Anda di halaman 1dari 5

BAB I PENDAHULUAN

1. 1 Latar Belakang

Terjadinya krisis energi khususnya bahan bakar minyak (BBM) yang di induksi oleh meningkatnya harga BBM dunia telah membuat Indonesia perlu mencari sumber-sumber bahan bakar alternatif yang mungkin dikembangkan. Sumber daya energi yang berasal dari minyak bumi akan semakin menipis persediaannya seiring dengan bertambahnya industri yang akan mengakibatkan peningkatan konsumsi bahan bakar minyak. Peluang di Indonesia adalah usaha eksploitasi sumber daya alam yang sangat potensial untuk dimanfaatkan sebagai bahan bakar alternatif, mengingat Indonesia sebagai salah satu negara subtropis memiliki sumber daya alam yang sangat potensial. Salah satu sumber energi alternatif yang terbarukan adalah biodiesel. Biodiesel secara umum adalah bahan bakar mesin diesel yang terbuat dari bahan terbarukan atau secara khusus merupakan bahan bakar mesin diesel yang terdiri dari ester alkil dari asam-asam lemak. Biodiesel dapat dibuat dari minyak nabati, minyak hewani atau dari minyak jelantah. Salah satu pemanfaatan bahan dari minyak nabati adalah limbah minyak goreng bekas (minyak jelantah). Minyak goreng bekas merupakan limbah yang sangat berbahaya apabila dikonsumsi, karena akan menimbulkan beberapa penyakit bagi manusia diantaranya adalah kanker dan penyempitan pembuluh darah. Sedangkan apabila minyak goreng bekas ini dibuang ke lingkungan akan dapat mencemari lingkungan sekitar. Di Indonesia, pemanfaatan minyak bekas (jelantah) masih kontraversial sampai saat ini sebagian minyak bekas gorengan (jelantah) dari perusahaan besar dijual ke pedagang kaki lima dan kemudian digunakan untuk menggoreng makanan dagangannya dan sebagian lain dibuang begitu saja kesaluran pembuangan. Bila di tinjau dari komposisi kimianya, minyak bekas (jelantah) mengandung senyawa1

senyawa yang bersifat karsinogenik, yang terjadi selama proses penggorengan dan senyawa-senyawa itu sangat berbahaya bagi tubuh manusia. Minyak goreng bekas atau yang sering disebut dengan minyak jelantah, tidak akan lagi menjadi barang buangan. Walaupun warnanya sudah sangat pekat karena sering digunakan, namun minyak jelantah tersebut masih bisa dimanfaatkan untuk dapat digunakan sebagai subtrat untuk energi biodiesel yang dapat menghidupkan mesin diesel tanpa atau tidak dengan subtitusi solar. Hal ini dikarenakan minyak jelantah harus terlebih dahulu diperbaiki melalui proses transesterifikasi. Biodiesel yang berasal dari minyak jelantah sifatnya ramah lingkungan, tidak mencemari air, udara, maupun tanah karena mudah terurai secara biologis dan bahan bakunya dapat diperbaharui. Pemakaian minyak jelantah sebagai bahan baku pembuatan biodiesel dapat meminimalisir pencemaran lingkungan akibat limbah minyak goreng yang berasal dari industri industri rumah tangga. Dengan memakai limbah minyak goreng tersebut juga dapat mereduksi biaya produksi biodiesel yang tergolong mahal, dikarenakan terbatasnya ketersediaan bahan baku dan harganya yang relatif tinggi. Umumnya metode yang digunakan dalam produksi biodiesel ialah reaksi transesterifikasi atau alkoholisis yaitu reaksi dengan subtrat trigleserida minyak nabati dengan methanol dan biasanya menggunakan katalis alkali. Ada beberapa pilhan katalis reaksi yang dapat digunakan dalam proses transesterifikasi ini, antara lain berupa alkali, katalis asam atau enzim. Katalis alkali (basa) yang biasa digunakan antara lain NaOH, KOH, karbonat, sodium metoksida, sodium etoksida, sodium propoksida dan sodium butoksida. Katalis asam yang biasa digunakan antara lain sulfonat, asam sulfat, dan asam hidroklorida, sedangkan sebagai katalis enzim dalam proposes transesterifikasi biasa digunakan lipase. Pada dasarnya teknologi produksi biodiesel yang diterapkan dalam skala industri melalui reaksi transesterifikasi dari trigliserida (yang terdapat pada minyak nabati) dengan alkohol (umumnya methanol) menggunakan katalis basa (alkali). Teknologi ini banyak dikembangkan dikarenakan proses ini relatif lebih murah. Namun, penggunaan katalis alkali ini mempunyai beberapa kelemahan diantaranya
1

