Anda di halaman 1dari 6

BAB II PEMBAHASAN Para tabiin memperoleh hadits dari para sahabat.

Mereka berbaur dan mengenal segala sesuatu dari para sahabat dan mereka juga membawa sebgaian besah hadis Rasul dan para sahabat. Mereka benarbenar mengetahui kapan para sahabat melarang penulisan hadis dan kapan mereka memperbolehkannya. Mereka benar-benar mengambil teladan dari para sahabat yang merupakan generasi pertama yang membwa Alquran dan hadis. Karena alasan-alasan yang menyebabkankhulafaurrasyidin dan para sahabat lain melarang penulisan hadis sama dengan alasan-alasan yang menjadi pertimbangan para tabiin dalam pelarangannya, sehingga semua mengacu pada titik yang sama. Para tabiin akan melarang penulisan alSunnah bila alasan-alasan itu ada dan akan menyepakati kebolehan penulisannya ketika alasan-alasan itu hilang ataupun bahkan meyoritas mereka menganjurkannya. KODIFIKASI HADIS Dalam fakta sejarah, di masa sahabat belum ada pembukuan hadis secara resmi yang diprakarsai pemerintah, padahal peluang untuk membukukan hadits terbuka. Umar bin Khattab pernah berfikir membukukan hadits, ia meminta pendapat para sahabat, dan disarankan membukukannya. Setelah Umar bin Khattab istikharah sebulan lamanya ia membatalkan rencana tersebut. Pada masa tabiin wilayah islam bertambah luas. Perluasan daerah tersebut diikuti dengan penyebaran ulama untuk menyampaikan ajaran ilsam di daerah- daerah, termasuk ulama hadis. Penyebaran hadis disesuaikan dengan kekuatan hafalan masing-masing ulama itu sendiri, sehingga tidak merata hadis yang dimiliki ulama hadis. Maka kondisi tersebut sebagai alasan kodifikasi hadis. Kodifikasi ini disinonimkan dengan tadwin al-hadis tentunya berbeda dengan penulisan hadis kitabah alhadis. Tadwin al-hadis mempunyai makna penulisan hadits Nabi ke dalam suatu buku (himpunan, dan susunan) yang pelaksanaanya dilakukan atas legalitas yang berlaku umum dari lembaga kenegaraan yang diakui masyarakat. Sedangkan Kitabah al-Hadits itu sendiri asal mulanya merupakan hasil kesaksian sahabat Nabi terhadap sabda, perbuatan, taqrir, dan atau al-ihwal Nabi kemudian apa disaksikan oleh sahabat itu lalu disampaikannya kepada orang lain, dan seterusnya, baik secara lisan maupun tulisan. Jadi belum merupakan kodifikasi, akan tetapi baru merupakan tulisan- tulisan-tulisan atau catatan-catatan pribadi. Sedangkan perbedaan-perbedaan antara kodifikasi hadis secara resmi dari penulisan hadis adalah sebagai berikut:

1. Kodifikasi hadis secara resmi dilakukan oleh suatu lembaga administratif yang diakui masyarakat, sedang penulisan hadis dilakukan oleh perorangan. 2. Kegiatan kodifikasi hadis tidak hanya menulis, tapi juga mengumpulkan, menghimpun, dan mendokumentaskannya. 3. Tadwin hadis dilakukannya secara umum, yang melibatkan segala perangkat yang dianggap berkompeten terhadapnya, sedang penulisan hadis dilakukan oleh orang-orang tertentu. III. PERAN UMAR BIN ABDUL AZIZ DALAM KODIFIKASI Secara resmi berdasarkan perintah khalifah, dengan melibatkan beberapa personil, yang ahli dalam khalifah, dengan melibatkan beberapa personil yang ahli dalam masalah ini. Bukan dilakukan secara perorangan atau untuk kepentingan pribadi, seperti terjadi pada masa-masa sebelumnya. Khalifah Umar bin Abdul Aziz melalui instruksi kepada Abu Bakar bin Muhammad bin Amr bin Hazm (Gubernur Madinah) dan para ulama Madinah agar memperhatikan dan mengumpulkan hadis dari para penghafalnya. Di antara isntruksinya kepada para ulama Madinah: taqrir, dan atau al-ihwal Nabi kemudian apa disaksikan oleh sahabat itu lalu disampaikannya kepada orang lain, dan seterusnya, baik secara lisan maupun tulisan. Jadi belum merupakan kodifikasi, akan tetapi baru merupakan tulisantulisan-tulisan atau catatan-catatan pribadi. Sedangkan perbedaan-perbedaan antara kodifikasi hadis secara resmi dari penulisan hadis adalah sebagai berikut: 1. Kodifikasi hadis secara resmi dilakukan oleh suatu lembaga administratif yang diakui masyarakat, sedang penulisan hadis dilakukan oleh perorangan. 2. Kegiatan kodifikasi hadis tidak hanya menulis, tapi juga mengumpulkan, menghimpun, dan mendokumentaskannya. 3. Tadwin hadis dilakukannya secara umum, yang melibatkan segala perangkat yang dianggap berkompeten terhadapnya, sedang penulisan hadis dilakukan oleh orang-orang tertentu. Khalifah Umar bin Abdul Aziz melalui instruksi kepada Abu Bakar bin Muhammad bin Amr bin Hazm (Gubernur Madinah) dan para ulama Madinah agar memperhatikan dan mengumpulkan hadis dari para penghafalnya. Di antara isntruksinya kepada para ulama Madinah: perhatikan atau periksalah hadits-hadits Rasulullah, kemudian himpunlah ia

