adsorpsi yang terbentuk selama
proses aktivasi.
Penambahan serbuk karbon aktif biji kelor pada minyak dilakukan pada
saat minyak mencapai suhu 70
0
C, selanjutnya dilakukan pengadukan dengan
magnet stirer dan suhu ditingkatkan menjadi 100
0
C, hal ini bertujuan untuk
mempercepat reaksi antara adsorben (biji kelor) dan adsorbat (asam lemak bebas).
Adanya proses pengadukan, maka asam lemak bebas yang terkandung dalam
minyak akan sering melakukan kontak atau bertumbukan dengan karbon biji
kelor. Bila terus-menerus mengalami tumbukan, maka asam lemak bebas tersebut
akan mendekati karbon biji kelor. Akhirnya, asam lemak bebas berpindah dari
minyak menuju kabon aktif biji kelor, selanjutnya asam lemak bebas tersebut akan
menyebar dan mengisi atau menempel pada dinding pori atau permukaan karbon
aktif biji kelor.
Proses terserapnya antara asam lemak bebas oleh karbon aktif biji kelor
dikarenakan adanya perbedaan energi potensial antara permukaan adsorben dan
zat yang diserap, baik itu melibatkan gaya fisika atau kimia. Adsorpsi fisika
melibatkan gaya antarmolekuler (gaya Van der Walls atau melaui ikatan
hidrogen). Molekul yang terbentuk dari adsorpsi fisika terikat sangat lemah dan
energi yang dilepaskan pada adsorpsi fisika relatif rendah sekitar 20 kj/mol
(Castellan, 1982), karena itu sifat adsorpsinya adalah reversible. Proses adsorpsi
kimia, melibatkan pembentukan ikatan kimia (biasanya ikatan kovalen). Molekul
yang terbentuk dari adsorpsi kimia lebih kuat dibandingkan dengan yang
terbentuk dari adsorpsi fisika, karena energi yang dilepaskan cukup besar sekitar
400 kj/mol (Castellan, 1982), sehingga sifat adsorpsinya adalah irreversible.
Interaksi antara asam lemak bebas dengan karbon aktif biji kelor dalam
penelitian ini, belum dapat ditentukan adsorpsi fisika atau kimia, namun
dimungkinkan terjadi adsorpsi secara fisika karena setiap partikel-partikel
adsorbat yang mendekati ke permukaan adsorben melalui gaya Van der Waals
atau ikatan hidrogen (Atkins, 1999). Asam lemak bebas merupakan molekul
nonpolar, dan karbon aktif biji kelor termasuk nonpolar juga, maka gaya yang
terjadi yaitu gaya London (molekul nonpolar dengan nonpolar). Molekul nonpolar
(arang aktif) terdiri dari inti atom dan elektron. Elektron selalu bergerak
mengelilingi inti atom, elektron tersebut pada suatu saat dapat terjadi polarisasi
rapatan elektron, yang menyebabkan pusat muatan positif dan muatan negatif
memisah dan molekul dikatakan memiliki dipol sesaat, yang ditunjukkan pada
gambar di bawah ini:



Gambar 4.3 Pembentukan Dipol Sesaat pada Molekul Nonpolar

Dipol sesaat ini dalam waktu yang singkat akan hilang tetapi kemudian
timbul kembali secara terus menerus dan bergantian. Apabila didekatnya ada
molekul nonpolar sejenis (FFA) maka molekul dengan dipol sesaat ini akan
menginduksi molekul tersebut sehingga terjadi dipol induksian, kemudian antara
kedua molekul tersebut terjadi gaya elektrostatik, yang ditunjukkan pada gambar
di bawah ini:







Gambar 4.4 Terjadinya gaya London antara molekul asam lemak bebas
dengan arang aktif biji kelor

Adanya proses bleaching akan menyempurnakan proses despicing dan
netralisasi dalam mengurangi jumlah asam bebas dalam minyak goreng bekas
serta meningkatkan kejernihan warna minyak yang dihasilkan, karena senyawa-
senyawa asam lemak bebas tersebut teradsorpsi oleh kabon aktif biji kelor.
Induksian
molekul tanpa dipol
FFA

Terjadi gaya tarik elektrostatik
molekul dengan dipol sesaat
molekul dengan dipol
sesaat
molekul dengan dipol
induksian
arang aktif

arang aktif

FFA
+ -


+ -
+ -
molekul nonpolar tanpa dipol
polarisasi awan elektron
arang aktif
molekul dengan
dipol sesaat
arang aktif


+ -
Ketaren (2008) menjelaskan bahwa indeks bias juga dipengaruhi oleh kejernihan
minyak, semakin jernih warna minyak maka nilai indeks bias semakin menurun.
Oleh karena itu, indeks bias minyak goreng hasil reprocessing menurun menjadi
1,4596 (lihat tabel 4.3).
Rerata indeks bias minyak baru, bekas dan hasil reprocessing pada tabel
4.3 berturut-turut 1,4576, 1,4603 dan 1,4596. Rerata indeks bias paling tinggi
adalah pada minyak goreng bekas sebesar 1,4603, sedangkan rerata indeks bias
paling rendah adalah minyak goreng baru sebesar 1,4576. Indeks bias minyak
hasil reprocessing sebesar 1,4596, hal ini menunjukkan bahwa dengan adanya
proses pemurnian dapat menurunkan indeks bias dari minyak goreng bekas
dengan prosentase sebesar 0,05 %, meskipun masih belum memenuhi standar
umum minyak goreng yaitu sebesar 1,45651,4585.

4.5 Berat Jenis
Penentuan berat jenis minyak ditentukan dengan menggunakan
piknometer. Pengukuran berat jenis ini dapat digunakan untuk mengukur
kemurnian minyak (Sudarmadji, S dkk, 2003). Data hasil berat jenis minyak
goreng baru, bekas, dan hasil reprocessing disajikan dalam tabel 4.4

Tabel 4.4 Rerata Berat Jenis Minyak Goreng Baru, Bekas, dan Hasil Reprocessing
Rerata Berat Jenis (g/mL)
Standar Umum Minyak baru Minyak bekas Hasil Reprocessing
Maks. 0,921
0,898 0,929 0,906

