Anda di halaman 1dari 35

KATA PENGANTAR Alhamdulillah, puji syukur ke hadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunia-Nyalah laporan laporan

tutorial blok VII ini dapat terselesaikan. Kami mengucapkan terimakasih kepada seluruh pihak terkait sehingga laporan tutorial ini dapat terselesaikan. Selain itu, kami juga mengucapkan

terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan laporan tutorial ini. Kami berharap laporan tutorial ini dapat bermanfaat sebagai bahan belajar di blok ini. Kami menyadari bahwa dalam laporan tutorial buat ini masih banyak kekurangan baik dalam hal isi maupun tehnik penulisan. Oleh karena itu, kami mengharapkan saran dan kritik dari pembaca yang membangun demi kesempurnaan penulisan di masa yang akan datang.

Palembang, Juni 2011

Penulis

DAFTAR ISI

Kata pengantar.............................................................................................. Daftar isi........................................................................................................ Skenario......................................................................................................... Klarifikasi Istilah........................................................................................... Identifikasi Masalah...................................................................................... Analisis Masalah............................................................................................ Hipotesis........................................................................................................ Kerangka Konsep.......................................................................................... Learning issue................................................................................................ Sintesis........................................................................................................... Daftar Pustaka...............................................................................................

1 2 3 3 4 4 8 9 10 11 35

Skenario C Blok 7 Tahun 2011 Ani 9 tahun dibawa ibunya ke poliklinik dengan keluhan bengkak sendi siku disertai nyeri lutut sejak 5 hari yang lalu. Menurut ibunya lebih kurang 4 minggu yang lalu anank sakit menelan dan demam. Pada pemeriksaan fisik pada lutut tampak ruam dan ada nodul subcutan. Pada pemeriksaan labor didapatkan Streptococcuc A(+).

I.

Klarifikasi Istilah 1. Bengkak : Pengumpulan cairan secara abnormal dalam ruang

jaringan interselluler tubuh. 2. Ruam 3. Demam F/3o C) 4. Nodul subcutan : Benjolan di bawah kulit : Erupsi sementara pada kulit : Peningkatan temperatur tubuh diatas normal (98o

5. Sttreptococcus A (+) : Coccus gram positif yang terdapat dalam pasangan atau rangkaian mencakup kuman pathogen beta hemolitik untuk manusia dan hewan.

II.

Identifikasi Masalah 1. Ani 9 tahun dibawa ibunya ke poliklinik dengan keluhan bengkak sendi siku disertai nyeri lutut sejak 5 hari yang lalu. 2. Lebih k urang 4 minggu yang lalu Ani sakit menelan dan demam. 3. Pada pemeriksaan fisik pada lutut tampak ruam dan ada nodul subcutan. 4. Pada pemeriksaan labor didapatkan Streptococcuc A(+).

III.

Analisis Masalah

1. a. Apa hubungan jenis kelamin, usia, dengan keluhan Ani (bengkak sendi siku disertai nyeri lutut, sakit menelan dan demam)? (Gebriza, indra) Usia: suatu reaksi autoimun dan paling sering terjadi pada usia 5-15. Jenis kelamin: Tidak didapatkan perbedaan insidens demam reumatik pada lelaki dan wanita. Meskipun begitu, manifestasi tertentu mungkin lebih sering ditemukan pada salah satu jenis kelamin, misalnya gejala korea jauh lebih sering ditemukan pada wanita daripada laki-laki. Kelainan katub sebagai gejala sisa penyakit jantung reumatik juga menunjukkan perbedaan jenis kelamin. Pada orang dewasa gejala sisa berupa stenosis mitral lebih sering ditemukan pada wanita, sedangkan insufisiensi aorta lebih sering ditemukan pada laki-laki. b. Apa saja yang dapat menyebabkan berbagai keluhan tersebut? Penyebab bengkak sendi siku dan nyeri pada lutut adalah adanya radang eksudatif dan proliferatif pada jaringan ikat terutama mengenai jantung, sendi dan jaringan subkutan. c. Bagiaman hubungan bengkak sendi siku dan nyeri lutut? Tidak ada hubungan, karena nyeri akan berpindah-pindahdan

mengenai beberapa sendi.

2.

a. Mengapa Ani sakit menelan dan demam sejak 4 minggu yang lalu? Sakit menelan disebabkan adanya invasi Streptokokus pyogenes pada sel epitel saluran pernapasan atas dan menyebabkan inflamasi pada faring sehingga muncul gejala sakit menelan. Demam di akibatkan adanya eksotoksik yang dihasilkan bakteri tersebut. Waktu 4 minggu dicurigai sebagai fae laten bakteri Streptokokus pyogenes. b. Apa yang menyebabkan Ani sakit menelan dan demam?
4

Infeksi dari Streptococcus A c. Bagaimana hubungan sakit menelan dan demam? Hubungan sakit menelan dan demam adalah keduanya merupakan respon tubuh ketika adanya faktor virulensi yang dhasilkan oleh bakteri Streptokokus pyogenes. d. Bagaimana proses menelan normal? Sintesis 3. a. Bagiamana interpretasi dari hasil pemeriksaan fisik? Adanya ruam dan nodul subkutan merupakan manifestasi klinik dari demam rematik, dan juga termasuk gejala mayor pada penderita Penyakit Jantung Rematik (PJR) b. Bagaimana antomi lutut? Sintesis c. Bagaimana gambaran ruam dan nodul subcutan pada lutut? Nodul subkutan ini merupakan jaringan padat, tidak nyeri, berhubungan dengan tendon, kapsul persendian dan fasia. Kulit diatasnya dapat digerakan sedangkan besarnya beberapa

millimeter sampai 1-2 cm. Nodul dapat menetap beberapa minggu. Terutama terdapat di bagian ekstensor siku, jari-jari dan lutut, di punggung dan kepala Ruam terdiri dari fluoresensi yang cepat berkembang dari macula kecil atau papula menjadi lingkaran besar dan agak menonjol pada bagian tepi, sedangkan sentrumnya berwarna pucat. Lingkaran-lingkaran ini satu dengan lainnya menyatu dan terjadi pola gambar dengan segmen segmen e. Bagaimana mekanisme terjadinya ruam dan nodul subcutan pada lutut?

