Anda di halaman 1dari 31

TUGAS ILMU TEKNOLOGI PANGAN EMULSI

Dosen Pengampu : Fitriyono Ayustaningwarno, S.TP, M.Si

disusun oleh Ika Nindyas Ranitadewi 22030111130036

PROGRAM STUDI ILMU GIZI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

DAFTAR ISI

Halaman Daftar Isi............................................................................................... Daftar Tabel ......................................................................................... Daftar Gambar ..................................................................................... BAB I Pendahuluan.............................................................................. Latar Belakang..................................................................................... Rumusan Masalah ............................................................................... Tujuan .................................................................................................. Manfaat................................................................................................ BAB II Pembahasan............................................................................. Definisi Emulsi ..................................................................................... Teori Emulsi ......................................................................................... Tipe Emulsi .......................................................................................... Teori Terbentuknya Emulsi .................................................................. Kestabilan Fisis Emulsi ....................................................................... Pembuatan Emulsi............................................................................... Peralatan Mekanik untuk Emulsi.......................................................... Pemilihan Emulgator ............................................................................ Peneratap emulsi dalam teknologi pangan .......................................... BAB III Penutup ................................................................................... Kesimpulan .......................................................................................... Saran ................................................................................................... Daftar Pustaka ..................................................................................... i ii iii 1 1 1 2 2 3 3 3 8 8 11 14 16 21 23 26 26 26 27

DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1 Hubungan Nilai HLB dan Tipe Sistem ................................... Tabel 2 Hubungan antara HLB dan Kelarutan dalam Air..................... Tabel 3 Nilai HLB beberapa surfaktan / emulgator .............................. 16 16 22

ii

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Emulsi dengan sabun mono dan polivalen ........................ Gambar 2. Lapisan ganda listrik pada antarmuka oil on water............ Gambar 3 Emulsi tipe o/w ................................................................... Gambar 4 Emulsi tipe w/o ................................................................... Gambar 5 Proses Creaming ................................................................ Gambar 6 Proses Flokulasi ................................................................. Gambar 7 Proses Koalesens............................................................... Gambar 8 Proses Ostwald Ripening ................................................... Gambar 9 Skema Homogenizer .......................................................... Gambar10 Colloid mill dengan rotor dan stator ................................. Gambar 11 Efek Elektromagnetik........................................................ Gambar 12 Efek magnetostrriction...................................................... Gambar 13 Efek mekanik ................................................................... 5 6 11 11 12 13 13 14 18 19 20 20 21

iii

BAB I PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Sistem koloid banyak digunakan pada kehidupan sehari-hari. Hal ini disebabkan sifat karakteristik koloid yang penting, yaitu dapat digunakan untuk mencampur zat-zat yang tidak dapat saling melarutkan secara homogen dan bersifat stabil untuk produksi dalam skala besar. Salah satu sistem koloid yang ada dalam kehidupan sehari hari dan dalam industri adalah jenis emulsi. Emulsi adalah suatu sistem koloid yang fase terdispersinya dapat berupa zat padat, cair, dan gas, tapi kebanyakan adalah zat cair (contohnya: air dengan minyak). Pada umumnya emulsi kurang mantap, kemantapan emulsidapat terlihat pada keadaannya yang selalu keruh seperti; susu, santan, dsb. Untuk memantapkan emulsi, diperlukan zat pemantap yang disebut emulgator.

2. Rumusan Masalah 1.1 Apakah emulsi itu? 1.2 Bagaimana teori tentang emulsi? 1.3 Apa saja tipe emulsi? 1.4 Bagaimana terjadinya emulsi? 1.5 Adakah kestabilan fisis emulsi? 1.6 Bagaimana pembuatan emulsi? 1.7 Apa saja peralatan untuk membuat emulsi? 1.8 Bagaimana penerapan emulsi dalam teknologi pangan?

3. Tujuan 3.1 Mengetahui definisi emulsi 3.2 Mengetahui teori tentang emulsi 3.3 Mengetahui tipe emulsi 3.4 Mengetahui bagaimana terjadinya emulsi 3.5 Mengetahui kestabilan fisis emulsi 3.6 Mengetahui pembuatan emulsi 3.7 Mengetahui alat pembuatan emulsi 3.8 Mengetahui penerapan emulsi dalam teknologi pangan

4. Manfaat 4.1 Mengetahui prinsip emulsi 4.2 Dapat menerapkan prinspi emulsi dalam teknologi pangan

BAB II PEMBAHASAN

1.

Definisi Emulsi Emulsi adalah campuran dua zat yang saling melarut, salah satu zat cair itu terdispersi (fase terdispersi) dalam zat cair lain (fase kontinyu) dalam bentuk butir-butir yang sangat halus, emulsi adalah termodinamis tidak stabil karena kontak yang kurang baik antara minyak dan molekul air1, dan sebagai akibat struktur fisik mereka yang akan cenderung berubah dari waktu ke waktu oleh berbagai mekanisme (misalnya, creaming, flokulasi,dan peleburan)2.

2.