Berat jenis dihubungkan dengan fraksi berat komponen-komponen yang
terkandung di dalam minyak, semakin besar fraksi berat yang terkandung dalam
minyak, maka semakin besar pula nilai densitasnya (Feryanto, 2007). Nawar
dalam Fennema (1996) menyatakan bahwa proses pemanasan minyak yang
berulang pada suhu tinggi dan waktu lama menyebabkan terjadinya dimerisasi dan
polimerisasi yang dapat menimbulkan peningkatan berat molekul dan viskositas.
Berat jenis minyak goreng bekas dapat dikurangi dengan adanya proses
pemurnian, yaitu proses despicing, netralisasi dan bleaching. Proses despicing
berfungsi untuk memisahkan fraksi-fraksi berat dalam minyak seperti protein,
karbohidrat, garam, gula, bumbu dan rempah-rempah sehingga diperoleh minyak
bebas bumbu, berkurang fraksi-fraksi berat tersebut menyebabkan berat jenis
minyak menurun. Proses netralisasi, berfungsi untuk mengurangi kadar asam
lemak bebas dalam minyak, dengan mereaksikan minyak dengan larutan NaOH
16 % yang menghasilkan sabun dan air. Sabun yang terbentuk dapat membantu
mengurangi zat warna dan kotoran yang berupa getah dan lendir dalam minyak.
Asam lemak bebas yang berkurang, menyebabkan berat jenis minyak juga
menurun. Proses bleaching, bertujuan untuk mengadsorpsi senyawa-senyawa
pengotor, warna serta bau yang terkandung dalam minyak dengan menggunakan
karbon aktif biji kelor. Kemampuan karbon biji kelor sebagai adsorben tersebut,
dikarenakan adanya situs-situs aktif dalam karbon, seperti struktur kimia
permukaan, susunan pori-pori dan luas permukaan adsorpsi yang terbentuk selama
proses aktivasi, serta komposisi kimia permukaan yang ada dalam karbon biji
kelor.
Interaksi senyawa-senyawa pengotor yang terkandung dalam minyak
dengan karbon biji kelor, dibantu dengan adanya suhu dan proses pengadukan.
Senyawa-senyawa pengotor akan sering melakukan kontak atau bertumbukan
dengan karbon biji kelor. Bila terus-menerus mengalami tumbukan, maka
senyawa-senyawa pengotor tersebut akan mendekati karbon biji kelor. Akhirnya,
senyawa-senyawa pengotor berpindah dari minyak menuju kabon aktif biji kelor,
selanjutnya senyawa-senyawa pengotor tersebut akan menyebar dan mengisi atau
menempel pada dinding pori atau permukaan karbon aktif biji kelor.
Proses terserapnya senyawa-senyawa pengotor oleh karbon biji kelor
tersebut, dikarenakan adanya perbedaan energi potensial antara permukaan
adsorben dan zat yang diserap, baik itu melibatkan gaya fisika atau kimia.
Adsorpsi fisika melibatkan gaya antarmolekuler (gaya Van der Walls atau melaui
ikatan hidrogen). Molekul yang terbentuk dari adsorpsi fisika terikat sangat lemah
dan energi yang dilepaskan pada adsorpsi fisika relatif rendah sekitar 20 kj/mol
(Castellan, 1982), karena itu sifat adsorpsinya adalah reversible. Proses adsorpsi
kimia, interaksi antara adsorbat dengan adsorben melibatkan pembentukan ikatan
kimia (biasanya ikatan kovalen). Molekul yang terbentuk dari adsorpsi kimia lebih
kuat dibandingkan dengan yang terbentuk dari adsorpsi fisika, karena energi yang
dilepaskan cukup besar sekitar 400 kj/mol (Castellan, 1982), sehingga sifat
adsorpsinya adalah irreversible.
Interaksi antara senyawa-senyawa pengotor dengan karbon aktif biji
kelor dalam penelitian ini, belum dapat ditentukan adsorpsi fisika atau kimia,
namun dimungkinkan terjadi adsorpsi secara fisika karena setiap partikel-partikel
adsorbat yang mendekati ke permukaan adsorben melalui gaya Van der Waals
atau ikatan hidrogen (Atkins, 1999). Senyawa-senyawa pengotor dalam minyak
itu bermacam-macam, ada yang molekul polar dan ada juga yang nonpolar,
sehingga interaksi antara arang aktif biji kelor dengan senyawa-senyawa pengotor
dalam minyak melibatkan dua gaya Van der Waals, yaitu gaya London (molekul
nonpolar dengan nonpolar) dan gaya dipol-dipol induksian (molekul nonpolar
dengan polar).
Mekanisme gaya London dan gaya dipol-dipol induksian, yaitu:
(1) Mekanisme gaya London dari senyawa pengotor (molekul nonpolar) dengan
arang aktif biji kelor, yaitu elektron yang selalu dalam keadaan bergerak, suatu
saat akan terjadi polarisasi elektron. Hal ini menyebabkan pusat muata positif dan
negatif memisah dan molekul menjadi dipol sesaat (arang aktif), yang ditunjukkan
pada gambar 4.5



Gambar 4.5 Pembentukan Dipol Sesaat pada Molekul Nonpolar

Dipol sesaat ini dalam waktu yang singkat akan hilang dan timbul kembali secara
bergantian. Apabila didekatnya ada molekul nonpolar (senyawa pengotor), maka
molekul dengan dipol sesaat tersebut akan menginduksi molekul nonpolar
(senyawa pengotor) sehingga padanya terjadi dipol induksian. Akhirnya, kedua
molekul tersebut terjadi gaya tarik elektrostatik, yang ditunjukkan pada gambar
4.6


molekul nonpolar tanpa dipol
polarisasi awan elektron
arang aktif
molekul dengan
dipol sesaat
arang aktif


+ -






Gambar 4.6 Terjadinya gaya London antara senyawa pengotor minyak
yang nonpolar dengan arang aktif biji kelor

(2) Mekanisme gaya dipol-dipol induksian dari senyawa pengotor minyak
(molekul polar) dengan arang aktif biji kelor, yaitu apabila molekul polar
(senyawa pengotor) dan molekul nonpolar (arang aktif) berada pada jarak tertentu,
molekul polar dapat menginduksi molekul nonpolar, sehingga pada molekul
nonpolar terjadi dipol induksian, selanjutnya antara kedua molekul tersebut terjadi
gaya tarik elektrostatik, yang ditunjukkan pada gambar 4.7







Gambar 4.7 Terjadinya gaya dipol-dipol induksian antara senyawa
pengotor dengan arang aktif biji kelor

Serangkaian proses pemurnian tersebut, mampu menurunkan senyawa-
senyawa pengotor dalam minyak. Berat jenis adalah perbandingan berat dari suatu
Induksian
molekul dengan dipol
induksian
senyawa pengotor

Induksian
molekul tanpa dipol
senyawa pengotor

Terjadi gaya tarik elektrostatik
molekul dengan dipol sesaat
molekul dengan dipol
sesaat
arang aktif

arang aktif


+ - + -
+ -
Terjadi gaya tarik elektrostatik
molekul polar dengan
dipol permanen
arang aktif

molekul nonpolar tanpa
dipol
molekul nonpolar
dengan dipol induksian
molekul polar dengan
dipol permanen

senyawa pengotor

arang aktif

+ -
+ -
senyawa pengotor

+ -
volume, yaitu

m
= , dari rumus tersebut dapat dijelaskan bahwa berat jenis
berbanding lurus dengan massa. Jika fraksi berat komponen yang terkandung
dalam minyak berkurang, maka berat jenis pun akan menurun. Oleh karena itu,
berat jenis minyak goreng hasil reprocessing mengalami penurunan.
Rerata berat jenis minyak baru, bekas dan hasil reprocessing pada tabel
4.4 berturut-turut 0,898 g/mL, 0,929 g/mL dan 0,906 g/mL. Rerata berat jenis
paling tinggi adalah pada minyak goreng bekas sebesar 0,929 g/mL, sedangkan
paling rendah dimiliki oleh minyak goreng baru sebesar 0,898 g/mL. Berat jenis
minyak hasil reprocessing sebesar 0,906 g/mL, yang mana sudah memenuhi
standar umum minyak goreng yaitu maksimum sebesar 0,921 g/mL. Proses
pemurnian ini mampu menurunkan berat jenis sebesar 2,5 % dari minyak goreng
bekas.

4.6 Angka Peroksida
Analisis angka peroksida minyak goreng baru, bekas, dan hasil
reprocessing dilakukan dengan metode iodometri, dengan cara sejumlah minyak
dilarutkan dalam campuran asetat:kloroform yang mengandung KI, maka akan
terjadi pelepasan iodin (I
2
), yang mana reaksinya dapat dilihat dibawah ini
(Sudarmadji dkk., 2007: 115-116):

R . COO + KI R . CO + H
2
O + I
2
+ K
+

I
2
+ 2 Na
2
S
2
O
3
2 NaI + Na
2
S
4
O
6

Gambar 4.8 Reaksi Iodometri Selama Proses Ankaalisis Angka Peroksida
Iodin yang bebas dititrasi dengan natrium thiosulfat, selanjutnya
ditambahkan indikator amilum sampai terbentuk warna biru, kemudian dititrasi
lagi dengan natrium thiosulfat sampai warna biru hilang. Terbentuknya warna biru
setelah penambahan amilum, mengindikasikan masih adanya iodin dalam larutan.
Warna biru terbentuk, dikarenakan struktur molekul amilum yang berbentuk spiral
mengikat molekul iodin (Winarno, 2002). Pengukuran angka peroksida ini dapat
digunakan untuk mengetahui kadar ketengikan minyak (Sudarmadji, S dkk, 2003).
Data hasil angka peroksida minyak goreng baru, bekas, dan hasil reprocessing
disajikan dalam tabel 4.5

Tabel 4.5 Angka Peroksida Minyak Goreng Baru, Bekas, dan Hasil Reprocessing
Rerata Angka Peroksida (meq/kg)
Standar Umum Minyak baru Minyak bekas Hasil Reprocessing
Maks. 2
0,8 4,44 2,4

