Anda di halaman 1dari 21

KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan Makalah ini Dengan demikian segala daya upaya dan keterbatasan waktu Makalah ini dapat terselesaikan dengan batas waktu yang telah ditentukan. Penyusunan Makalah ini tidak akan dapat terselesaikan dengan tanpa adanya bantuan dari pihak-pihak terkait, patutlah kiranya pada kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Ketua STKIP PGRI Situbondo Drs. H. Jonh Harisantoso, MM.
2. Bapak Drs. H. Jonh Harisantoso, MM. selaku Dosen Pembimbing. 3. Semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan penyusunan Makalah yang tidak

dapat penulis sebutkan satu persatu. Semoga bantuan, bimbingan dan dorongan yang telah diberikan kepada penulis mendapat ridho dari Allah SWT. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dan kelemahan yang terdapat pada makalah ini, hal ini disebabkan adanya keterbatasan yang dimiliki oleh penulis. Untuk itu kritik dan saran yang bersifat konstruktif sangat diharapkan oleh penulis sebagai masukan yang berarti untuk menyempurnakan makalah ini.

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah Hasil evaluasi Bank Dunia (1995) di 150 negara tentang faktor penentu keunggulan suatu negara menyatakan bahwa 45% keunggulan ditentukan oleh faktor inovasi dan kreativitas, sisanya 25% oleh faktor jaringan (networking), 20% faktor teknologi, dan 10% sumber daya alam. Sementara itu, gelombang perubahan era global di abad ke- 21 telah memunculkan fenomena perdagangan bebas, ketergantungan Iptek (ICT, Bio-teknologi, Nano-teknologi), kehidupan global (Speed, Conectivity, Intangable, and Compatibility), isu demokratisasi, HAM, lingkungan hidup, gender, dan multikulturalisme. Melihat permasalahan tersebut, faktor inovasi dan kreativitas ternyata menempati posisi yang sangat penting bagi keunggulan suatu negara. Bila ditarik secara lebih mendasar maka faktor inovasi dan kreativiats ini berhubungan erat dengan karakter suatu bangsa sebab hanya bangsa yang berkarakter mampu memiliki kreativitas dan menciptakan inovasi-inovasi penting bagi peradaban. Karakter bangsa merupakan pilar penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Ia ibarat kemudi dalam wahana berbangsa dan bernegara. Bagi bangsa Indonesia, jelas bahwa kemudinya adalah Pancasila yang merupakan falsafah bangsa. Namun, fenomena keseharian kita menunjukkan bahwa perilaku masyarakat belum sejalan dengan karakter bangsa yang dijiwai oleh falsafah Pancasila. Kondisi ini menyebabkan munculnya keinginan pemerintah dan berbagai kalangan masyarakat untuk merevitalisasi peran Pancasila dalam membangun karakter bangsa. Tujuan dari pembangunan karakter adalah untuk mengembangkan karakter bangsa agar mampu mewujudkan nilai-nilai luhur Pancasila. Pembangunan karakter ini berfungsi untuk mengembangkan potensi dasar agar berbaik hati, berpikiran baik, dan berperilaku baik; memperbaiki perilaku yang kurang baik dan menguatkan perilaku yang sudah baik; serta menyaring budaya yang kurang sesuai dengan nilai-nilai luhur Pancasila. Ruang lingkup pembangunan karakter ini mencakup keluarga, satuan pendidikan, masyarakat sipil, masyarakat politik, pemerintah, dunia usaha, dan media massa.
2

Fitrah Ilahi manusia adalah baik. Manusia telah dilengkapi oleh akal pikiran dan hati nurani oleh Tuhan YME untuk digunakan dalam menebar kebaikan di muka bumi. Fitrah Ilahi inilah yang seharusnya membentuk jati diri ketika dalam prosesnya berinteraksi dengan lingkungan membentuk karakter yang akhirnya berwujud perilaku keseharian. Sementara itu, karakter yang unggul dari tiap-tiap pribadi akan membentuk karakter masyarakat yang pada akhirnya akan membentuk karakter bangsa. Pembangunan karakter bangsa berlandaskan Pancasila sehingga didasarkan kepada Ketuhanan YME, menjunjung tinggi kemanusiaan yang adil dan beradab, mengedepankan persatuan Indonesia, menjunjung tinggi demokrasi dan HAM, serta mengedepankan keadilan dan kesejahteraan rakyat. Padanan dalam Islam dapat dirujuk pada sifat sidiq, amanah, tabligh, dan fathonah. Sedangkan bila dikaitkan dengan sifat sosiologis manusia dapat dipadankan dengan istilah believer, thinker, doer, dan networker. Strategi pembangunan karakter bangsa dilakukan dengan cara sosialisasi berupa penyadaran semua pemangku kepentingan akan pentingnya karakter bangsa (media cetak dan elektronik perlu berperanserta dalam sosialisasi); pendidikan di ranah formal (sekolah), nonformal (kursus), informal (rumah, tempat kerja, dan masyarakat); metoda intervensi regulasi serta pelatihan dan habituasi (pembiasaan); pemberdayaan dengan memberdayakan semua pemangku kepentingan (orang tua, sekolah, ormas, dsb.) agar dapat berperan aktif dalam pendidikan karakter; pembudayaan berupa pembinaan dan penguatan perilaku berkarakter dengan penanaman nilai-nilai kehidupan agar menjadi budaya; kerjasama yang sinergis antara semua pemangku kepentingan. Konsep dan strategi pembangunan karakter tersebut bila diimplementasikan dalam proses pendidikan dapat dilakukan melalui olah hati, olah pikir, olah raga, dan olah rasa/karsa. Inilah landasan dari program pendidikan karakter bagi generasi muda bangsa yang tengah dicanangkan oleh Kementerian Pendidikan Nasional (Kemdiknas). Strategi pembangunan karakter bangsa dilakukan dengan cara sosialisasi (media cetak dan elektronik perlu berperanserta dalam sosialisasi); pendidikan formal, nonformal dan informal; metoda intervensi regulasi serta pelatihan dan habituasi (pembiasaan); pemberdayaan; pembudayaan; kerjasama yang sinergis antara semua pemangku kepentingan.