Sejumlah besar penyakit pada anak memiliki manifestasi pada kulit, yang merupakan bagian tubuh terluas dan paling mudah diamat. Salah satu manifestasi klinis yang sering dijumpai adalah timbulnya ruam kemerahan. Ruam kemerahan dapat disebabkan oleh proses setempat pada kulit, misalnya akibat penetrasi suatu mikoorganisme pada stratum korneum yang selanjutnya

bermultiplikasi secara lokal, namun dapat pula merupakan bagian dari suatu penyakit yang bersifat sistemik. Lebih dari 50 infeksi virus serta beberapa infeksi bakteri dan parasit dapat

menyebabkan terjadinya ruam kemerahan pada kulit seorang anak. Ruam juga dapat terjadi pada penyakit yang bukan disebabkan oleh proses infeksi, misalnya pada kasus reaksi obat. g. Apa saja kemungkinan penyakit yang diderita berdasarkan pemeriksaan fisik? Demam reumatik Artritis reumatoid Lupus eritomatosus sistemik Umur Rasio kelamin Kelainan sendi Sakit Bengkak Kelainan Ro Kelainan kulit Karditis Laboratorium Lateks Aglutinasi sel 10% Hebat Non spesifik Tidak ada sedang Non spesifik Sering (lanjut) Biasanya ringan Non spesifik Kadang-kadang Lesi kupu-kupu Lanjut Kadang-kadang 5-15 tahun sama 5 tahun Wanita 1,5:1 10 tahun Wanita 5:1

Eritema marginatum Makular ya Jarang

domba Sediaa sel LE Respon salisilat

10% 5% Biasanya lambat Lambat / -

terhadap cepat

4. a. Apa diagnosis penyakit yang diderita Ani? Demam Rematik dan Penyakit Jantung Rematik b. Bagaimana pathogenesis penyakit yang diderita Ani? Bakteri streptococcus grup A mengandung strain rematogenik serotype protein M 1,3, 5,18 mukoid yang bersifat virulen masuk melalui oral menuju paring streptococcal pharingitis sel T mengaktifkan antigen streptococcal dan Sel B memproduksi antibodi anti streptococcal antigen streptocuccus bereaksi silang dengan antigen dari otot jantung, tulang rawan dan glomerulus antibodi terhadap streptococcus mengikat antigen jaringan normal inflamasi pada jantung, sendi, otak vaskuler dan jaringan ikat demam rematik c. Apa pemeriksaan lab yang digunakan dan bagaimana prosedurnya? Pemeriksaan Lab yang bertujuan untuk mengetahui adanya infeksi Streptokokus pyogenes yakni dengan melihat titer ASTO

(Antistrptolisin O) yang meningkat pada penderita demam rematik dan mengetahui proses inflamasi dengan pengukuran Laju Endap darah yang meninggi dan C-reactive protein yang menunjukkan hasil positif. d. Bagiamana tata laksana penyakit? - Eradikasi Streptococcus beta hemolyticus grup A - Obat analgesic dan anti inflamasi - Diet - Tirah baring dan mobilisasi

e. Bagaimana prognosis penyakit? Prognosis demam rematik tergantung pada stadium saat diagnosis ditegakkan, umur, ada tidaknya dan luasnya kelainan jantung, pengobatan yang diberikan, serta jumlah serangan sebelumnya. Prognosis pada umumnya buruk pada penderita dengan karditis pada masa kanak-kanak. Serangan ulang dalam waktu 5 tahun pertama dapat dialami oleh sekitar 20% penderita dan

kekambuhan semakin jarang terjadi setelah usia 21 tahun.

IV.

Hipotesis Ani, 9 tahun, mengalami demam rematik yang diduga berlanjut ke PJR akibat infeksi streptococcus A pada faring

IV.

Kerangka Konsep

Ani, 9 tahun terinfeksi streptococcus A (masuk melalui saluran nafas atas)

Invasi epitel faring

faringitis

Sakit menelan dan demam

Sel B mengingat virulensi

Imunitas Tubuh

Asam hialiuronat mirip kartilago sendi

Molukeler mimikri

M protein mirip katup jantung

Auto imun Artritis Pemeriksaan fisiik Auto imun PJR

Demam rematik

V. Topik

Learning Issues What I Know What I Dont Know What I Have To How Prove Will Learn I

Streptococcus

Morfologi

Proses menginfeksi

Textbook , jurnal,

Pemeriksaan laboratorium

Prosedur

Pemeriksaan lab paling tepat untuk menegakkan diagnosis

internet

Demam Rematik

Etiologi

Patogenesis Diagnosis banding Prognosis

Tata laksana yang harus diberikan

Sistem pertahanan tubuh

Sistem Imun Sistem Imun Spesifik Non

Mekanisme melawan bakteri

Spesifik

10

VI.

Sintesis

1. Streptococcus Pyogenes

a. Gambaran Umum Streptococcus pyogenes merupakan bakteri gram positif berbentuk bola yang tumbuh dalam rantai panjang dan merupakan penyebab infeksi Streptococcus Grup A. S. pyogenes memiliki antigen streptokokus grup A di dinding selnya. Streptococcus pyogenes memiliki ciri khas,yaitu memproduksi zona besar beta-hemolisis (gangguan eritrosit sempurna dan pelepasan hemoglobin) saat dikultur di plat agar darah dan karenanya juga disebut Grup A (beta-hemolitik) Streptococcus (disingkat GAS). Streptococcus adalah katalase-negatif. Dalam kondisi ideal, Streptococcus pyogenes memiliki masa inkubasi sekitar 10 hari. Ini adalah bagian yang jarang terjadi tetapi biasanya patogen dari flora kulit.

b. Struktur

Salah satu hal yang unik Streptococcus pyogenes adalah bahwa ia memiliki protein yang disebut F protein, yang merupakan fibronektin protein pengikat yang memungkinkan untuk mengikuti sel epitel pernapasan. Protein ini merupakan faktor virulensi penting karena dengan mengikat sel epitel, organisme dapat menempel pada sel inang erat, dan tidak pergi. Karakteristik

11

lain Streptococcus pyogenes adalah protein M, yang memungkinkan untuk melawan fagositosis. Protein M memiliki desain melingkar-coil dengan urat saraf, yang "menawarkan beberapa organisme keuntungan yang berbeda, mulai dari variasi antigenik ke beberapa domain fungsional " Selain itu, Streptococcus pyogenes dilindungi dengan kapsul yang di bagian luarnya mengandung asam hialuronat. Kapsul ini diperlukan agar organisme tahan terhadap fagositosis ,yang sangat penting agar ia bertahan hidup di host-nya. Dalam studi lain, peraturan anion seperti Pi (fosfat anorganik) telah diteliti di berbagai mikroorganisme. Temuan ini sangat menarik karena mekanisme peraturan di Streptococcus pyogenes sebenarnya adalah berlawanan banyak bakteri lain. Penelitian ini melaporkan dua metode utama pengaturan, yaitu substrat deplesi dan ATP seluler. Penelitian ini penting karena fosfat sangat penting dalam mengatur kontrol enzim metabolik. Sebagai contoh, sistem phosphotransferase menggunakan fosfat untuk mentransfer glukosa ke dalam bakteri dengan mengubahnya menjadi glukosa6-fosfat.

c.