Data hasil penelitian di atas menunjukkan bahwa angka peroksida
tertinggi adalah pada minyak goreng bekas yaitu sebesar 4,44 meq/kg, hal ini
dikarenakan adanya proses oksidasi pada saat proses pemasakan atau
penyimpanan, sehingga meningkatkan peroksida. Secara umum, reaksi
pembentukan peroksida dapat digambarkan sebagai berikut (Ketaren, 2008: 100):

R C
H
C
H
R' + O O
R
H
C
H
C R'
O
O
R
H
C
H
C R'
O O
Moloksida
Peroksida Labil


Gambar 4.9 Reaksi Pembentukan Peroksida (Ketaren, 2008:100)
Oksidasi terjadi pada ikatan tidak jenuh dalam asam lemak. Pada suhu
kamar sampai dengan suhu 100
0
C, setiap satu ikatan tidak jenuh dapat
mengabsorpsi 2 atom oksigen, sehingga terbentuk persenyawaan peroksida yang
bersifat labil. Proses pembentukan peroksida ini dipercepat oleh adanya cahaya,
suasana asam, kelembapan udara dan katalis. Peroksida dapat mempercepat proses
timbulnya bau tengik dan flavor yang tidak dikehendaki dalam bahan pangan.
Peroksida dalam minyak goreng bekas dapat dikurangi dengan adanya
proses pemurnian, mulai dari proses despicing (untuk memisahkan fraksi-fraksi
berat dalam minyak), proses netralisasi (untuk mengurangi asam lemak bebas),
dan proses bleaching (menginteraksikan karbon aktif biji kelor dengan peroksida
dalam minyak goreng bekas). Proses despicing dan netralisasi membantu
mengurangi senyawa-senyawa pengotor lain dalam minyak, sehingga karbon aktif
biji kelor lebih banyak mengadsorpsi peroksida. Kemampuan karbon biji kelor
sebagai adsorben tersebut, dikarenakan adanya situs-situs aktif dalam karbon,
seperti struktur kimia permukaan, susunan pori-pori dan luas permukaan adsorpsi
yang terbentuk selama proses aktivasi, serta komposisi kimia permukaan yang ada
dalam karbon biji kelor. Sifat kimia permukaan karbon aktif dipandang sangat
penting selain struktur pori, karena menentukan sifat adsorpsi (Hasanah,1996).
Penambahan serbuk karbon aktif biji kelor pada minyak dilakukan pada
saat minyak mencapai suhu 70
0
C, selanjutnya dilakukan pengadukan dengan
magnetik stirer dan suhu ditingkatkan menjadi 100
0
C. Hal ini bertujuan untuk
mempercepat reaksi antara adsorben (biji kelor) dan adsorbat (senyawa
peroksida). Adanya proses pengadukan, maka peroksida yang terkandung dalam
minyak akan sering melakukan kontak atau bertumbukan dengan karbon biji
kelor. Bila terus-menerus mengalami tumbukan, maka peroksida tersebut akan
mendekati karbon biji kelor. Akhirnya, peroksida berpindah dari minyak menuju
kabon aktif biji kelor, selanjutnya peroksida tersebut akan menyebar dan mengisi
atau menempel pada dinding pori atau permukaan karbon aktif biji kelor.
Proses adsorpsi antara peroksida dengan karbon aktif biji kelor
dikarenakan adanya perbedaan energi potensial antara permukaan adsorben dan
zat yang diserap, baik itu melibatkan gaya fisika atau kimia. Adsorpsi fisika
melibatkan gaya antarmolekuler (gaya Van der Walls atau melaui ikatan
hidrogen). Molekul yang terbentuk dari adsorpsi fisika terikat sangat lemah dan
energi yang dilepaskan pada adsorpsi fisika relatif rendah sekitar 20 kj/mol
(Castellan, 1982), karena itu sifat adsorpsinya adalah reversible, yaitu dapat balik
atau dilepaskan kembali dengan adanya penurunan konsentrasi larutan (Larry, et
all, 1992). Proses adsorpsi kimia, interaksi antara adsorbat dengan adsorben
melibatkan pembentukan ikatan kimia (biasanya ikatan kovalen). Molekul yang
terbentuk dari adsorpsi kimia lebih kuat dibandingkan dengan yang terbentuk dari
adsorpsi fisika, karena energi yang dilepaskan cukup besar sekitar 400 kj/mol
(Castellan, 1982), sehingga sifat adsorpsinya adalah irreversible. Adsorben harus
dipanaskan pada temperatur tinggi untuk memisahkan adsorbat (Larry, et all,
1992).
Interaksi antara peroksida dengan karbon aktif biji kelor dalam penelitian
ini, belum dapat ditentukan adsorpsi fisika atau kimia, namun dimungkinkan
terjadi adsorpsi secara fisika karena setiap partikel-partikel adsorbat yang
mendekati ke permukaan adsorben melalui gaya Van der Waals atau ikatan
hidrogen (Atkins, 1999). Peroksida merupakan molekul nonpolar, dan karbon
aktif biji kelor juga termasuk nonpolar, sehingga gaya yang terjadi yaitu gaya
London (molekul nonpolar dengan nonpolar). Molekul nonpolar (arang aktif)
terdiri dari inti atom dan elektron. Elektron selalu bergerak mengelilingi inti atom,
elektron tersebut pada suatu saat dapat terjadi polarisasi rapatan elektron, yang
menyebabkan pusat muatan positif dan negatif memisah dan molekul dikatakan
memiliki dipol sesaat, yang ditunjukkan pada gambar 4.10



Gambar 4.10 Pembentukan Dipol Sesaat pada Molekul Nonpolar

Dipol sesaat ini dalam waktu yang singkat akan hilang tetapi kemudian
timbul kembali. Timbul dan hilangnya dipol sesaat ini terjadi secara terus menerus
dan bergantian. Apabila di dekatnya ada molekul nonpolar (peroksida) maka
molekul dengan dipol sesaat ini akan menginduksi molekul tersebut sehingga
terjadi dipol induksian, kemudian antara kedua molekul tersebut terjadi gaya
elektrostatik, yang ditunjukkan pada gambar 4.11





molekul nonpolar tanpa dipol
polarisasi awan elektron
arang aktif
molekul dengan
dipol sesaat
arang aktif


+ -






Gambar 4.11 Terjadinya gaya London antara peroksida dengan arang
aktif biji kelor

Rerata angka peroksida minyak baru, bekas dan hasil reprocessing pada
tabel 4.5 berturut-turut 0,8 meq/kg, 4,4 meq/kg dan 2,4 meq/kg. Rerata angka
peroksida paling tinggi adalah pada minyak goreng bekas sebesar 4,4 meq/kg,
sedangkan paling rendah dimiliki oleh minyak goreng baru sebesar 0,8 meq/kg.
Rerata angka peroksida minyak hasil reprocessing sebesar 2,4 meq/kg, yang mana
belum memenuhi standar umum minyak goreng. Adanya proses pemurnian
mampu menurunkan angka peroksida sebesar 46 % dari minyak goreng bekas.

4.7 Angka Asam Thiobarbiturat (TBA)
Analisis angka TBA minyak goreng baru, bekas, dan hasil reprocessing
dilakukan berdasarkan terbentuknya warna merah, yang nilainya dapat ditentukan
dengan menggunakan spektrofotometer/spektronik 20. Pengukuran angka TBA ini
dapat digunakan untuk mengetahui kadar ketengikan minyak (Sudarmadji, S dkk,
2003). Data hasil angka TBA minyak goreng baru, bekas, dan hasil reprocessing
disajikan dalam tabel 4.6


Induksian
molekul tanpa dipol
peroksida

Terjadi gaya tarik elektrostatik
molekul dengan dipol sesaat
molekul dengan dipol
sesaat
molekul dengan dipol
induksian
arang aktif

arang aktif

peroksida
+ -
+ -
+ -
Tabel 4.6 Angka TBA Minyak Goreng Baru, Bekas, dan Hasil Reprocessing
Rerata Angka TBA (mg malonaldehid/kg)
Standar Umum Minyak baru Minyak bekas Hasil Reprocessing
-
0 0,3588 0,195

Data di atas menunjukkan bahwa rerata angka TBA tertinggi dimiliki
oleh minyak goreng bekas sebesar 0,3588. Hal ini disebabkan proses pemanasan
minyak pada suhu tinggi dan proses oksidasi sehingga terjadi dekomposisi
diperoksida menjadi malonaldehid (MDA).
Secara umum, reaksi pembentukan senyawa aldehida dapat digambarkan
sebagai berikut (Ketaren, 2008: 100):