Teori Emulsi Bila air dan minyak dicampur dan digojok, akan terbentuk bermacammacam ukuran butiran tetesan. Tekanan terjadi pada antar muka sebab dua fase yang tidak bercampur mempunyai kekuatan tarik yang berbeda bagi molekul pada antarmuka. Molekul fase A akan ditarik ke dalam fase A dan ditolak oleh fase B. Pada umumnya makin besar derajat

ketidakcampuran, makin besar tegangan antarmuka. Contoh cairan hidrokarbon seperti Paraffin liquidium mempunyai tegangan antarmuka terhadap air kira-kira 50 dyne/cm, sedangkan minyak tumbuh-tumbuhan yang lebih polar mempunyai tegangan 23 dyne/cm. Tegangan antarmuka pada permukaan cairan adalah kerja yang dibutuhkan untuk menghasilkan a cm3 antarmuka. Dispersi minyak dan air yang halus memerlukan luas kontak antarmuka yang besar dan hasilnya membutuhkan kerja sama dengan hasil tegangan antarmuka atau perubahan luas. Dengan kata lain (Secara thermodinamik) kerja ini adalah tenaga bebas antarmuka pada system. Tenaga antarmuka yang tinggi memberi

tetesan bentuk spheris (luas permukaan minimum untuk suatu volume) lalu terjadi koalesens, dengan hasil berkurangnya jumlah butir tetesan. Ini adalah alasan yang termasuk istilah ketidakstabilan thermodinamik dalam definisi klasik emulsi.3 a. Stabilisasi butir tetesan Ada dua alternatif untuk membentuk dispersi dan menjaga integritasnya. Dengan menurunkan tegangan antarmuka, atau

mencegah terjadinya koalesen (bersatunya butir tetesan). SAA mengabsorpsi membantu pada dalam membentuk dengan emulsi dengan tegangan

antarmuka,

menurunkan

interfasial, dan bekerja sebagai pelindung agar butir-butir tetesan tidak bersatu. Emulgator membantu terbentukanya emulsi dengan tiga jalan: 1. Penurunan tegangan antarmuka (stabilisasi thermodinamik) Meskipun penurunan tegangan antarmuka menurunkan tenaga bebas antarmuka yang terjadi pada dispersi, tetapi peranan emulgator sebagai pelindung antarmuka adalah paling penting. Ini dapat terliat karena suatu emulgator yang kurang efisien yang kurang efisein atau tidak menurunkan tegangan permukaan tetapi membentuk pelindung antarmuka yang baik dapat mencegah koalesen, dan berguna sebagai emulgator. 2. Terbentuknya film antarmuka yang kaku (pelindung mekanik terhadap koalesens) Teori oriented wedge (monomolekuler), merupakan film emulgator pada permukaan fase intern suatu emulsi adalah merupakan dasar yang paling pentng. Emulgator sabun

monovalen akan membentuk emulsi w/o, karena gugus karboksil yang hidrofil mempunyai diameter yang lebih besar dari rantai hidrokarbon yang panjang dan bersifat hidrofob. Jadi emulgator campuran biasanya lebih efektif dibanding emulgator tunggal.

Gambar 1. Emulsi dengan sabun mono dan polivalen Sedang emulgator sabun polivalen, akan membentuk emulsi w/o, karena rantai hidrokarbon diikat oleh ion polivalen (bivalen), sehingga diameter rantai hidrokarbon lebih besar daripada gugus karboksil. Molekul yang amphiphilic akan mengatur dirinya pada antarmuka air minyak dalam posisi yang menguntungkan bagian liofil dalam fase minyak dan bagian hidrofob dalam fase aire. Juga terlihat bahwa SAA bekehendak memusatkan diri pada antarmuka oil=water sebagai film monomolekuler. Bila konsentrasi emulgator cukup tinggi, akan terbentuk film yang kaku antara fase tak tercampur yang bekerja sebagai pelindung mekanis terhadap adhesi dan koalesen dari batir tetesan emulsi. Terlihat dalam emulsi yang stabil dengan surfaktan tunggal, molekul SAA tersusun rapat danmembentuk gfilm antarmuka yang kuat. Schulman dan Cookbain mendapatkan bahwa emulsi o/w dengan campuran emulgator cetil-sulfat natrium dan colesterol membentuk film yang kaku dan kuat dan emulsi akan stabil sekali tetapi bila colesterol diganti dengan oleyl-alcohol maka hasilnya emulsi kurang stabil. Bila dipakai oleat dan cetil alkojol dapat diperoleh emulsi agakkurang stabil. Jadi film yang emulgatornya ersusun rapat atau lapisan film emulgator yang kuat akan menghasilkan emulsi yang stabil. Emulgator campuran biasanya lebih efektif dibanding

emulgator tunggal. Ini disebabkan karena emulgator campuran membungkus lebih rapat sehingga film yang terbentuk lebih kuat, 5

sehingga emulsi menjadi lebih stabil. Kebanyakan emulgator membentuk gel yang kerapatannya sedang pada angtarmuka dan meghasilkan film antarmuka yang stabil. Terjadinya kulit antara minyak dan air yang telah diperiksa secara mikroskopi. Telah pula diusahakan untuk mengukur sifat mekanika dari film, juga terhadap film yang terbentuk oleh amfifil, dengan mempelajari viskositas antarmuka. Sedikit diragukan bahwa emulgator nonionik terutama gom menstabilkan emulsi melalui film antarmuka. 3. Terbentuknya lapisan ganda listrik, merupakan pelindung listrik dari partikel. Seperti diketahui film antarmuka dapat mencegah terjadinya koalesen butir tetesan melalui aksi pelindung, maka begitu pula film tersebut dapat menyebabkan kekuatan tolak-menolak listrik di antara butir-butir tetesan. Hal ini disebakan oleh adanya lapisan ganda listrik yang timbul dari kelompok bermuatan listrik yang menempatkan diri pada permukaan butir-butir teremulsi. Sebagai contoh, pada kejadian o/w ermulsi dengan

emulgator sabun natrium. Tidak hanya molekul sutrfaktan mengumpul pada antarmuka, tetapi juga karena bermuatan, mereka menempatkan diri seperti pada gambar 2. Rantai hidrokarbon masuk ke dalam tetes minyak,

sedangkan ujung yang bermuatan berhadapan dengan fase kontinu air. Jadi, permukaan tetesan bermuatan negatid dari karboksilat, sedangkan kation menempatkan diri dekat

permukaan, membentuk lapisan ganda muatan secara difus.

