Anda di halaman 1dari 8

Peran Ibu mendidik Anak . ... .

Menjadi Ibu Rumah Tangga atau Ibu untuk anak2nya sering dianggap profesi yang remeh temeh oleh kebanyakan orang, anggapan ibu rumah tangga yang hanya bergelut dengan dapur dan kasur kadang membuat sebagian Ibu rumah tangga ini seringkali berasa minder jika ditanya mengenai pekerjaan dengan mengatakan akh saya cuma Ibu rumah tangga. Apalagi jika latar Ibu Rumah tangga tersebut seorang yang berpendidikan tinggi, dan dianggap punya potensi untuk berkarir sehingga kemudian banyak komentar kepada wanita yang memilih mengabdikan hidupnya untuk keluarga ini dengan komentar yang menyayangkan misalnya Sayang ya sudah sekolah tinggi-tinggi cuma jadi Ibu rumah tangga Tentu ungkapan diatas bukan berarti menafikan atau merendahkan wanita yang berkarir yang sekaligus sebagai Ibu Rumah tangga, kedua pilihan itu tak salah karena yang terpenting dalam berkarir atau berumahtangga intinya adalah bagaimana kemudian berperan menjadi seorang istri dan Ibu yang baik bagi anak-anak. Bukankah ada ungkapan bahwa dibalik kesuksesan seorang laki-laki adalah tergantung siapa wanita dibelakangnya, ya wanita itu, bisa jadi Ibu bagi seorang anak atau istri bagi seorang suami. Yang dititikberatkan dalam pembicaraan ini adalah bagaimana pentingnya peran seorang Ibu dalam keluarga. tak diragukan bahwa peran ibu dalam keluarga adalah sangat penting. Bahkan, dapat dikatakan bahwa kesuksesan dan kebahagiaan keluarga sangat ditentukan oleh peran

seorang ibu. Jika ibu adalah seorang wanita yang baik, akan baiklah kondisi keluarga. Sebaliknya, apabila ibu adalah wanita yang bersikap buruk, hancurlah keluarga (Prof. Saad Karim, 2006). Ibu adalah madrasah pertama untuk anak2nya, tempat dimana anak mendapat asuhan dan diberi pendidikan pertama bahkan mungkin sejak dalam kandungan. Seorang Ibu secara sadar atau tak sadar telah memberi pendidikan kepada sang janin, karena menurut penelitian bahwa bayi dalam kandungan sudah bisa mendengar bahkan ikut merasakan suasana hati sang Ibunda, maka tak heran jika ikatan emosional seorang Ibu dan anak tampak lebih dibanding dengan seorang ayah. Jika seorang Ibu dapat memahami dan mau melaksanakan tugas serta tanggung jawabnya dalam mendidik dan mengarahkan anak dengan baik, dengan segala tuntunan dan teladan pada anak. Insya Alloh akan terlahirlah generasi yang salih, unggul dan mumpuni, mampu bertanggung jawab terhadap diri sendiri dan kehidupannya kelak. Namun realitasnya banyak ibu yang tidak dapat melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya dengan baik. Mungkin ada sebagian yang terlalu sibuk dengan kariernya hingga terkadang seperti menyerahkan tanggung jawab terbesar dalam pendidikan kepada pihak sekolah atau anak2 yang lebih banyak menghabiskan waktu dengan pengasuh yang bisa jadi kurang berkualitas. Atau mungkin ada yang merasa menyerah dan putus asa dalam mendidik anak karena kurang pengetahuan sehingga bingung tidak mengerti dengan apa yang harus dilakukan. Jika kondisi ini terus berlanjut maka pendidikan dan perkembangan jiwa anak yang kurang mendapatkan pengasuhan yang baik dari seorang Ibu akan terabaikan sehingga kepribadian anak yang baik tidak tercapai. Biasanya perilaku anak ini menjadi buruk baik di keluarga maupun masyarakat dan kalau sudah begini tentu bukan sepenuhnya salah si anak. Banyaknya kasus2 bunuh diri akibat kekerasan orangtua pada anak, menandakan bahwa anak merasa tak aman dan nyaman di lingkungan keluarganya, kondisi seperti ini tentu saja bukan situasi yang kondusif untuk memberikan pendidikan yang baik buat anak karena orang tua malah tidak bisa menjadi teladan yang baik buat mereka. Jadi hal pertama yang harus diciptakan oleh keluarga terutama oleh seorang Ibu adalah menciptakan sikon yang kondusif sehingga kendala dalam mendidik anak, mengarahkan mereka terhadap ajaran agama, menciptakan kepribadian yang salih akan lebih mudah, karena ada saling percaya dan ikatan kasih sayang yang kuat antara Ibu dan anak, dari seluruh pihak keluarga. Alloh SWT berfirman, Dan hendaklah takut kepada Alloh SWT orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Alloh SWT dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar. (an-Nisa:9). Oleh karena itu, marilah kita bersama-sama untuk segera memulai mendidik anak dengan cara yang disyariatakan dalam agama secara sungguh2 dan penuh kesabaran. Jika tidak maka akan