Siklus Hidup Streptococcus pyogenes dapat mengkolonisasi dan menginfeksi host

melalui dua cara utama, yaitu adhesi ke sel inang dan fenomena baru-baru ini ditemukan invasi jenis tertentu dari sel inang. Tiga jenis utama dari molekul yang digunakan untuk proses adhesi adalah asam lipoteichoic (LTA), M protein, dan protein fibronektin-mengikat. LTA menyediakan adhesi lemah untuk sel epitel (biasanya dalam membran mukosa) dan protein M, dan protein fibronektin mengikat memberikan koneksi yang lebih aman. Streptokokus dapat mengekspresikan protein fibronektin beberapa mengikat, seperti Protein F dan SFB, protein yang mengikat fibronektin pertama kali ditemukan pada streptokokus. GAS juga memiliki kemampuan untuk menghancurkan jaringan ikat dengan mengeluarkan hialuronidase dan streptokinases, membunuh sel-sel di sekitarnya. Pada tahun 1994, LaPenta et al. menunjukkan bahwa S. pyogenes memiliki kemampuan untuk menyerang sel-sel epitel manusia berkultur. Bakteri ditemukan terinternalisasi dalam vakuola pada sel epitel. Para penulis

12

juga menunjukkan bahwa invasi melindungi bakteri dari perawatan dengan penisilin dan gentamisin. Meskipun mereka tidak mengusulkan mekanisme untuk invasi, para penulis memang menunjukkan bahwa invasi itu terkait dengan jenis protein M yang berbeda dinyatakan oleh berbagai jenis Streptococcus pyogenes. Baru-baru ini, diketahui streptokokus juga dapat menyerang dan tetap hidup dalam sel fagositosis, seperti neutrofil dan makrofag, in vivo. Diketahui bahwa invasi ini melindungi bakteri dari eksposur terhadap antibiotik, menunjukkan tekanan evolusi di belakang adaptasi. Meskipun mekanisme di balik invasi masih tidak diketahui, beberapa protein lebih telah diidentifikasi sebagai diperlukan untuk invasi, termasuk streptolysin O, faktor virulensi yang dikeluarkan, dan SpeB, sebuah protease yang tampaknya untuk membelah baik manusia dan bakteri protein

2. Demam Rematik a. Etiologi Demam reumatik, seperti halnya dengan penyakit lain merupakan akibat interaksi individu, penyebab penyakit dan faktor lingkungan. Infeksi Streptococcus beta hemolyticus grup A pada tenggorok selalu mendahului terjadinya demam reumatik, baik pada serangan pertama maupun serangan ulangan. Untuk menyebabkan serangan demam reumatik, Streptokokus grup A harus menyebabkan infeksi pada faring, bukan hanya kolonisasi superficial. Berbeda dengan glumeronefritis yang berhubungan dengan infeksi

Streptococcus di kulit maupun di saluran napas, demam reumatik agaknya tidak berhubungan dengan infeksi Streptococcus di kulit. b. Patogenesis Meskipun pengetahuan serta penelitian sudah berkembang pesat, namun mekanisme terjadinya demam reumatik yang pasti belum diketahui. Pada umumnya para ahli sependapat bahwa demam reumatik termasuk dalam penyakit autoimun.

13

Streptococcus diketahui dapat menghasilkan tidak kurang dari 20 produk ekstrasel; yang terpenting diantaranya ialah streptolisin O, streptolisin S, hialuronidase, streptokinase, disfosforidin nukleotidase, deoksiribonuklease serta streptococcal erythrogenic toxin. Produk-produk tersebut merangsang timbulnya antibodi. Demam reumatik diduga merupakan akibat kepekaan tubuh yang berlebihan terhadap beberapa produk ini. Kaplan mengemukakan hipotesis tentang adanya reaksi silang antibodi terhadap Streptococcus dengan otot jantung yang mempunyai susunan antigen mirip antigen streptococcus, hal inilah yang menyebabkan reaksi autoimun. ASTO (anti streptolisin O) merupakan antibodi yang paling dikenal dan paling sering digunakan untuk indikator terdapatnya infeksi streptococcus. Lebih kurang 80% penderita demam reumatik/penyakit jantung reumatik akut menunjukkan kenaikan titer ASTO ini; bila dilakukan pemeriksaan atas 3 antibodi terhadap Streptococcus, maka pada 95% kasus demam

reumatik/penyakit jantung reumatik didapatkan peninggian atau lebih antibodi terhadap Streptococcus. Penelitian menunjukkan bahwa komponen streptokokus yang lain memiliki reaktivitas bersama dengan jaringan lain. Ini meliputi reaksi silang imunologik di antara karbohidrat streptokokus dan glikoprotein katup, di antara membran protoplasma streptokokus dan jaringan saraf subtalamus serta nuklei kaudatus dan antara hialuronat kapsul dan kartilago artikular. Reaktivitas silang imunologik multiple tersebut dapat menjelaskan keterlibatan organ multiple pada demam reumatik1. Peran antibodi sebagai mediator cedera jaringan belum sepenuhnya diterima. Adanya antibodi bereaksi silang yang serupa pada serum pasien tanpa demam reumatik mendorong penelitian mediator imun lain. Data muthakir menunjukkan pada sitotoksitas yang ditengahi oleh sel sebagai mekanisme alternatife untuk cedera jaringan. Penelitian menunjukkan bahwa limfosit darah perifer pasien dengan karditis reumatik akut adalah sitotoksik
14

terhadap sel miokardium yang dibiak in vitro, dan bahwa serum penderita demam reumatik menghapuskan pengaruh sitotoksik tersebut. Ini memberi kesan bahwa antibodi yang bereaksi silang dapat mempunyai pengaruh protektif dalam pejamu tersebut. Sekarang hipotesis yang paling banyak dipercaya adalah bahwa mekanisme imunologik, humoral atau selular, menyebabkan cedera jaringan pada demam reumatik. c. Patologi Dasar kelainan patologi demam reumatik ialah reaksi inflamasi eksudatif dan proliferatif jaringan mesenkim. Kelainan yang menetap hanya terjadi pada jantung; organ lain seperti sendi, kulit, pembuluh darah, jaringan otak dan lain-lain dapat terkena tetapi selalu reversibel3. Proses patologis pada demam reumatik melibatkan jaringan ikat atau jaringan kolagen. Meskipun proses penyakit adalah difus dan dapat mempengaruhi kebanyakan jaringan tubuh, manifestasi klinis penyakit terutama terkait dengan keterlibatan jantung, sendi, dan otak. Jantung Keterlibatan jantung pada demam reumatik dapat mengenai setiap komponen jaringannya. Proses radang selama karditis akut paling sering terbatas pada endokardium dan miokardium, namun pada pasien dengan miokarditis berat, perikardium dapat juga terlibat. Beberapa dengan pada penyakit kolagen lain seperti lupus eritematosus sistematik atau artristis reumatoid juvenil (pada kedua penyakit ini serositas biasanya ditunjukkan oleh perikarditis), pada demam reumatik jarang ditemukan perikaditis tanpa endokarditis atau miokarditis. Perikaditis pada pasien reumatik bisanya menyatakan adanya pankarditis atau perluasan proses radang. Penemuan histologis pada karditis reumatik akut tidak selalu spesifik. Tingkat perubahan histologis tidak perlu berkolerasi dengan derajat klinis. Pada stadium awal, bila ada dilatasi jantung, perubahan