Gambar 2. Lapisan ganda listrik pada antarmuka oil on water

Potensial yang dihasilkan oleh lapisan ganda menimbulkan efek tolak menolak antara butri-butir minyak, jadi dapat mencegah kolaesen. Meskipun potensial listrik tolak menolak pada

antarmuka emulsi dapat dihitung,tetapi tidak dapat diukur langsung untuk perbandingan dengan teori. Tetapi jumlah zeta potensial yang dapat ditentukan. Zeta potensial emulsi distabilkan dengan surfaktanberbanding menyenangkan dengan potensial lapisan ganda yang dihitung. Dengan kata lain, perubahan zeta potensial paralel dengan perubahan dalam potensial lapisan ganda jika elektrolit ditambahkan. Besarnyapotensial pada antarmuka dapat digunakan untuk menghitung total tolak menolak antara butir-butir tetesan sebagai fungsi dari jarak di antara butir-butir tetesan. b. Interaksi butir-butir tetesan Total potensial butir-butir tetesan antara duabutri tetesan adalah fungsi jarak partikel. Potensial ini termasuk potensial tolak-menolak listrik dan interaksi-interaksi lain, yaitu kekuatan interaksi Van der Waals atau interaksi London. Terlihat bahwa potensial tolak-menolak pada jarak besar adalah kecil, lalu naik, jelas jika jarak antara butir-butir tetesan berkurang, Pasa kiripuncak (peak) kekuatan tolak menolak turun dengan cepat ke nol, dan koalesen butir-butir tetesan emulsi terjadi. Rintangan untuk koalesen adalah tinggi dan mungkin tidak dapat diatasi oleh pendekatan dua butir tetesan. Yang penting diperhatikan ialah bahwa kurva mempunyai duaminima, danmerupakan minima pada pemisahan dari kira-kira 5-14nm yang merupakan permulaan adhesi dari partikel emulsi. Bila butir tetsan jatuhke dalam minima sekunder dari kurva enesi potensial, mereka akan flokulasi. Kecilnya minima ini

menjelaskan mengapa flokulasi emulsimerupakan proses reversibel. Diperkirakan bahwa flokulasi butir-butir tetesandapat tetap dalam minima tersebut untuk waktu cukup lama, tetapi beberapa penyusunan

kembali dari senyawa surfaktan terjadi pada antarmuka. Hal ini menimbulkan modifikasi potensial dan akan dapat terjadi koalesen.

3.

Tipe Emulsi Berdasarkan fase terdispersinya, dikenal dua jenis emulsi yaitu: 1. Emulsi tipe (o/w): emulsi minyak dalam air, yaitu bila fase

minyakdidispersikan sebagai bulatan-bulatan ke seluruh fase kontinu air. Emulsi obat untuk pemberian oral biasanya bertipe o/w dan membutuhkan zat pengemulsi (emulgator) o/w. Contoh: zat-zat yang bersifat nonionic, akasia (gom), tragacanth, gelatin. 2. Emulsi tipe (w/o) : emulsi air dalam minyak, yaitu bila fase minyak bertindak sebagai fase kontinu. Emulsi farmasi w/o digunakan hampir untuk semua penggunaan luar. Emulgator yang digunakan: sabunsabun polivalen (kalsium palmitat), span, kolesterol, tween. Tetapi terdapat juga tipe emulsi multiple yaitu w/o/w atau o/w/o yaitu pada titik balik perubahan tipe emulsi, dan hal ini hanya berlangsung sebentar. Faktor-faktor yang menentukan apakah akan terbentuk emulsi w/o atau o/w tergantung pada dua sifat kritis: 1. terbentuknya butir tetesan 2. terbentuknya rintangan antarmuka Rasio fase volume, yaitu jumlah relatif minyak dan air, menentukan jumlah relatif butir tetesan, dan menaikkan kemungkinan terjadinya benturan, makin besar jumlah butir tetesan,makin kesempatan untuk benturan. Biasanya fase ekstern dalam jumlah volume yang besar.

4.

Teori Terbentuknya Emulsi Tidak ada teori secara umum yang dapat dipakai sebagai teori terbentuknya emulsi dan stabilitasnya, karena banyak faktor yang berhubungan dengan terbentuknya dan stabilitas emulsi. Emulsi dapat dibuat dengan menggunakan macam-macam emulgator yang masing-

masing tergantung dari cara kerja yang pada dasarnya berbeda-beda ntuk terbentuknya emulsi yang stabil. Teori emulsi dapat berharga bila mampu menjelaskan: 1. stabilitas emulsi 2. tipe emulsi yang terbentuk Apabila menggojok campuran, dua zat cair yang tak tercampurkan akanterjadi salah satu cairan terbagi menjadi butir-butir (tetesan) yang kecil dalam cairan yang lain. Apabila penggojogan terhenti, maka butirbutir cairan tersebut akan mengumpul menjadi satu, dan terjadi suatu pemisahan. Kegagalan dalam usahamencampur dua caitran tersebut

disebabkan kohesif antaramolekul dari masing-masing cairan terpisah adalahlebih besar daripada kekuatan adhesif antara 2 cairan. Kekuatan kohesif ini disebabkan adanya tegangan antarmuka pada batas antara dua cairan tersebut. Dengan menggojok, teganga antamuka dapat mudah dipecah sehingga terjadi butir-butir tetes yang halus. Dengan mengusahakan penurunan atau pembebasan efek tegangan antarmuka secara permanen, maka akan terbentuk emulsi yang stabil. Terlihat bahwa efek kekuatan ini (tegangan antarmuka) dapat dibedakan dengan 3 cara : 1. Dengan penambahan substansi yang menurunkan tegangan antarmuka antara 2 cairan yang tak tercampur. 2. Dengan penambahan substansi yang menempatkan diri