1.2 Rumusan Masalah Permasalahan dalam makalah ini adalah sebagai berikut ; 1.2.1 Apakah yang dimaksud dengan karakter kreatif di dalam diri siswa ? 1.2.2 Bagaimanakah penanaman karakter kreatif di dalam diri siswa agar siswa mampu mengembangkan potensi diri ?

1.3 Tujuan Pembahasan Berdasarkan perumusan masalah pada penelitian ini, penulis memiliki tujuan sebagai berikut ; 1.3.1 Mendeskripsikan karakter kreatif di dalam diri siswa. 1.3.2 Mendeskripsikan penanaman karakter kreatif di dalam diri siswa agar siswa mampu mengembangkan potensi diri.

1.4 Manfaat Manfaat yang ingin dicapai pada makalah ini adalah sebagai berikut.
1.4.1 Memberikan informasi kepada para guru dalam melaksanakan model pembelajaran di

sekolah.
1.4.2 Sebagai bahan masukan dan informasi kepada para guru dan siswa dalam upaya

meningkatkan potensi diri. 1.4.3 Bagi peneliti dapat menambah pengetahuan dan pengalaman untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dalam dunia pendidikan.

1.5 Batasan Masalah Batasan masalah pada makalah ini tentang penanaman karakter kreatif di dalam diri siswa agar siswa mampu mengembangkan potensi diri.

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pendidikan Karakter Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Sedangkan Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Beberapa fungsi pendidikan (diadopsi dari Academic Duty, karya Donald Kennedy, 1999) adalah to teach, to mentor,to discover,to publish,to reach beyond the wall,to change,to tell the truth,to inform,dan character building. Sementara itu, konsep pendidikan karakter dapat dijabarkan sebagai Character education is the deliberate effort to help people understand, care about, and act upon core ethical values. When we think about the kind of character we want for our children, it is clear that we want them to be able to judge what is right, care deeply about what is right, and then do what they believe to be right, even in the face of pressure from without and temptation from within (David Elkind & Freddy Sweet, Ph.D., 2004, dalam arief rachman, 2011). Orang sering terjebak, pendidikan karakter itu diterjemahkan hanya sebagai sopan santun. Padahal lebih dari itu. Yang mau dibangun adalah karakter-budaya yang menumbuhkan kepenasaranan intelektual (intellectual curiosity) sebagai modal untuk mengembangkan kreativitas dan daya inovatif yang dijiwai dengan nilai kejujuran dan dibingkai dengan kesopanan dan kesantunan. Beberapa fungsi pendidikan (diadopsi dari Academic Duty, karya Donald Kennedy, 1999) adalah to teach, to mentor,to discover,to publish,to reach beyond the wall,to change,to tell the truth,to inform,dan character building.
5

Karakter adalah perilaku yang dilandasi oleh nilai-nilai berdasarkan norma agama, kebudayaan, hukum/konstitusi, adat istiadat, dan estetika. Pendidikan karakter adalah upaya yang terencana untuk menjadikan peserta didik mengenal, peduli, dan menginternalisasi nilai-nilai sehingga peserta didik berperilaku sebagai insan kamil. 2.1.1 Tahapan Pembentukan Karakter Karakter tersebut dinilai menurut hubungan manusia dengan Tuhan, diri sendiri, sesama dan lingkungan, dan bangsa dan negara. Hubungan manusia dengan Tuhannya dinilai menurut derajat taqwa dan sikap religius. Hubungan manusia dengan diri sendiri dinilai berdasarkan sikap jujur, bertanggung jawab, bergaya hidup sehat, disiplin, kerja keras, percaya diri, berjiwa wirausaha, kreatif, inovatif, mandiri, dan mempunyai rasa ingin tahu. Hubungan manusia dengan sesama dan lingkungannya dinilai berdasarkan sikap sadar hak dan kewajiban, patuh pada aturan sosial, menghargai karya orang lain, santun dan demokratis, dan peduli lingkungan sosial dan lingkungan hidup. Sedangkan hubungan manusia dengan bangsa dan negaranya dinilai berdasarkan sikap nasionalisme dan menghargai keberagaman dan pemahaman terhadap budaya dan ekonomi. Hubungan manusia dengan diri sendiri dinilai berdasarkan sikap jujur, bertanggung jawab, bergaya hidup sehat, disiplin, kerja keras, percaya diri, berjiwa wirausaha, kreatif, inovatif, mandiri, dan mempunyai rasa ingin tahu.

2.2 Pembangunan Karakter Bangsa Melalui Bidang Pendidikan Sumber-sumber nilai karakter berasal dari agama, Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan kearifan lokal. Sumber-sumber nilai karakter tersebut diinternalisasikan pada para siswa melalui berbagai kegiatan di sekolah, di antaranya MOS, OSIS, tata krama dan tata tertib, kepramukaan, upacara bendera, pendidikan berwawasan kebangsaan, kewirausahaan, UKS, PMR, serta upayaupaya pencegahan penyalahgunaan Narkoba/Miras, rokok, dan penyimpangan seksual. Hasil yang diharapkan adalah agar para generasi muda ini dapat berkarakter innovatif, kreatif, sidiq, amanah, fathonah, tabligh, disiplin, simpati, empati, jujur, percaya diri, kompetitif, kooperatif, leadership, imaginatif, bersih, sehat, peduli, adaptif, toleransi, dan suka menolong.

