Anda di halaman 1dari 3

HURUF MA'ANIY (Lanjutan 8) An ( ) a.

Arti Huruf 'An Huruf 'an ini dapat berarti sebab, dapat berarti sesudah, dapat berarti dari dan dapat pula berarti serta. Dalam point a ini kita bicarakan arti huruf 'an yang berarti ta'lil, dalam bahasa Indonesia dapat diartikan sebab atau karena seperti pada firman Allah surat at Taubat, ayat 114: Artinya: "Dan permintaan ampun Ibrahim kepada Allah untuk bapaknya, tidak lain hanyalah karena sesuatu janji yang pernah diikrarkannya kepada bapaknya itu". Ayat ini merupakan rangkaian ayat sebelumnya yakni ayat 113 yang berbunyi: Artinya: "Tidaklah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walau orang-orang musyrik itu kaum kerabat (nya) sesudah jelas bagi mereka bahwasannya orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka". Ayat 113 surat at Taubah inilah yang sebenarnya menjadi pokok pembicaraan tentang hukum mendo'akan orang kafir/musyrik. Ayat 113 surat at Taubah mengandung hukum larangan (haram) berdo'a memintakan ampun (maghfirah) bagi orang kafir yang meninggal dunia. Kata terjemah "tidak sepatutnya" itu dalam tafsir disebut LAA YAMBAGHI, kata-kata yang kurang kuat untuk menunjukkan hukum haram, dan akan lebih tepat untuk menunjukkan hukum makruh (karohah). Kata-kata yambaghi (pantas) baik digunakan pada sikap akhlaq. Dalam kitab Akhlaq-nya Ahmad Amin, disebutkan ilmu akhlaq adalah ilmu yang memberi informasi tentang norma, perbuatan yang pantas dan tidak pantas (MAA YANBAGHI WA HAA LAA YAMBAGHI). Ketentuan hukum haram ini disebutkan dalam uraian al Maraghi dalam kitab tafsirnya "TAFSIRUL MARAAGHI" yang 11-12 halaman 36 yang berbunyi: Artinya: "Dalam ayat ini (Ali lmran 113 dan 114) mengandung petunjuk atau hukum haramnya berdo'a untuk orang yang telah meninggal dalam keadaan kafir. Berdo'a memintakan maghfirah (ampunan) dan rahmat atau bahkan juga memberi sifat seperti itu kepadanya seperti sebutan al maghfur lahu (orang yang diampuni dosanya) atau si fulan al marhum (si fulan yang dirahmati Allah) sebagai dilakukan oleh sebagian orang Islam yang tidak mengetahui hal ini (juga tidak boleh)". Metode istidlaal (cara mengambil dalil). Memadukan satu ayat dengan ayat lainnya seperti itu untuk memahami satu masalah memang sudah benar. Tetapi dalam pengertian istidlaal yang lengkap, disamping ayat dengan ayat masih perlu dilengkapi dengan hadits atau sunnah, memenuhi ayat 59 surat an Nisa yang berbunyi: "Hai orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya" Dan dalam ayat 71 surat al Ahzab disebutkan:

Artinya: "Dan barangsiapa mentaati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar". Menentukan keharaman mendo'akan orang yang tidak mukmin itu akan lebih nampak setelah ditambah penjelasan dari hadits yang ditakhrijkan Ahmad, Muslim dan Abu Dawud dari Abu Hurairah yang berbunyi: Artinya: "Rasullullah pernah datang ke kubur ibunya, maka tiba-tiba menangis yang membuat orang pula yang disekelilingnya menangis. Lalu beliau bersabda: aku mohon izin untuk memohonkan ampun ibuku, tetapi tidak diizinkan, dan aku mohon izin untuk sekedar menziarahinya, dari Allah pun mengizinkan. Karenanya ziarahlah qubur, karena ziarah qubur itu dapat mengingatkanmu kematian. Dari hadits itu dapat diistimbathkan (ditarik kandungan hukumnya) tidak adanya izin dari Allah itu maknanya Allah melarang. Dan dalam qaidah ushul disebutkan setiap larangan itu prinsipnya mengandung hukum haram (al ashlu fin nahyi lit tahrim). Keharaman mendoakan orang musyrik yang telah meninggal dunia ini, diera globalisasi menjadi pembicaraan dalam pemikiran pluralitas agama, yakni ada yang beranggapan bahwa agama-agama samawi (yaitu agama Yahudi dan agama Nasrani) juga agama, yang mempunyai tujuan yang sama dengan agama Islam. Karena mereka mengajak berbuat baik. Dan kenyataannya ada dari mereka yang memang baik. Baik seperti orang yang beragama Islam. Sebenarnya sikap menganggap bahwa agama Yahudi dan Nasrani yang dipeluk oleh orang yang kemudian disebut orang Yahudi dan Nasrani sama kedudukannya dengan orang muslim dalam kedudukannya sebagai hamba Allah, apalagi sesama warga dalam satu negara tidaklah salah sebatas permasalahan hubungan keduniaan. Tetapi masalah materi keagamaan dan keakheratan orang-orang Yahudi dan Nasrani sekarang yang mengikuti kitab sucinya yang telah dirubah, menurut al Qur'an tidak sama dan tidak boleh dicampur adukkan, seperti tersebut dalam al Qur'an surat al Kafirun ayat 1 sampai 6. Memang orang Yahudi dan orang Nasrani yang percaya dan berpegang teguh pada kitab suci aslinya sebelum dirubah, yang tentu juga percaya kepada kenabian Nabi Muhammad, mereka tergolong orang yang beriman bahkan juga tergolong orang yang menyerah diri pada Allah. Lihat pada surat asy Syura ayat 13, yang artinya Allah memberlakukan syari'at agama pada Nabi Nuh, lbrahim, Musa, dan Isa seperti apa yang diwahyukan kepada Muhammad. Pada surat Yunus ayat 7, Nuh menyatakan WA UMIRTU AN AKUUNA MINAL MUSLIMIN. Dalam surat al Baqarah ayat 132, Ibrahim mewasiyatkan kepada anakanaknya dan kepada nabi Yakkub yang ia juga disebut Israil, dalam wasiyatnya disebutkan janganlah engkau mati, kecuali dalam keadaan muslim. Dalam ayat 84 surat Yunus, Musa berkata kepada ummatnya untuk bertawakkal, kalau memang mereka itu muslim. Pada ayat 52 surat Ali lmran, Isa bertanya pada orang-orang Hawariyyun tentang penolongnya, maka Hawariyyun berkata, mereka adalah penolong Allah dan minta disaksikan bahwa mereka adalah orang-orang muslimun. Demikian informasi al Qur'an tentang orang-orang penganut Nabi lbrahim, Musa dan Isa. Penegasan al Qur'an orang yang mukmin secara sempurna disebutkan dalam surat al Hujurat ayat 15 yang artinya: "Orang-orang yang beriman hanyalah orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. (termasuk Muhammad), kemudian mereka tidak ragu-ragu

dan mereka berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah, mereka itulah orangovang yang benar (ashshadiqun)". Nampak dalam ayat ini bahwa iman yang benar adalah iman yang sempurna tidak termasuk iman dan percaya kepada terutusnya Nabi terakhir yakni Nabi Muhammad SAW sehingga sulitlah memasukkan penganut agama samawi sekarang sebagai orang yang beriman secara sempurna karena mereka tidak percaya terutusnya Muhammad SAW sebagai Nabi. Dan lebih tegas lagi yang dinyatakan oleh Allah dalam al Qur'an surat al Maidah ayat 72 dan 73, yang intinya sungguh kafirlah orang yang beranggapan bahwa Isa anak Maryam itu adalah Allah dan juga orang yang menyatakan bahwa Allah itu ada tiga. Kebolehan kita berhubungan terhadap orang yang beragama samawi dan lainnya itu adalah sebatas bertalian dengan urusan keduniaan dan kemanunusiaan sebagaimana antara lain disebutkan dalam surat al Hujurat ayat 13 agar kita sesama manusia agar saling kenal mengenal dengan baik. Dan dalam Hadits tolong menolong dan muamalah dalam masalah keduniaan dan kemanusiaan dilbolehkan. b. Huruf 'an dapat pula berarti sesudah ( surat Al Insyiqaq, ayat 19: ), seperti pada firman Allah pada

"Sesungguhnya kamu melalui tingkat demi tingkat (setingkat sesudah tingkat yang lain) (dalam kehidupan)". Pada point b ini tidak bertalian dengan hukum, namun bertalian dengan ajaran akhlaq yang berarti sikap dan pemikiran sebab akibat sesuatu itu hendaknya difahami secara wajar. Jangan adanya ketergesaan yang melanggar norma dan etika. Tetapi hendaknya dalam kehidupan di dunia ini ditempuh sesuai dengan kondisi obyektif. c. Huruf 'An berarti pula dari ( ) seperti pada surat Asy Syura ayat 25:

"Dan Dialah yang menerima taubat dari hamba-hamba Nya". d. Dapat juga huruf an berarti dengan ( An Najm ayat 3: ) seperti tersebut pada firman Allah surat

"Dan dia tidak berkata dengan hawa nafsunya sendiri". Untuk point c dan d, memberikan kekayaan kita dalam pemahaman al Qur'an sebagai petunjuk terhadap kehidupan kita ini. Sumber: Suara Muhammadiyah Edisi 2 2004

Anda mungkin juga menyukai