Anda di halaman 1dari 13

DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA

----

PANDANGAN DAN PENDAPAT DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA TERHADAP RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM RESI GUDANG

I.

PENDAHULUAN 1. Sesuai dengan ketentuan Pasal 22D ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pasal 224 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, serta memperhatikan Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI), maka DPD RI pada hari ini menyampaikan Pandangan dan Pendapat terhadap RUU tentang Sistem Resi Gudang kepada DPR RI sebagaimana Surat Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Nomor LG.01.03/9462/DPR RI/XII/2010 Perihal Penyampaian RUU tentang Perubahan Atas UndangUndang Nomor 9 Tahun 2006 tentang Sistem Resi Gudang tanggal 23 Desember 2010. 2. Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) memahami kehadiran RUU tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2006 tentang Sistem Resi Gudang dalam rangka untuk memperbaiki aturan hukum tentang Sistem Resi Gudang. DPD RI meyakini bahwa meskipun aturan tentang Sistem Resi Gudang sudah diundangkan sejak tahun 2006, namun dalam pelaksanaanya masih jauh dari harapan. Salah satu penyebabnya adalah ketidakjelasan orientasi dari Undang-Undang ini 1

apakah berorientasi untuk kepentingan para petani atau pedagang besar dan pemilik gudang. Menilik pada tujuan Sistem Resi Gudang yakni mengembangkan sistem pembiayaan yang diperlukan bagi usaha kecil dan menengah, termasuk petani yang umumnya menghadapi masalah pembiayaan karena keterbatasan akses dan jaminan kredit, maka perubahan RUU tentang Sistem Resi Gudang ini diharapkan nantinya dapat mempertegas paradigma yang akan diusung oleh RUU tersebut yakni keberpihakan pada kepentingan kesejahteraan para petani. 3. DPD RI berpendapat bahwa penyebab lain belum optimalnya

implementasi Sistem Resi Gudang adalah sumber daya Penilai (Grader) yang masih sangat terbatas. Sebagai analogi, ketika pihak bank ingin meminimalisir resiko fluktuasi harga barang komoditi dengan harga barang di gudang, hal itu jadi sulit tercapai akibat terbatasnya jumlah tenaga grader yang menilai kualitas komoditi barang pertanian. 4. Bahwa setelah melakukan kajian dan analisis terhadap substansi RUU tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2006 tentang Sistem Resi Gudang, DPD RI mengharapkan hendaknya RUU tentang Perubahan atas Sistem Resi Gudang ini menjadi landasan hukum terhadap Sistem Resi Gudang yang bertujuan memberikan kepastian hukum dan kemanfaatan bagi kemaslahatan para petani dan rakyat di daerah dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

II.

PANDANGAN DAN PENDAPAT UMUM II. A Tentang Proyeksi Umum dan Dasar Perubahan Terhadap Undang-Undang tentang Sistem Resi Gudang Setelah melakukan kajian dan pembahasan secara komprehensif terhadap RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Sistem Resi Gudang yang diusulkan oleh DPR RI, maka DPD RI menyampaikan hal-hal sebagai berikut;

1.

Mengingat pembentukan peraturan perundang-undangan sebagai proses pembuatan peraturan perundang-undangan yang pada dasarnya dimulai dari perencanaan, persiapan, teknik penyusunan, perumusan, pembahasan, pengesahan,

pengundangan, dan penyebarluasan, maka DPD RI meyakini bahwa perubahan Undang-Undang Sistem Resi Gudang haruslah dijiwai dengan semangat perlindungan terhadap kepentingan petani dan efektifitas pasar komoditas pertanian. Pada prinsipnya pembahasan terhadap ini harus melibatkan partisipasi luas masyarakat termasuk keikutsertaan DPD yang diberi kewenangan konstitusional menjembatani kepentingan daerah pada setiap pengambilan kebijakan di Pusat termasuk lahirnya peraturan perundang-undangan untuk Sistem Resi Gudang. 2. DPD RI berpandangan bahwa kekuatan modal dasar kelembagaan yang sudah ada selama ini di masyarakat harus terus didorong untuk saling mendukung dengan Sistem Resi Gudang dalam upaya meningkatkan kesejahteraan petani. 3. Sistem Resi Gudang yang sudah diundangkan sejak tahun 2006 mengalami kendala implementatif yang antara lain disebabkan lemah dan kurangnya sosialisasi bagi petani dan semua pemangku kepentingan sistem resi gudang. Selama ini diakui bahwa masih terdapat kesalahpahaman dari sektor-sektor komersial tentang Resi Gudang sebagai surat berharga yang dapat diperdagangkan. Oleh karenanya, DPD RI berpandangan bahwa RUU ini nantinya harus disosialisasikan dengan memperhatikan kesesuaian kondisi sosial budaya masyarakat setempat. 4. Penyampaian Pandangan dan Pendapat DPD RI ini tidak saja difokuskan pada diktum perubahan pasal-pasal yang akan direvisi, namun juga membahas beberapa pasal yang tidak diubah. Hal ini 3

