Anda di halaman 1dari 27

BAB I PENDAHULUAN

Selama proses pencernaan, tubuh akan mendapatkan kabohidrat dari sumber makanan yang akan dipecah menjadi molekul-molekul gula. Salah satu molekul tersebut adalah glukosa, sebagai sumber energi utama untuk tubuh. Glukosa diabsorbsi secara langsung ke dalam pembuluh darah setelah setelah makan, tetapi tidak dapat langsung masuk keadalam sel/ jaringan untuk digunakan sebagai energi. Glukosa baru dapat digunakan sebagai bahan energi perlu di bantu insulin yaitu hormon yang dieksresikan oleh sel -pankreas.1 Pada saat kadar glukosa darah dalam plasma meningkat, merupakan signal sel terhadap sel -pankreas akan mengeksresikan insulin ke dalam darah. Kemudian insulin melalui reseptornya akan membantu glukosa masuk ke dalam sel sebagai upaya menurunkan kadar gula darah. Terjadinya penurunan kadar gula darah ini mencegah terjadinya peningkatan terus-menerus kadar glukosa darah yang dapat membahayakan (hiperglikemia), yang akhirnya kadar gula darah akan menurun ke dalam batas normal kembali. Kadar glukosa darah dipertahankan dalam keadaan normal dilakukan oleh peran insulin lainnya yaitu berperan dalam produksi glukosa dari organ hepar (Glukoneogenesis). Pada individu yang bukan diabetes , kadar normal dalam puasa akan dipertahankan sekitar 70 sampai dengan 100 mg/dl. 1 Di antara penyakit degeneratif, diabetes adalah salah satu diantara penyakit tidak menular yang akan meningkat di masa datang. Diabetes sudah merupakan suatu ancaman utama bagi kesehatan umat manusia pada abad ke 21. Perserikatan BangsaBangsa (WHO) membuat perkiraan bahwa pada tahun 2000 jumlah pengidab diabetes

diatas usia 20 tahun berjumlah 150 juta orang dan dalam kurun waktu 25 tahun kemudian, pada tahun 2025, jumlah itu akan membengkak menjadi 300 juta orang.2 Diabetes adalah salah satu penyakit yang paling sering diderita dan penyakit kronik yang serius di Indonesia saat ini. Setengah dari jumlah kasus Diabetes Mellitus (DM) tidak terdiagnosa karena pada umumnya diabetes tidak disertai gejala sampai terjadinya komplikasi. Prevalensi penyakit diabetes meningkat karena terjadi perubahan gaya hidup, kenaikan jumlah kalori yang dimakan, kurangnya aktifitas fisik dan meningkatnya jumlah populasi manusia usia lanjut.2 Tabel 1. Urutan 10 negara dengan jumlah pengidap diabetes terbanyak pada penduduk dewasa di seluruh dunia 1995 dan 2025. Sumber : Sudoyo, Aru W. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Urutan 1 2 3 Negara India Cina Amerika Serikat 4 Federasi Rusia 5 6 7 8 9 10 Jepang Brasil Indonesia Pakistan Meksiko Ukraina Semua negara lain 135,3 300 6,3 4,9 4,5 4,3 3,8 3,6 49,7 7 8 9 10 8,9 4 5 6 1995 (juta) 19,4 16,0 13,9 Urutan 1 2 3 Negara India Cina Amerika Serikat Pakistan Indonesia Federasi Rusia Meksiko Brasil Mesir Jepang 11,7 11,6 8,8 8,5 14,5 12,4 12,2 2025 (juta) 57,2 37,6 21,9

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Definisi Diabetes melitus adalah suatu penyakit gangguan kesehatan di mana kadar gula dalam darah seseorang menjadi tinggi karena gula dalam darah tidak dapat digunakan oleh tubuh. Diabetes Mellitus / DM dikenal juga dengan sebutan penyakit gula darah atau kencing manis yang mempunyai jumpah penderita yang cukup banyak di Indonesia juga di seluruh dunia.1

Diabetes mellitus tipe 2 (bahasa Inggris: adult-onset diabetes, obesity-related diabetes, non-insulin-dependent diabetes mellitus, NIDDM) merupakan tipe diabetes mellitus yang terjadi bukan disebabkan oleh rasio insulin di dalam sirkulasi darah, melainkan merupakan kelainan metabolisme yang disebabkan oleh mutasi pada banyak gen, termasuk yang mengekspresikan disfungsi sel , gangguan sekresi hormon insulin, resistansi sel terhadap insulin yang disebabkan oleh disfungsi GLUT10 dengan kofaktor hormon resistin yang menyebabkan sel jaringan, terutama pada hati menjadi kurang peka terhadap insulin serta RBP4 yang menekan penyerapan glukosa oleh otot lurik namun meningkatkan sekresi gula darah oleh hati. Mutasi gen tersebut sering terjadi pada kromosom 19 yang merupakan kromosom terpadat yang ditemukan pada manusia.2