15

histologis dapat minimal, walaupun gangguan fungsi jantung mungkin mencolok. Dengan berlanjutnya radang, perubahan eksudatif dan proliferatif menjadi lebih jelas. Stadium ini ditandai dengan perubahan edematosa jaringan, disertai oleh infiltrasi selular yang terdiri dari limfosit dan sel plasma dengan beberapa granulosit. Fibrinoid, bahan granular eusinofil ditemukan tersebar di seluruh jaringan dasar. Bahan ini meliputi serabut kolagen ditambah bahan granular yang berasal dari kolagen yang sedang berdegenerasi dalam campuran fibrin, globulin, dan bahan-bahan lain. Jaringan lain yang terkena oleh proses penyakit, seperti jaringan sendi, dapat menunjukkan fibrinoid; hal ini dapat juga terjadi dalam jaringan yang sembuh pada pasien penyakit kolagen lain1. Pembentukan sel Aschoff atau benda Aschoff diuraikan oleh Aschoff pada tahun 1940, menyertai stadium di atas. Lesi patognomonis ini terdiri dari infiltrat perivaskular sel besar dengan inti polimorf dan sitoplasma basofil tersusun dalam roset sekeliling pusat fibrinoid yang avaskular. Beberapa sel mempunyai inti banyak, atau mempunyai inti mata burung hantu dengan titik-titik dan fibril eksentrik yang menyebar ke membran inti, atau mempunyai susunan kromatin batang dengan tepi gigi gergaji dan nukleus kisi-kisi atau lingkaran yang melilit. Sel-sel yang khas ini disebut monosit Anitschkow. Benda Aschoff dapat ditemukan pada setiap daerah miokardium tetapi paling sering ditemukan dalam jaringan aurikular kiri. Benda Aschoff ditemukan paling sering dalam jaringan miokardium pasien yang sembuh dari miokarditis reumatik subakut atau kronik. Sel Aschoff dapat tampak dalam fase akut; mungkin pasien ini menderita karditis kronik dengan kumat demam reumatik. Jarang sel Aschoff ditemukan dalam jaringan jantung pasien tanpa riwayat demam reumatik1. Reaksi radang juga mengenai lapisan endokardium yang

mengakibatkan endokarditis. Proses endokarditis tersebut mengenai


16

jaringan katup serta dinding endokardium. Radang jaringan katup menyebabkan manifestasi klinis yang mirip karditis reumatik. Yang paling sering terlibat adalah katup mitral, disusul katup aorta. Katup trikuspid jarang terlibat, dan katup pulmonal jarang sekali terlibat. Organ-organ lain Ruam kulit mencerminkan terdapatnya vaskulitis yang mendasari, yang mungkin ada pada setiap bagian tubuh dan yang paling sering mengenai pembuluh darah yang lebih kecil. Pembuluh darah ini menunjukkan proliferasi sel endotel. Nodul subkutan jarang ditemukan pada pasien demam reumatik akut; kalaupun ada, nodul ini cenderung ditemukan pada pasien dengan penyakit katup kronik, terutama stenosis mitral. Histologi nodul subkutan terdiri dari nekrosis fibrinoid sentral yang dikelilingi oleh sel-sel epitel dan mononuklear. Lesi histologis tersebut serupa dengan lesi pada benda Ascoff, suatu tanda patologis karditis reumatik. Seperti pada perikarditis, patologi artritis pada dasarnya sama, yaitu serositis. Pada artritis reumatik jaringan tulang rawan (kartilago) tidak terlibat, akan tetapi lapisan sinovia menunjukkan terjadinya degenerasi fibrinoid. Patologi nodulus subkutan, yang membentuk penonjolan di atas tonjolan tulang dan permukaan tendo ekstensor, telah diuraikan di atas. Vaskulitis, yang merupakan dasar proses patologis eritema

marginatum, juga menyebabkan lesi ekstrakardial lain seperti keterlibatan paru dan ginjal yang kadang ditemukan pada demam reumatik akut. Demikian pula, vaskulitis dapat merupakan proses patologis yang berhubungan dengan korea Sydenham (St. Vitus dance). Ganglia basalis dan serebellum adalah tempat perubahan patologis yang sering ditemukan pada pasien dengan gejala korea Sydenham. Perubahan ini terdiri dari perubahan selular dengan infiltrasi perivaskular oleh sel limfosit1. Pada literatur lain menyebutkan kelainan-kelainan pada susunan saraf pusat ini (korteks, ganglia basalis, serebellum) tidak dapat menerangkan terjadinya
17

korea, kelainan tersebut dapat ditemukan pada penderita demam reumatik yang meninggal dan diautopsi
3

tetapi

sebelumnya

tidak

pernah

menunjukkan gejala korea . d. Manifestasi Klinis Perjalanan klinis penyakit demam reumatik/penyakit jantung reumatik dapat dibagi dalam 4 stadium: Stadium I Stadium ini berupa infeksi saluran napas bagian atas oleh kuman betaStreptococcus hemolyticus grup A. Keluhan biasanya berupa demam, batuk, rasa sakit waktu menelan, tidak jarang disertai muntah dan bahkan pada anak kecil dapat terjadi diare. Pada pemeriksaan fisik sering didapatkan eksudat di tonsil yang menyertai tanda-tanda peradangan lainnya. Kelenjar getah bening submandibular seringkali membesar. Infeksi ini biasanya berlangsung 2-4 hari dan dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan3. Para peneliti mencatat 50-90% riwayat infeksi saluran napas bagian atas pada penderita demam reumatik/penyakit jantung reumatik, yang biasanya terjadi 10-14 hari sebelum manifestasi pertama demam reumatik/penyakit jantung reumatik3. Stadium II Stadium ini disebut juga periode laten, ialah masa antara infeksi Streptococcus dengan permulaan gejala demam reumatik, biasanya periode ini berlangsung 1-3 minggu, kecuali korea yang dapat timbul 6 minggu atau bahkan berbulan-bulan kemudian3. Stadium III Merupakan fase akut demam reumatik, saat timbulnya berbagai manifestasi klinik demam reumatik/penyakit jantung reumatik. Manifestasi

18

klinik tersebut dapat digolongkan dalam gejala peradangan umum (gejala minor) dan manifestasi spesifik (gejala mayor) demam reumatik/penyakit jantung reumatik. a. Manifestasi Klinis Mayor 1. Karditis Karditis merupakan kelainan yang paling serius pada demam reumatik akut, dan menyebabkan mortalitas paling sering selama stadium akut penyakit. Bahkan sesudah fase akut, cedera sisa pada katup dapat menyebabkan gagal jantung yang tidak mudah ditangani, dan seringkali memerlukan intervensi bedah. Selanjutnya mortalitas dapat terjadi akibat komplikasi bedah atau dari infeksi berikut yang menyebabkan endokarditis bakteri1. Banyak dokter memandang karditis sebagai manifestasi demam reumatik yang paling khas. Karditis dengan insufisiensi mitral diketahui dapat berkaitan dengan infeksi virus, riketsia, dan mikoplasma. Namun demam reumatik tetap merupakan penyebab utama insufisiensi mitral didapat pada anak dan dewasa muda. Meskipun laporan dari negara berkembang mengambarkan insidens penyakit jantung reumatik yang tinggi pada anak muda, demam reumatik dan karditis reumatik jarang ditemukan pada anak umur di bawah 5 tahun. Penyakit ini terkait dengan gejala nonspesifik meliputi mudah lelah, anoreksia, dan kulit pucat kekuningan. Mungkin terdapat demam ringan dan mengeluh bernapas pendek, nyeri dada, dan artralgia. Pemeriksaan jantung mungkin menunjukkan keterlibatan jantung, dan pada sebagian pasien dapat terjadi gagal jantung. 2. Artritis Artritis terjadi pada sekitar 70% pasien dengan demam reumatik. Walaupun merupakan manifestasi mayor yang paling sering, artritis ini paling tidak spesifik dan sering menyesatkan diagnosis.

