Anda di halaman 1dari 5

PROPOKSUR MENURUT WHO Propoxur, merupakan sebuah ester karbamat antikolinesterasi, secara khas menginduksi proses inhibisi kolinesterase

pada kedua hewan percobaan di laboratorium dan manusia. Zat ini mendepresi secara reversibel aktivitas kolinesterase secara cepat setelah terpapar, meskipun berbagai sensitivitas pada sumber kolinesterase berbeda pada tiap-tiap spesies binatang yang berbeda, eritrosit kolinesterase secara signifikan lebih sensitif dibandingkan plasma cholinesterase pada manusia. Meskipun 0,36 mg / kg menghasilkan tanda-tanda keracunan akut pada manusia. Permberian sebesar 0,2 mg / kg pada interval setengah jam selama 2,5 jam mengakibatkan tidak ada tanda-tanda keracunan, meskipun aktivitas kolinesterase mengalami depresi. Kolinesterase ini kembali normal dalam waktu dua jam setelah terekspos. Propoxur dengan cepat diserap, dimetabolisme dan dieliminasi. Pengaruh teratogenisitas dan mutagenisitas dapat dilihat melalui hewan percobaan (tikus), yang memberikan hasil negatif pada pengaruh propoksur terhadap reproduksi Sebuah studi percobaan hewan percobaan (tikus) dalam jangka panjang membuktikan bahwa propoksur tidak menimbulkan karsinogenik . Aktivitas propoksur; Berat hati makin bertambah pada pemberian propoksur, pada baik pada jantan maupun wanita . Tingkat dosis; Tidak ada perubahan yang ditemukan dalam tes fungsi hati, klinis kimia atau pada pemeriksaan histologi. Secara histologis perubahan hati pada tikus yang terpapar propoksur dapat terjadi dalam waktu yang singkat pada 1000 ppm, kenaikan berat hati relatif dianggap suatu faktor yang signifikan. Efek. 250 ppm propoksur pada diet dapat diterima sebagai tingkat yang tidak memberikan efek pada hewan percobaan. Dalam studi pada anjing dua tahun, terjadi sedikit peningkatan aktivitas enzim leusin-amino peptidase tidak dianggap sebagai hal yang signifikan. Kadar propoksur yang aman /tidak mempengaruhi kerusakan hati adalah 750 ppm dalam makanan yang berdasarkan data konsumsi pakan, adalah 50 mg / kg bb. Depresi Cholinesterase tidak didapati baik pada hewan percobaan tikus dua tahun atau studi anjing. Hal ini membuktikan bahwa aktivitas cholinesterase tidak dapat dihubungkan dengan depresi yang disebabkan oleh propoksur. TATA CARA PENGIRIMAN SAMPEL / ORGAN HASIL OTOPSI UNTUK PEMERIKSAAN TOKSIKOLOGI http://www.scribd.com/doc/23413379/Tata-Cara-Pengiriman-Sampel Toksikologi adalah ilmu yang mempelajari sumber, sifat serta khasiat racun, gejala-gejala dan pengobatan pada keracunan, serta kelainan yang didapatkan pada korban yang meninggal. Toksikologi merupakan ilmu yang sangat luas yang mencakup berbagai disiplin ilmu yang sudah ada seperti ilmu kimia, Farmakologi, Biokimia, Forensik Medicine dan lain-lain. Disamping itu ilmu ini terus berkembang sejalan dengan perkembangan ilmu-ilmu lainnya, dan ini semua pada gilirannya akan menyulitkan kita dalam membuat definisi yang singkat dan tepat mengenai Toksikologi. Sebagai contoh, menurut Ahli Kimia Toksikologi adalah ilmu yang bersangkutan paut dengan efek-efek dan mekanisme kerja yang merugikan dari agent-agent Kimia terhadap binatang dan manusia. Sedangkan dari para ahli Farmakologi Toksikologi merupakan cabang Farmakologi yang berhubungan dengan efek samping zat kimia didalam sistem biologik. Dengan keluasan Toksikologi maka sejumlah besar ahli-ahli