menjadi orangtua (ibu) yang paling merugi, yaitu ibu yang sedang menunggu waktu datangnya kesulitan yang bertubi-tubi. Karena memiliki anak durhaka dan boleh jadi sering merugikan banyak pihak, baik dirinya sendiri, orangtua juga orang lain. astagfirulah. Note: Masya alloh betapa berat ya tanggung jawab seorang Ibu, ya Rabb semoga aku bisa menjadi Ummu yang baik. Amin. tapi ada satu pertanyaan gw adalah bagaimana jika seorang istri tidak nyaman dengan perilaku suami , apakah dengan kondisi ini akan maksimal untuk mendidik anak2 ya tentu saja pada faktanya tanggung jawab mendidik bukan sepenuhnya ditangan Ibu tapi dominan kan memang di tangan Ibu. Thx for

Mengoptimalkan Peran Ibu Rumah Tangga


Ditulis oleh Farid Ma'ruf di/pada Desember 9, 2007

Oleh : Reta Fajriah (Pemerhati Masalah Keluarga)

Masing-masing kalian adalah pemimpin dan bertanggung jawab atas kepemimpinannya. Seorang imam adalah pemimpin dan bertanggung jawab atas rakyatnya. Seorang suami

adalah pemimpin dalam keluarganya dan bertanggung jawab atas kepemimpinannya. Seorang istri pemimpin di rumah suaminya dan dia bertanggung jawab atas kepemimpinannya(HR al-Bukhari dan Muslim) Rasulullah saw. telah menetapkan tanggung jawab terhadap laki-laki (suami) dan perempuan (istri) dalam kapasitas sebagai pemimpin yang berbeda di dalam sebuah keluarga. Suami sebagai pemimpin bertugas mengendalikan arah rumah tangga serta penjamin kebutuhan hidup sehari-hariseperti makanan, minuman dan pakaianserta bertanggung jawab penuh atas berjalannya seluruh fungsi-fungsi keluarga. Adapun istri berperan sebagai pelaksana teknis tersedianya kebutuhan hidup keluarga serta penanggung jawab harian atas terselenggaranya segala sesuatu yang memungkinkan fungsi-fungsi keluarga tersebut dapat dicapai. Berjalan-tidaknya fungsi-fungsi keluarga secara adil dan memadai merupakan indikasi tercapai-tidaknya keharmonisan dalam keluarga. Namun, ibarat mengayuh perahu, keduanya harus saling kompak dan bekerjasama agar biduk rumah tangga tidak terbalik. Fungsi-fungsi keluarga yang dimaksud adalah fungsi reproduksi (berketurunan), proteksi (perlindungan), ekonomi, sosial, edukasi (pendidikan), afektif (kehangatan dan kasih sayang), rekreasi, dan fungsi reliji (keagamaan). Tugas utama serang istri secara umum ada dua: (1) sebagai Ibu, yang berkaitan langsung dengan pemenuhan fungsi reproduksi serta fungsi edukasi; (2) sebagai pengatur rumah tangga, yang berkaitan dengan pemenuhan fungsi-fungsi keluarga yang lainnya.