2.2. Etiologi Ada beberapa hal-hal yang dapat menyebabkan penyakit diabetes, diantaranya:3 1. Pola makan Makan secara berlebihan dan melebihi jumlah kadar kalori yang dibutuhkan oleh tubuh dapat memacu timbulnya diabetes mellitus. konsumsi makan yang berlebihan dan tidak diimbangi dengan sekresi insulin dalam jumlah yang memadai dapat menyebabkan kadar gula dalam darah meningkat dan pastinya akan menyebabkan diabetes melitus. 2. Obesitas (Kegemukan) Orang gemuk dengan berat badan lebih dari 90 kg cenderung memiliki peluang lebih besar untuk terkena penyakit diabetes militus. Sembilan dari sepuluh orang gemuk berpotensi untuk terserang diabetes mellitus. 3. Faktor Genetis Diabetes mellitus dapat diwariskan dari orang tua kepada anak. Gen penyebab diabetes mellitus akan dibawa oleh anak jika orang tuanya menderita diabetes mellitus. Pewarisan gen ini dapat sampai ke cucunya bahkan cicit walaupun resikonya sangat kecil. 4. Bahan-bahan Kimia dan Obat-obatan Bahan-bahan kimia dapat mengiritasi pankreas yang menyebabkan radang pankreas, radang pada pankreas akan mengakibatkan fungsi pankreas menurun sehingga tidak ada sekresi hormon-hormon untuk proses metabolisme tubuh termasuk insulin. Segala jenis residu obat yang terakumulasi dalam waktu yang lama dapat mengiritasi pankreas. 5. Penyakit dan infeksi pada pankreas

Infeksi mikroorganisme dan virus pada pankreas juga dapat menyebabkan radang pankreas yang otomatis akan menyebabkan fungsi pankreas turun sehingga tidak ada sekresi hormon-hormon untuk proses metabolisme tubuh termasuk insulin. Penyakit seperti kolesterol tinggi dan dislipidemia dapat meningkatkan resiko terkema diabetes mellitus. 6. Pola hidup Pola hidup juga sangat mempengaruhi faktor penyebab diabetes mellitus. Jika orang malas berolah raga memiliki resiko lebih tinggi untuk terkena penyakit diabetes mellitus karena olah raga berfungsi untuk membakar kalori yang berlebihan di dalam tubuh. Kalori yang tertimbun di dalam tubuh merupakan faktor utama penyebab diabetes mellitus selain disfungsi pankreas.3 2.3. Klasifikasi Diabetes Melitus Diabetes melitus diklasifikasikan menurut etiologinya seperti yang tertera pada tabel 2. Tabel 2. Klasifikasi diabetes menurut etiologinya. Sumber : PERKENI, 2006

Klasifikasi lainnya membagi diabetes melitus atas empat kelompok yaitu diabetes melitus tipe-1, diabetes melitus tipe-2, diabetes melitus bentuk khusus, dan diabetes melitus gestasional. American Diabetes Association (ADA) dalam standards of Medical Care in Diabetes (2009) memberikan klasifikasi diabetes melitus menjadi 4 tipe yang disajikan dalam: 1. Diabetes melitus tipe 1, yaitu diabetes melitus yang dikarenakan oleh adanya destruksi sel pankreas yang secara absolut menyebabkan defisiensi insulin. 2. Diabetes melitus tipe 2, yaitu diabetes yang dikarenakan oleh adanya kelainan sekresi insulin yang progresif dan adanya resistensi insulin. 3. Diabetes melitus tipe lain, yaitu diabetes yang disebabkan oleh beberapa faktor lain seperti kelainan genetik pada fungsi sel pankreas, kelainan genetik pada aktivitas insulin, penyakit eksokrin pankreas (cystic fibrosis), dan akibat penggunaan obat atau bahan kimia lainnya (terapi pada penderita AIDS dan terapi setelah transplantasi organ). 4. Diabetes melitus gestasional, yaitu tipe diabetes yang terdiagnosa atau dialami selama masa kehamilan. 2.4. Fisiologi Glukosa Darah Proses Pembentukan dan Sekresi Insulin Insulin merupakan hormon yang terdiri dari rangkaian asam amino, dihasilkan oleh sel beta kelenjar pankreas. Dalam keadaan normal, bila ada rangsangan pada sel beta, insulin disintesis dan kemudian disekresikan kedalam darah sesuai kebutuhan tubuh untuk keperluan regulasi glukosa darah. Secara

