Anda di halaman 1dari 4

Kecamatan Menurut Undang-Undang

Keberadaan UU Nomor 22 Tahun 1999 sebagai kontra-konsep terhadap UU sebelumnya (UU 5 Tahun 1974) dilatarbelakangi adanya perbedaan filosofi serta paradigma yang mendasarinya. Mengapa menunjuk pada UU Nomor 22 Tahun 1999? Karena berdasarkan UU tersebut, kedudukan kecamatan termasuk tupoksi dan hubungan kerja dengan unit organisasi pemerintahan di bawahnya (desa dan kelurahan) berubah secara drastis yang ditandai dengan beberapa hal sebagai berikut : Dari filosofi keseragaman berubah menjadi filosofi keanekaragaman dalam kesatuan. Berdasarkan filosofi ini, Daerah diberi kebebasan yang luas untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, termasuk kebebasan mengatur organisasi kecamatannya. Dari paradigma administratif yang mengutamakan dayaguna dan hasilguna pemerintahan menjadi paradigma demokratisasi, partisipasi masyarakat serta pelayanan. Tugas utama pemerintah daerah yang semula sebagai promotor pembangunan berubah menjadi pelayan masyarakat, sehingga unit-unit pemerintahan yang berhadapan dan memberikan pelayanan langsung kepada masyarakat perlu diperkuat. Dari dominasi eksekutif (executive heavy) berubah ke arah dominasi legislatif (legislative heavy). Pola otonomi yang digunakan adalah a-simetris, menggantikan pola otonomi simetris. Pengaturan terhadap Desa yang terbatas, menggantikan pengaturan yang luas dan seragam secara nasional. Penggunaan pendekatan besaran dan isi otonomi (size and content approach) dalam pembagian daerah otonom, menggantikan pendekatan berjenjang (level approach). Perubahan paradigma tersebut secara signifikan mengubah pula kedudukan kecamatan dengan berbagai implikasinya. Pada UU Nomor 5 Tahun 1974, kecamatan merupakan wilayah administrasi pemerintahan sebagai konsekuensi penggunaan Fused Model (B. C. Smith), sedangkan menurut Undang-undang 22 Tahun 1999 kecamatan merupakan wilayah kerja camat sebagai perangkat daerah Kabupaten dan Daerah Kota. Camat menerima pelimpahan sebagian wewenang Bupati/Walikota dalam bidang desentralisasi. Kewenangan yang dijalankan camat hanya bersifat delegasi dari Bupati/Walikota. Sementara menurut Undang-undang 32 Tahun 2004, Kecamatan merupakan wilayah kerja camat sebagai perangkat Daerah Kabupaten/Kota (Pasal 126 ayat (1)) dan Camat menerima pelimpahan sebagian wewenang Bupati/Walikota untuk

a.

b.

c.

d. e. f. g.

menangani sebagian urusan otonomi daerah (kewenangan delegatif). Camat juga melaksanakan tugas umum pemerintahan (kewenangan atributif) (Pasal 126 ayat (1) dan (2) UU 32/2004). Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2008 tentang Kecamatan, dalam pasal 1 disebutkan bahwa Kecamatan atau sebutan lain adalah wilayah kerja Camat sebagai perangkat daerah kabupaten/kota. Sedangkan Camat atau sebutan lain adalah pemimpin dan koordinator penyelenggaraan pemerintahan di wilayah kerja kecamatan yang dalam pelaksanaan tugasnya memperoleh pelimpahan kewenangan pemerintahan dari Bupati/Walikota untuk menangani sebagian urusan otonomi daerah, dan menyelenggarakan tugas umum pemerintahan. Perubahan mendasar dalam penyelenggaraan pemerintahan kecamatan sebagaimana diatur di dalam UU Nomor 22 Tahun 1999, kemudian dilanjutkan pada UU Nomor 32 Tahun 2004. Perubahannya mencakup mengenai kedudukan kecamatan menjadi perangkat daerah kabupaten/kota, dan camat menjadi pelaksana sebagian urusan pemerintahan yang menjadi wewenang Bupati/Walikota . Di dalam Pasal 120 ayat (2) UU Nomor 32 Tahun 2004 dinyatakan bahwa, Perangkat daerah kabupaten/kota terdiri atas sekretariat daerah, sekretariat DPRD, dinas daerah, lembaga teknis daerah, kecamatan, dan Kelurahan. Pasal tersebut menunjukkan adanya dua perubahan penting yaitu: a. Kecamatan bukan lagi wilayah administrasi pemerintahan dan dipersepsikan merupakan wilayah kekuasaan camat. Dengan paradigma baru, Kecamatan merupakan suatu wilayah kerja atau areal tempat Camat bekerja. b. Camat adalah perangkat Daerah Kabupaten dan Daerah Kota dan bukan lagi kepala wilayah administrasi pemerintahan, dengan demikian camat bukan lagi penguasa tunggal yang berfungsi sebagai administrator pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan, akan tetapi merupakan pelaksana sebagian wewenang yang dilimpahkan oleh Bupati/Walikota. Perubahan kedudukan kecamatan dan kedudukan camat, membawa dampak pada kewenangan yang harus dijalankan oleh camat. Namun demikian ada karakter yang berbeda antara status perangkat daerah yang ada pada kecamatan dengan instansi/lembaga teknis daerah. Bila ditelaah lebih lanjut, kewenangan camat justru lebih bersifat umum dan menyangkut berbagai aspek dalam pemerintahan dan pembangunan serta kemasyarakatan. Hal ini berbeda dengan dengan instansi dengan lembaga dinas daerah ataupun lembaga teknis daerah yang bersifat spesifik. Dalam hierarki penyelenggaraan pemerintahan daerah, Kecamatan adalah organisasi pemerintahan daerah yang berada di bawah Bupati/Walikota yang menangani sejumlah urusan atau kewenangan yang dilimpahkan oleh Bupati/Walikota sesuai perundang-undangan.