dibidang yang masing-masing turut terlibat dalam Toksikologi dalam bidang yang sesuai dengan keahliannya. Racun ialah zat yang bekerja pada tubuh secara kimiawi dan fisiologik yang dalam dosis toksik akan menyebabkan gangguan kesehatan atau mengakibatkan kematian. Berdasarkan sumber dapat digolongkan menjadi racun yang berasal dari tumbuh-tumbuhan ; opium, kokain, kurare, aflatoksin. Dari hewan ; bias/toksin ular/laba-laba/hewan laut. Mineral ; arsen, timah hitam. Dan berasal dari sintetik ; heroin. ---Berdasarkan tempat dimana racun berada, dapat dibagi menjadi racun yang terdapat di alam bebas, misalnya gas racun di alam, racun yang terdapat di rumah tangga misalnya deterjen, insektisida, pembersih. Racun yang digunakan dalam pertanian misalnya insektisida, herbesida, pestisida. Racun yang digunakan dalam industri laboratorium dan industri misalnya asam dan basa kuat, logam berat. Racun yang terdapat dalam makanan misalnya CN di dalam singkong, toksin botulinus, bahan pengawet, zat aditif serta racun dalam bentuk obat misalnya hipnotik sedatif. Pembagian lain berdasarkan atas kerja atau efek yang ditimbulkan. Ada racun yang bekerja secara lokal, sistemik dan lokal-sistemik Pemeriksaan forensik dalam proses keracunan dibagi menjadi dua kelompok: 1. Bertujuan untuk mencari penyebab kematian, misalnya kematian yang disebabkan keracunan karbon monoksida, morfin, sianida, dan sebagainya. 2. Untuk mengetahui mengapa suatu peristiwa itu terjadi, misalnya peristiwa pembunuhan, perkosaan maupun kecelakaan lalu lintas (bertujuan untuk membuat rekaan rekonstruksi atas peristiwa yang terjadi, misalnya apakah racun tersebut berperan sehingga terjadi kecelakaan itu). Guna Pemeriksaan tambahan misalnya sampel/organ hasil otopsi untuk pemeriksaan toksikologi adalah untuk melengkapi Visum et Repertum baik korban hidup atau jenazah. Pada kasus-kasus akibat keracunan tidak jarang terjadi kekeliruan dalam penanganan pasien sehingga perlu diketahui pada keadaan apa saja pemeriksaan toksikologi diperlukan. Yaitu: Pada kematian setelah tindakan medis, misalnya penyuntikan, operasi,dll Pada kasus kematian mendadak Pada kematian mendadak yang tejadi pada sekelompok orang Pada kematian yang dikaitkan dengan tindakan abortus Pada kasus perkosaan atau kejahatan seksual lainnya Pada kecelakaan transportasi, khususnya pada pengemudi dan pilot Pada kasus penganiyaan atau pembunuhan Pada kasus yang memang diketahui atau patut diduga menelan racun Kriteria diagnostik pada keracunan adalah: 1. Anamnesis kontak antara korban dengan racun 2. Adanya tanda-tanda serta gejala-gejala yang sesuai dengan tanda dan gejala dari keracunan racun yang diduga 3. Dari sisa benda bukti, harus dapat dibuktikan bahwa benda bukti tersebut memang racun yang dimaksud 4. Dari bedah mayat dapat ditemukan adanya perubahan atau kelainan yang sesuai dengan keracunan dari racun yang diduga serta dari bedah mayat tidak dapat ditemukan penyebab kematian lain. 5. Analisa kimia atau pemeriksaan toksikologi, harus dapat dibuktikan adanya racun serta metabolitnya, dalam tubuh atau cairan tubuh korban, secara sistemik

