Anda di halaman 1dari 4

Bacaan 1

Turun Ke Sawah Memotong Kerbau


POKOK PIKIRAN

Paragraf 1 : Dahulunya Sungai Pagu merupakan kerajaan satelit di Pagaruyung. Daerah ini merdeka menentukan kebijakan daerahnya sendiri. Semua tata kehidupan masyarakat itu dikoodinir oleh Yang Dipertuan Sutan Besar Daulat Tuanku Rajo Bagindo Raja Adat Alam Surambi Sungai Pagu Pucuk Pimpinan Kampai Nan 24. Paragraf 2 : Sejak zaman dahulu hingga dewasa ini, masyarakat Sungai Pagu umnya menggantungkan hidup dari hasil sawah bertanam padi. Namun, sejak beberapa dekade terakhir, hasil pertanian masyarakat daerah ini cenderung menurun. Paragraf 3 : Tidak samanya waktu penggarapan sawah oleh masyarakat telah membuat masyarakat kewalahan menghalau hama padi yang selalu menyerang dari tahun ke tahun sehingga mengalami kerugian dari tahun ke tahun Sejak dua tahun lampau kembali menggerakkan pola tanam serentak di daeahnya. Paragraf 4 : Prosesi turun ke sawah secara serentak ini, diawali dengan musyawarah mufakat segenap ninik mamak penghulu adat dan disepakati pula jumlah iyuran untuk membeli seekor kerbau besar. Paragraf 5 : Setelah kerbau dibeli, maka pada hari yang telah ditetapkan, ninik mamak penghulu adat serta sejumlah warga masyarakat membawa kerbau itu ke hulu air --anak sungai yang mengairi persawahan Setelah kerbau rebah, maka beberapa utusan ninik mamak akan membasahi kaki Yang Dipertuan dengan darah kerbau itu. Paragraf 6 : Esok harinya, Minggu, menjelang tengah hari. Setiap suku sudah membawa daging itu lengkap dengan nasi serta penganan lainnya yang dihimpun dalam bentuk sebuah jamba kumpulan makanan yang dibungkus dengan kain. Paragraf 7 : Kini di alam kemerdekaan yang diundang menyaksikan upacara turun ke sawah adalah unsur Muspida Kabupaten dan Muspika Kecamatan. Paragraf 8 : Berawal dari upacara itulah, masyarakat memulai turun ke sawah menebur benih,

Bacaan 2

Sungai Pagu Bahagian dari Pagaruyung

POKOK PIKIRAN Paragraf 1 : Di Minangkabau terdapat tiga luhak, masing-masing Luhak Tanah Data, Luhak Agam, dan Luhak 50 Koto. Masing-masing luhak mempunyai ciri khas. Paragraf 2 : Adapun laras atau kelarasan bukanlah menyangkut wilayah atau teriterial. Kelarasan lebih merupakan sistem adat yang berlaku di seluruh Minangkabau, dengan sendirinya berlaku juga di tiga luhak yang sudah disebutkan tadi Paragraf 3 : Di sisi lain sistem adat menurut jalur Bodi Caniago juga terdapat di seluruh luhak dan di luar luhak. Paragraf 4 : Kelarasan yang ketiga yang muncul belakangan ialah Kelarasan Koto nan Panjang. Kelarasan ini agaknya sebagai kompromi antara sistem kelarasan Koto Piliang dan Kelarasan Bodi Caniago. Paragraf 5 : Maksud kelarasan (Koto Piliang, Bodi Caniago, dan Koto nan Panjang), yaitu alur adat yang digunakan di masing-masing kelarasan. Paragraf 6 : Ketika Belanda berkuasa di Minangkabau, dibentuknya pula suatu lembaga yang disebut juga kelarasan. Paragraf 7 : Laras Belanda ini merupakan perpanjangan tangan Belanda kepada beberapa kepala nagari dalam suatu kawasan tertentu. Paragraf 8 : Di dalam kerajaan Pagaruyung, juga ada kerajaan satelit yang disebut seperti negara bagian dari Pagaruyung. Paragraph 9: Kerajaan satelit itu antara lain adalah Sungai Pagu, yang terletak kini di Kabupaten Solok Selatan. Paragraf 10 : Secara adat, sisa kerajaan ini masih ada. Namun scara teritorial memang sudah habis. Terutama sejak wilyah bekas jajahan Belanda lebur ke dalam Republik Indonesia merdeka 17 Agustus 1945.

Anda mungkin juga menyukai