2.2.1 Menerapkan Pendidikan Karakter di Sekolah sekolah. Memasuki abad ke-21, banyak model pendidikan yang seharusnya dirombak. Hal ini tidak lepas dari ciri perkembangan teknologi dewasa ini yang mengandalkan kekuatan connectivity, speed, intangible, dan compatibility. Kondisi ini menuntut kesiapan para guru untuk menyiapkan diri dalam proses pendidikan sepanjang hayat (long life education) untuk diri mereka sendiri. Perubahan paradigma pendidikan dari pengajaran tradisional (traditional learning) menuju pengajaran baru (new learning) dapat ditangkap pada perubahan fokus pendidikan dari guru kepada murid, monolog menjadi dialog, single media menjadi multimedia, kerja individu menjadi kerja kelompok, perolehan pengetahuan tidak hanya dari pengajaran tetapi lebih pada pengalaman, dan perubahan pendekatan terhadap murid dari tekanan (tuntutan) menjadi dorongan (motivasi). Mortimore (1991) memberikan panduan ciri-ciri proses belajar efektif adalah sebagai berikut: active rather than passive, covert rather than overt, complex rather than simple, affected by individual differences among learners, dan influenced by variety of context. Proses belajar-mengajar yang efektif tersebut hanya dapat dilakukan oleh para guru yang profesional. Prinsip-prinsip profesionalisme guru (berdasarkan UU Guru dan Dosen) dapat ditilik dari 9 poin berikut: (1) memiliki bakat, minat, panggilan jiwa dan idealisme; (2) memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan ahlak mulia; (3) memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugasnya; (4) memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugasnya; (5) memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan; (6) memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja; (7) memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat; (8) memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan; (9) memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas keprofesionalannya. a. Karakteristik Guru Efektif Karakteristik guru efektif adalah memiliki kemampuan yang terkait dengan iklim kelas; kemampuan yang terkait dengan strategi manajemen; kemampuan yang terkait dengan pemberian umpan balik dan penguatan (reinforcement); dan kemampuan yang terkait dengan
7

peningkatan diri (Gary A. Davis dan Margareth A. Thomas, 1989). Karakteristik tersebut pada gilirannya akan memberikan seorang guru kekuatan untuk menjadi pemimpin yang berkarakter transformasional bagi para murid-muridnya. Setidaknya, terdapat 7 karakter kepemimpinan guru transformasional (Luthans, 1995): (1) mengidentifikasikan dirinya sebagai agen perubahan (pembaruan); (2) memiliki sifat pemberani; (3) memercayai orang lain; (4) bertindak atas dasar sistem nilai (bukan atas dasar kepentingan individu, atau atas dasar kepentingan dan desakan kroninya); (5) meningkatkan kemampuan secara terus- menerus sepanjang hayatnya; (6) memiliki kemampuan untuk menghadapi situasi yang rumit, tidak jelas, dan tidak menentu; (7) memiliki visi ke depan. Seorang guru yang berkarakter pemimpin transformasional akan bertindak sebagai seorang pengarah yang sangat mempertimbangkan prinsip kerjasama, menumbuhkan kepercayaan, memunculkan semangat, dan membuat setiap pekerjaan menjadi hal yang menarik bagi orang-orang yang dipimpinnya. b. Pendidikan Karakter di Sekolah Hasil informasi dari berbagai Sarasehan Nasional Pendidikan Karakter yang diselenggarakan di banyak wilayah menyatakan bahwa sudah cukup banyak sekolah yang berhasil mengembangkan pendidikan karakter dengan berbagai cara. Masing-masing sekolah memang punya ciri penekanan yang berbeda, namun semua sekolah punya kemiripan cara yaitu pendidikan karakter melalui pembiasaan kehidupan keseharian di sekolah dengan keteladanan guru dan disertai penanaman nilai-nilai kemuliaan hidup. Yang pasti Pendidikan Karakter memerlukan keteladanan dari pimpinan dan guru, sandaran nilai-nilai kemuliaan hidup sebagai acuan karakter, konsistensi pelaksanaan, dan tidak memerlukan sarana istimewa. Sebagai upaya untuk meningkatkan keselarasan dan mutu pendidikan karakter, Kementerian Pendidikan Nasional mengembangkan grand design pendidikan karakter untuk setiap jalur, jenjang, dan jenis satuan pendidikan. Grand design menjadi rujukan konseptual dan operasional pengembangan, pelaksanaan, dan penilaian pada setiap jalur dan jenjang pendidikan. Pendidikan karakter harus masuk dalam setiap aspek kegiatan belajar-mengajar di ruang kelas, praktek keseharian di sekolah, dan terintegrasi dengan setiap kegiatan ekstrakurikuler seperti pramuka, pecinta alam, olah raga, palang merah, dan karya tulis ilmiah. Setelah itu setiap siswa diharapkan mampu menerapkannya di rumah dan lingkungan sekitarnya. Semua
8