PENGAMBILAN SAMPEL PADA KORBAN YANG TEWAS Prinsip pengambilan sampel pada kasus keracunan adalah diambil sebanyakbanyaknya setelah kita sisihkan untuk cadangan dan untuk pemeriksaan histopatologi. Secara umum sampel yang harus diambil adalah: A. Pada korban hidup Sisa makanan / minuman (muntahan), darah -/ + 100 ml, Urine -/+ 100ml B. Pada jenazah: Lambung dengan isinya seluruh usus dengan isinya dengan membuat sekat dengan ikatan-ikatan pada usus setiap jarak sekitar 60 cm Darah, yang berasal dari sentral (jantung), dan yang berasal dari perifer (vena jugularis, arteri femoralis, dan lain lain) masing-masing 50 ml dan dibagi dua. Yang satu diberi bahan pengawet NaF 1% yang lain tidak diberi pengawet Hati, sebagai tempat detoksifikasi tidak boleh dilupakan, diambil sebanyak 500 gram Ginjal diambil keduanya, yaitu pada kasus keracunan logam berat terutama bila urine tidak tersedia Otak, diambil 500 gram khusus untuk keracunan kloroform dan sianida. Hal tersebut dimungkinkan karena otak merupakan jaringan lipoid yang mampu meretensi racun walau telah mengalami pembusukan Urine diambil seluruhnya, penting karena racun akan diekskresikan melalui urine khususnya untuk tes penyaring pada keracunan narkotika dan alkohol Empedu, karena tempat ekskresi berbagai macam racun terutama narkotika pada kasus khusus dapat diambil: Jaringan sekitar suntikan dalam radius 5-10 cm Jaringan otot yaitu dari tempat yang terhindar kontaminasi misalnya m. Psoas sebanyak 200 gram Llemak dibawah kulit dinding perut sebanyak 200 gram Rambut yang dicabut sebanyak 10 gram Kuku yang dipotong sebanyak 10 gram Cairan otak sebanyak-banyaknya Wadah Bahan Pemeriksaan Toksikologi Idealnya terdiri dari 9 wadah dikarenakan masing-masing bahan pemeriksaan Diletakkan secara tersendiri, yaitu : 1. 2 buah peles a 2 liter untuk hati dan usus 2. 3 peles a 1 liter untuk lambung beserta isinya, otak dan ginjal 3. 4 botol a 25 ml untuk darah (2 buah), urin dan empedu 4. Wadah harus dibersihkan dahulu dengan mencucinya memakai asam kromat hangat dan dibilas dengan aquades serta dikeringkan. 5. Bahan Pengawet; Bahan pengawet yang digunakan Jumlah bahan pengawet untuk sampel padat minimal 2x volume sampel tersebut, bahan pengawet yang dianjurkan: Alkohol absolut (untuk sampel padat/ organ) Larutan garam jenuh (untuk sampel padat/ organ)

Natrium fluoride 1% untuk sampel cair Natrium fluoride + natrium sitrat (75 mg + 50 mg) untuk setiap 10 ml sampel cair Natrium benzoat dan fenil merkuri nitrat khusus untuk pengawet urine Cara Pengiriman Untuk melakukan pengiriman bahan pemeriksaan forensik, harus memenuhi kriteria : 1. Satu tempat hanya berisi satu contoh bahan pemeriksaan 2. Syarat wadah : bahan gelas/plastik, mulut lebar & bersih (baru). Minimal 4 buah stoples : Stoples I : organ GI tract Stoples II: Organ lain (hati, otak dll) Stoples III: organ UGI Stoples IV: darah/ urine Tutup rapat, tepi dilapisi lilin (seal) & diikat oleh tali bersambung, 3. Contoh bahan pengawet harus disertakan untuk kontrol 4. Tiap tempat yang telah terisi disegel dan diberi label 5. Hasil autopsi harus dilampirkan secara singkat Adanya surat permintaan dari penyidik yaitu: Surat permohonan pemeriksaan: Histopalogi Toksikology Trace evidence Keterangan yg lengkap mengenai : Identitas korban Peristiwa kematian/modus operandi Riwayat & perjalanan penyakit Bahan apa yg dikirim Bahan pengawet yg dipakai Laporan otopsi Berita acara pembungkusan & penyegelan Fotocopy SPVR Contoh segel Label, memuat identitas korban, jenis dan jumlah bahan pemeriksaan, tempat dan pengambilan bahan, tanda tangan dan nama penyegel dan dokter yang mengotopsi, cap stempel, dan segel dinas. Yang penting untuk diperhatikan bahwa sampel yang ditujukan untuk pemeriksaan toksikologi harus ditaruh dalam satu kemasan yang terpisah, dimana penyegelan dilakukan oleh penyidik dan dokter sebagai saksi. Permintaan pemeriksaan dibuat oleh penyidik, dokter menyertakan laporan singkat serta racun yang diduga penyebabkematian. Dokter juga bertugas untuk mengambil sampel dam memasukkan sampel ke masing-masing kemasan. Pengambilan sampel untuk pemeriksaan toksikologi harus dilakukan sebelum tubuh korban diawetkan (embalming), hal itu disebabkan karena dengan embalming banyak racun yang akan rusak dan untuk mendeteksinya menjadi tidak mungkin. Setiap pengiriman sampel harus disertai dengan contoh bahan pengawet yaitu untuk kontrol. Jika korban masih hidup maka alkohol tidak diperkenankan sebagai disinfektan. Sebagai gantinya ketika dokter mengambil darah korban disinfektan yang digunakan adalah sublimat 1:1000 atau merkuri kloride 1%.

Pasal 133 (1) KUHAP berbunyi: dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka, keracunan atau mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya.

Anda mungkin juga menyukai