diharapkan dapat memberikan kontribusi positif bagi RUU ini agar pada masa mendatang kehadiran Undang-Undang tentang Sistem Resi Gudang dapat lebih efektif dan rigid sehingga bisa diimplementasikan dan menjawab proyeksi tantangan pelaksanaan resi gudang di masa-masa mendatang. II.B Tentang Bab/Pasal dan Muatan Materi Rancangan UndangUndang 1. Dalam hal Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 angka 12 yang diubah dan ditambahkan dua angka yaitu angka 14 dan angka 15, DPD RI berpendapat bahwa perlu memberi batasan yang jelas dengan mendefinisikan secara utuh apa yang dimaksud dengan Lembaga Penilai Kesesuaian (LPK). Merujuk pada definisi LPK sebelum perubahan (Pasal 1 angka 12) dikatakan bahwa Lembaga Penilaian Kesesuaian adalah lembaga terakreditasi yang melakukan serangkaian kegiatan untuk menilai atau membuktikan bahwa persyaratan tertentu yang berkaitan dengan produk, proses, sistem, dan/atau personel terpenuhi. Perubahan definisi LPK dari lembaga terakreditasi menjadi lembaga yang telah

mendapat persetujuan Badan Pengawas untuk melakukan


serangkaian kegiatan untuk menilai atau membuktikan bahwa persyaratan tertentu yang berkaitan dengan produk, proses, sistem, dan/atau personel terpenuhi, mengandung makna yang berarti tidak diperlukannya lagi akreditasi bagi LPK dalam melaksanakan tugasnya. Artinya, LPK hanya perlu mendapatkan persetujuan dari Badan Pengawas yang unit organisasinya di bawah Menteri yang berwenang terhadap pembinaan, pengaturan, dan pengawasan Sistem Resi Gudang. DPD RI berpendapat perlunya prinsip kehati-hatian terhadap pengawasan kelembagaan untuk kegiatan menilai atau membuktikan

terpenuhinya persyaratan yang berkaitan dengan produk, proses, sistem, dan/atau personel. Atas dasar itu, DPD RI mengusulkan ditambahkan mekanisme akreditasi di samping mekanisme persetujuan Badan Pengawas.; 2. Terkait pengaturan Lembaga Dana Jaminan Ganti Rugi yang ditambahkan pada Pasal 1 angka 14, DPD RI berpendapat bahwa berdirinya Lembaga Dana Jaminan Ganti Rugi untuk sistem resi gudang harus ditujukan tidak hanya untuk meningkatkan minat perbankan lainnya untuk menyalurkan pembiayaan, namun juga mengantispasi kerugian para pihak yang disebabkan oleh wanprestasi dari pihak pengelola gudang. DPD RI berpandangan pengaturan tentang Lembaga Dana Jaminan Ganti Rugi diharapkan mampu memberikan jaminan ke perbankan yang menyalurkan pembiayaan atas kemungkinan terjadinya risiko saat pembiayaan berlangsung. 3. DPD RI berpendapat bahwa penambahan definisi Penerima Hak Jaminan sebagaimana diatur pada Pasal 1 angka 15 RUU ini sudah sesuai dengan kebutuhan perubahan yang diusung oleh RUU ini. Sebagaimana diketahui, Hak Jaminan Atas Resi Gudang adalah hak jaminan yang dibebankan pada resi gudang untuk pelunasan utang, yang memberikan kedudukan untuk diutamakan bagi penerima hak jaminan terhadap kreditor yang lain (sebagai kreditor preferen). 4. DPD RI berpendapat bahwa perubahan Bab I Ketentuan Umum pada Pasal 1 angka 11, 12, 13, dan 14, mengisyaratkan beban koordinasi antara Badan Pengawas, Lembaga Penilai Kesesuaian, Pusat Registrasi dan Lembaga Dana Jaminan. Oleh sebab itu DPD RI berpandangan perlunya pengaturan lebih lanjut sistem dan mekanisme sinergisitas (koordinasi) antar 4 (empat) institusi tersebut. 5