aspek pendidikan mulai dari ruang kelas hingga lingkungan tempat tinggal harus tetap berkesinambungan dalam menjaga nilai-nilai pendidikan karakter. Keselarasan dan kesatuan (holistis) antara olah pikir, olah hati, olah raga, dan olah rasa/karsa merupakan aspek penting dari pendidikan karakter. Olah pikir dan olah hati yang mencakup proses intrapersonal merupakan landasan untuk mewujudkan proses interpersonal berupa olah raga dan olah rasa/karsa. Guru dapat mentransformasikan logika berpikir dan laku spiritual kepada para murid dibarengi dengan pengawasan terhadap tingkah laku (amanah) dan jaringan sosial (tabligh) yang tengah dilakoni oleh mereka. Yang pasti Pendidikan Karakter memerlukan keteladanan dari pimpinan dan guru, sandaran nilai-nilai kemuliaan hidup sebagai acuan karakter, konsistensi pelaksanaan, dan tidak memerlukan sarana istimewa. Secara ringkas, olah pikir mencakup unsur cerdas dan kreatif; olah hati mencakup jujur dan bertanggung jawab; olah raga dapat berwujud sikap disiplin dan cinta kebersihan; serta olah rasa/karsa mencakup sikap peduli dan suka menolong. Daftar yang lebih lengkap dari keempat komponen pendidikan karakter ini dapat diamati pada gambar di bawah ini: Pengembangan pendidikan karakter dapat menggunakan kurikulum berkarakter atau Kurikulum Holistis Berbasis Karakter (Character-based Integrated Curriculum) yang merupakan kurikulum terpadu dan menyentuh semua aspek kebutuhan para siswa. Kurikulum ini memadukan semua aspek dari olah pikir, olah hati, olah raga, dan olah rasa/karsa. Bidang-bidang pengembangan yang ada di sekolah yang tercakup dalam konsep pendidikan kecakapan hidup personal dan sosial, pengembangan berpikir/kognitif, pengembangan karakter dan persepsi motorik juga dapat tersusun dengan baik apabila materi ajarnya dirancang melalui pembelajaran yang terpadu dan menyeluruh (holistis). Pembelajaran holistis berlandaskan pada pendekatan inquiry, dimana para siswa dilibatkan dalam merencanakan, bereksplorasi, dan berbagi gagasan. Para siswa diarahkan untuk berkolaborasi bersama teman-temannya dan belajar dengan cara mereka sendiri. Para siswa diberdayakan sebagai pembelajar dan diarahkan agar mampu mengejar kebutuhan belajar mereka melalui tema-tema yang telah dirancang. Sebuah model pembelajaran holistis hanya dapat dilaksanakan dengan baik apabila pembelajaran yang dilakukan alami, natural, dekat dengan diri para siswa, dan guru yang
9

melaksanakannya memiliki pemahaman konsep pembelajaran terpadu dengan baik. Selain itu juga diperlukan kreativitas dan sumber bahan yang kaya serta pengalaman guru dalam membuat model-model yang tematis juga sangat menentukan keberhasilan proses pembelajaran. 2.2.2 Tanggung Jawab Bersama Sekolah dan Masyarakat Pendidikan karakter merupakan bagian dari upaya pembangunan kualitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia. Pembangunan SDM merupakan hal yang sangat penting, tidak kalah dengan pembangunan di bidang lain. Kemajuan dan perkembangan pembangunan akan berjalan timpang bahkan dapat menimbulkan masalah bila tidak didukung dengan SDM yang berkualitas dan berkarakter. Pendidikan karakter diarahkan pada penanaman nilai. Dengan penanaman nilai-nilai ini diharapkan terwujud kehidupan sosial yang harmonisasi. Secara politis, pendidikan karakter diharapkan menghasilkan demokratisasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, serta untuk mencegah munculnya ideologi radikalisme. Pendidikan karakter juga berorientasi kepada kemajuan kompetitif. Dalam perspektif ekonomi, keberhasilan pembinaan karakter dapat mendorong lahirnya sumber daya manusia yang produktif dan berkualitas yang pada gilirannya dapat mendongkrak tingkat kompetitif negara. Sementara dalam perspektif pendidikan, sebuah proses pendidikan dianggap menghadirkan dua hal, yaitu transfer dan transform. Tranfer berkaitkan dengan kapasitas intelektual, sehingga menghasilkan kepandaian bagi peserta didik. Sedangkan transform mengandung dimensi perubahan perilaku. Kombinasi dari transfer pengetahuan dan transform perilaku ini menghasilkan kompetensi dan kreativitas. Maka dalam setiap proses pendidikan karakter diharapkan terjadi transfer ilmu dan perubahan perilaku hingga menghasilkan kompentensi dan kreativitas sesuai harapan. a. Tanamkan Karakter Universal Karakter ada yang bersifat universal dan abadi, seperti nilai kejujuran dan disiplin tetapi ada juga karakter yang mengikuti perkembangan zaman. Zaman telah berubah, teknologi juga berkembang dan era global juga terbuka, siswa juga belajar dari perubahan-perubahan itu. Dalam konteks pendidikan karakter, seyogyanya siswa diarahkan memiliki karakter yang abadi dan universal seperti kejujuran, kedisiplinan, menghargai pluralisme, mempunyai
10

empati dan simpati. Semua aspek ini akan sangat menunjang kesukseskan siswa kelak di masa mendatang. Mana mungkin seseorang akan berhasil di dalam kehidupan jika setiap berkomunikasi selalu menyakiti orang lain? Maka dari itu, untuk menggapai sukses, bermodal kepandaian intelektual saja tidak cukup. Kepintaran hanya berkontribusi 20 persen dari keberhasilan seseorang, selebihnya, 80 persen amat ditentukan oleh sederet potensi-potensi yang berkait dengan karakter. Dalam upaya merevitalisasi dan meningkatkan efektivitas pendidikan karakter, kita perlu terus-menerus berupaya mencari metodologi dan strategi agar karakter bisa masuk dan tertanam kuat dalam kepribadian anak-anak. Pendidikan karakter yang baik adalah yang konsisten dan tidak kontradiktif. Anak-anak mengetahui, memahami, memercayai, kemudian berperilaku sesuai dengan nilai-nilai yang berlaku. Jangan sampai seperti yang jamak terjadi selama ini, banyak orang yang tahu tetapi tetap melanggar; banyak orang tahu bahwa merokok itu tidak sehat tetapi tetap mengisapnya, termasuk para dokter. Pastinya pendidikan karakter tidak bisa diselesaikan oleh Kemdiknas sendiri, sebab ini proyek super besar karena berkait dengan persoalan bangsa. Oleh karena itu Kemdiknas terbuka terhadap masukan dan saran dari berbagai kalangan masyarakat. b. Sinergi Sekolah dan Masyarakat Secara umum kegiatan pendidikan karakter dapat dilaksanakan dalam empat ranah. Pertama, pengembangan karakter melalui kegiatan belajar di dalam kelas. Ranah kedua, memadukan pendidikan karakter dengan aktivitas ko-kurikuler yaitu kegiatan belajar di luar kelas yang terkait langsung pada suatu materi dari suatu mata pelajaran, Ranah ketiga ditautkan dengan kegiatan ektrakuriluler semisal pramuka, olahraga, dan karya tulis di sekolah. Ranah keempat, pendidikan kita perlu terus-menerus berupaya mencari metodologi dan strategi agar karakter bisa masuk dan tertanam kuat dalam kepribadian anak-anak. Pendidikan karakter yang baik adalah yang konsisten dan tidak kontradiktif. karakter melibatkan wali murid dan masyarakat sekitar untuk ikut membangun pembiasaan yang selaras dengan yang dikembangkan di sekolah. Namun harus diakui hingga kini sekolah pada umumnya masih dominan menggarap pendidikan karakter di lingkungan kelas dan seputar halaman sekolah. Padahal pembudayaan dan pembiasaan karakter, selain dikembangkan di dalam kelas harus dikembangkan melalui