fisiologis, regulasi glukosa darah yang baik diatur bersama dengan hormone glukagon yang disekresikan oleh sel alfa kelenjar pankreas.4 Sintesis insulin dimulai dalam bentuk preproinsulin (precursor hormon insulin) pada retikulum endoplasma sel beta. Dengan bantuan enzim peptidase, preproinsulin mengalami pemecahan sehingga terbentuk proinsulin, yang kemudian dihimpun dalam gelembung-gelembung (secretory vesicles) dalam sel tersebut. Di sini, sekali lagi dengan bantuan enzim peptidase, proinsulin diurai menjadi insulin dan peptida-C (C-peptide) yang keduanya sudah siap untuk disekresikan secara bersamaan melalui membran sel. 4 Mekanism diatas diperlukan bagi berlangsungnya proses metabolisme secara normal, karena fungsi insulin memang sangat dibutuhkan dalam proses utilisasi glukosa yang ada dalam darah. Kadar glukosa darah yang meningkat, merupakan komponen utama yang memberi rangsangan terhadap sel beta dalam memproduksi insulin. Disamping glukosa, beberapa jenis asam amino dan obatobatan, dapat pula memiliki efek yang sama dalam rangsangan terhadap sel beta. Mengenai bagaimana mekanisme sesungguhnya dari sintesis dan sekresi insulin setelah adanya rangsangan tersebut, merupakan hal yang cukup rumit dan belum sepenuhnya dapat dipahami secara jelas.4 Dinamika Sekresi Insulin Dalam keadaan fisiologis, insulin disekresikan sesuai dengan kebutuhan tubuh normal oleh sel beta dalam dua fase, sehingga sekresinya berbentuk biphasic. Seperti dikemukakan, sekresi insulin normal yang biphasic ini akan terjadi setelah adanya rangsangan seperti glukosa yang berasal dari makanan atau minuman.

Insulin yang dihasilkan ini, berfungsi mengatur regulasi glukosa darah agar selalu dalam batas-batas fisiologis, baik saat puasa maupun setelah mendapat beban. Dengan demikian, kedua fase sekresi insulin yang berlangsung secara sinkron tersebut, menjaga kadar glukosa darah selalu dalam batas-batas normal, sebagai cerminan metabolisme glukosa yang fisiologis.4 Aksi Insulin Insulin mempunyai fungsi penting pada berbagai proses metabolisme dalam tubuh terutama metabolisme karbohidrat. Hormon ini sangat krusial perannya

dalam proses utilisasi glukosa oleh hampir seluruh jaringan tubuh, terutama pada otot, lemak, dan hepar. Pada jaringan perifer seperti jaringan otot dan lemak, insulin berikatan dengan sejenis reseptor (insulin receptor substrate = IRS) yang terdapat pada membran sel tersebut. Ikatan antara insulin dan reseptor akan menghasilkan semacam sinyal yang berguna bagi proses regulasi atau metabolisme glukosa didalam sel otot dan lemak, meskipun mekanisme kerja yang sesungguhnya belum begitu jelas. Setelah berikatan, transduksi sinyal berperan dalam meningkatkan kuantitas GLUT-4 (glucose transporter-4) dan selanjutnya juga pada mendorong penempatannya pada membran sel. Proses sintesis dan translokasi GLUT-4 inilah yang bekerja memasukkan glukosa dari ekstra ke intrasel untuk selanjutnya mengalami metabolisme. Untuk mendapatkan proses metabolisme glukosa normal, selain diperlukan mekanisme serta dinamika sekresi yang normal, dibutuhkan pula aksi insulin yang berlangsung normal. Rendahnya sensitivitas atau tingginya resistensi jaringan tubuh terhadap insulin merupakan salah satu faktor etiologi terjadinya diabetes, khususnya diabetes tipe 2.4