R C
H
C
H
R' + O O
R
H
C
H
C R'
O
O
R
H
C
H
C R'
O O
Moloksida
Peroksida Labil
R CH
O
HC R'
O
+
Aldehida


Gambar 4.12 Reaksi Pembentukan Senyawa Aldehida (Ketaren, 2008: 100)

Oksidasi terjadi pada ikatan tidak jenuh dalam asam lemak. Pada suhu
kamar sampai dengan suhu 100
0
C, setiap satu ikatan tidak jenuh dapat
mengabsorpsi 2 atom oksigen, sehingga terbentuk persenyawaan peroksida yang
bersifat labil. Terbentuknya peroksida, disusul dengan terbentuknya ikatan
rangkap baru, yang akan menghasilkan deretan persenyawaan aldehida dan asam
jenuh dengan berat molekul lebih rendah (terutama dengan jumlah atom C
1
C
9
),
misalnya malonaldehida (MDA), yang mempunyai jumlah atom C tiga.
Persenyawaan MDA secara teoritis dapat dihasilkan oleh pembentukan
diperoksida pada gugus pentadiena yang disusul dengan pemutusan rantai
molekul atau dengan cara oksidasi lebih lanjut dari 2-enol yang dihasilkan dari
penguraian monohidroperoksida (Ketaren, 2008: 190). Senyawa MDA ini sangat
menentukan kerusakan minyak, semakin besar kadar malonaldehid dalam minyak,
maka semakin tinggi nilai TBA. Jika nilai TBA tinggi, maka kualitas minyak
semakin turun atau semakin tinggi kadar ketengikannya.
Penentuan angka asam thobarbiturat (TBA), dengan cara mencampurkan
minyak dan air kemudian diblender, yang bertujuan untuk mengekstrak MDA
dalam minyak, yang nantinya akan larut dalam air. Campuran tersebut kemudian
dipisahkan minyak dan airnya dengan jalan didestilasi. Air yang mengandung
MDA direaksikan dengan pereaksi TBA, karena reaksi MDA dan TBA berjalan
lambat maka perlu dipercepat dengan pemanasan. Uji ini berdasarkan
terbentuknya pigmen berwarna merah sebagai hasil dari reaksi kondensasi antara
2 molekul TBA dengan 1 molekul malonaldehida. Reaksi antara MDA dan TBA
dapat dilihat pada gambar 4.10 (Dewi, 2001):

N
N OH HS
OH
2
+
C
CH
2
C
O H
H O
N
N OH HS
OH
C
H
C
H
C
H
N
N HO
OH
SH
+ H
2
O
Asam Thiobarbiturat Malonaldehida
Kromogen MDA-TBA
(berwarna merah muda)

Gambar 4.13 Reaksi Pembentukan Kromogen MDA-TBA (Dewi, 2001)
MDA yang direaksikan dengan TBA akan terbentuk kromogen MDA-
TBA yang berwarna merah. Intensitas warna merah sesuai dengan jumlah MDA
yang terkandung dalam minyak. Semakin besar jumlah MDA maka warna yang
terbentuk akan semakin merah. Intensitas warna merah inilah yang diserap oleh
alat spektrofotometer dengan panjang gelombang 528 nm, yang akan menentukan
kadar TBA atau menunjukkan derajat ketengikan dalam minyak.
MDA dalam minyak goreng bekas ini dapat dikurangi dengan adanya
proses pemurnian, mulai dari proses despicing (untuk memisahkan fraksi-fraksi
berat dalam minyak), proses netralisasi (untuk mengurangi asam lemak bebas),
dan proses bleaching (menginteraksikan karbon aktif biji kelor dengan MDA
dalam minyak goreng bekas). Proses despicing dan netralisasi membantu
mengurangi senyawa-senyawa pengotor lain dalam minyak, sehingga karbon aktif
biji kelor lebih banyak mengadsorpsi MDA. Kemampuan karbon biji kelor
sebagai adsorben tersebut, dikarenakan adanya situs-situs aktif dalam karbon,
seperti struktur kimia permukaan, susunan pori-pori dan luas permukaan adsorpsi
yang terbentuk selama proses aktivasi, serta komposisi kimia permukaan yang ada
dalam karbon biji kelor.
Penambahan serbuk karbon aktif biji kelor pada minyak dilakukan pada
saat minyak mencapai suhu 70
0
C, selanjutnya dilakukan pengadukan dengan
magnetik stirer dan suhu ditingkatkan menjadi 100
0
C. Hal ini bertujuan untuk
mempercepat reaksi antara adsorben (biji kelor) dan adsorbat (senyawa MDA).
Adanya proses pengadukan, maka MDA yang terkandung dalam minyak akan
sering melakukan kontak atau bertumbukan dengan karbon biji kelor. Bila terus-
menerus mengalami tumbukan, maka MDA tersebut akan mendekati karbon biji
kelor. Akhirnya, MDA berpindah dari minyak menuju kabon aktif biji kelor,
selanjutnya MDA tersebut akan menyebar dan mengisi atau menempel pada
dinding pori atau permukaan karbon aktif biji kelor.
Proses terserapnya MDA oleh karbon biji kelor tersebut, dikarenakan
adanya perbedaan energi potensial antara permukaan adsorben dan zat yang
diserap, baik itu melibatkan gaya fisika atau kimia. Adsorpsi fisika melibatkan
gaya intermolekuler (gaya Van der Walls, ikatan hidrogen), dan sifatnya
reversible. Adsorpsi kimia, melibatkan ikatan valensi oleh adsorben dan adsorbat,
dan sifatnya irreversible.
Interaksi antara MDA dengan karbon biji kelor dalam penelitian ini,
belum dapat ditentukan adsorpsi fisik atau kimia. Akan tetapi, dapat
dimungkinkan terjadi adsorpsi secara fisika karena setiap partikel-partikel
adsorbat yang mendekati ke permukaan adsorben melalui gaya Van der Waals
atau melalui ikatan hidrogen (Atkins, 1999). MDA merupakan molekul nonpolar,
dan karbon aktif biji kelor juga termasuk nonpolar, sehingga gaya yang terjadi
yaitu gaya London (molekul nonpolar dengan nonpolar). Molekul nonpolar (arang
aktif) terdiri dari inti atom dan elektron. Elektron selalu bergerak mengelilingi inti
atom, elektron tersebut pada suatu saat dapat terjadi polarisasi rapatan elektron,
yang menyebabkan pusat muatan positif dan negatif memisah dan molekul
dikatakan memiliki dipol sesaat, yang ditunjukkan pada gambar 4.14





Gambar 4.14 Pembentukan Dipol Sesaat pada Molekul Nonpolar

Dipol sesaat ini dalam waktu yang singkat akan hilang tetapi kemudian
timbul kembali. Timbul dan hilangnya dipol sesaat ini terjadi secara terus menerus
dan bergantian. Apabila di dekatnya ada molekul nonpolar (MDA) maka molekul
dengan dipol sesaat ini akan menginduksi molekul tersebut sehingga terjadi dipol
induksian, kemudian antara kedua molekul tersebut terjadi gaya elektrostatik,
yang ditunjukkan pada gambar 4.15







Gambar 4.15 Terjadinya gaya London antara MDA dengan arang aktif
biji kelor


Rerata angka TBA minyak baru, bekas dan hasil reprocessing pada tabel
4.6 berturut-turut 0 mg malonaldehid/kg, 0,3588 mg malonaldehid/kg dan 0,195
mg malonaldehid/kg. Rerata angka TBA paling tinggi adalah pada minyak goreng
bekas sebesar 0,3588 mg malonaldehid/kg, sedangkan paling rendah dimiliki oleh
minyak goreng baru sebesar 0 mg malonaldehid/kg. Rerata angka TBA minyak
hasil reprocessing sebesar 0,195 mg malonaldehid/kg. Adanya proses pemurnian
mampu menurunkan angka TBA sebesar 46 % dari minyak goreng bekas.
Induksian
molekul tanpa dipol
MDA