19

Artritis menyatakan secara tidak langsung adanya radang aktif sendi, ditandai oleh nyeri yang hebat, bengkak, eritema, dan demam. Meskipun tidak semua manifestasi ada, tetapi nyeri pada saat istirahat yang menghebat pada gerakan aktif atau pasif biasanya merupakan tanda yang mencolok. Intensitas nyeri dapat menghambat pergerakan sendi hingga mungkin seperti pseudoparalisis. Artritis harus dibedakan dari artralgi, karena pada artralgia hanya terjadi nyeri ringan tanpa tanda objektif pada sendi. Sendi besar paling sering terkena, yang terutama adalah sendi lutut, pergelangan kaki, siku, dan pergelangan tangan. Sendi perifer yang kecil jarang terlibat. Artritis reumatik bersifat asimetris dan berpindah-pindah (poliartritis migrans). Proses radang pada satu sendi dapat sembuh secara spontan sesudah beberapa jam serangan, kemudian muncul artritis pada sendi yang lain.

3.Korea Sydenham Korea Sydenham, korea minor, atau St. Vitus dance, mengenai sekitar 15% pasien demam reumatik. Manifestasi ini mencerminkan keterlibatan sistem saraf pusat, terutama ganglia basal dan nuklei kaudati, oleh proses radang. Hubungan korea Sydenham dengan demam reumatik tetap tidak jelas untuk waktu yang lama. Hubungan tersebut tampak pada pasien dengan manifestasi reumatik, terutama insufisiensi mitral, yang semula datang hanya dengan korea Sydenham. Sekarang jelas bahwa periode laten antara infeksi streptokokus dan awal korea lebih lama daripada periode laten untuk artritis atau karditis. Periode laten manifestasi klinis artritis atu karditis adalah sekitar 3 minggu, sedangkan manifestasi klinis korea dapat mencapai 3 bulan atau lebih.

20

4. Eritema Marginatum Eritema marginatum merupakan khas untuk demam reumatik dan jarang ditemukan pada penyakit lain. Karena khasnya, ia termasuk dalam manifestasi mayor. Data kepustakaan menunjukkan bahwa eritema marginatum ini hanya terjadi pada lebih-kurang 5% pasienEritema sukar ditemukan pada pasien berkulit gelap. Ia biasanya timbul pada stadium awal penyakit, kadang menetap atau kembali lagi, bahkan setelah semua manifestasi klinis lain hilang. Eritema biasanya hanya ditemukan pada pasien dengan karditis, seperti halnya nodul subkutan1. Menurut literatur lain, eritema ini sering ditemukan pada wanita dengan karditis kronis.

5.Nodulus Subkutan Frekuensi manifestasi ini telah menurun sejak beberapa dekade terakhir, saat ini jarang ditemukan, kecuali pada penyakit jantung reumatik kronik. Penelitian mutakhir melaporkan frekuensi nodul subkutan kurang dari 5%. Namun pada laporan mutakhir dari Utah nodul subkutan ditemukan pada sekitar 10% pasien. Nodulus terletak pada permukaan ekstensor sendi, terutama pada siku, ruas jari, lutut dan persendian kaki. Kadang nodulus ditemukan pada kulit kepala dan di atas kolumna vetrebralis. Ukurannya bervariasi dari 0,5-2 cm, tidak nyeri, dan dapat bebas digerakkan. Nodul subkutan pada pasien demam reumatik akut biasanya lebih kecil dan lebih cepat menghilang daripada nodul pada reumatoid artritis. Kulit yang menutupinya tidak menunjukkan tanda radang atau pucat. Nodul ini biasanya muncul sesudah beberapa minggu sakit dan pada umumnya hanya ditemukan pada pasien dengan karditis1.

21

b.Manifestasi klinis minor Demam hampir selalu ada pada poliartritis reumatik; ia sering ada pada karditis yang tersendiri (murni) tetapi pada korea murni. Jenis demamnya adalah remiten, tanpa variasi diurnal yang lebar, gejala khas biasanya kembali normal atau hampir normal dalam waktu 2/3 minggu, walau tanpa pengobatan. Artralgia adalah nyeri sendi tanpa tanda objektif pada sendi. Artralgia biasanya melibatkan sendi besar. Kadang nyerinya terasa sangat berat sehingga pasien tidak mampu lagi menggerakkan tungkainya1. Termasuk kriteria minor adalah beberpa uji laboratorium. Reaktan fase akut seperti LED atau C-reactive protein mungkin naik. Uji ini dapat tetap naik untuk masa waktu yang lama (berbulan-bulan). Pemanjangan interval PR pada elektrokardiogram juga termasuk kriteria minor5. Nyeri abdomen dapat terjadi pada demam reumatik akut dengan gagal jantung oleh karena distensi hati. Nyeri abdomen jarang ada pada demam reumatik tanpa gagal jantung dan ada sebelum manifestasi spesifik yang lain muncul. Pada kasus ini nyeri mungkin terasa berat sekali pada daerah sekitar umbilikus, dan kadang dapat disalahtafsirkan sebagai apendistis sehingga dilakukan operasi1. Anoreksia, nausea, dan muntah seringkali ada, tetapi kebanyakan akibat gagal jantung kongestif atau akibat keracunan salisilat. Epitaksis berat mungkin dapat terjadi. Kelelahan merupakan gejala yang tidak jelas dan jarang, kecuali pada gagal jantung. Nyeri abdomen dan epitaksis, meskipun sering ditemukan pada demam reumatik, tidak dianggap sebagai kriteria diagnosis1.

Stadium IV Disebut juga stadium inaktif. Pada stadium ini penderita demam reumatik

tanpa kelainan jantung atau penderita penyakit jantung reumatik tanpa gejala sisa katup tidak menunjukkan gejala apa-apa3.
22

Pada penderita penyakit jantung reumatik dengan gejala sisa kelainan katup jantung, gejala yang timbul sesuai dengan jenis serta beratnya kelainan. Pada fase ini baik penderita demam reumatik maupun penyakit jantung reumatik sewaktu-waktu dapat mengalami reaktivasi penyakitnya.

e. Pengobatan 1. Eradikasi kuman Streptococcus beta hemolyticus grup A

Pengobatan yang adekuat terhadap infeksi Streptococcus harus segera dilaksanakan setelah diagnosis ditegakkan. Cara pemusnahan

streptococcus dari tonsil dan faring sama dengan cara untuk pengobatan faringitis streptococcus yakni pemberian penisilin benzatin intramuskular dengan dosis 1,2 juta unit untuk pasien dengan berat badan > 30 kg atau 600 000-900 000 unit untuk pasien dengan berat badan < 30 kg. Penisilin oral, 400 000 unit (250 mg) diberikan empat kali sehari selama 10 hari dapat digunakan sebagai alternatif. Eritromisin, 50 mg/kg BB sehari dibagi dalam 4 dosis yang sama dengan maximum 250 mg 4 kali sehari selama 10 hari dianjurkan untuk pasien yang alergi penisilin. Obat lain seperti sefalosporin yang diberikan dua kali sehari selama 10 hari juga efektif untuk pengobatan faringitis streptokokus. Penisilin benzatin yang berdaya lama lebih disukai dokter karena reliabilitasnya serta efektifitasnya untuk profilaksis infeksi streptokokus1,3.

2.

Obat analgesik dan anti-inflamasi

Pengobatan anti-radang amat efektif dalam menekan manifestasi radang akut demam reumatik, sedemikian baiknya sehingga respons yang cepat dari artritis terhadap salisitas dapat membantu diagnosis1.