Beberapa Tuntunan Pertama: Dalam pandangan Islam, tujuan dari pernikahan tidak hanya sekadar memiliki keturunan, tetapi juga bagaimana menjadikan keturunan kelak menjadi pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa (Lihat: QS al-Furqan [25]: 74). Agar terwujud, sudah pasti sang pemimpin terlebih dulu harus menjadi orang yang bertakwa. Untuk itulah, Islam telah memberi tuntunan agar mendapat keturunan yang baik dengan cara mempersiapkannya seawal mungkin, yaitu sejak sang ayah dan ibu berikhtiar untuk mendapatkan keturunan. Allah Swt. telah mensyariatkan adanya doa sebelum berhubungan intim, selanjutnya melakukan pendidikan terhadap anak mulai dari masa kandungan hingga anak mencapai usia balig. Pendidikan adalah sebuah proses yang berkesinambungan hingga dapat mengantarkan anak memasuki usia balig dalam kondisi siap untuk menerima segala bentuk pembebanan

hukum syariah saat dewasa. Di samping itu, anak perlu dibekali dengan keterampilan hidup yang memungkinkan baginya untuk bisa eksis dalam mengarungi kehidupan ini. Untuk itulah seorang Ibu dituntut agar memiliki kemampuan mendidik anak, baik dari sisi konsep maupun teknis pelaksanaan berikut pembiasaan dalam keseharian anak. Kedua: Seorang istri berperan mengelola rumah tangganya agar tercapai keharmonisan di dalam keluarga. Dalam hal keuangan, istri diharapkan dapat mengatur sedemikian rupa nafkah yang diberikan oleh suami agar mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari, apalagi jika penghasilan suami tidak seberapa besar. Hal ini dapat dilakukan dengan cara menyusun daftar rencana pemasukan dan pengeluaran dalam satu bulan, dengan prioritas pengeluaran yang dianggap paling penting. Jika kebutuhan hidup masih belum mencukupi, dengan izin suami seorang istri bisa saja membantu suami dalam menambah ekonomi keluarga. Jika memungkinkan carilah peluang pemasukan yang tidak banyak menyita waktu ke luar rumah, misalnya dengan menulis artikel dan buku; atau yang dapat membuka kesempatan untuk berinteraksi lebih banyak dengan masyarakat, seperti menjual busana Muslimah atau kebutuhan hidup sehari-hari di rumah; atau yang dapat menambah wawasan dan pengalaman dalam mendidik anak, misalnya dengan menggeluti bidang pendidikan anak. Yang jelas, semua itu tidak boleh melalaikan kewajibannya yang lainnya seperti mendidik anak ataupun berdakwah. Ketiga: Dalam hal pemenuhan fungsi proteksi keluarga, seorang istri dapat mengkondisikan suasana rumah yang tenang, bersih dan tertata rapi agar menjadi tempat berlindung yang nyaman dan membuat betah para penghuninya. Rasulullah saw. memuji seorang istri yang pandai merapikan rumah dengan mengatakan, Ia tidak memenuhi rumah kita dengan sarang burung. (Muttafaqun alaihi). Kepedulian dan kesabaran istri dalam menyikapi persoalan yang dihadapi anggota keluarga dapat menjadikan suami dan anak-anak ingin segera kembali ke rumah untuk menyampaikan setiap suka dan duka yang dihadapinya di luar rumah. Keluarga menjadi tempat yang paling aman dan menyenangkan secara fisik dan psikis bagi anggotanya untuk saling berbagi. Apalagi bagi anak-anak, sebab sangat riskan jika mereka mencari kenyamanan di tempat lain yang bisa jadi berbahaya bagi pergaulannya. Keempat: Fungsi sosial keluarga ditandai dengan adanya interaksi keluarga dengan masyarakat. Keharmonisan dengan anggota masyarakat harus terus dijalin, sebagaimana