Terjadi gaya tarik elektrostatik
molekul dengan dipol sesaat
molekul dengan dipol
sesaat
molekul dengan dipol
induksian
arang aktif

arang aktif

MDA
+ -
+ -
+ -
molekul nonpolar tanpa dipol
polarisasi awan elektron
arang aktif
molekul dengan
dipol sesaat
arang aktif


+ -
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
1) Hasil penelitian angka asam thiobarbiturat (TBA) dan angka peroksida
pada minyak goreng bekas berturut-turut sebesar 0,3588 mg
malonaldehida/kg dan 4,44 meq/kg, sedangkan angka TBA dan angka
peroksida minyak hasil reprocessing berturut-turut sebesar 0,195 mg
malonaldehida/kg dan 2,4 meq/kg. Hasil uji tersebut menunjukkan bahwa
proses pemurnian mampu menurunkan angka TBA sebesar 45,7 % dan
angka peroksida sebesar 46 %. Rerata angka TBA dan peroksida minyak
hasil reprocessing belum memenuhi standar umum minyak goreng.
2) Hasil penelitian kadar air, berat jenis dan indeks bias pada minyak goreng
bekas berturut-turut sebesar 1,44 %, 0,929 g/mL dan 1,4603, sedangkan
kadar air, berat jenis dan indeks bias pada minyak hasil reprocessing
berturut-turut sebesar 0,08 %, 0,906 g/mL dan 1,4596. Hasil uji tersebut
menunjukkan bahwa proses pemurnian mampu menurunkan kadar air
sebesar 94 %, berat jenis sebesar 2,5 % dan indeks bias sebesar 0,05 %.
Rerata kadar air dan berat jenis minyak hasil reprocessing sudah
memenuhi standar umum minyak goreng, sedangkan nilai indeks bias
masih belum memenuhi standar umum minyak goreng.


5.2 Saran
1) Pada penelitian ini, proses aktivasi dilakukan secara kimia dengan
perendaman NaCl setelah proses pengarangan dan aktivasi secara fisika
dengan pemanasan dalam tanur. Sebaiknya, aktivasi secara kimia
dilakukan dengan perendaman NaCl sebelum proses pengarangan dan
aktivasi secara fisika dengan mengalirkan uap atau udara (N
2
atau CO
2
) ke
dalam reaktor pada suhu tinggi (800-1000
0
C), sehingga dapat lebih
meningkatkan kemampuan adsorpsi karbon aktif biji kelor tersebut.
2) Perlu dilakukan penelitian mengenai aktivasi biji kelor dengan
menggunakan zat pengaktif lain yang sesuai, sehingga dapat lebih
meningkatkan kemampuan adsorpsi karbon aktif biji kelor tersebut.























DAFTAR PUSTAKA


Anonymous
a
. 2009. Arang Aktif. http://en.wikipedia.org/wiki/Arangaktif. Diakses
tanggal 31 Juli 2009

Anonymous
b
. 2008. Pakai Lagi Minyak Goreng Bekas. Error! Hyperlink
reference not valid./25/yagitudeh-pake-lagi-minyak-goreng-bekas/.
Diakses tanggal 23 Juni 2008

Anonymous
c
. 2008. Bi j i Kel or Bi sa Jerni hkan Ai r.
ht t p: / / www. r ri . onl i ne. com/ modul es. Php?name = Pendidikan
& op = info pendidikan detail & id = 37. Diakses tanggal 6 Agustus
2008

Anonymous
d
. 2008. Thiobarbiturat. http://en.wikipedia.org/wiki/TBA. Diakses
tanggal 23 Juni 2008

Anonymous
e
. 2008. Malonaldehyde. http://en.wikipedia.org/wiki/MDA. Diakses
tanggal 23 Juni 2008

AOAC. 1990. Official Methods of Analysis of the Association of Official
Analytical Chemistry. Association of Official Analytical Chemistc. Inc.
USA

Atkins, P.W. 1999. Kimia Fisika. Erlangga. Jakarta

Buckle, K.A., et.al. 1987. Ilmu Pangan. yang diterjemahkan oleh Hari Purnomo
dan Adiono. UI-Press. Jakarta

Castellan, G.W. 1982. Physical Chemistry. Third Edition. General Graphic
Servies. New York

Charley, H. 1970. Food Science. John Willey and Sons. New York

Dewandari, K.T. 2001. Studi Tingkat Kerusakan Minyak Goreng Belas dari
Perbedaan Jenis Bahan Pangan yang Digoreng. Skripsi. Jurusan Teknik
Pertanian. Fakultas Teknik Pertanian. Universitas Brawijaya. Malang

Dewi, Yusnita. 2001. Studi Kualitas Kandungan Minyak Goreng Bekas
Penggunaan Kerupuk Putih pada Pemisahan Yang Berada di
Kecamatan Sukun dan Belimbing Kota Malang. Skripsi. Jurusan Teknik
Hasil Pertanian. Fakultas Teknik Pertanian. Universitas Brawijaya.
Malang

Dwirianti, D. 2005. Penggunaan Biji Kelor (Moringa olifera Lamk) dan Membran
Mikrofiltrasi sebagai Alternatif Pengolahan Lindi. Jurnal Kimia
Lingkungan. Vol.7. No.1. tahun 2005. Surabaya

Eckey, S.W. 1995. Vegetable Fat and Oil. Di dalam Handbook of Food
Agriculture. Reinhold Publishing Corporation. New York

Effendy. 2006. Teori VSEPR Kepolaran dan Gaya Antarmolekul Jilid 2. Bayu
Media Publishing. Malang

Fennema, O.R. 1996. Principles of Food Science. Marcel Dekker. Inc. New York

Feryanto, A.D.A. 2007. Parameter Kualitas Minyak Atsiri.
http://ferryatsiri.blogspot.com/2007/11/parameter-kualitas-minyak-
atsiri.html. Diakses tanggal 14 Januari 2009

Hamka. 1965. Tafsir Al-Azhar Juz VII. Panji Masyarakat. Yogyakarta

Hasanah, U. 1996. Fenomena Adsorpsi pada Karbon Aktif. Jurusan Kimia
Fakultas MIPA. Universitas Brawijaya. Malang

Hassler, J.W. 1962. Activated Carbon. Chemical Publishing Co. Inc. New York.
pp. 174 176

Hernani dan Marwati. 2006. Peningkatan Mutu Minyak Atsiri Melalui Proses
Pemurnian. Balai Besar Litbang Pascapanen Pertanian. Bogor

Juliandini, F dan Yulinah T. 2008. Uji Kemampuan Karbon Aktif dari Limbah
Kayu Dalam Sampah Kota untuk Penyisihan Fenol. Jurnal Teknik
Lingkungan. Vol. 12. Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Surabaya

Ketaren, S. 2008. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. UI-Press.
Jakarta

Krischenbauer. 1960. Fat and Oil: An. Outline of Chemistry and Tech. Reinhold
Publ. Co. New York

Larry, D.B., Judkins J.F., and Weant, B.L. 1992. Process Chemistry for Water
and Wastewater. Prentice Hall Inc. New Jersey

Mustafa, A. 1992. Terjemah Tafsir Al-Maraghi 7. CV. TOHA PUTRA. Semarang

Mustafa, A.1993. Terjemah Tafsir Al-Maraghi 2. CV. TOHA PUTRA. Semarang

Oscik, J. 1991. Adsorbtion. Edition Cooper. I.L., John Wiley and Sons. New York

Poedjiadi, A. 1994. Dasar-Dasar Biokimia. UI-Press. Jakarta

Pomeranz, Y dan M. Clifton. 1994. Food Analysis Theory and Practice. AVI
Publ, Comp, Inc, Westport. Connectiart

Sabarudin, A. 1996. Aktivasi Arang Tempurung Kelapa dengan NaCl dan Gas
CO
2
dalam Reaktor Fluidasi. Skripsi. Jurusan kimia. Fakultas MIPA.
Universitas Brawijaya. Malang

Sawyer, C.N., and Mc Charty, P. L. 1987. Chemistry for Engineering. Third
Edition. Mc Graw-Hill book Company. New York

SNI. 2002. Minyak Goreng. BSN (Badan Standarisasi Nasional). Jakarta

Sudarmadji, S dkk. 2003. Analisa untuk Bahan Pangan dan Pertanian. Liberty.
Yogyakarta