Baik atau buruknya regulasi glukosa darah tidak hanya berkaitan dengan metabolisme glukosa di jaringan perifer, tapi juga di jaringan hepar dimana GLUT2 berfungsi sebagai kendaraan pengangkut glukosa melewati membrana sel kedalam sel. Dalam hal inilah jaringan hepar ikut berperan dalam mengatur homeostasis glukosa tubuh. Peninggian kadar glukosa darah puasa, lebih ditentukan oleh peningkatan produksi glukosa secara endogen yang berasal dari proses glukoneogenesis dan glikogenolisis di jaringan hepar. Kedua proses ini berlangsung secara normal pada orang sehat karena dikontrol oleh hormon insulin. Manakala jaringan (hepar) resisten terhadap insulin, maka efek inhibisi hormon tersebut terhadap mekanisme produksi glukosa endogen secara berlebihan menjadi tidak lagi optimal. Semakin tinggi tingkat resistensi insulin, semakin rendah kemampuan inhibisinya terhadap proses glikogenolisis dan glukoneogenesis, dan semakin tinggi tingkat produksi glukosa dari hepar.4 Efek Metabolisme dari Insulin Gangguan, baik dari produksi maupun aksi insulin, menyebabkan gangguan pada metabolisme glukosa, dengan berbagai dampak yang ditimbulkannya. Pada dasarnya ini bermula dari hambatan dalam utilisasi glukosa yang kemudian diikuti oleh peningkatan kadar glukosa darah. Secara klinis, gangguan tersebut dikenal sebagai gejala diabetes melitus. Pada diabetes melitus tipe 2 (DMT2), yakni jenis diabetes yang paling sering ditemukan, gangguan metabolisme glukosa disebabkan oleh dua faktor utama yakni tidak adekuatnya sekresi insulin (defisiensi insulin) dan kurang sensitifnya jaringan tubuh terhadap insulin (resistensi insulin), disertai oleh faktor lingkungan ( environment ). Sedangkan pada diabetes tipe 1 (DMT1), gangguan tersebut murni disebabkan defisiensi insulin secara absolut. 4

Gangguan metabolisme glukosa yang terjadi, diawali oleh kelainan pada dinamika sekresi insulin berupa gangguan pada fase 1 sekresi insulin yang tidak sesuai kebutuhan (inadekuat). Defisiensi insulin ini secara langsung menimbulkan dampak buruk terhadap homeostasis glukosa darah. Yang pertama terjadi adalah hiperglikemia akut pascaprandial (HAP) yakni peningkatan kadar glukosa darah segera (10-30 menit) setelah beban glukosa (makan atau minum).4 Kelainan berupa disfungsi sel beta dan resistensi insulin merupakan faktor etiologi yang bersifat bawaan (genetik). Secara klinis, perjalanan penyakit ini bersifat progressif dan cenderung melibatkan pula gangguan metabolisme lemak ataupun protein. Peningkatan kadar glukosa darah oleh karena utilisasi yang tidak berlangsung sempurna pada gilirannya secara klinis sering memunculkan abnormalitas dari kadar lipid darah. Untuk mendapatkan kadar glukosa yang normal dalam darah diperlukan obat-obatan yang dapat merangsang sel beta untuk peningkatan sekresi insulin ( insulin secretagogue ) atau bila diperlukan secara substitusi insulin, disamping obat-obatan yang berkhasiat menurunkan resistensi insulin ( insulin sensitizer ).4 Resistensi insulin mulai menonjol peranannya semenjak perubahan atau konversi fase TGT menjadi DMT2. Dikatakan bahwa pada saat tersebut faktor resistensi insulin mulai dominan sebagai penyebab hiperglikemia maupun berbagai kerusakan jaringan. Ini terlihat dari kenyataan bahwa pada tahap awal DMT2, meskipun dengan kadar insulin serum yang cukup tinggi, namun hiperglikemia masih dapat terjadi. Kerusakan jaringan yang terjadi, terutama mikrovaskular, meningkat secara tajam pada tahap diabetes, sedangkan gangguan makrovaskular telah muncul semenjak prediabetes. Semakin tingginya tingkat resistensi insulin

10

dapat terlihat pula dari peningkatan kadar glukosa darah puasa maupun postprandial. Sejalan dengan itu, pada hepar semakin tinggi tingkat resistensi insulin, semakin rendah kemampuan inhibisinya terhadap proses glikogenolisis dan glukoneogenesis, menyebabkan semakin tinggi pula tingkat produksi glukosa dari hepar.4 Jadi, dapat disimpulkan perjalanan penyakit DMT2, pada awalnya ditentukan oleh kinerja fase 1 yang kemudian memberi dampak negatif terhadap kinerja fase 2, dan berakibat langsung terhadap peningkatan kadar glukosa darah (hiperglikemia). Hiperglikemia terjadi tidak hanya disebabkan oleh gangguan sekresi insulin (defisiensi insulin), tapi pada saat bersamaan juga oleh rendahnya respons jaringan tubuh terhadap insulin (resistensi insulin). Gangguan atau pengaruh lingkungan seperti gaya hidup atau obesitas akan mempercepat progresivitas perjalanan penyakit. Gangguan metabolisme glukosa akan berlanjut pada gangguan metabolisme lemak dan protein serta proses kerusakan berbagai jaringan tubuh. Rangkaian kelainan yang dilatarbelakangi oleh resistensi insulin, selain daripada intoleransi terhadap glukosa beserta berbagai akibatnya, sering menimbulkan kumpulan gejala yang dinamakan sindroma metabolic.4