23

3.

Diet

Bentuk dan jenis makanan disesuaikan dengan keadaan penderita. Pada sebagian besar kasus cukup diberikan makanan biasa, cukup kalori dan protein. Tambahan vitamin dapat dibenarkan. Bila terdapat gagal jantung, diet disesuaikan dengan diet untuk gagal jantung yaitu cairan dan garam sebaiknya dibatasi3,9.

4.

Tirah Baring dan mobilisasi

Semua pasien demam reumatik akut harus tirah baring, jika mungkin di rumah sakit. Pasien harus diperiksa tiap hari untuk menemukan valvulitis dan untuk mulai pengobatan dini bila terdapat gagal jantung. Karditis hampir selalu terjadi dalam 2-3 minggu sejak dari awal serangan, hingga pengamatan yang ketat harus dilakukan selama masa tersebut. Sesudah itu lama dan tingkat tirah baring bervariasi. Tabel 4 merupakan pedoman umum; tidak ada penelitian acak terkendali untuk mendukung

rekomendasi ini. Hal penting adalah bahwa tata laksana harus disesuaikan dengan manifestasi penyakit, sedang pembatasan aktivitas fisis yang lama harus dihindari1. Selama terdapat tanda-tanda radang akut, penderita harus istirahat di tempat tidur. Untuk artritis cukup dalam waktu lebih kurang 2 minggu, sedangkan untuk karditis berat dengan gagal jantung dapat sampai 6 bulan. Mobilisasi dilakukan secara bertahap3.

24

3.Sistem Pertahanan Tubuh Sejak lahir individu sudah dilengkapi dengan dua jenis sistem pertahanan, sehingga tubuh dapat mempertahankan keutuhannya dari berbagai

gangguan yang datang dari luar maupun dari dalam tubuh

a) Sistem imun nonspesifik Sistem imun nonspesifik merupakan pertahanan tubuh terdepan dalam menghadapi serangan berbagai mikroorganisme, karena dapat memberikan respon langsung terhadap antigen, sedang sistem imun spesifik

membutuhkan waktu untuk mengenal antigen terlebih dahulu sebelum dapat memberikan responnya. Sistem tadi disebut nonspesifik karena

tidak ditujukan terhadap mikroorganisme tertentu. Komponen-komponen sistem imun nonspesifik terdiri atas : 1) Pertahanan fisik/mekanik Sistem pertahanan fisik/mekanik ini melibatkan kulit, lendir, silia saluran napas, proses batuk dan bersin mencegah masuknya berbagai bakteri patogen kedalam selaput untuk tubuh.

Kulit yang rusak misalnya oleh luka bakar dan selaput lendir yang rusak antara lain oleh asap rokok, akan meninggikan resiko infeksi.

2) Pertahanan biokimia Bahan yang disekresi mukosa saluran napas, kelenjar sebaseus kulit, telinga, spermin dalam semen mengandung berperanan dalam pertahanan tubuh secara bahan yang

biokimiawi. Asam

hidroklorida dalam lambung, lisozim dalam keringat, ludah, air mata dan air susu dapat melindungi tubuh terhadap berbagai

bakteri gram positif dengan jalan menghancurkan dinding selnya. Air susu ibu juga mengandung laktoferin dan asam neuroaminat yang mempunyai sifat Staphylococcus. antibakterial terhadap E. coli dan

b) Sistem imun spesifik

25

Berbeda dengan sistem imun nonspesifik, sistem imun

spesifik

mempunyai kemampaun untuk mengenal benda yang dianggap asing bagi dirinya. Benda asing yang pertama kali dikenal oleh sistem imun spesifik, muncul dalam tubuh segera

sehingga terjadi sensitisasi sel-sel

sistem imun tersebut. Bila sel sistem imun tersebut berpapasan kembali dengan benda asing yang sama, maka benda asing yang terakhir ini akan dikenal lebih cepat den kemudian dihancurkan olehnya. sistem tersebut hanya dapat menghancurkan dikenal sebelumnya, maka sistem ini spesifik dapat bekerja tanpa menghancurkan umumnya Oleh karena

benda asing yang sudah

disebut spesifik. Sistem imun

bantuan sistem imun nonspesifik. Untuk

benda asing yang berbahaya bagi badan; tetapi pada

terjalin kerjasama yang baik antara antibodi-komplemen

fagosit dan antara sel T-makrofag.

1) Sistem imun spesifik humoral Sel B merupakan sel-sel yang berdeferensiasi dalam sumsum

tulang, jaringan limfoid sekunder yaitu meliputi limfonodus, limpa da nodulus limfatikus yang terletak di pernafasan, pencernaan dan urogenital, propria saluran ini. Adanya rangsangan sepanjang saluran

tepatnya dalam lamina antigen dan dengan

bantuan sel T, sel B akan berkembang menjadi sel plasma dan membentuk antibodi.

2) Sistem imun spesifik selular Sel T mengalami perkembangan dan pematangan dalam organ timus. Dalam timus, sel T mulai berdeferensiasi dan memperoleh kemampuan untuk menjalankan fungsi farmakologi tertentu. Berdasarkan perbedaan fungsi dan kerjanya, sel T dibagi dalam beberapa subpopulasi, yaitu sel T sitotoksik (Tc), sel T penindas atau supresor (Ts) dan sel T penolong (Th). Perbedaan ini tampak pula pada permukaan sel-sel tersebut.

26

3) Makrofag atau "Antigen Presenting Cell" (APC) sel-sel APC dipengaruhi oleh Macrophage Activating Factor (MAF), interferon gamma dan Interleukin-3 (IL-3) yang

dihasilkan oleh sek T. Faktor-faktor ini bersifat sitolitik terhadap sel-sel APC. Sel-sel APC merupakan sel-sel yang berinti tunggal dari seri-seri monosit makrofag yang ber- peranan penting dalam menimbulkan respon imun. Rangsangan antigen akan

meningkatkan kerja sel T bekerjanya sel B. Sel B berdiferensiasi membentuk menghasilkan antibodi.

penolong (Th) untuk merangsang kemudian akan berproliferasi dan sel plasma yang kemudian akan

c) Antibodi Antibodi adalah imunoglobulin (Ig) yang merupakan golongan protein yang dibetuk oleh sel plasma yang berasal dari proliferasi sel B akibat adanya kontak dengan antigen. Antibodi yang terbentuk secara spesifik ini akan mengikat antigen sejenis yang baru lainnya. Bila protein serum tersebut dipisahkan dengan cara ditemukan terbanyak elektroliferesis, maka imunoglobulin

dalam fraksi globulin gamma, meskipun ada

beberapa imunoglobulin yang juga ditemukan dalam fraksi globulin alfa dan beta. Dua fragmen imunoglobulin yang identik disebut Fab yang merupakan bagian imunoglobulin yang mengikat antigen serta bereaksi dengan determinan antigen dan hapten. Bagian tunggal imunoglobulin disebut Fc oleh karena mudah dikristalkan (c = crystalible).