Khalifah menginstruksikan kepada Abu Bakar ibn Muhammad bin Hazm agar mengumpulkan hadis-hadis yang ada pada Amrah binti Abdurrahman al- Anshari (wafat 98H) murid kepercayaan siti Aisyah. Dan alQasim bin Muhammad bin Abi Bakar (wafat 107H). instruksi yang sama ia tunjukkan pula kepada Muhammad bin Syihab Al-Zuhri (wafat 124H), yang dinilainya sebagai orang yang lebih banyak mengetahui hadis dari pada yang lainnya. Peranan para ulama hadis, khususnya al-Zuhri, sangat mendapat penghargaan dari seluruh umat Islam. Mengingat pentingnya pernana al-Zuhri ini, para ulama di masanya memberikan komentar, bahwa jika tanpa dia, di antara hadis-hadis niscaya hadis sudah banyak yang hilang.Beberapa pokok mengapa khalifah Umar bin Abdul Aziz mengambil kebijaksanaan seperti ini.Pertama ia khawatir hilangnya hadis-hadis, dengan menginggalnya para ulama di medan perang.Kedua ia khawatir akan tercampurnya antara hadis-hadis yang shahih dengan hadis-hadis yang palsu. Ketiga bahwa dengan semakin meluasnya daerah kekuasaan Islam, sementara kemampuan para tabiin antara satu dengan yang lainnya tidak sama, jelas sangat memerlukan adanya usaha kodifikasi ini. TOKOH-TOKOH HADITS GENERASI TABIIN ABAD PERTAMA Tulislah kepadaku apa yang tetap padamu dari pada hadits Rasulullah, sesungguhnya aku khawatir hilangnya ilmu dan wafatnya para ulama.

Khalifah menginstruksikan kepada Abu Bakar ibn Muhammad bin Hazm agar mengumpulkan hadis-hadis yang ada pada Amrah binti Abdurrahman al- Anshari (wafat 98H) murid kepercayaan siti Aisyah. Dan alQasim bin Muhammad bin Abi Bakar (wafat 107H). instruksi yang sama ia tunjukkan pula kepada Muhammad bin Syihab Al-Zuhri (wafat 124H), yang dinilainya sebagai orang yang lebih banyak mengetahui hadis dari pada yang lainnya. Peranan para ulama hadis, khususnya al-Zuhri, sangat mendapat penghargaan dari seluruh umat Islam. Mengingat pentingnya pernana al-Zuhri ini, para ulama di masanya memberikan komentar, bahwa jika tanpa dia, di antara hadis-hadis niscaya hadis sudah banyak yang hilang. Beberapa pokok mengapa khalifah Umar bin Abdul Aziz mengambil kebijaksanaan seperti ini.Pertama ia khawatir hilangnya hadis-hadis, dengan menginggalnya para ulama di medan perang.Kedua ia khawatir akan tercampurnya antara hadis-hadis yang shahih dengan hadis-hadis yang palsu. Ketiga bahwa dengan semakin meluasnya daerah kekuasaan Islam, sementara kemampuan para tabiin antara satu dengan yang lainnya tidak sama, jelas sangat