11

budaya sekolah, kegiatan ko-kurikuler maupun ekstrakurikuler, serta dalam kegiatan keseharian di rumah. Tantangan ke depannya adalah bagaimana kegiatan pendidikan karakter yang sudah mulai intensif dilaksanakan di sekolah-sekolah itu, juga mendapat proses penguatan (reinforcement) dari lingkungan keluarga dan masyarakat. Sehingga berbagai perilaku yang dikembangkan di sekolah juga menjadi kegiatan keseharian siswa di rumah maupun di lingkungan masyarakat masing-masing. Pendidikan karakter setidaknya dapat dilaksanakan melalui dua cara yaitu melalui proses intervensi dan pembiasaan (habituasi). Proses intervensi dikembangkan dan dilaksanakan melalui kegiatan belajar mengajar yang sengaja dirancang untuk mencapai tujuan pembentukan karakter dengan menerapkan berbagai kegiatan terstruktur. Dalam proses pembelajaran tersebut guru sebagai pendidik yang mencerdaskan dan mendewasakan dan sekaligus sebagai sosok panutan. Sementara itu, lewat proses pembiasaan diciptakan dan ditumbuhkembangkan aneka situasi dan kondisi yang berisi aneka penguatan yang memungkinkan siswa di sekolah, di rumah, dan di lingkungan masyarakatnya membiasakan diri berperilaku sesuai nilai yang diharapkan. Siswa juga didorong untuk menjadikan perangkat nilai yang telah diinternalisasi dan dipersonalisasi melalui proses olah hati, olah pikir, olah raga, dan olah rasa dan karsa itu sebagai karakter atau watak. Inilah proses pembudayaan dan pemberdayaan nilai yang dikembangkan secara sistemik, holistik, dan dinamis. Tantangan kita adalah mengolah pendidikan karakter ini agar masuk ke sanubari anakanak sehingga mereka menjunjung tinggi dan menerapkan empat pilar bangsa, yaitu Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Bhinneka Tunggal Ika. Hal tersebut tentu membutuhkan kesungguhan, kerja keras, dan proses panjang untuk mewujudkannya. Harapannya, di masa mendatang, kita sebagai orang tua dan warga bangsa bisa duduk tenang bahkan berbangga, manakala menyaksikan tampilnya generasi penerus yang berkarakter kuat dan sanggup menghadapi tantangan zaman mengharumkan nama bangsa.

12

Tantangan ke depannya adalah bagaimana kegiatan pendidikan karakter yang sudah mulai intensif dilaksanakan di sekolah-sekolah itu, juga mendapat proses penguatan (reinforcement) dari lingkungan keluarga dan masyarakat.

2.3 Perspektif menurut para tokoh tentang Penanaman karakter kreatif di dalam diri siswa agar siswa mampu mengembangkan potensi diri. 2.3.1 Pendidikan Karakter Menentukan Masa Depan Bangsa menurut Dirjen Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah (Mandikdasmen) Membangun karakter memang tidak mudah. Tapi hal tersebut harus terus digalakkan Kementerian Pendidikan Nasional (Kemdiknas). Melalui program pendidikan karakter yang dilaunching pertengahan tahun ini, pemerintah berkeinginan mengembalikan karakter bangsa yang sempat tidak memiliki arah bahkan cenderung hilang. Awalnya, pemerintah memulai pendidikan karakter di sekolah tingkat dasar, yaitu SD dan SMP. Sebanyak 268 sekolah dijadikan sebagai pilot project program tersebut. Hampir 1 tahun program dijalankan, bagaimana perkembangan program tersebut. Apakah berhasil menciptakan karakter di dalam diri siswa? Ataukah pendidikan karakter hanya sebatas pembuatan kantin kejujuran di sekolah? Pendidikan karakter tidak harus diperdengarkan seperti pilihan tangga lagu. Kita sudah memprogramkan, ujar Plt Direktur Jenderal (Dirjen) Pendidikan Dasar Prof. Suyanto Ph.D. di ruang kerjanya di Lantai 5 Gedung E Kemdiknas, Jakarta. Bagi mantan Dirjen Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah (Mandikdasmen) ini, alasan utama mulai digalakkan pendidikan karakter adalah karena mulai lunturnya semangat dan karakter generasi penerus bangsa. Semangat dan budaya ketimuran seolah-olah hilang karena perkembangan globalisasi. Terlebih, lanjut pria yang hobi bermain Tenis di setiap akhir pekan ini, sekolah sebagai kawah candradimuka pembentukan karakter malah lebih menekankan dan mementingkan pembelajaran instruksional. Sementara pembelajaran yang berbasis pada pemahaman sikap dan nilainilai luhur bangsa mulai ditinggalkan. Berbagai fenomena sosial budaya yang sampai saat ini masih terjadi di masyarakat dirasakan sangat memprihatinkan dan mengkhawatirkan. Menerobos lampu lalu lintas, melanggar aturan sekolah, tidak mau menghargai orang lain, narkoba,
13