Sudarmadji, S dkk. 2007. Prosedur Analisa untuk Bahan Pangan dan Pertanian.
Liberty. Yogyakarta

Sudirjo, E. 2005. Penentuan Distribusi Benzena-Toluena pada Kolom Adsorpsi
Fixed Bed Karbon Aktif. Skripsi. Departemen Gas dan Petrokimia
Fakultas Teknik Universitas Indonesia. Depok

Sumarni, dkk. 2004. Proses Penjernihan Minyak Goreng Bekas Menggunakan
Campuran Bentonit dan Arang Aktif. Jurnal Teknik Kimia. Akprind.
Yogyakarta

Taufiq, M. 2007. Pemurnian Minyak Goreng Bekas (Jelantah) Menggunakan Biji
Kelor (Moringa olifera Lamk). Universitas Islam Negeri Malang.
Malang

Wahyuni, S dan Kustradiyanti. 2008. Penurunan Angka Peroksida Minyak Kelapa
Tradisional dengan Adsorben Arang Sekam Padi IR 64 yang Diaktifkan
dengan Kalium Hidroksida. Jurnal Kimia. Vol. 4. Universitas Udayana.
Bukit Jimbaran

Wardhana, P.A. 2005. Studi Perbandingan Tawas dan Bji Kelor sebagai
Koagulan pada Air Keruh. Skripsi Teknik Perairan. Universitas
Brawijaya. Malang

Warhust, A, et al. 1997. Characterization and Application of Activated Carbon
Produced from Moringa Oleifera Seed Husks by Single-Step Steam
Pyrolysis. Departemen of Civil and Environmental Engineering.
University of Edinburgh

Weber, Jr., W.J. 1972. Physics Chemical Process for Water Quality Control. John
Wiley Interscience. New York

Widayat, Suherman dan K. Haryani. 2006. Optimasi Proses Adsorbsi Minyak
Goreng Bekas Dengan Adsorbent Zeolit Alam: Studi Pengurangan
Bilangan Asam. Jurnal Penelitian Teknik Kimia. Volume 17 No. 01
April 2006. Universitas Diponegoro. Semarang

Wijana, S., Arif, H., dan Nur, H. 2005. Tekno Pangan: Mengolah Minyak Goreng
Bekas. Trubus Agrisarana. Surabaya

Winarno, F.G. 2002. Kimia Pangan. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta


































LAMPIRAN


Lampiran 1. Diagram alir
1. Pembuatan Karbon Aktif Biji Kelor



Dibuang kulitnya




Dibungkus dengan alumunium foil
Dipanaskan di tanur dengan suhu 400
0
C, dengan suhu
lambat mulai suhu kamar sampai suhu yang dicapai
selama 3 jam
Didiamkan beberapa saat ditanur



Ditumbuk
Diayak




Dicuci dengan air panas
Dikeringkan dioven pada suhu 110
0
C selama 2 jam
Direndam dengan larutan NaCl 30 % selam 24 jam
Ditiriskan/disaring
Dicuci dengan air panas
Dikeringkan di oven pada suhu 110
0
C selama 2 jam
Dibungkus alumunium foil
Diaktivasi/dipanaskan di tanur pada suhu 500
0
C selama
2 jam


















Buah Kelor
Biji Kelor
Arang Biji Kelor
Serbuk Arang Biji Kelor
Arang Aktif Biji Kelor
2. Pemurnian Minyak Goreng Bekas
2.1 Proses Penghilangan Bumbu (Despicing)




Dimasukkan gelas beaker 1 L
Ditambahkan air dengan komposisi minyak : air (1:1)
Ditambahkan batu didih
Dipanaskan sampi volume air tinggal setengahnya
Diendapkan dalam corong pisah selama 1 jam
Dipisahkan fraksi air pada bagian bawah




Disaring







2.2 Proses Netralisasi


Dimasukkan gelas beaker 250 mL
Dipanaskan sampai suhu 35
0
C
Ditambahkan 6 ml larutan NaOH 16 %
Diaduk-aduk selama10 menit pada suhu 40
0
C
Didinginkan selama 10 menit
Disaring



2.3 Proses Pemucatan (Bleaching)



Dipanaskan sampai suhu 70
0
C
Dimasukkan serbuk biji kelor 5 g
Distirer dengan magnetik stirer selama 1 jam
Ditingkatkan suhu sampai 100
0
C
Disaring dengan kertas saring


250 g Minyak Goreng Bekas
Minyak
kadar air, indeks
bias, berat jenis
Analisis TBA, dan
angka peroksida
100 g Minyak Hasil Netralisasi
Minyak Goreng Jernih
Air
Minyak Bebas Bumbu
150 g Minyak Hasil Despicing
Minyak Netral
3. Analisis Minyak

3.1 Penentuan Kadar Air



Dioven pada suhu 105
0
C selama 3-5 jam
Didinginkan beberapa saat
ditimbang




3.2 Penentuan Indeks Bias



Diteteskan pada refraktometer secukupnya
Dibiarkan 1-2 menit
Dibaca indeks biasnya pada refraktometer





3.3 Penentuan Berat Jenis



Dimasukkan ke dalam piknometer
Ditutup
Direndam dalam air pada suhu 25
0
C selama 30
menit
dikeringkan bagian luar piknometer
Ditimbang












10 g Minyak
Hasil
Hasil
Hasil
Minyak
Minyak
3.4 Penentuan nilai Asam Thiobarbiturat (TBA)



Dimasukkan blender
Ditambah 50 ml akuades
Dihancurkan selama 2 menit
Dipindahkan secara kuantitatif ke dalam labu destilasi
sambil dicuci dengan 47,5 ml akuades
Ditambah 2,5 ml HCl 4 N
Didestilasi dengan pemanasan tinggi selama 10 menit



Diaduk sampai rata
Dipipet 5 ml ke dalam erlenmeyer tertutup
Ditambah 5 ml reagen TBA (ditutup lagi)
Dipanaskan selama 35 menit
Didinginkan dengan air pendingin selama 10 menit
Diukur absorbansinya pada 528 nm dengan larutan
blanko sebagai titik nol
Dihitung bilangan TBAnya




*Dibuat larutan blanko (prosedur sama tanpa bahan)


3.5 Penentuan Angka Peroksida




Dimasukkan ke dalam 250 mL erlenmeyer tertutup
Ditambahkan 30 mL larutan asam asetat-kloroform (3:2)
Dikocok sampai larut semua
Ditambahkan 0,5 mL larutan jenuh KI
Didiamkan selama 1 menit sambil digoyang
Ditambahkan 30 mL akuades
Dititrasi dengan 0,01 N Na
2
S
2
O
3
(sampai warna kuning
hampir hilang)
Ditambahkan 0,5 mL larutan pati 1 %
Dititrasi kembali (sampai warna biru mulai hilang)
Dihitung angka peroksida



10 g Minyak
50 mL destilat
Hasil
5 g Minyak
Hasil
Lampiran 2. Pembuatan Reagen Kimia
1. Reagen TBA
Timbang 0,2883 g larutan 0,02 M asam thiobarbiturat kemudian dilarutkan
dengan 100 mL asam asetat glasial 90%. Pelarutan dipercepat dengan
pemanasan di atas penangas air.
2. Larutan Pati 1%
10 g pati dilarutkan dengan 100 mL aquades yang sudah mendidih.
3. Larutan 0,1 N Na
2
S
2
O
3

25 g Na
2
S
2
O
3
.5H
2
O ditimbang kemudian dipindahkan ke dalam labu
ukur 1 liter, lalu ditambahkan 0,3 g Na
2
CO
3
dan diencerkan sampai tanda
batas. Larutan ini kemudian distandarisasi.
Prosedur Standarisasi:
140-150 mg kalium yodat ditimbang (KIO
3
BM = 214,016, berat
ekuivalen 35,67) dan dipindahkan ke dalam labu Erlenmeyer 300 mL.
Dilarutkan dengan aquades secukupnya dan ditambahkan 2 g KI padat.
Dibuat dalam 3 kali ulangan.
10 mL 2 N HCl ditambahkan
Larutan yodat dititrasi dengan larutan Na
2
S
2
O
3
yang akan distandarisasi
sampai warna berubah dari merah bata menjadi kuning pucat.
1-2 mL larutan pati ditambahkan dan dilanjutkan titrasi sampai warna biru
hilang
Normalitas larutan Na
2
S
2
O
3

3 2 2
3
3 2 2
03567 , 0 O S mlNa
gKSO
O S Na

=

4. Larutan KI Jenuh
Dilarutkan sebanyak n gram KI ke dalam aquades sampai terlihat KI
tidak bisa larut, untuk membuat larutan KI jenuh 25 mL dibutuhkan serbuk KI
sebanyak 133 gram.
5. Asam Asetat-Kloroform (3:2)
Dicampurkan 600 mL asam asetat ke dalam kloroform 400 mL.
6. Larutan 0,01 Na
2
S
2
O
3

Larutan 0,1 Na
2
S
2
O
3

dipipet 10 mL, dipindahkan ke labu ukur 100 mL,
kemudian diencerkan dengan akuades sampai tanda batas.
7. Larutan NaCl 30 %
Kristal garam ditimbang 30 gram, dilarutkan dengan akuades 100
gram, diaduk-aduk sampai larut sempurna, kemudian disaring.
8. Larutan NaOH 16 %
Padatan NaOH ditimbang 16 gram, dilarutkan dengan akuades 100
gram, kemudian diaduk-aduk sampai larut sempurna.














