Anda di halaman 1dari 2

Pamekasan 20 oktober 2010 Buat hamba Allah= Taufik Qurrahman dengan segala kemojokertoannya Dengan segala kemaduraanku Pamekasan-mojokerto

Assalamualaikum Wr.Wb. Sedikit saja berjalan di bagian timur pulau Madura berani saya katakan Madura adalah serpihan kecil dari sorga. Bisa kita bayangkan sederet gunung yang membujur pulau-yang terbentang lautnya biru-yang tanahnya terhampar sebagai sajadah. Subhanallah ,inilah tanah kita-tempat kita bersujudmengagungkan namanya. Syahadat,zakat,puasa,haji adalah lembaran-lembaran yang menjadi jembatan perjumpaan kita dengan tuhan. Dalam telaga sufisme, pelaksanaan ibadah yang ideal merupakan penyerahan diri seorang hamba yang sungguh dan tidak sepotong-potong. Pada dasarnya menempatkan jalan hidup kita yang nisbi demi menyuburkan satu-satunya jalan yang berujung kehadiratnya. Sebait puisiku sebagai metafor: Luka ngucap dalam badanku Kau telah membawaku keatas bukit Keatas karang Keatas gunung Kebintang-bintang Idium luka pada bait puisi itu merupakan refrensi dari sekujur badan tidak boleh tidak. Sebab, hanya badan dan bayang-bayangnya yang berwujud dan sangat mungkin tergocoh luka. Luka yang terbaut dengan luka itu minimal terbelah menjadi dua. Yang satu adalah luka yang tak tertangguhkan oleh badan. Kalau kita simak luka yang seperti itu adalah prahara yang tega menyorong kita pada jurang kehancuran yang kelam. Yang kedua adalah luka yang tertampung secara apik di lubuk keimanan kita sebagai hamba. Luka semacam itu mampu kita tebus degan tangguhnya kesabaran yang secara sufistik jauh lebih kukuh dan lebih luas ketimbang alam raya. Begitu pula kondisi kita sebagai mahasiswa. Kita semestinya tetap bersabar waluapun mawar sangat indah. Tapi durinya mampu menembus kita. Seperti bait puisi berikut: Langit dan bumiku Tak sanggup menampungku Tapi dasar hati seorang hamba yang beriman dan bersabar Mampu menampungku Ketika seorang hamba dengan girangnya mengalami pencapaian-pencapaian rohani, maka ibadah secara substansial baginya betul-betul merupakan sumbat terhadap berbagai lubang atau jalan menuju kearah selainnya.agar hidup kita menjadi tentram, yang pelu kita laksanakan adalah mengubah perjalanan kita seperti pohon yang tak bercabang tapi sepenuhnya runcing kearah ketakterhinggaan. Dalam kondisi dibaluri oleh ridho itu, kita bisa dengan lega berucap sebagaimana puisi berikut ini : lalat-lalat menggali perigi dalam dagingku Untuk kuburmu sahabat

Segala sesuatu yang pahit begitu leluasa mengendor-ngendor lapis permukaan dari hamba (puisiku) dan hamba membiarkannya denga ketulusan demi sesuatu yang sungguh mulia. Terkuburnya segala kekasih yang selainnya (sahabat) demi tercapainya puncak pergulatan cinta dengan yang maha esa. Ibadah tampa ketulusan bagaikan Madura tanpa sakera.oleh sebab itu ibadahlah dengan sungguhsungguh itulah pesan saya padamu sahabat. Dengan segala kekuranganku diahiri kata-kata ini. Semoga kita selalu dalam lindungannya agar kita bisa menjadi hamba yang padai bersyukur mati islam.

Wassalamualaikum wr. Wb

M.sugik.A Kampong ibu bhada isya

Anda mungkin juga menyukai