proses pemurnian produk yang bercampur homogen sehinggan relatif sulit. Selain itu katalis alkali tersebut akan bereaksi dengan trigleserida sehingga terjadi reaksi samping yaitu reaksi saponifikasi (penyabunan). Reaksi saponifikasi ini akan mengakibatkan proses pemisahan produk semakin sulit, kelemahan lain dari teknolgi ini adalah perlunya sejumlah asam untuk penetralan katalis basa yang ikut dalam aliran produk sehingga akan berdampak terhadap lingkungan. Untuk mengatasi masalah tersebut, diperlukan katalis yang tidak bercampur homogen dan mampu mengarahkan reaksi secara spesifik guna menghasilkan produk yang diinginkan tanpa reaksi samping. Belakangan ini, riset sintesis biodiesel menggunakan enzim lipase semakin banyak dilakukan, enzim lipase yang bisa menjadi biokatalis dalam sintesis biodiesel tersebut mampu memperbaiki kelemahan katalis alkali, yakni tidak bercampur homogen sehingga pemisahannya lebih mudah. Akan tetapi penggunaan lipase sebagai biokatalis menyisakan satu persoalan lingkungan beralkohol seperti methanol menyebabkan lipase terdeaktifasi secara cepat dan stabilitas enzim tersebut dalam mengatalisis reaksi menjadi buruk, kemudian munculah suatu pengembangan sintesis suatu biodiesel menggunakan rute non-alkohol yaitu menggunakan metil asetat yang menggantikan methanol sebagai penyuplai gugus metal dengan harapan mampu mencegah deaktivasi dan meningkatkan stabilitas biokatalis selam berlangsungnya proses reaksi. Beranjak dari beberapa bahasan diatas maka dalam penelitian ini melakukan suatu pengujian karakteristik biodiesel dari minyak jelantah rumah tangga melalui suatu proses gabungan yaitu menggunakan proses esterifikasi dan transesterifikasi dengan menggunakan methanol dan NaOH sebagai pensuplai gugus metil ester dan katalis alkali yang menggantikan metil asetat.

1.2 Rumusan Masalah


Permasalahan utama yang akan dijawab dalam penelitian ini adalah untuk menghasilkan produk biodiesel dari minyak jelantah dengan menggunakan methanol sebagai pensuplai gugus metil ester. Untuk menjawab permasalahan tersebut dilakukan dengan menjawab detail permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaiamana membuat biodiesel dari minyak jelantah dengan menggunakan metil asetat sebagai pensuplai gugus metil pengganti metanol 2. Bagaimana karakteristik biodiesel minyak jelantah yang dibuat dengan metil asetat sebagai pensuplai gugus metil pengganti metanol. 3. Apa kelebihan dari biodiesel yang dihasilkan jika dibuat menggunakan metil asetat dibandingkan dengan biodiesel yang dibuat dengan metanol

1.3 Tujuan Penelitian


1. Mengkonversikan minyak nabati menjadi ester ( metil ester melalui proses gabungan esterifikasi dan transesterifikasi). 2. Mempelajari pengaruh dari penggunaan metil asetat sebagai pensuplai gugus metal terhadap produk ester ( metal ester ) yang dihasilkan beserta karakteristiknya. 3. Mempelajari potensi minyak jelantah sebagai biodiesel.

1.4 Batasan Masalah


Dalam penelitian ini, pembatasan terhadap masalah yang akan dibahas adalah sebagai berikut: 1. 2. Minyak nabati yang digunakan penelitian ini adalah minyak jelantah rumah tangga. Proses pembuatan biodiesel dilakukan melalui proses gabungan esterifikasi dan transesterifikasi dengan menggunakan metil asetat sebagai pensuplai gugus metil dan NaOH sebagai katalis. 3. Pengujian karakteristik yang dilakukan, yaitu: Densitas atau massa jenis biodiesel, Flash point, dan Kandungan Air.
1

Anda mungkin juga menyukai