tawuran pelajar, merupakan sebagian contoh perilaku negatif yang masih sering terjadi, tutur Pak Yanto, sapaan akrab Suyanto. Untuk itu, lanjut Suyanto, pendidikan karakter menjadi sangat penting dalam membentuk karakter bangsa. Karakter sering didefinisikan sebagai hal unik yang menjadi unsur pembeda antara bangsa yang satu dengan bangsa lainnya. Karakter memiliki peran penting dalam menentukan kekuatan dan kemampuan bangsa dalam mencapai tujuan pembangunan. Karakter bangsa adalah unsur penting bagi penyelenggaraan kehidupan berbangsa, tandas pria berkacamata tersebut. Peraih Doctor Philosophy (Ph.D.) dari College of Education, Michigan State University, Amerika Serikat dalam bidang Social Studies Curricullum and Instruction ini menerangkan, pendidikan karakter bukan satu-satunya tugas Kemdiknas. Pendidikan karakter juga menjadi tugas orang tua, keluarga, dan masyarakat. Bahkan, di lingkungan inilah makna dan nilai-nilai pendidikan karakter diberikan secara luas dan lebih banyak. Hanya saja, terang Pak Yanto, Kemdiknas menjadi institusi yang paling bertanggung jawab dalam pengembangan nilai-nilai pendidikan karakter karena nilai-nilai tersebut paling mudah digalakkan melalui proses belajarmengajar secara formal dan itu di bawah tanggung jawab Kemdiknas. Lewat pendidikan formal, guru secara terprogram dan tersistematis dapat mendidik anak untuk disiplin, berpola hidup bersih, dan berperilaku jujur. Pendekatan mendidik seperti ini dimasukkan ke berbagai mata pelajaran. Selanjutnya, pendidikan karakter dapat diberikan dalam konteks pengetahuan, sehingga aspek kognitif bisa terapkan. Tapi semua itu harus dipraktikkan dalam kehidupan. Proses pembiasaan harus dilakukan, ungkap pria yang hobi meng-update status sehari-sehari via Facebook ini. Satu hal yang tidak boleh diabaikan adalah tata nilai. Bagi Pak Yanto, tata nilai adalah komponen utama dari karakter suatu bangsa. Oleh karena itu tata nilai wajib untuk dibangun, dibina, dan ditumbuhkembangkan. Keberhasilan atau kegagalan sebuah bangsa sangat tergantung pada upaya pembinaan dan pengembangan karakter warganya. Prosesnya melalui pendidikan anak usia dini (PAUD). Kegiatan Pramuka maupun Pecinta Alam, misalnya menjadi aktivitas yang penting untuk membina dan menumbuhkembangkan nilai-nilai pendidikan karakter pada diri peserta didik. Lantas, bagaimana mendidik anak untuk membangun karakter? Mantan Rektor Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) ini menegaskan, sangat mudah. Salah satunya melalui budaya antre. Pemahaman tentang pentingnya budaya antre harus diberikan di sekolah.

14

Sebagai contoh, di perpustakaan maupun di kantin, kita dapat memberikan pelajaran kepada anak-anak agar tidak nyelonong. Memang tidak mudah membudayakan antre. Saya paling marah kalau saat antre ada yang nyelonong. Secara keilmuan anak harus diberitahu pentingnya disiplin. Makanya di sekolah ada jadwal kapan masuk, kapan pulang, dan kapan memberikan PR, pungkasnya. Sebenarnya, pendidikan karakter sudah melekat dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat. Hanya saja, sangat sedikit yang mengetahuinya. Sumber-sumber pendidikan karakter juga banyak. Misalnya, agama, dalam agama apa pun manusia diajarkan nilai-nilai dan kaidah yang baik. Sumber lainnya, lanjut pria asal Magetan ini, adalah Pancasila. Sebagai dasar negara, Pancasila telah teruji selama bertahuntahun dalam membentuk karakter warga negara. Yakni, warga negara yang memiliki kemampuan, kemauan, dan keseriusan dalam menerapkan nilai-nilai kehidupan yang positif dalam kehidupan bermasyarakat. Diakuinya, penilaian berhasil atau tidaknya pendidikan karakter bukanlah hal yang mudah. Karena sifatnya kualitatif, maka penilaiannya pun harus kualitatif. Bisa berupa baik atau buruk. Karenanya, penilaian pendidikan karakter harus subjektif dan rasional. Cara makan di keluarga berbeda-beda. Ada yang harus makan di meja makan bersama keluarga; ada yang makan di sofa; dan ada juga yang makan di kamar sambil tonton televisi, ujar penggemar aneka batik ini. Oleh karena itu, bagi pria kelahiran 2 Maret 1953 ini, nilai dari pendidikan karakter pun mempunyai relativitas terhadap kultur seseorang. Meskipun demikian terdapat nilai-nilai universal. Misalnya, soal kejujuran. Di semua tempat, yang namanya kejujuran itu mempunyai makna yang sama. Tidak mengherankan, di Amerika Serikat yang sekuler pun orang jujur sangat disenangi. Tapi kalau berkhianat di mana-mana dikutuk, tegas Pak Yanto. Prinsipnya, lanjut Pak Yanto, pendidikan karakter harus berkelanjutan, melalui semua mata pelajaran dan antara mata pelajaran yang satu dengan yang lain harus saling menguatkan, melalui muatan lokal, kepribadian, dan budaya sekolah. Yang tidak boleh diabaikan dan paling penting, sambung Pak Yanto, adalah melalui proses belajar aktif. Sekolah harus mencerminkan bagaimana penghuninya dapat mengimplementasikan pendidikan karakter. Misalnya toilet harus selalu bersih. Selain itu, sekolah juga harus menyediakan fasilitas yang memungkinkan nilainilai budaya dan karakter bangsa dapat terus berlangsung, pinta Suyanto. Untuk pengintegrasian pendidikan karakter melalui mata pelajaran, tegasnya, tidak perlu membuat mata pelajaran baru. Yang harus dilakukan adalah
15