Imunoglobulin G (IgG) merupakan komponen utama

imunoglobulin

serum, dengan berat molekul 160.000. Kadar- nya dalam serum sekitar 13 mg/mL, merupakan 75% dari semua imunoglobulin. IgG dan komplemen bekerja saling membantu sebagai opsonin pada pemusnahan antigen. IgG juga berperanan pada imunitas selular, karena dapat merusak antigen

selular melalui interaksi dengan sistem komplemen atau melalui efek sitolitik killer cell (sel K), eosinofil, neutrofil, yang semuanya mengandung reseptor untuk Fc dari IgG. Sel K merupakan efektor

27

antibody

dependent cellular cytotoxicity cell (ADCC).

ADCC tidak

hanya merusak sel tunggal, tetapi juga seperti telur skistosoma. Peranan

mikroorganisme multiselular

efektor ADCC ini penting pada

penghancuran kanker, penolakan transplan dan penyakit autoimun, sedang ADCC melalui neutrofil dan eosinofil berperan pada infestasi parasit. Kadar IgG meninggi pada infeksi penyakit kronis dan penyakit autoimun.

d) Limpa Limpa adalah organ imun sekunder yang berperan penting dalam

pertahanan tubuh spesifik. Terdapat hubungan yang erat antara perubahan ukuran limpa pada kasus-kasus imunologik yang kemudian diikuti dengan peningkatan jumlah limfosit. Sesuai dengan pernyataan bahwa adanya pembesaran ukuran limpa disebabkan oleh kerja limpa yang lebih berat dalam memproduksi sel-sel limfosit.

4.Anatomi Sendi a. Siku Fossa Cubitalis Fossa Cubitalis adalah sebuah lekukan yang terletak di depan sikudan berbentuk segitiga. Batas-batas : Lateral : Musculus brachioradialis. Medial : Musculus pronator teres. Dasar segitiga dibentuk oleh garis imajiner yang ditarik antara kedua epicondylus humeri. Lantai fossa di sebelah lateral dibentuk oleh musculus supinator dan di medial oleh musculus brachialis.

28

Atapnya di bentuk oleh kulit dan fascia dan diperkuat oleh aponeurosis bicipitalis. Isi Fossa cubiti berisi struktur-struktur di bawah ini, berturut-turut dari medial ke lateral : nervus medianus, bifurcatio arteriae brachialis menjadi arteria radialis, tendo musculi biseps brachii dan nervus radialis beserta ramus profundusnya. Nodus lymphoidei supratrochlearis terletak di dalam fascia superficialis di sekitar bagian atas fossa, di atas trochlea. Kelenjar ini menerima pembuluh limfe aferen dari jari ke-3, 4, 5 ; bagian medial tangan; dan sisi medial lengan bawah. Pembuluh limf eferen berjalan ke atas ke axilla dan bermuara ke kelompok lateral nodi axillares. b. Lutut

Sendi terdiri dari 3 kompartemen berbeda yang sedikit terpisah ssl. Di depan, kompartemen PF, patella berartikulasi dengan sulkus femoral hingga sekitar 90D, setelah itu faset lateral dan medial berartikulasi secara terpisah
29

dengan masing-masing kondilus femurnya. Dalam fleksi yang ekstrem, kontak PF passes dari fasies medial onto odd facet.

Patella memiliki 7 fasies. Kedua fasies medial dan fasies lateral terbagi secara vertikal menjadi tiga bagian yang sama, sementara fasies ke tujuh atau odd facet berada di sepanjang paling tepi medial. Fasies medial lebih kecil dan sedikit cembung, dan fasies lateral yang merupakan 2/3 bagian adalah konveks secara sagital dan konkav secara koroner. Patella tidak secara sempurna fit/pas dengan permukaan femurnya. Sulkus femoral terdiri dari medial dan lateral lip, yang mana lateral lebih lebar dan lebih tinggi dan keduanya memiliki konveks sagital. Sulkus femoral terpisah dari kedua kondilus oleh satu ridge yang tak jelas dan lebih menonjol jelas di lateral. Contact patch antara femur dan patella bervariasi sesuai posisi saat patella bergeser di permukaan femur. Daerah kontak tidak pernah melebihi 1/3 total permukaan patella, di mana kontak terbesar terjadi saat 45 D saat mana menunjukkan patch berupa ellipse meliputi central medial dan lateral facet. Saat ekstensi penuh, fasies medial bagian bawah dan fasies lateral terletak pada sulkus femoral bagian atas. Saat 90D, daerah kontak bergeser ke fasies lateral dan medial bagian atas dan bila fleksi berlanjut daerah kontak terpisah menjadi daerah lateral dan medial.

Kedua kondilus femur asimetris berdasarkan bentuk dan dimensinya, dengan kondilus medial yang lebih besar memiliki kurvatura yang lebih simetris. Kondilus lateral dilihat dari samping memiliki kurvatura yang menajam ke posterior. Kondilus femur dilihat dari permukaan artikulasinya dengan tibia menunjukkan bahwa kondilus lateral sedikit lebih pendek dari medial. Axis panjang dari kondilus lateral sedikit lebih panjang dari kondilus medial dan terletak dalam bidang yang lebih sagital, sementara kondilus medial berada ratarata pada posisi menyudut sekitar 22D dan terbuka ke posterior. Lebar kondilus lateral sedikit lebih besar pada pusat intercondyler notch.

30

Permukaan femoral dan tibial tidaklah conform benar. Plateau tibia medial yang lebih besar adalah mendekati datar, sedangkan plateau lateral konkav. Keduanya berinklinasi posterior mendekati 10D terhadap shaft tibia.

Porsi tengah tibia antara kedua plateau dipenuhi oleh sebuah elevasi yang disebut spina tibia. Di depannya terdapat satu cekungan yang disebut fosa interkondiloid anterior, yang mana dari anterior ke posterior melekat tanduk anterior meniscus medial, ACL, dan tanduk anterior meniscus lateral. Di belakang daerah ini terdapat dua buah elevasi, yaitu tuberkulum medial dan lateral. Keduanya dipisahkan oleh sulkus intertuberkel. Kedua ligamen dan meniscus tidak melekat pada tuberkel, yang mana tuberkel menonjol ke dalam sela interkondiler sehingga berperan sebagai side-to-side stabilizer. Bersama-sama, kedua meniscus & spina tibia meningkatkan impression cupping. Dalam fosa interkondiler posterior di belakang kedua tuberkel melekat pertama meniscus medial kemudian meniscus lateral dan di belakang mereka di tepi posterior antara kedua kondilus tibia, melekat PCL.

Meniskus merupakan lamela kresentik yang berfungsi memperdalam permukaan fosa artikularis kaput tibia untuk menerima kedua kondilus femur. Setiap meniscus menutupi sedikitnya 2/3 bagian perifer masing-masing permukaan artikuler tibia. Batas perifer masing-masing meniscus tebal, konveks, dan melekat dengan kapsul sendi, sedangkan sisi dalamya tipis, bebas tidak melekat. Permukaan proximal meniscus adalah konkav dan kontak dengan kondilus femur, sedang permukaan distal flat dan terletak pada kaput tibia.