(menyusun) melintang di antara permukaan dari dua cairan, jadi memegang mereka bersama-sama dengan kekuatan. 3. Dengan penambahan zat yang akan membentuk lapisan film di sekeliling butir-butir fase dispers, jadi secara mekanis

melindungi mereka dari penggabungan tetes-tetes. Sering dikemukakan mengenai 3 teori tentang terbentuknya emulsi: 1. Teori tegangan permukaan

Teori ini dapat menjelaskan bahwa emulsiterjadi bila ditambahkan suatu substansi yang menurunkan tegangan antarmuka di antara 2 cairan yang tak tercampur hingga membikin mereka kurang saling tolakmenolak dan membuat kemungkinan terjadinya sistem dua fase yang stabil. 2. Teori orientasi bentuk baji (oriented wedge) Teori ini menjelaskan fenomena dari terbentuknya emulsi dengan dasar adanya kelarutan selektif daribagian molekul emulgator, dimana suatu bagian bersifat suka air/mudah larut dalam air, sedang bagian yanglain tidak, yaitu bersifat suka minyak/mudah larut dalam minyak. Teori ini disusunoleh Langmuir adn teman-temannya. Menurut teori ini, meolekul emulgator terdiri dari bagian polar dan non polar. Dua cairan yang akan dibuat emulsi berbeda pula muatannya. Emulgator akan mengatur dirinya dalam antarmuka antara dua cairan tadi sedemikian rupa sehingga ujung yang bermuatan dari molekul emulgator akan tertarik oleh cairan yang lebih bermuatan, dan ujung molekul emulgator yang tak bermuatan tertolak. Hal ini menyebabkan moleku-molekul akan membentuk garis-garis kuraqng lebih teratur. Karena ujung polar, haliniseperti pada sabun valensi tunggal dianggap lebi besar -nya daripada rantai hidrokarbon, maka lapisan film akan membuat garis bengkok melingkupi tetes minyak, sehingga minyak merupakan fase intern.

Gambar 3 Emulsi tipe o/w Lain contoh seperti pada sabun bivalen, maka diameter ujung hidrokarbon akan lebih besar, karena 2 radikal

hidrokarbon akan mengikat satu ionmetal yang bivalen, maka

10

itulapisanfilmakan membengkok, demikian hingga tetes air akan merupakan fase intern.

Gambar 4 Emulsi tipe w/o 3. Teori film plastik Teori ini menjelaskan bahwa emulgator ini mengumpul (mengendap) pada permukaan masing-masing butri tetesan dari fase dispersi dalam bentuk film yang plastis. Lapisan ini mencegah terjadinya kontakatauberkumpulnyabutir-butir tetes cairan yang sama. Jadi efek emulgator adalah mekanis murni dan tidak tergantung adanya tegangan muka. Terjadinya tipeemulsi w/o atau o/w disebabkan karena kelarutan selektif dari emulgator yang dipakai. Emulgator yang larut dalam air akan membentuk emulsi tipe o/w, sedangkan yang laurt dalam minyak akan membentuk emulsi tipe w/o

5.

Kestabilan Fisis Emulsi Hal yang paling penting dalam emulsi untuk farmasi dan kosmetik adalah stabilisasi dari hasil produk. Stabilitas emulsi farmasi adalah sifatsifat tanpa adanya koalesens dari fase intern, creaming, dan terjaganya rupa yang baik, bau, warna, dan sifat-sifat fisis lainnya. Peneliti mendefinisikan ketidakstabilan fisis suatu emulsi ialah adanya agglomerasi dari fase intern dan terjadi pemisahan produk. a. Creaming Creaming adalah terjadinya flokulasi dan konsentrasi daributributir tetesan fase intern, kadang-kadang tidak dianggap sebagai ketidakstabilan yang berat. Definisi lain, creaming adalah terpisahnya emulsi menjadi dua lapisan, dimana lapisan yang satu mengandung

11

butir-butir tetesan (fase disperse) lebih banyakdaripada lapisan yang lain dibanding terhadap emulsi mula-mula. Butiran-butiran dalam emulsi memiliki densitas yang berbedabeda yang menimbulkan kecenderungan mengalami proses destabilisasi yang disebut creaming. Partikel-partikel dengan ukuran kerapatan (densitas) kecil akan naik ke permukaan. Hasil akhir proses akhir creaming adalah 2 jenis emulsi, yaitu : 1. 2. Emulsi dengan fase internal lebih besar Dengan fase eksternal lebih besar

Contoh creaming adalah susu non homogen, yaitu secara alami susu akan membentuk krim lemak yang mengambang di permukaan (kepala susu). Creaming tidak menyebabkan permasalahan stabilitas yang serius, karena sesungguhnya tidak ada satu pun partikel dalam sistem yang benar-benar menyatu. Creaming dapat di atasi dengan cara agitasi/diaduk.

Gambar 5 Proses Creaming b. Flocculation Selama proses creaming, butiran-butiran fase internal bereaksi dua arah membentuk ikatan lemah. Secara khusus hal ini disebabkan oleh muatan permukaan yang tidak menandai pada misel, sehingga terjadi pengurangan gaya repulsif di antara butiran-butiran fase internal. Kedua partikel tersebut saling menggabung, tetapi tidak ada perubahan ukuran. Kejadian dapat diilustrasikan seperti dua buah bola bilyar yang saling disentuhkan. Pada saat keduanya bersentuhan terbentuklah asosiasi. Akan tetapi asosiasi tersebut mudah dilepaskan dengan memindahkan salah satu bola. Dengan mekanisme yang sama, flocculation pada emulsi dapat dikembalikan dengan cara 12

mengagitasi sistem. Dengan demikian flocculation bukanlah ancaman serius terhadap stabilisasi emulsi.