5. Dalam hal penghapusan Pasal 5 huruf k yakni nilai barang berdasarkan harga pasar pada saat barang dimasukkan kedalam Gudang, DPD RI berpendapat bahwa penghapusan tersebut perlu ditinjau kembali. DPD RI berpandangan bahwa pengaturan nilai barang harga pasar sangat penting dicantumkan, dalam rangka untuk mengetahui fluktuasi harga komoditi barang dalam Sistem Resi Gudang. 6. DPD RI berpendapat bahwa penambahan kata teknis pada Pasal 21 huruf b RUU ini sudah tepat sehingga Pasal tersebut berbunyi melakukan pemeriksaan teknis terhadap Pengelola Gudang, Lembaga Penilaian Kesesuaian, Pusat Registrasi, dan pedagang berjangka. DPD RI berpandangan kegiatan pemeriksaan teknis merupakan kegiatan mencari, mengumpulkan dan mengolah data dan/atau keterangan lain untuk menentukan ada atau tidaknya pelanggaran terhadap ketentuan dan peraturan teknis Sistem Resi Gudang. Hanya saja merujuk pada ketentuan BAB V Pasal 38 ayat (1) Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2006 tentang Sistem Resi Gudang, disebutkan bahwa Pemeriksa di lingkungan Badan

Pengawas dapat melakukan pemeriksaan terhadap setiap pihak yang diduga melakukan pelanggaran peraturan perundangundangan di bidang Sistem Resi Gudang, ketentuan ini perlu
disingkronisasikan dengan perubahan pasal 21 huruf (b) sehingga sebaiknya Pasal 38 ayat (1) menjadi Pemeriksa di lingkungan

Badan Pengawas dapat melakukan pemeriksaan teknis terhadap setiap pihak yang diduga melakukan pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang Sistem Resi Gudang. DPD RI
berpendapat bahwa hal ini sesuai dengan landasan naskah akademik RUU ini bahwa salah satu prinsip perubahan terhadap Undang-Undang Sistem Resi Gudang adalah dalam rangka

mewujudkan kesimbangan, keserasian dan keselarasan materi muatan peraturan perundang-undangan. 7. Terkait dengan dihapuskannya Pasal 29 huruf (d) dan huruf (g) yakni sifat barang dan jangka waktu mutu barang pada RUU ini, DPD RI berpendapat bahwa penghapusan tersebut kurang tepat sebab komoditi pertanian mempunyai sifat khusus dan mutu yang berbeda-beda, sehingga mempengaruhi cara perlakuan penyimpanan. DPD RI berkeyakinan bahwa pengaturan tersebut dikembalikan kepada bentuk semula sehingga sertifikasi barang untuk komiditi pertanian yang menjadi objek Resi Gudang dapat dilakukan dengan detail, seksama dan komprehensif. 8. DPD RI berpendapat bawah dalam hal penambahan Bab baru di antara Bab IV dan Bab V yakni Bab IVA yang terdiri atas Pasal 37A sampai dengan 37G perlu disesuaikan dengan norma dan prosedur tentang prinsip yang penyusunan baku peraturan perundang-undangan Perundang-undangan. peraturan 37A-37G. perundangDPD RI sebagaimana diatur pada Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 Pembentukan dan sama prosedur dengan Peraturan pembentukan ketentuan Penyebutan Pasal 37A yang disisipkan pada Bab IVA secara undangan kurang tepat sebab Pasal 37 pokok tidak mengatur hal Pasal berpandangan sebaiknya pasal 37A-37G yang mengatur tentang lembaga dana jaminan ganti rugi diubah menjadi Pasal-Pasal yang terpisah dan berdiri sendiri di luar Pasal 37 Undang-Undang sebelum perubahan. 9. DPD RI berpendapat bahwa Pembentukan Lembaga Dana Jaminan Ganti Rugi sebagaimana diatur pada Pasal 37A, sebaiknya mengoptimalkan lembaga penjamin yang sudah ada mengingat tenggat waktu yang singkat sebagaimana diamanahkan dalam Pasal 45A RUU ini bahwa Lembaga Dana 7