bagaimana nilai-nilai pendidikan karakter dicantumkan dalam silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) pada setiap mata pelajaran dari jenjang pendidikan dasar dan menegah. Selain melalui mata pelajaran, pengintegrasian pendidikan karakter juga bisa dilakukan melalui kegiatan ekstrakurikuler maupun pengembangan diri. Mata pelajaran Bahasa Indonesia bisa menghadirkan bacaan yang syarat pesan moral dan pentingnya kejujuran. Biologi bisa juga, misalnya, anak-anak harus menyanyangi tanaman. Kalau tebang 1 harus tanam 2. Mata pelajaran Agama dan Pendidikan Kewarganegaraan (PKN) apalagi, tuturnya. Untuk penilaian pengembangan nilai-nilai pendidikan karakter di sekolah, Pak Yanto menyarankan agar guru secara terus-menerus melakukan penilaian dengan model adecdotal record di mana guru diarahkan untuk membuat catatan kecil mengenai perilaku siswa yang dinilainya. Selain itu, guru dapat pula memberikan tugas yang berisikan suatu persoalan atau kejadian (yang kontroversial) untuk memberikan kesempatan bagi peserta didik dalam menyikapi dan menilai persoalan tersebut. Misalnya peserta didik diminta menilai ataupun menyatakan sikap terhadap upaya menolong pemalas; memberikan bantuan kepada orang kikir (pelit), atau contoh lainnya yang kontroversial, katanya. Jika hal tersebut dapat dilakukan dengan baik, maka penanaman nilai-nilai pendidikan karakter perlahan-lahan dapat diwujudkan dengan baik, tegas Suyanto. (cdl)

2.3.2 Pendidikan Karakter Menuju Bangsa Unggul menurut Dr. Bambang Indriyanto sebagai Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar Kemdiknas Puncak peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) sudah digelar pada 20 Mei 2011 lalu. Istimewanya, gelaran Hardiknas tersebut dilangsungkan secara bersamaan dengan peringatan Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas). Ada benang merah antara pendidikan dan kebangkitan nasional sebagai satu keutuhan. Satu kesatuan utuh antara Hardiknas dengan Harkitnas tersebut ditegaskan oleh Mendiknas Mohammad Nuh sebagai satu penyatuan kimiawi, bukan semata-mata fisikawi. Ibarat air yang merupakan penyatuan unsur hidrogen dan oksigen (H2O). Seseorang atau suatu bangsa tidak akan dapat bangkit kesadaran nasionalismenya bila tidak ditopang oleh pendidikan yang memadai.

16

Tema Hardiknas-Harkitnas tahun 2011 tersebut adalah Pendidikan Karakter sebagai Pilar Kebangkitan Bangsa dengan subtema Raih Prestasi Junjung Tinggi Budi Pekerti. Pertanyaan yang muncul, mengapa harus pendidikan karakter? Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam pidatonya menegaskan, ke depan kita menginginkan muncul dan berkembangnya manusia-manusia Indonesia yang unggul. Mengapa Indonesia memerlukan manusia-manusia unggul? Karena kita sebagai bangsa, di abad ke-21, ingin menjadi negara maju. Presiden SBY, mengutip Aristoteles, mengatakan ada dua keunggulan manusia (human excellent): pertama, keunggulan dalam pemikiran; dan kedua, keunggulan dalam karakter. Kedua jenis keunggulan manusia itu dapat dibangun, dibentuk, dan dikembangkan melalui pendidikan. Sasaran pendidikan bukan hanya kecerdasan, ilmu dan pengetahuan, tetapi juga moral, budi pekerti, watak, nilai, perilaku, mental dan kepribadian yang tangguh, unggul dan mulia, inilah karakter, pesan Presiden. Guna memenuhi harapan tersebut, maka dirumuskanlah program pendidikan karakter yang terpadu dengan semangat kebangsaan. Selain itu, semangat religiositas juga sangat mendesak untuk dikembangkan demi terciptanya suasana damai dan saling menyayangi antarsesama makhluk Tuhan di muka bumi. Pendidikan karakter merupakan jawaban yang utuh dari berbagai kegelisahan dan keterpurukan yang masih mencengkeram bangsa Indonesia. Ada tiga lapis (layer) pendidikan karakter yang hendak dikembangkan yaitu, pertama, menumbuhkan kesadaran kita sebagai sesama makhluk Tuhan. Sebagai sesama makhluk, tidak pantas kalau kita itu sombong, seolah-olah merasa dirinya yang paling benar. Keutamaan kita justru terletak pada kemampuan untuk memberi manfaat bagi orang lain, termasuk memuliakan orang lain. Kesadaran sebagai makhluk Tuhan akan menumbuhkan rasa saling menghargai dan menyayangi. Tentu juga menumbuhkan sifat jujur karena Tuhan Maha Mengetahui; kita tidak bisa berbohong. Kedua, membangun dan menumbuhkan karakter keilmuan. Karakter ini sangat ditentukan oleh keingintahuan (kuriositas) intelektual. Penanaman logika ilmiah sejak dari pendidikan usia dini menjadi langkah penting untuk dilakukan. Dalam kerangka berpikir ilmiah, segala sesuatu harus diuji coba sebelum menjadi kesimpulan. Dari sinilah akan muncul kreativitas, inovasi, dan produktivitas yang sangat menentukan daya saing bangsa.