Gambar 6 Proses Flokulasi c. Coallesence Ketika dua butiran fase internal saling mendekat, keduanya dapat bergabung membentuk partikel yang lebih besar. Proses ini

berlangsung 1 arah (irreversible), sehingga bisa menimbulkan masalah serius pada stabilitas produk. Sejumlah partikel tertentu

yangmengalami coalescence dapat memisahkan kedua fase emulsi secara sempurna.

Gambar 7 Proses Koalesens d. Ostwald ripening Fenomena ini seperti pada coalescence dimana partikel fase internal cenderung bergabung membentuk ukuran seragam. Peristiwa ini juga bisa menyebabkan pemisahan fase. Ostwald ripening terjadi pada emulsi dimana droplet bertabrakan dengan yang lain dan membentuk droplet yang lebih besar dan yang lebih kecil. Droplet berukuran kecil akan semakin mengecil.

13

Gambar 8 Proses Ostwald Ripening

6.

Pembuatan Emulsi Tujuan pertama dalam pengemulsian adalah mereduksi fase intwern menjadi butir-butir tetesan kecil. Ini dapat dilakukan dengan tenaga luar yang merupakan sumber energi, dan energi ini diperoleh baik dengan kerja tangan atau mesin. Secara teoritis energi yang diperlukan dapat dihitung dengan rumus F= . Jika 1ml Praraffin liq. terdispersi dalam butir-butir tetesan 0,01 (10 cm) dalam 1 ml air, luas permukaan butir tetesan Paraffin liq. naik menjadi 600 m2 (6 x 106 cm2). Tegangan antarmuka antara Paraffin liq. dan air adalah 57 dyne/cm atau 57 erg/cm2). Jadi berdasarkan rumusnya, kerja yang diperlukan untuk
-6

mengemulsi adalah : F = 57 erg/cm2 (6 x 106 cm2) 34 x 107 erg = 34 joule = 8 kalori Dalam praktik, kerja yang diperlukan tidak sebanyak 8 kalori karena ukuran butir-butir Paraffin liq. lebih dari 0.5. a. Metode gom basah (metode Inggris) Cara ini cocok untuk pembuatan emulsi dengan mucilagines atau gom yang dilarutkan sebagai emulgator. Cara ini perlu dipakai meskipun

14

lambat dan tidak berdasarkan kenyataan seperti pada cara kontinental kecuali kalau emulgator yang mau dipakai berupa cairan atau harus dilarutkan dulu, seperti kuningtelur, Chondrus, dan Metilselulose. Cara ini dilakukan seperti berikut, mucilago yang kental dibuat dengan sedikit air, dan minyak ditambahkan sedikit demi sedikit dengan diaduk cepat (trituration). Bila emulsi terlalu kental, air ditambahkan lagi sedikit untuke memungkinkan diaduk, bila semua minyak sudah masuk, ditambah air, sampai volume yang dikehendaki tercapai. b. Metode gom kering (metode kontinental 4:2:1) Metode kontinental ini khusus untuk emulsi dengan emulgator gom kering. Emulsi pertama-tama (korpus emulsi) dibuat dengan 4 bagian minyak, 2 bagian air, dan satu bagian gom, lalu sisa air dan bahan lain ditambhakan. Metode ini juga disebut metode 4:2:1. Minyak 4 bagiian dan gom 1 bagian diaduk dalam mortir bersih dan kering sampai tercampur benar, lalu ditambahkan 2 bagian air semuanya lalu diaduk sampai terjadi korpus emulsi. Tambahkan sirup, dan tambahkan sisa air sedikit demi sedikit. Bila ada cairan alkohol, hendaklah ditambahkan setelah diencerkan, sebab alkohol merubah emulsi. c. Metode HLB (Hydrophyl-lipophyl balance) Guna alasan ekonomis perlu dicari emulgator yang murah, emulgator yang penggunaanya sedikit mungkin untuk mendapat emulsi yang stabil. Unutk memperoleh efisiensi emulgator, perlu diperhatikan sifatsifat dari emulgator untuk tipe sistem yang dipilih, apakah kondisi ekstern dapat dimodifikasi dari pilihan tersebut. Pada tahun 1933 Clayton telah membuat seri emulgator seimbang yang telah dipatenkan. Dalam hal ini terdapat pengaruh terhadap sifat surface aktif dari molekul mengenai sifat relatif hidrofil/lipofil. Nilai HLB diberikan bagi tiap-tiap surface active agent (s.a.a.) dan dihubungkan dikehendaki. dengan perbandingan ukuran pemakaian yang

15

Daftar

berikut menunjukkan nilai HLB yang

dibutuhkan bagi

bermacam-macam tipe sistem. Tabel 1 Hubungan Nilai HLB dan Tipe Sistem Nilai HLB 3-6 7-9 8-18 13-15 15-18 Tipe sistem W/O emulgator Wetting agent (zat pembasah) M/A emulgator Detergent (zat pembersih) Solubilizer (penolong kelarutan)

Telah disusun pula hubungan yang mendekati antara HLB dan kelarutannya dalam air. Tabel 2 Hubungan antara HLB dan Kelarutan dalam Air Aksi jika ditambah dalam air Tidak terjadi dispersi dalam air Terjadi dispersi sedikit Terjadi dispersi seperti susu setelah digojok baik-baik Terjadi dispersi seperti susu yang stabil Jernih sampai dispersi yang terang Larutan yang terang Jarak HLB 1-4 3-6 6-8 8-10 10-13 13+

7.