Jaminan Ganti Rugi selambat-lambatnya dibentuk satu tahun setelah RUU ini disahkan menjadi Undang-Undang. DPD RI berpandangan bahwa pembentukan Indemnity Fund atau Lembaga Dana Jaminan ganti rugi sangatlah penting dalam kedudukannya untuk melindungi para petani dari kerugian yang diakibatkan oleh kelalaian atau kerusakan atau ketidakmampuan pihak pengelola gudang dalam mengendalikan simpanan komoditi milik petani. 10. Dalam hal keberadaan Lembaga Dana Jaminan Ganti Rugi, DPD RI berpandangan bahwa dalam perspektif daerah, konteks hubungan pusat dan daerah serta penguatan sistem desentralisasi kelembagaan yang mengawasi dan memfasilitasi kegiatan pengkajian dan implementasi Undang-Undang Sistem Resi Gudang ini, termasuk Lembaga Dana Jaminan Ganti Rugi bersifat sentralistik. DPD RI merekomendasikan perlunya pembentukan biro perwakilan di setiap daerah khususnya daerah-daerah yang sudah memiliki resi gudang. Hal ini untuk memperpendek rentang birokrasi sehingga memudahkan para petani dan pedagang besar dalam berinteraksi dengan Lembaga Dana Jaminan Ganti Rugi dalam hal terjadi peristiwa wanprestasi, mishandling atau keadaan yang memaksa (force majoure). 11. DPD RI berpandangan bahwa penjatuhan sanksi administratif sebagaimana diatur pada Pasal 40A ayat (2) sebaiknya disesuaikan dengan ketentuan dan pokok-pokok penjatuhan sanksi administratif sebagaimana diatur oleh Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. 12. Dalam hal penetapan PT. Kliring Berjangka Indonesia (Persero) untuk menjalankan tugas, kewajiban dan wewenang Lembaga Dana Jaminan Ganti Rugi sebagaimana diatur Pasal 44A ayat (2) 8

dan ayat (3), DPD RI berpendapat bahwa pengaturan tersebut akan memperlambat implementasi Sistem Resi Gudang sebab PT. Kliring Berjangka Indonesia (Persero) wajib melakukan penyesuaian dengan Undang-Undang ini selambat-lambatnya satu tahun. Padahal, Pasal 45A RUU ditegaskan bahwa pembentukan Lembaga Dana Jaminan Ganti Rugi selambat-lambatnya dibentuk satu tahun setelah RUU ini disahkan menjadi Undang-Undang. DPD RI berpendapat bawah ketentuan ini melanggar prinsip aturan hukum yakni asas dapat dilaksanakan. Sebagaimana diketahui, Pasal 5 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 menentukan bahwa asas pembentukan peraturan perundangundangan yang baik adalah sebagai berikut: kejelasan tujuan, kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat, kesesuaian antara jenis dan materi muatan, dapat dilaksanakan, kedayagunaan dan kehasilgunaan, kejelasan rumusan, dan keterbukaan. 13. DPD RI berpendapat perlunya diktum pasal khusus yang mengamanahkan pembangunan gudang di setiap kabupaten sesuai dengan tipologi dan kebutuhan masing-masing daerah. Penentuan lokasi pembangunan gudang juga harus memperhatikan lokasi yang dekat dengan sentra hasil pertanian, jauh dari pemukiman penduduk dan tidak menyalahi tata ruang wilayah (RT/RW). 14. DPD RI juga berpendapat perlunya penegasan otoritas

pembangunan gudang yang diberikan kepada Pemerintah dan pemerintah daerah sebab hal ini dalam prakteknya sudah dilaksanakan namun belum memiliki pijakan hukum dalam peraturan perundang-undangan sistem resi gudang.

III.