Lampiran 3. Data Hasil Penelitian

1. Analisis Minyak Goreng Baru
1.1 Kadar Air
Ulgn Gelas
kosong
(g)
Minyak sblm
dioven
(g)
Gelas + minyak
stlh dioven
(g)
Minyak stlh
dioven
(g)
Kadar
air
Kadar
air
(%)
1 64,1104 10,0441 74,1335 10,0231 0,021 0,21
2 63,0641 10,0449 73,1028 10,0387 0,0062 0,06
3 64,5945 10,0281 74,6178 10,0233 0,0048 0,05
Rerata
0,055

% 100
dioven sblm minyak bobot
dioven stl minyak bobot - dioven sblm minyak bobot
air = Kadar

1. = = % 100
10,0441
10,0231 - 10,0441
air Kadar 0,21 %
2. = = % 100
10,0449
10,0387 - 10,0449
air Kadar 0,06 %
3. = = % 100
10,0281
10,0233 - 10,0281
air Kadar 0,05 %

% 055 , 0
2
0,05 0,06
Re =
+
= rata


1.2 Berat Jenis
Ulangan
Pikno kosong
(g)
Pikno + minyak
(g)
V air
(mL)
Berat jenis
(g/mL)
1 15,9634 38,2397
25
0,891
2 15,7623 38,3260 0,903
3 15,9578 38,4777 0,901
Rerata 0,898

mL ) (25 air
kosong) piknometer (bobot - minyak) dan piknometer (

0
C volume
bobot
Jenis Berat =

1. g/mL 891 , 0
25
(15,9634) - 38,2397) (
= = Jenis Berat
2. g/mL 903 , 0
25
(15,7623) - 38,3260) (
= = Jenis Berat
3. g/mL 901 , 0
25
(15,9578) - 38,4777) (
= = Jenis Berat

g/mL 898 , 0
3
901 , 0 903 , 0 891 , 0
Re =
+ +
= rata
1.3 Indeks Bias
Ulangan Indeks Bias (26
0
C) Indeks Bias (40
0
C)
1 1,463 1,4576
2 1,462 1,4566
3 1,464 1,4586
Rerata 1,4576

R = R K (T T)
R = Indeks bias pada temperatur T
0
C
R = Indeks bias pada temperatur T
0
C
T = Temperatur yang dikehendaki
T = Temperatur pembacaan
K = faktor koreksi (minyak = 0,000385)

I. R = R K (T T)
R = 1.463 0,000385 (40 - 26)
R = 1,463 0,00539 = 1,4576

II. R = R K (T T)
R = 1.462 0,000385 (40 - 26)
R = 1,462 0,00539 = 1,4566
III. R = R K (T T)
R = 1.464 0,000385 (40 - 26)
R = 1,464 0,00539 = 1,4586

4576 , 1
3
4586 , 1 4566 , 1 4576 , 1
Re =
+ +
= rata


1.4 Angka Asam Thiobarbiturat (TBA)
Ulangan Absorbansi
528 nm
Angka TBA (mg malonaldehid/kg)
1 0 0
2 0 0
3 0 0
Rerata 0

[
Angka TBA = mg malonaldehida / kg minyak
8 , 7
sampel bobot
3
TBA
528
= A Angka

1. 0 8 , 7 0
10
3
TBA = = Angka mg malonaldehid/kg
2. 0 8 , 7 0
10
3
TBA = = Angka mg malonaldehid/kg
3. 0 8 , 7 0
10
3
TBA = = Angka mg malonaldehid/kg

0
3
0 0 0
Re =
+ +
= rata mg malonaldehid/kg




1.5 Angka Peroksida
Ulangan
Volume Na
2
S
2
O
3
(mL) Angka peroksida
(meq/kg) I II Total
1 0,15 0,1 0,25 0,5
2 0,2 0,25 0,45 0,9
3 0,2 0,3 0,5 1
Rerata 0,8

) (
1000 . .

3 2 2
gram sampel bobot
thio N O S Na ml
Peroksida Angka

=
1. meq/kg 0,5
5
1000 01 , 0 0,25
=

= Peroksida Angka
2. meq/kg 0,9
5
1000 01 , 0 0,45
=

= Peroksida Angka
3. meq/kg 1
5
1000 01 , 0 0,5
=

= Peroksida Angka
meq/kg 0,8
3
1 0,9 0,5
Re =
+ +
= rata

2. Analisis Minyak Goreng Bekas
2.1 Kadar Air
Ulgn Gelas
kosong
(g)
Minyak sblm
di oven
(g)
Gelas + minyak
stlh di oven
(g)
Minyak stlh
di oven
(g)
Kadar
air
Kadar
air
(%)
1
63,064
2
10,0543 73,1043 10,0401 0,0142 1,35
2
65,377
5
10,0044 75,3660 9,9885 0,0159 1,58
3
64,598
2
10,0086 74,5927 9,9945 0,0141 1,4
Rerata
1,44


% 100
dioven sblm minyak bobot
dioven stl minyak bobot - dioven sblm minyak bobot
air = Kadar

1. = = % 100
10,0543
10,0401 - 10,0543
air Kadar 1,35 %
2. = = % 100
10,0044
10,0233 - 10,0044
air Kadar 1,58 %
3. = = % 100
10,0086
0,9945 - 10,0086
air Kadar 1,4 %

% 44 , 1
3
1,4 1,58 1,35
Re =
+ +
= rata
2.2 Berat Jenis
Ulangan
Pikno kosong
(g)
Pikno + minyak
(g)
V air
(mL)
Berat jenis
(g/mL)
1 16,1325 39,0281
25
0,916
2 16,0646 39,9168 0,954
3 16,3211 39,2654 0,918
Rerata 0,929

mL ) (25 air
kosong) piknometer (bobot - minyak) dan piknometer (

0
C volume
bobot
Jenis Berat =

1. g/mL 916 , 0
25
(16,1325) - 38,0281) (
= = Jenis Berat
2. g/mL 954 , 0
25
(16,0646) - 39,9168) (
= = Jenis Berat
3. g/mL 918 , 0
25
(16,3211) - 39,2654) (
= = Jenis Berat

g/mL 929 , 0
3
918 , 0 954 , 0 916 , 0
Re =
+ +
= rata


2.3 Indeks Bias
Ulangan Indeks Bias (26
0
C) Indeks Bias (40
0
C)
1 1,466 1,4606
2 1,466 1,4606
3 1,465 1,4596
Rerata 4603 , 1

R = R K (T T)
R = Indeks bias pada temperatur T
0
C
R = Indeks bias pada temperatur T
0
C
T = Temperatur yang dikehendaki
T = Temperatur pembacaan
K = Faktor koreksi (minyak = 0,000385)

I. R = R K (T T)
R = 1.466 0,000385 (40 - 26)
R = 1,466 0,00539 = 1,4606
III. R = R K (T T)
R = 1.465 0,000385 (40 - 26)
R = 1,465 0,00539 = 1,4596

II. R = R K (T T)
R = 1.466 0,000385 (40 - 26)
R = 1,466 0,00539 = 1,4606
4603 , 1
3
4596 , 1 1,4606 1,4606
Re =
+ +
= rata