Peralatan Mekanik untuk Emulsi Kebanyakan metode yang dipakai untuk memecah fase intern menjadi butir tetesan tergantung pada kekuatan (brute force) dan membutuhkan beberapa macam pengadukan. Bila suatu cairan

disemprotkan dengan tekanan ke dalam cairan lain, maka cairan yang disemprotkan akan pecah jadi butir tetesan. Faktor yang memecah cairan yang disemprotkan tergantung pada diameter mulut semprotan, kecepatan penyemprotan cairan, kerapatan dan viskositas cairan tadi, serta tegangan antarmuka kedua cairan.

16

Pemecahan serupa menjadi butir-butir tetesan dapat terjadi bila cairan dibiarkan mengalir di dalam cairan lain dengan mengaduk atau memutar kuat-kuat. Mula-mula terjadi pemecahan cairan menjadi butirbutir tetesan kasar dan bila diteruskan dengan kekuatan turbulen akan terjadi deformasi butir tetesan dan selanjutnya akan pecah menjadi butir tetesan yang lebih halus. Bermacam-macam alat digunakan untuk mencegah cairan jadi butir-butir tetesan dan mengemulsi. Peralatan inti dapat dibagi menjadi 4 kategori : 1. Pengaduk mekanis Pengaduk terdiri dari bermacam-macam impeller yang dipasang pada ujung batang sumbu yang berutar. Untuk memproduksi emulsi dengan viskositas rendah cukup digunakan baling-baling dengan ujung sederhana. Jika yang diproduksi emulsi dengan viskositas sedang, digunakan pengaduk tipe turbin. Untuk pemakaian khusus digunakan bilah kayuh, bilah rotasi penghalang, atau bilah ketam. Derajat pengadukan ditentukan oleh kecepatan rotasi pendorong, tetapi model aliran cairan dan hasil efisiensi penyampuran ditentukan oleh tipe pendorong, posisinya dalam wadah, adanya pemecahan dan ukuran umum wadah. Karena adanya bermacam-macam sifat alir dan kebutuhan pencampuran yang efisien, maka : a. Diperlukan pengadukan yang kuat pada sistem yang kental b. Diperlukan butir tetesan yang halus c. Harus dihindari terjadinya buih yang mungkin terbentuk pada kecepatan gesek tinggi. Dengan demikian penggunaan pengaduk terbatas. 2. Homogenizer Dalam homogenizer dispersi dari kedua cairan terjadi karena campuran dipaksa melalui saluran lobang kecil dengan tekanan besar (lihat gambar 9)

17

Lubang saluran yang kecil dapat diatur dengan menekan katup dengankatuo penekan yang berhubungan dengan per (pegas) yang dihubungkan dengan sekrup. Karena butir-butir tetes melalui saluran lubang kecil, maka butir-butir tetesan akan menjadi kecil karena adanya gesekan hidrolisis dan turbulen.

Gambar 9 Skema Homogenizer Homogenizer dapat tersusun menjadi lebih dari sekali terjadinya pengemulsian dan memungkinkan emulsi kembali melalui

homogenizer lebih dari satu kali. Homogenizer sangat berguna untuk cairan atau pasta karena kecepatan melaluinya sedikit dipengaruhi viskositas. Tetapi harus diingat bahwa proses homogenisasi menaikkan temperatur emulsi dan memerlukan pendinginan setelah itu. 3. Colloid mill Colloid mill terdiri atas rotor dan stator dengan permukaan penggilingan berbentuk kerucut dimana ada jarak yang dapat diatur antara 0,002-0,003 inchi. Kecepatan rotor berkisar antara 3000-20000 ppm. Materi yang digiling harus digiling sebelumnya agar tidak merusak colloid mill. Suspensi yang mengandung partikel 100 mesh dimasukkan dalam corong dan terlempar ke tepi oleh aksi sentrifuse. Efek reduksi terjadi antara permukaan penggiling. Colloid mill sering digunakan untuk membuat suspensi dan emulsi dengan ukuran kurang dari 1 mikron. Colloid mill juga digunakan

18

untuk memperoleh derjat yang tinggi dispersi zat padat atau cairan dalam cairan, biasanya dengan adanya zat pendispersi dan tidak semata-mata untuk reduksi ukuran zat padat.

Gambar 10 Colloid mill dengan rotor dan stator 4. Ultrasonifiers atau ultrasonic devices Woods dan Loomis dalam tahun 1927 telah dapat membuat emulsi dengan penggunaan getaran ultrasonik, yaitu getasan dengan frekuensi tinggi, 200000 putaran per detik. (Getaran tinggi yang masih dapat terdengar oleh telingamanusia 15000 putaran per detik). Getaran itu dapat diperoleh dengan cara : a. Efek piezoelectric Metode ini berdasarkan adanya kontraksi kristal dalam medan listrik. Bila arus bolak-balik dengan frekuensi sama dengan arah asli getaran kristal yang ditempatkan

melintang pada permukaan kristal akan menghasilkan ayunan yang sangat kuat. b. Efek elektromagnetik Metode ini prinsipnya sama dengan terjadinya gelombang suara oleh bergeraknya kumparan pengeras suara.

19

Gambar 11 Efek Elektromagnetik c. Efek magnetostriction Suatu logam ferrromagnit, biasanya nikel, panjangnya akan berubah bila diletakkan dalam medan magnit. (GAMBAR 12) Bila medan magnit bolak balik dari frekuensi biasa suatu batang logam ditempatkan, akan terjadi ayunan dengan amplitudo yang besar. Ada keuntungannya bahwa elemen yang berayun sendiri tidak berarus, maka dapat langsung ditempatkan dalam air.