REKOMENDASI 1. Merujuk kepada ketentuan konstitusi dan peraturan perundang-undangan khususnya Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, DPD RI mengusulkan perlunya untuk mencantumkan Pasal 22D ayat (2) pada konsideran Mengingat, karena telah tegas di dalam UUD 1945 dinyatakan bahwa salah satu kewenangan DPD RI adalah ikut membahas rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah; hubungan pusat dan daerah; pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah; pengelolaan sumber daya alam; dan sumber daya ekonomi lainnya; serta perimbangan keuangan pusat dan daerah, hal mana, Sistem Resi Gudang merupakan salah satu bagian dari pengelolaan sumber daya ekonomi lainnya yang bertalian erat dengan kepentingan daerah sesuai dengan bidang kewenangan konstitusional yang dimiliki oleh DPD RI. 2. DPD RI berpandangan bahwa RUU ini perlu memperhatikan ketentuan pembentukan peraturan perundang-undangan sebagaimana telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. 3. Setelah mencermati dan mengevaluasi pasal per pasal dalam RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2006 tentan Sistem Resi Gudang ini, DPD RI berpandangan dan berpendapat bahwa RUU ini sepatutnya dan selayaknya dapat dilanjutkan ke tingkat pembahasan lebih lanjut sebagai bagian dan tahapan legislasi sesuai dengan peraturan perundangan. 4. DPD RI merekomendasikan hendaknya tujuan dari perubahan terhadap Undang-Undang Sistem Resi Gudang ini tidak bersifat pragmatis sehingga dapat mewujudkan tujuan akhir yang akan bermanfaat bagi masyarakat dan daerah. Manfaat tersebut antara lain demi terjaganya kestabilan dan keterkendalian harga komoditi serta jaminan ketersediaan barang baik di 10

pusat dan daerah, memberikan jaminan khususnya modal produksi karena adanya pembiayaan dari lembaga keuangan dan keleluasaan penyaluran kredit bagi perbankan yang minim resiko. 5. Dalam hal penetapan PT. Kliring Berjangka Indonesia (Persero) untuk menjalankan tugas, kewajiban dan wewenang Lembaga Dana Jaminan Ganti Rugi sebagaimana diatur Pasal 44A ayat (2) dan ayat (3), DPD RI mengusulkan perubahan nomenklatur PT. Kliring Berjangka Indonesia (Persero) diganti menjadi Lembaga Kliring Berjangka sebagaimana sudah diadopsi pada Bab VII Pasal 44 Undang-Undang tentang Sistem Resi Gudang sebelum perubahan. 6. Mengingat Sistem Resi Gudang yang sudah diundangkan sejak tahun 2006 masih belum sesuai harapan yang antara lain disebabkan lemahnya dan kurangnya sosialisasi bagi petani dan semua pemangku kepentingan, oleh sebab itu DPD RI merekomendasikan agar setelah RUU ini disahkan menjadi Undang-Undang, sosialisasi Undang-Undang tentang Sistem Resi Gudang harus dilakukan kepada seluruh pemangku kepentingan terhadap Undang-Undang ini termasuk para petani, pedagang, pengelola gudang, dan perbankan.

11

IV.

PENUTUP Perubahan terhadap Undang-Undang Sistem Resi Gudang diharapkan dapat memacu implementasi resi gudang di Indonesia yang merupakan salah satu bentuk sistem tunda jual yang menjadi alternatif dalam meningkatkan nilai tukar petani apa lagi mengingat di era perdagangan bebas seperti sekarang ini resi gudang sangat diperlukan untuk membentuk petani menjadi petani pengusaha dan petani mandiri yang dapat sejahtera. DPD RI berkeyakinan bahwa perubahan aturan Sistem Resi Gudang ini dapat mengakomodir tujuan diberlakukannya Undang-Undang Resi Gudang yang antara lain memberikan dan meningkatkan akses masyarakat terhadap kepastian hukum, melindungi masyarakat dan memperluas akses mereka untuk memanfaatkan fasilitas pembiayaan. Demikianlah Pandangan dan Pendapat DPD RI terhadap RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2006 tentang Sistem Resi Gudang, semoga Tuhan YME senantiasa memberikan petunjuknya bagi setiap upaya kita semua untuk kemajuan bangsa dan Negara. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 16 Februari 2011 DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA Ketua,

H. IRMAN GUSMAN, SE.,MBA Wakil Ketua, Wakil Ketua,

GKR. HEMAS

DR. LAODE IDA

12

13

Anda mungkin juga menyukai