memerlukan adanya usaha kodifikasi ini. TOKOH-TOKOH HADITS GENERASI TABIIN ABAD PERTAMA 1. Aban bin Utsman bin Affan (20-105H) Beliau termasuk orang yang pertama kali menulis buku. Beliau menulis buku tentang maghazi (kisah peperangan Nabi). Yahya bin Al-Mughirah bin Abd Al-Rahman meriwayatkan dari ayahnya, bahwa ayahnya (al-mughirah) tidak mempunyai kitab tulisan tangan yang berisi hadis-hadits Nabi SAW selain maghazi Nabi yang diambil nya dari Abban bin Utsman. Ayahnya itu sering membacakan kitab tersebut, serta menyuruh Yahya agar mempelajarinya. 2. Ibrahim bin Yazid al-Nakhai al-Awar (47-96H) Mansur meriwayatkan dari Ibrahim, kata Ibrahim: saya tidak pernah datang kepada Ibrahim dan berkata, saya datang kepadamu membawa berbagai masalah, tetapi saya lupa hal itu; sedangkan Ibrahim menjawab, memang, jarang orang mau menulis kecuali tulisannya itu akhirnya dijadikan andalan Barangkali karena alasan inilah beliau enggan menulis hadis. Apabila tidak demikian, tentu beliau sudah menulisnya, seperti yang pernah beliau lakukan kepada Qatadah. 3. Abu Salamah bin Abd. Al-Rahman Abu Ishaq mengatakan, ia melihat Abu Salamah bin Abdul Rahman menyuruh seorang anak untuk mengambil kitab. Kitab itu kemudian dibawanya ke sebuah ruangan rumah dan diimlakkannya kepada anak tersebut, sedang anak tersebut menuliskannya. 4. Abu Qilabah Abdullah bin Zaid al-Basri wafat di kota Dariya, 104 H. Beliau termasuk tokoh yang terpandang. Meriwayatkannya hadis dari Samurah bin Jundub, Tsabit bin alDhahhak, Anas bin Malik dan lain-lain. Pernah beliau diminta untuk menjadi qadhi, tetapi beliau menghilang dan merantau ke Syam, dan tinggal di kota Dariya. Beliau juga termasuk tokoh yang disegani, terbukti ketika beliau sakit, Umar bin Abdul Aziz datang menjenguknya. 5. Abu al-Malih bin Usamah bin al-Hudzail (w 89H) Ayyub menuturkan bahwa Abu Qilabah dan Abu al-Malih sama-sama menulis hadits. 6. Ummu Darda, Juhaimah binti Yahya al-Dimasyqiyyah, (w 81H) 7. Jabir bin Zaid al-Azdi (w 93H) Al-Ribab mengatakan, ia pernah bertanya keepada Ibnu Abbas tentang suatu masalah; jawab Ibnu Abbas: kenapa Anda bertanya kepada saya padahal Jabir bin Zaid ada pada Anda. Dan adalah Hasan Al-Bashri, apabila ia hendak berperang maka yang memberikan fatwa kepada orang-orang adalah Jabir bin Zaid.

8. Harits bin Abdullah al-Awar al-hamdani Beliau mempunyai kitab banyak. Abu Bakar bin Ayysy mengatakan: sebenarnya orang-orang tidak begitu tertarik dengan Harits, mereka lebih tertarik dengan yang lain. Hanya saja Harits ini mempunyai kitab banyak sekali. 9. Hibban bin Jazi al-Sulami (wafat 100H) 10. Hamran Bin Aban, eks hamba Utsman bin Affan (wafat sesudah 75H) 11. Khalid bin Madan bin Abu Kuraib al-Kalai (wafat 103H) 12. Dzakwan Abu Shalih al-Samman (20-101H) 13. Abu al-Aliyah al-Riyahi (wafat 90H) 14. Salim Bin Abu al-Jaad (wafat 100H) 15. Said bin Jubair (46-95H) 16. Said bin Fairuz abu al-Al-Bukhtari (wafat terbunuh 83H) 17. Sulaiman bin Qais al-Yasykuri al-Bashri (wafat sebelum 80H) 18. Syurahil bin Syurahbil (wafat sebelum 60H) 19. Syaqiq bin Salamah al-Asadi (1-82H) 20. Syahr bin Hausyab al-Asyariy (20-100H) 21. Al-Dhahhak bin Muzahim (w 105H) 22. Tawus bin Kaisan al-Yamani, (w 100H) 23. Amir bin Syarahil Amr al-Syabi al-Hamdani (19-103H) 24. Amir bin Abdullah bin Masud al-Hadzali (wafat 81H) 25. Abdul Rahman bin Aidz al-Azdi (w 80H) 26. Abdul Rahman bin Abdullah bin Masud (wafat 79H) 27. Abdul Rahman bin Ghanm al-Asyariy (wafat 78H) 28. Abdul Rahman bin Mull, Abu utsman al-Nahdi (35SH-95H) 29. Abdullah bin Rabah al-Anshari (wafat 90H) 30. Abdullah bin Abu Qatadah (wafat 99H) 31. Abdullah bin Muhammad bin Ali (wafat 99H) 32. Abdullah bin Hurmuz (wafat 100H) 33. Ubaidillah bin Abu Rafi (wafat 80H) 34. Ubaidah bin Amr al-Salmani al-Muradi (wafat 72H) 35. Urwah bin al-Zubair bin al-Awwam (22-93H) 36. Ikrimah, mantan hamba Ibnu Abbas (wafat 105H) 37. Umar bin Abdul Aziz (63-101H) 38. Amrah binti Abdul Rahman (21-98H) 39. Al-Qasim bin Muhammad bin Abu Bakar al-Shiddiq (35-105H) 40. Katsir bin Murrah al-Hadhrami (wafat 75H) 41. Kurdus Bin Abbas al-Tsalabiy (10SH-60H) 42. Lahiq bin Humaid Abu Mijlaz (wafat 100H) 43. Mujahid bin Jabr al-Makki (21-102H)

PENUTUP

Betapa besar nikmat yang telah dirasakan oleh umat manusia saat ini. Dapat mengkaji dan meneliti akan sebuah hadits dengan mudahnya, melalui kitab- kitab hadis yang telah terkodifikasi oleh para ulama dahulu. Andaikan dahulu, para sahabat dan tabiin tidak terbersit dalam pikiran mereka untuk mengkodifikasi hadits-hadits Nabi, mungkin sekarang ini manusia sulit dalam menentukan segala macam hukum dan permasalahan yang muncul.

Anda mungkin juga menyukai