Gambar 12 Efek magnetostrriction

d. Efek mekanik Prinsip bekerjanya sama dengan pada organ pipa. Contohnya pada Pohlman whistle.

20

Gambar 13 Efek mekanik Simpul pembantu dari bilah dipisahkan oleh jarak yang sama dengan separo panjang gelombang dari getaran sistem. 8. Pemilihan Emulgator Golongan emulgator diseleksi terutama berdasarkan pada persyaratan stabilitas shelf life, tipe emulsi yang dikehendaki, dan biaya emulgator. Emulgator biasanya dibagi menjadi golongan sebagai berikut. 1. Surfaktan Banyak surfaktan yang dapat diperoleh untuk dipakai dalam pembuatan emulsi. Sehingga tidak mungkin menguraikan satu persatu, hanya dapat disajikan penggolongan secara umum. Dulu orang memilih emulgator berdasarkan perasaan dan perkiraan mengenai perilaku hidrofil-lipofilnya dan tipe emulsi yang dihasilkan degnan fase lipid atau air yang diberikan. Untuk mensistematikkan pemilihan emulgator dengan pendekatan hidrofil-lipofil. Griffin mengemukakan sistem Hydrophillic Lipophilic Balance (HLB) dari surfaktan. Nilai HLB suatu emulgator dapat ditentukan jika diketahui struktur formula surfaktan. Dapat dikatakan bahwa surfaktan yang larut dalam minyak atau terdispersi dalam minyak mempunyai nilai HBL rendah, sedang yang terdispersi dalam air mempunyai nilai HLB tinggi.

21

Tabel 3 Nilai HLB beberapa surfaktan / emulgator Surfaktan Etilen glikol distearat Sorbitan tristearat Propilen glikoil monostearat Sorbitan sesquoileat Gliseril monostearat (non self emulsifiying) Propilenglikol monolaurat Sorbitan monostearat Dietilen glikol monostearat Gliserol monostearat (self emulsifiying) Dietilen glikol monolaurat Span 40 Sucrose-dioleate Polietilen glikol monooleat Span 20 Polioksietilen lauril eter Tween 80 Polioksi etilen cetil eter Tween 65 Polioksi etilen glikol monooleat Polioksi etilen glikol monostearat Poloioksi etilen nonil fenol Tween 20 Tween 80 Tween 40 Natrii oleat Kalii oleat Natrii lauril sulfat 1,5 2,1 3,4 3,7 3,8 4,5 4,7 4,7 5,5 6,1 6,7 7,1 8,0 8,6 9,5 9,6 10,3 10,5 Keruh tembus cahaya 11,4 sampai dispersi jernih 11,6 13,0 13,3 Larutan jernih 15,0 15,6 18,0 20,0 40 Dispersi seperti susu (stabil) Dispersi seperti susu (tak stabil) Dispersi lemah (poor) HLB Tidak terjadi dispersi

22

2. Koloid hidrofil Golongan ini digolongkan sebagai emulgator pembantu meskipujn dapat pula digunakan sebagai emulgator secara sendirian.

Hidrokolloid adalah koloid yang memiliki afinitas terhadap air. Afinitas hidrokoloid terhadap air adalah sifatnya dapat bereaksi dengan air, larut atau dapat mengembang. Dapat berguna sebagai emulgator, tetapi kegunaannya yang banyak adalah sebagai emulgator pembantu atau zat pengental. Tanah liat alam atau sintesis biasanya dipakai sebagai pembentuk viskositasemulsi atau sebagai zat penyuspensi zat padat. Tanah liat yang sering dipakai sebagai hidrokoloid adalah 3. Zat padat terbagi halus Zat ini dapat dipakai sebagai emulgator baik, terutama bila dikombinasi dengan surfaktan atau makromolekul yang menaikkkan voskositas.Yang dipakai adalah zat anorganik padat polar seperti hidroksida logamberat,tanah liat tertentu yang tidak mengembang, zat pigmen, juga zat padat nonpolar seperti karbon, gliserilstearat. Zat padat non polar bersifat dapat dibasahi oleh air lebih besar daripada oleh minyak. Sebaliknya, zat padat nonpolar mudah dibasahi dengan minyak. 9. Penerapan Emulsi dalam Teknologi Pangan 9.1 Margarin Margarin adalah mentega buatan. Bisa dibuat dari minyak nabati, atau minyak hewani. Bisa juga Margarin sehingga mengandung mengandung margarin susu lebih banyak

saringan, garam dan sedikitlemak daripada

pengemulsi. mentega,

digunakan sebagai pengganti mentega. Ada juga margarin rendah kalori, yang mengandung lemak lebih sedikit.Margarin adalah salah satu produk olahan dengan teknik emulsi. Lipid oksidasi sangat sering terjadi di fase likuid, oksigen berfdifusi ke dalam minyak melalui antarmuka makroskopik antara minyak dan air. Dalam emulsi