keharmonisan antar anggota keluarga. Apalagi Allah Swt. telah menetapkan akhlak bertetangga, sebagaimana sabda Nabi saw. (yang artinya): Hak tetangga adalah jika dia sakit, engkau mengunjunginya; jika dia wafat, engkau mengantarkan jenazahnya; jika dia membutuhkan uang, engkau meminjaminya; jika dia mengalami kemiskinan (kesukaran), engkau rahasiakan; jika dia memperoleh kebaikan, engkau ucapkan selamat kepadanya; dan jika dia mengalami musibah, engkau mendatanginya untuk menyampaikan rasa duka. Janganlah meninggikan bangunan rumahmu melebihi bangunan rumahnya sehingga menutup kelancaran angin baginya. Jangan kamu mengganggunya dengan bau periuk masakan kecuali kamu menciduk sebagian untuk diberikan kepadanya. (HR ath-Thabrani). Alangkah mulia tuntunan ini jika diamalkan dalam keseharian, khususnya oleh seorang istri yang relatif lebih banyak waktu di rumah. Hubungan yang baik dengan tetangga juga sangat membantu untuk mewujudkan kepemimpinan dan lingkungan yang islami. Berbagai hal bisa dilakukan dalam menumbuhkan kegiatan-kegiatan yang kondusif bagi syiar Islam dan pendidikan anak, misalnya dengan mengadakan pengajian rutin di kalangan ibu-ibu, sanlat dan kajian keislaman untuk anak dan remaja, serta pengajian umum untuk keluarga pada momen-momen tertentu. Sebuah keluarga yang bisa diterima dalam masyarakat, secara tidak langsung akan memperkuat pula dorongan bagi anggotanya untuk melaksanakan amar makruf nahi mungkar terhadap lingkungan yang juga merupakan kewajiban bagi setiap Muslim. Kelima: Adanya kasih sayang dan kehangatan di dalam keluarga merupakan hal yang sangat berpengaruh dalam menciptakan keharmonisan di dalam rumah tangga. Rasulullah mengajarkan hal yang demikian. Beliau bersabda, sebagaimana penuturan Anas ra., Wahai anakku, jika kalian masuk menemui istrimu, ucapkanlah salam. Salammu itu menjadi berkah bagimu dan bagi penghuni rumahmu. (HR at-Tirmidzi). Dalam hadis lain, Ummul Mukminin Aisyah ra. Berkata, Rasulullah adalah orang yang paling lunak hatinya, mudah tersenyum dan tertawa. (HR Ibnu Saad). Sebaliknya, seorang istri juga perlu selalu menyambut suami dengan menampakkan wajah berseri-seri dan memakai wewangian. Ketika bercakap-cakap, buatlah suasana santai dengan mendahulukan kabar yang menyenangkan dan disertai senda gurau. Sikap demikian akan membawa kesegaran bagi keduanya setelah seharian bergelut dengan kegiatan masing-masing. Ketika ada hal yang kurang berkenan, carilah waktu, tempat dan cara yang