17

Dan yang ketiga, pendidikan harus mampu menumbuhkan karakter yang mencintai dan bangga sebagai bangsa Indonesia. Pendidikan harus mampu menginternalisasikan keempat pilar kebangsaan (Pancasila, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika, dan NKRI) ke dalam diri pendidik dan peserta didik. Pemahaman akan sejarah dan falsafah keempat pilar tersebut menjadi sangat penting guna menumbuhkan rasa cinta dan bangga sebagai bagian dari bangsa Indonesia. Kecintaan dan kebanggaan yang besar akan memacu semangat setiap warga bangsa untuk berprestasi setinggi-tingginya mengharumkan nama bangsa. Ketiga lapisan pendidikan karakter ini merupakan satu kesatuan (holistis) yang tidak dapat dipisah-pisahkan. Sikap religius yang tumbuh di lapisan pertama hendaknya dibarengi dengan laku intelektual yang penuh rasa keingintahuan (intellectual curiosity) dan rasa bangga dan cinta yang besar terhadap bangsa dan negara Indonesia. Keselarasan dari ketiga lapisan ini merupakan jaminan akan masa depan bangsa yang lebih baik. Program Pendidikan Karakter merupakan tumpuan untuk menjamin perpaduan dari ketiga lapisan di atas dapat berjalan selaras dengan zaman. Di era global saat ini, kreativitas dan inovasi dihargai sangat tinggi melebihi sumber daya alam. Kreativitas dan inovasi yang dibarengi dengan kemampuan mengelola jaringan merupakan kunci dari keunggulan suatu bangsa. Situasi ini hanya dapat terwujud bila ketiga lapis pendidikan karakter yaitu kreativitas dan inovasi dalam bidang keilmuan, kemampuan mengelola jaringan berupa sikap memuliakan sesama makhluk Tuhan, dan kecintaan serta bangga terhadap bangsanya dilaksanakan dengan harmonis dan konsisten. Melalui jalur pendidikan, ketiga layer pendidikan karakter tersebut harus diterapkan di sekolah-sekolah, baik formal maupun nonformal. Para warga bangsa yang saat ini tengah mengenyam pendidikan dasar merupakan tunas-tunas harapan bangsa 25 tahun kelak. Tunastunas ini harus tumbuh di ladang pendidikan karakter sehingga akan muncul sebagai pohonpohon unggul yang menjulang tinggi di langit-langit dunia. Tidak dapat ditunda lagi, semua itu harus dimulai dari sekarang. Karakter memang sesuatu yang mudah diucapkan tetapi sulit untuk dilaksanakan

18

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan Pendidikan berbasis karakter kreatif merupakan sebuah solusi efektif atas berbagai problema dekadensi moral bangsa dewasa ini. Pendidikan berbasis karakter kreatif diharapkan menjadi sebuah inovasi untuk mengembalikan "ruh" pendidikan yang selama ini mengalami distorsi dan menciptakan insan akademis yang cerdas intelektual, emosional, dan spritual. Bagaimanapun juga, karakter SDM yang kuat adalah modal peradaban bangsa yang unggul. Namun, dibutuhkan kesadaran kolektif dan gerakan nasional serempak, agar spirit pendidikan yang selama ini terserabut bisa diutuhkan kembali. Rekonstruksi kurikulum nasional, optimalisasi nilai-nilai karakter kreatif dalam komunitas pendidikan, serta penetapan pesantren sebagai model percontohan satuan pendidikan ideal, dapat terwujud jika pemerintah mau menjadi sosok terdepan. Tentunya bukan sebatas pemerintah, baik individu, keluarga, pakar akademik, maupun seluruh komunitas pendidikan diharapkan bersatu-padu dan berpartisipasi aktif mendukung tercapainya tujuan pendidikan nasional. Kalau bukan kita, lantas siapa lagi? Wallahu A'lam.

3.2 Saran Pendidikan karakter, bila dilakukan secara efektif, dapat menghasilkan prestasi akademik tidak hanya baik, tetapi mampu melakukan ha-hal positif yang mengarah ke peningkatan perilaku pro-sosial dan penurunan perilaku beresiko. Poin penting yang menonjol untuk penerapan pendidikan yang efektif yaitu: 1) tujuan harus baik secara eksplisit, 2) pengembangan profesional, 3) seluruh warga sekolah harus dilibatkan, dan setiap orang harus mendukung dan mempunyai komitmen yang sama. Kualitas pendidikan karakter membantu sekolah menciptakan peduli, aman dan lingkungan belajar yang inklusif untuk setiap siswa dan mendukung pengembangan akademik. Hal ini mendorong kualitas yang akan membantu siswa sukses sebagai warga negara, di tempat kerja, dan dengan kurikulum akademik. Hal terpenting dalam strategi penerapan pendidikan karakter tergantung kesamaan persepsi dan komitmen dari
19

sekolah, lingkungan keluarga, dan masyaakat untuk mewujudkannya. Dan diharapkan lahir dari dunia pendidikan adalah karakter yang jujur, tidak minta-minta, dan mampu menemukan jati diri.

20

DAFTAR PUSTAKA

David Elkind & Freddy Sweet, Ph.D. (2004), dalam arief rachman (2011). Direktorat PSMP (2010) Donald Kennedy (1999) Academic Duty. Hasil evaluasi Bank Dunia (1995) Kemdiknas (2010) Grand Design Pendidikan Karakter. UU No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Gary A. Davis dan Margareth A. Thomas (1989) Effective Schools and Effective Teachers. ISTE National Education Technology Standards for Teachers (USA). Kemdiknas (2010) Grand Design Pendidikan Karakter. Luthans, F. (1995) Organizational Behavior, 7th Ed., McGraw-Hill International Edition. Mortimore P. (1991) School Effectiveness Research: Which way at the Crossroads?, School Effectiveness and School Improvement, Vol.2, No. 3, pp. 213-229. UU No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen.

21

Anda mungkin juga menyukai