Bentuk meniskus medial mendekati semicircular dengan panjang sekitar 3.5cm. Potongan melintang berbentuk triangular dengan bagian posterior yang lebih lebar dari anterior. Ia melekat erat pada fosa interkondiler posterior tibia (gb.1.2). Perlekatan anteriornya lebih bervariasi; biasanya melekat secara firmly pada fosa interkondiler anterior, namun perlekatan ini dapat berupa flimsy masih dalam batas-batas normal. Terdapat juga satu fibrous band dengan ketebalan

31

bervariasi yang menghubungkan kedua tanduk anterior lateral dan medial meniscus (ligamen transversum). Di perifer, medial meniscus melekat pada kapsul sendi baik tibia maupun femur. Perlekatannya ke tibia disebut coronary ligament. Pada titik tengah, ia melekat lebih kuat ke femur dan tiba melalui satu kondensasinya dalam kapsul sendi yang dikenal dengan ligamen medial profundus dari MCL.

Coronary ligament melekat ke tepi tibia beberapa milimeter di distal dari permukaan sendi, yang memberi satu synovial recess. Ke posteromedial, meniscus menerima satu bagian insersi semimembranosus melalui kapsul sendi.

Bentuk meniscus lateral adalah mendekati sirkuler dan menutup bagian yang lebih besar permukaan sendi dibanding meniscus medial. Tanduk anteriornya melekat pada interkondiler fosa, di sisi lateral dan posterior ACL. Tanduk posterior melekat pada fosa interkondiler di sisi anterior terhadap ujung posterior meniscus medial. Perlekatan posterior terdiri dari fibrous band yang menghubungkan lengkungan posterior meniscus lateral ke kondilus medial femur dalam fosa interkondiler, embracing PCL. Ini dikenal sebagai ligamen dari Humphry & Wrisberg (gb.1.3). Ke posterolateral, meniscus lateral di grooved oleh tendon popliteus, di mana beberapa seratnya bersinsersi ke tepi perifer dan superior meniscus lateral.

Ligamen patela merupakan bagian sentral dari tendo komunis quadriceps femoris. Ia merupakan ligamentous band yang kuat, flat, dengan panjang sekitar 6cm melekat ke proximal pada apex patela dan pada caking kasar di permukaan posterior patela, dan di distal melekat pada tuberositas tibia; serat-serat superficial berlanjut di depan patella dengan tendo quadriceps femoris. Bagian medial dan lateral tendon quadriceps lewat ke bawah pada kedua sisi patela kemudian berinsersi pada kedua sisi tuberositas tibia. Porsi ini menyatu dengan kapsul sendi membentuk retinakulum patela medial dan lateral. Permukaan posterior ligament patela terpisahkan dari membran sinovial oleh satu pad of fat infrapatela yang besar, dan terpisah dari tibia oleh satu bursa.

32

5.Mekanisme Menelan Proses Menelan (Deglutisi) Menelan adalah mekanisme yang kompleks, terutama karena faring membantu fungsi pernafasan dan menelan. Faring diubah hanya dalam beberapa detik menjadi traktus untuk mendorong masuk makanan. Yang terutama penting adalah bahwa respirasi tidak terganggu karena proses menelan. Pada umumnya, menelan dapat dibagi menjadi (1) tahap volunter (yang mencetuskan proses menelan), (2) tahap faringeal (bersifat involunter dan membantu jalannya makanan melalui faring ke dalam esofagus), dan (3) tahap esofageal (pengangkutan makanan dari faring ke lambung).

Tahap Volunter Bila makanan sudah siap untuk ditelan, secara sadar makanan ditekan atau digulung ke arah posterior ke dalam faring oleh tekanan lidah ke atas dan ke belakang terhadap palatum. Dari sini, proses menelan menjadi seluruhnya atau hampir seluruhnya berlangsung secara otomatis dan umumnya tidak dapat dihentikan.

Tahap Faringeal Sewaktu bolus makanan memasuki bagian posterior mulut dan faring, bolus merangsang daerah epitel reseptor menelan di sekeliling pintu faring, khususnya pada tiang-tiang tonsil, dan sinyal-sinyal dari sini berjalan ke batang otak untuk mencetuskan serangkaian kontraksi otot faringeal secara otomatis sebagai berikut. 1. Palatum mole tertarik ke atas untuk menutupi nares posterior, untuk mencegah refluks makanan ke rongga hidung. 2. Lipatan palatofaringeal pada setiap sisi faring tertarik ke arah medial untuk saling mendekat satu sama lain. Dengan cara ini, lipatan-lipatan tersebut membentuk celah sagital yang harus dilewati oleh makanan untuk masuk ke dalam faring posterior. Celah ini melakukan kerja selektif, sehingga, makanan yang telah cukup dikunyah dapat lewat dengan mudah. Karena tahap penelanan ini berlangsung kurang dari 1 detik, setiap benda besar apa pun biasanya sangat dihalangi untuk berjalan masuk ke esofagus. 3. Pita suara laring menjadi sangat berdekatan, dan laring tertarik ke atas dan anterior oleh otot-otot leher. Hal ini, digabung dengan adanya ligament yang mencegah pergerakan epiglotis ke atas, menyebabkan epiglotis bergerak ke belakang di atas pembukaan laring. Yang paling penting

33

adalah sangat berdekatannya pita suara, namun epiglotis membantu mencegah makanan agar sejauh mungkin dari pita suara. Kerusakan pita suara atau otot-otot yang membuatnya berdekatan dapat menyebabkan strangulasi. 4. Gerakan laring ke atas juga menarik dan melebarkan pembukaan ke esofagus. Pada saat yang bersamaan, 3-4 sentimeter di atas dinding otot esofagus, sfingter esofagus atas (sfingter faringoesofageal) berelaksasi, sehingga makanan dapat bergerak dengan mudah dan bebas dari faring posterior ke dalam esofagus bagian atas. Di antara penelanan, sfingter ini tetap berkontraksi dengan kuat, sehingga mencegah udara masuk ke esofagus selama respirasi. Gerakan laring ke atas juga mengangkat glotis keluar dari jalan utama makanan, sehingga makanan terutama hanya melewati setiap sisi epiglotis dan bukan melintas di atas permukaannya. Hal ini menambah pencegahan terhadap masuknya makanan ke dalam trakea. 5. Setelah laring terangkat dan sfingter faringoesofageal mengalami relaksasi, seluruh otot dinding faring berkontraksi, mulai dari bagian superior faring, lalu menyebar ke bawah melintasi daerah faring media dan inferior, yang mendorong makanan ke dalam esofagus melalui proses peristaltik. Sebagai ringkasan mekanika tahapan penelanan dari faring: Trakea tertutup, esofagus terbuka, dan suatu gelombang peristaltik cepat dicetuskan oleh sistem saraf faring mendorong bolus makanan ke dalam esofagus bagian atas, seluruh proses terjadi dalam waktu kurang dari 2 detik.

34

DAFTAR PUSTAKA

Dorland, W. A. Newman. 2006. Kamus Kedokteran Dorland (edisi ke-29). Terjemahan Oleh: Andy Setiawan, dkk. EGC, Jakarta, Indonesia. Guyton, C. Arthur et all. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran ed. 11. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC Hargono, Djoko.2000. Cermin Dunia Kedokteran, Jakarta

(http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/09PengaruhPerasanDaunNgokilo1 27.pdf/09demamrematik.html) diakses pada 14 Juni 2011 Jawetz. 2008. Mikrobiologi Kedokteran Edisi 23. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC Sudoyo, Aru W. dkk. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi V. Jakarta: Internal Publishing.

35

Anda mungkin juga menyukai