2.4 Angka Asam Thiobarbiturat (TBA)
Ulangan Absorbansi
528 nm
Angka TBA (mg malonaldehid/kg)
1 0,15 0,351
2 0,15 0,351
3 0,16 0,3744
Rerata 0,3588
[
Angka TBA = mg malonaldehida / kg minyak
8 , 7
sampel bobot
3
TBA
528
= A Angka

1. 351 , 0 8 , 7 15 , 0
10
3
TBA = = Angka mg malonaldehid/kg
2. 351 , 0 8 , 7 15 , 0
10
3
TBA = = Angka mg malonaldehid/kg
3. 3744 , 0 8 , 7 16 , 0
10
3
TBA = = Angka mg malonaldehid/kg

3588 , 0
3
3744 , 0 351 , 0 351 , 0
Re =
+ +
= rata mg malonaldehid/kg

2.5 Angka Peroksida
Ulangan
Volume Na
2
S
2
O
3
(mL) Angka peroksida
(meq/kg) I II Total
1 1,4 1,65 2,05 4,1
2 1,2 0,9 2,1 4,2
3 1,32 1,2 2,52 5,04
Rerata 4,44

) (
1000 . .

3 2 2
gram sampel bobot
thio N O S Na ml
Peroksida Angka

=
1. meq/kg 4,1
5
1000 01 , 0 2,05
=

= Peroksida Angka
2. meq/kg 4,2
5
1000 01 , 0 2,1
=

= Peroksida Angka
3. meq/kg 5,04
5
1000 01 , 0 2,52
=

= Peroksida Angka
meq/kg 4,44
3
5,04 4,2 4,1
Re =
+ +
= rata






3. Analisis Minyak Goreng Hasil Reprocessing
3.1 Kadar Air
Ulgn Gelas
kosong
(g)
Minyak sblm
di oven
(g)
Gelas + minyak
stlh di oven
(g)
Minyak stlh
di oven
(g)
Kadar
air
Kadar
air
(%)
1 64,5955 10,0046 74,5929 9,9974 0,0072 0,07
2 63,0624 10,0215 73,0756 10,0132 0,0083 0,08
3 62,6885 10,0028 72,6830 9,9945 0,0083 0,08
Rerata
0,08

% 100
dioven sblm minyak bobot
dioven stl minyak bobot - dioven sblm minyak bobot
air = Kadar

1. = = % 100
10,0046
9,9974 - 10,0046
air Kadar 0,07 %
2. = = % 100
10,0215
10,0132 - 10,0215
air Kadar 0,08 %
3. = = % 100
10,0028
0,0083 - 10,0028
air Kadar 0,08 %

% 0,08
3
0,08 0,08 0,07
Re =
+ +
= rata

3.2 Berat Jenis
Ulangan
Pikno kosong
(g)
Pikno + minyak
(g)
V air
(mL)
Berat jenis
(g/mL)
1 16,1354 38,8058
25
0,907
2 16,0803 38,6744 0,904
3 15,9373 38,6213 0,907
Rerata 0,906

mL ) (25 air
kosong) piknometer (bobot - minyak) dan piknometer (

0
C volume
bobot
Jenis Berat =

1. g/mL 907 , 0
25
(16,1354) - 38,8058) (
= = Jenis Berat
2. g/mL 904 , 0
25
(16,0803) - 38,6744) (
= = Jenis Berat
3. g/mL 907 , 0
25
(15,9373) - 38,6213) (
= = Jenis Berat

g/mL 907 , 0
3
907 , 0 904 , 0 907 , 0
Re =
+ +
= rata


3.3 Indeks Bias
Ulangan Indeks Bias (26
0
C) Indeks Bias (40
0
C)
1 1,465 1,4596
2 1,465 1,4596
3 1,465 1,4596
Rerata 1,4596

R = R K (T T)
R = Indeks bias pada temperatur T
0
C
R = Indeks bias pada temperatur T
0
C
T = Temperatur yang dikehendaki
T = Temperatur pembacaan
K = faktor koreksi (minyak = 0,000385)

I. R = R K (T T)
R = 1.465 0,000385 (40 - 26)
R = 1,465 0,00539 = 1,4596

II. R = R K (T T)
R = 1.465 0,00385 (40 - 26)
R = 1,465 0,00539 = 1,4596

III. R = R K (T T)
R = 1.465 0,000385 (40 - 26)
R = 1,465 0,00539 = 1,4596

1,4596
3
4596 , 1 1,4596 1,4596
Re =
+ +
= rata

3.4 Angka Asam Thiobarbiturat (TBA)
Ulangan Absorbansi
528 nm
Angka TBA (mg malonaldehid/kg)
1 0,08 0,1872
2 0,08 0,1872
3 0,09 0,2106
Rerata 0,195

Angka TBA = mg malonaldehida / kg minyak
8 , 7
sampel bobot
3
TBA
528
= A Angka

1. 1872 , 0 8 , 7 0,08
10
3
TBA = = Angka mg malonaldehid/kg
2. 1872 , 0 8 , 7 0,08
10
3
TBA = = Angka mg malonaldehid/kg
3. 0,2106 8 , 7 09 , 0
10
3
TBA = = Angka mg malonaldehid/kg

195 , 0
3
2106 , 0 1872 , 0 1872 , 0
Re =
+ +
= rata mg malonaldehid/kg


3.5 Angka Peroksida
Ulangan
Volume Na
2
S
2
O
3
(mL) Angka peroksida
(meq/kg) I II Total
1 0,5 0,65 1,15 2,3
2 0,45 0,8 1,25 2,5
3 0,65 0,55 1,2 2,4
Rerata 2,4

) (
1000 . .

3 2 2
gram sampel bobot
thio N O S Na ml
Peroksida Angka

=
1. meq/kg 3 , 2
5
1000 01 , 0 1,15
=

= Peroksida Angka
2. meq/kg 5 , 2
5
1000 01 , 0 25 , 1
=

= Peroksida Angka
3. meq/kg 4 , 2
5
1000 01 , 0 2 , 1
=

= Peroksida Angka
meq/kg 4 , 2
3
2,4 2,5 3 , 2
Re =
+ +
= rata

Persentase Penurunan Minyak Goreng Setelah Proses Pemurnian

% 100
0
1 0

=
X
X X
X
Keterangan:
X

= Nilai kadar air/berat jenis/indeks bias/angka TBA/angka peroksida
X
0
= Nilai kadar air/berat jenis/indeks bias/angka TBA/angka peroksida minyak
goreng bekas
X
1
= Nilai kadar air/berat jenis/indeks bias/angka TBA/angka peroksida minyak
hasil reprocessing

1) % 94 % 100
44 , 1
08 , 0 44 , 1

air
=

=
kadar
X
2) % 5 , 2 % 100
929 , 0
906 , 0 929 , 0
jenis
=

=
berat
X

3) % 05 , 0 % 100
4603 , 1
4596 , 1 4603 , 1
bias
=

=
indeks
X

4) % 7 , 45 % 100
3588 , 0
195 , 0 3588 , 0
TBA
=

=
angka
X

5) % 46 % 100
44 , 4
4 , 2 44 , 4
peroksida
=

=
angka
X
Lampiran 4. Gambar Penelitian

1. Proses Pembuatan Karbon Aktif


































2. Proses Penghilangan Bumbu (despicing)









biji kelor kering arang biji kelor Serbuk Arang
Biji kelor
serbuk arang biji kelor
direndam dengan larutan
NaCl 30 %
serbuk arang aktif biji kelor
Tanur
air dan minyak
dipanaskan dipisahkan air dan
minyak
minyak bebas
bumbu
3. Proses Netralisasi













4. Proses Pemucatan (Bleaching)































Minyak hasil
despicing
Minyak setelah
ditambah larutan
NaOH 16 %
Minyak hasil
netralisasi
Minyak hasil
netralisasi
Minyak hasil
bleaching








































Minyak hasil
despicing
Minyak goreng
baru
Minyak hasil
bleaching
Minyak goreng
bekas
Minyak hasil
netralisasi
minyak hasil
bleaching
Hasil Uji TBA
minyak bekas
minyak baru
blanko

Anda mungkin juga menyukai