tepat untuk menyampaikannya. Tunjukkan bahwa penegur tidak berarti lebih baik dari yang ditegur. Adapun caranya sangat bergantung pada sifat suami, apakah lebih tepat disampaikan dalam bahasa yang jelas dan lugas atau dengan bahasa sindiran. Yang jelas semua dimaksudkan untuk kebaikan, tidak untuk menjatuhkan dan menunjukkan kekurangannya. Kalaupun ada kelemahan suami yang agak sulit diubah, hiburlah diri, dengan mengingat kebaikannya yang banyak, sebagaimana sabda Nabi saw., Janganlah seorang Mukmin (suami) membenci Mukminah (istri). Jika ia membenci satu bagian, pasti ada bagian lain yang menyenangkannya. (HR Muslim). Tentu hadis ini berlaku sebaliknya. Kehangatan dan kasih sayang dalam keluarga juga meliputi hubungan antara orangtua dan anak. Biasakanlah memanggil anak dengan nama kesayangannya ataupun harapan yang baik, seperti anak salih, pintar, berani dan lain-lain. Ketika anak dikondisikan demikian, maka akan terbentuk konsep diri yang positif pada dirinya, sehingga anak termotivasi menjadi seperti yang diharapkan. Anak yang tumbuh dalam suasana keluarga yang hangat dan penuh kasih sayang akan lebih percaya diri dalam menghadapi kehidupan di kemudian hari. Keenam: Di tengah kesibukan anggota keluarga sehari-hari, penting untuk menyempatkan rekreasi bersama. Rekreasi tidak identik dengan wisata yang mengeluarkan biaya mahal, tetapi cukup dengan berkumpul di tempat yang santai, bersenda gurau bersama dan melepaskan segala rutinitas yang melelahkan. Kegiatan ini juga bisa dilakukan di rumah, misal dengan berkebun, olahraga, menonton tayangan, bermain air, bahkan sambil mengerjakan pekerjaan rumah tangga seperti mencuci atau mengepel. Intinya kegiatan ini dilakukan oleh seluruh anggota keluarga dalam suasana yang santai dan menyenangkan. Sesekali bisa saja diselipkan cerita lucu dan bermain tebak-tebakan. Seorang istri harus pandai memanfaatkan waktu, meskipun singkat, guna mengkondisikan kegiatan seperti ini. Kesegaran yang didapatkan, sangat membantu semuanya untuk kembali beraktivitas rutin di hari berikutnya. Ketujuh: Hal yang tidak kalah pentingnya dalam keluarga adalah fungsi religius. Jika fungsi ini tidak terlaksana dengan baik, sebuah keluarga akan merasakan kegersangan batin, seberapapun tercukupi kebutuhan materi. Suasana ibadah dapat ditumbuhkan di tengah keluarga dengan terbiasa melakukan shalat berjamaah, tadarus bersama, shaum sunnah dan qiyamullail. Rasulullah saw. memuliakan suami istri yang terbiasa melakukan qiyamullail bersama, Semoga Allah merahmati lelaki yang bangun malam, mengerjakan shalat dan membangunkan istrinya. Jika istrinya enggan bangun, ia memercikkan air di

wajahnya. Semoga Allah merahmati seorang istri yang bangun malam, mengerjakan shalat dan membangunkan suaminya. Jika suaminya enggan, ia memercikkan air di wajahnya. (HR Abu Dawud dan Ibn Majah). Subhnallh! Betapa indahnya kebersamaan seperti ini, apalagi jika dilakukan oleh seluruh anggota keluarga. Seorang istri dapat membiasakan hal seperti ini di tengah keluarganya agar keluarga tersebut menjadi keluarga yang selalu dekat dan bertakwa kepada Allah Swt. Dengan demikian, setiap cobaan dan ujian yang menimpa keluarga akan dapat dihadapi dengan sikap sabar dan tawakal kepada Allah Swt.

Khatimah Demikian tuntunan yang dapat dilakukan seorang perempuan dengan perannya sebagai ibu dan pengatur rumah tangga untuk membawa keluarganya menjadi keluarga yang harmonis; saknah mawaddah wa rahmah. Adanya kerjasama dengan suami akan sangat membantu tugas yang sangat berat ini. Semoga Allah Swt. memberikan balasan atas setiap upaya yang kita lakukan dengan pahala yang berlipat ganda di sisi-Nya. Amin. (www.baitijannati.wordpress.com)

Sumber : Majalah Al Waie edisi Desember 2007

Anda mungkin juga menyukai