Kecamatan merupakan wilayah kerja perangkat daerah yang mencakup desa (kampung) dan atau kelurahan yang dipimpin oleh camat dengan melaksanakan sejumlah kewenangan atau urusan sesuai karakteristik dan fasilitasi pemerintahan. Sehingga atas kewenangan tersebut camat berperan untuk melakukan koordinasi penyelenggaraan pemerintahan daerah dengan unit-unit kerja lainnya yang ada di kecamatan, baik Instansi Vertikal, Instansi Dekonsentrasi, Dinas-dinas Daerah, Kepala Desa/Lura dan Lembaga Pemerintah non Departemen, seperti BUMD (Badan Usaha Miliki Daerah). Kecamatan hanya melaksanakan tugas-tugas teknis administrasi kewilayahan bukan tugas teknis operasional sektoral. Dan oleh karena itu pemerintah kecamatan disebut sebagai perangkat daerah yang memiliki tugas yang sama sebagaimana Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) lainnya yang berada di daerah kabupaten/kota, akan tetapi yang membedakan ruang lingkup kerja camat dengan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) adalah bahwa camat memiliki wilayah kerja. Kecamatan disebut sebagai midden-personen Tusschen de Districtbeambten en Desa hoofden (artinya sebagai orang-orang perantara antara para pejabat kabupaten dan para Kepala Desa sedangkan sebagai penengah adalah hubungan antara camat dengan masyarakat desa setempat). Kecamatan merupakan organisasi pemerintahan daerah yang melaksanakan kewenangan negara. Robbins (1994:6) mendefisikan organisasi sebagai suatu unit sosial yang dikoordinasikan secara sengaja, terdiri dari dua orang atau lebih yang berfungsi pada suatu basis yang relatif bersinambung untuk mencapai tujuan atau serangkaian tujuan. Pada hakekatnya organisasi itu ada adalah untuk mencapai sesuatu. Sesuatu itu merupakan tujuan dari organisasi, dan tujuan tersebut biasanya tidak dapat dicapai oleh individu-individu yang bekerja sendiri, melainkan akan lebih efektif dan efisien apabila dilakukan melalui usaha kelompok. Definisi Robbins mengenai organisasi, diakui ada kebutuhan untuk mengkoordinasikan pola interaksi para anggota organisasi secara formal. Melihat hal tersebut maka dalam organisasi diperlukan suatu struktur dan sistem yang jelas. Struktur organisasi menetapkan bagaimana tugas akan dibagi, siapa melapor kepada siapa, dan mekanisme penyelenggaran kegiatan-kegiatan yang formal serta pola interaksi yang akan diikuti. Struktur organisasi mempunyai tiga komponen yaitu, kompleksitas, formalisasi dan sentralisasi. Kompleksitas mempertimbangkan tingkat diferensiasi yang ada dalam organisasi. Termasuk di dalamnya tingkat spesialisasi atau tingkat pembagian kerja, jumlah tingkatan di dalam hierarki organisasi, serta tingkat sejauhmana unit-unit organisasi tersebar secara geografis. Hal tersebut diperlukan pengaturan untuk mem-formulasi terhadap seluruh kegiatan organisasi yang mencakup seluruh unit-unit kerja di kecamatan. Kegiatan

formulasi berhubungan dengan kebijakan-kebijakan yang mengatur tentang penyelenggaraan pemerintahan. Formulasi adalah tingkat sejauhmana sebuah organisasi menyandarkan dirinya kepada peraturan dan prosedur untuk mengatur perilaku dari para pegawainya dan pekerjaannya. Beberapa organisasi beroperasi dengan pedoman yang telah distandarkan secara minimum. Organisasi yang berukuran kecil pun, mempunyai segala macam peraturan yang memerintahkan kepada pegawainya mengenai apa yang dapat dan tidak dapat mereka lakukan. Selain itu, organisasi Kecamatan juga merupakan organisasi formal yang menyelenggarakan kegiatan pemerintahan daerah. Oleh karena itu, Siagian (1995:34) yang menyatakan bahwa organisasi formal terdiri dari beberapa unsur penting yang merupakan bagian dalam sebuah sistem yaitu (1) adanya sekelompok orang (2) adanya kesepakatan untuk bekerja sama dan (3) adanya kepentingan bersama. Oleh karena itu sekelompok orang yang bersepakat itu terdiri dari indvidu-individu yang mempunyai tujuan sendiri dan cita-cita sendiri dalam organisasi seperti kecamatan. Oleh karena itu, organisasi kecamatan sebagai sekelompok unit kerja yang memiliki orang (pegawai) untuk melaksanakan kebijakan menyangkut tugas, fungsi, kewajiban dan tanggung jawab kewenangan penyelenggaraan pemerintahan. Pengaturan kedudukan dan wewenang kecamatan seperti yang diuraikan di atas, mempertegas bahwa dalam lingkup kecamatan adanya kelompok orang yang bekerja dengan tugas dan fungsi yang berbeda-beda begitu pula dengan tujuannya. Sehingga perlu adanya kesepakatan dan kesatuan untuk bekerjasama untuk menciptakan penyelenggaraan pemerintahan yang efektif dan dalam menciptakan kepentingan bersama yang efisien.

Anda mungkin juga menyukai