23

margarin (w/o) oksigen berdifusi dari udara secara langsung ke fase kontinyu dari minyak dimana oksidasi terjadi.4 Untuk mengurangi difusi bisa dengan penggunaan emulsifier yang bisa berpengaruh terhadap antioksidan di dalamnya.4 9.2 Susu Susu adalah emulsi lemak dalam air dengan pH 6.5-6.6, berat jenis 1,027-1,035 pada suhu 27oC, memiliki titik didih 100,17oC, titik beuk 0,5 sampai -0,61oC, dan kekentalan 1,005 centipoise secara kimia. Susu adalah cairan bergizi berwarna putih yang dihasilkan

oleh kelenjar susu mamalia betina. Susu adalah sumber gizi utama bagi bayi sebelum mereka dapat mencerna makanan padat. Susu binatang (biasanya sapi) juga diolah menjadi berbagai produk seperti mentega, yogurt, es krim, keju, susu kental manis, susu

bubuk dan lain-lainnya untuk konsumsi manusia. Susu merupakan produk pangan yang berwujud emulsi. Akan tetapi dalam proses pengolahan susu masih tidak memperhatikan preheating phase yang dapat merubah struktur dalam emulsi susu tersebut.5 9.3 Santan Santan meripakan emulsi o/w dari endosperma kelapa yang sudah tua baik dengan atau tanpa tambahan air.6 Emulsi dalam santan secara natural telah distabilisasi oleh protein dalam kelapa (globulin, albumin, fosfolipid). Akan tetapi emulsi ini tidak terlalu stabil dan bisa terbentuk creaming.6 Untuk menambah stabilitas dari santan banyak emulsifier ditambahkan dalam proses pengolahan, salah satunya surface-active stabilizer yang telah dibuktikan dapat menstabilkan emulsi santan.6 Minyak dalam santan terdapat dalam bentuk emulsi minyak air dengan protein sebagai stabilisator emulsi. Air sebagai pendispersi dan minyak sebagai fase terdispersi. Di dalam sistim emulsi minyak air, protein membungkus butir-butir minyak dengan suatu lapisan tipis sehingga butir-butir tersebut tidak dapat bergabung menjadi satu fase kontinyu. Butir-butir minyak dapat bergabung menjadi satu fase

24

kontinyu jika sistem emulsi di pecah dengan jalan merusak protein sebagai pembungkkus butir-butir minyak. Dalam industri makanan, peran santan sangat penting baik sebagai sumber gizi, penambahan aroma, cita rasa , flavour dan perbaikan tekstur bahan pangan hasil olahan. Minyak sayur juga menjadi komponen penting dalam emulsi dan bisa mempengaruhi psikokimia dari emulsi. Stabilitas emulsi dapat dihitung dari tingkat dimana creaming, flocculating, atau coalesense7. Ketika minyak sayur terdispersi dalam sistem emulsi, perbedaan besar terlihat pada gravitasi antara minyak dan air. 9.4 Mayones Mayones adalah emulsi o/w dimana protein telur termasuk lipoprotein berfungsi sebagai emulsifier.8 Telur itu sendiri berfungsi sebagai emulsifier. Menurut berbagai studi, putih telur (albumen) lebih sedikit berperan dibanding kuning telur. Mayones mempunyai tekstur tebal karena tingginya volume fase internal dan droplet yang lebih kecil. Oleh karena itu, tidak timbul untuk penstabilan melawan creaming. Akan tetapi, diformulasi untuk kestabilan maksimum melawan koalesens karena tetesan minyak dekat membran dibutuhkan di sekitar droplet minyak. Dengan begitu, membran yang kuat dan tebal dibutuhkanuntuk membentuk kestabilan emulsi dan mencegah flokulasi.8

25

BAB III PENUTUP

1. Kesimpulan Emulsi merupakan sistem koloid yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Emulsi adalah campuran dua zat yang saling melarut, salah satu zat cair itu terdispersi (fase terdispersi) dalam zat cair lain (fase kontinyu) dalam bentuk butir-butir yang sangat halus. Ada beberapa teori 3 teori emulsi yaitu stabilisasi butir tetesan dan interaksi butir tetesan. Sedangkan tipe emulsi ada 2 yaitu oil-on-water (o/w) dan water-on-oil (w/o). Teori terbentuknya emulsi ada 3 yaitu teori tegangan permukaan, orientasi bentuk baji, dan film plastik. Sedangkan kestabilan fisis emulsi ada beberapa macam. Dan untuk mendukung kestabilan itu dibutuhkan emulgator. Pembentukan emulsi menggunakan beberapa alat yang sudah dijelaskan. Seangkan contoh makanan yang menggunakan emulsi adalah santan, susu, mayones, dan margarin. 2. Saran Dengan menerapkannya mengetahui konsep tentang emulsi, kita dapat

sesuai kebutuhan dan sesuai prinsipnya

sehingga

penggunaanya tidak sia-sia atau salah teori.

26

DAFTAR PUSTAKA

1.

Friberg, S. E. (1997). Emulsion stability. In S. E. Friberg, & K. Larsson (Eds.), Food emulsions (pp. 155). New York: Marcel Dekker.

2.

McClements, D. J. (2005). Food emulsions: Principles, practices and techniques. Boca Raton, FL: CRC Press.
Dispersi

3.

Anief, Mohammad. (1999). Sistem

, Formulasi Suspensi dan Emulsi.

Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. 4. V. Filip, I.Hradkova, J. Smidrkal. Antioxidants in Margarine Emulsions. Czech J. Food Sci. 2009; 27:9-11 5. Brygida E. Dybowska. Properties of Milk Protein Concentrate Stabilized oilin-water Emulsions. Journal of Food Engineering. 2008 Mar 11;88:507513 6. Nattapol Tangsuphoom, John N. Coupland. Effect of Surface-active Stabilizers on the Microstructure and Stability of Coconut Milk Emulsions. Food Hydrocolloids. 2008;22:1233-42 7. Hammed Mirhosseini, Chin Ping Tan. Physicochemical properties of beverage emulsion as function of glycerol and vegetable oil contents. Journal of Food, Agliculture & Environment. 2009;7(3&4):79-85 8. Gaurav Gaonkar, Rathna Koka, Ken Chen, Bruce Campbell. Emulsifying functionality of enzyme-modified milk proteins in O/W and mayonnaiselike emulsions. African Journal of Food Science. 2010 January;4(1):1625

27

Anda mungkin juga menyukai