11

2.5. Patofisiologi Diabetes Melitus Type 2 Diabetes mellitus tipe 2 (bahasa Inggris: adult-onset diabetes, obesity-related diabetes, non-insulin-dependent diabetes mellitus, NIDDM) merupakan tipe diabetes mellitus yang terjadi bukan disebabkan oleh rasio insulin di dalam sirkulasi darah, melainkan merupakan kelainan metabolisme yang disebabkan oleh mutasi pada banyak gen, termasuk yang mengekspresikan disfungsi sel , gangguan sekresi hormon insulin, resistansi sel terhadap insulin yang disebabkan oleh disfungsi GLUT10 dengan kofaktor hormon resistin yang menyebabkan sel jaringan, terutama pada hati menjadi kurang peka terhadap insulin serta RBP4 yang menekan penyerapan glukosa oleh otot lurik namun meningkatkan sekresi gula darah oleh hati. Mutasi gen tersebut sering terjadi pada kromosom 19 yang merupakan kromosom terpadat yang ditemukan pada manusia. Pada NIDDM ditemukan ekspresi SGLT1 yang tinggi, rasio RBP4 dan hormon resistin yang tinggi, peningkatan laju metabolisme glikogenolisis dan glukoneogenesis pada hati, penurunan laju reaksi oksidasi dan peningkatan laju reaksi esterifikasi pada hati. NIDDM juga dapat disebabkan oleh dislipidemia, lipodistrofi, dan sindrom resistansi insulin.5 Pada tahap awal kelainan yang muncul adalah berkurangnya sensitifitas terhadap insulin, yang ditandai dengan meningkatnya kadar insulin di dalam darah. Hiperglisemia dapat diatasi dengan obat anti diabetes yang dapat meningkatkan sensitifitas terhadap insulin atau mengurangi produksi glukosa dari hepar, namun semakin parah penyakit, sekresi insulin pun semakin berkurang, dan terapi dengan insulin kadang dibutuhkan. Ada beberapa teori yang menyebutkan penyebab pasti dan mekanisme terjadinya resistensi ini, namun obesitas sentral diketahui sebagai faktor predisposisi terjadinya resistensi terhadap insulin, dalam kaitan dengan pengeluaran dari

12

adipokines ( nya suatu kelompok hormon) itu merusak toleransi glukosa. Obesitas ditemukan di kira-kira 90% dari pasien dunia dikembangkan diagnosis dengan jenis 2 kencing manis. Faktor lain meliputi mengeram dan sejarah keluarga, walaupun di dekade yang terakhir telah terus meningkat mulai untuk mempengaruhi anak remaja dan anak-anak.5 Sebuah zat penghambat dipeptidyl peptidase 4 yang disebut sitagliptin, barubaru ini diperkenankan untuk digunakan sebagai pengobatan diabetes mellitus tipe 2. Seperti zat penghambat dipeptidyl peptidase 4 yang lain, sitagliptin akan membuka peluang bagi perkembangan sel tumor maupun kanker. Sebuah fenotipe sangat khas ditunjukkan oleh NIDDM pada manusia adalah defisiensi metabolisme oksidatif di dalam mitokondria pada otot lurik. Sebaliknya, hormon tri-iodotironina menginduksi biogenesis di dalam mitokondria dan

meningkatkan sintesis ATP sintase pada kompleks V, meningkatkan aktivitas sitokrom c oksidase pada kompleks IV, menurunkan spesi oksigen reaktif, menurunkan stres oksidatif, sedang hormon melatonin akan meningkatkan produksi ATP di dalam mitokondria serta meningkatkan aktivitas respiratory chain, terutama pada kompleks I, III dan IV. Bersama dengan insulin, ketiga hormon ini membentuk siklus yang mengatur fosforilasi oksidatif mitokondria di dalam otot lurik. Di sisi lain, metalotionein yang menghambat aktivitas GSK-3beta akan mengurangi risiko defisiensi otot jantung pada penderita diabetes.5

13

2.6. Manifestasi Klinis

Gejala klasik diabetes mellitus mempunyai trias P (3P) yaitu : 1. Poliuria (sering buang air kecil) gejala yang paling utama dan hampir dirasakan oleh setiap penderita. Makin tinggi gula darah maka semakin banyak air kemih yang diproduksi. 2. Polidipsida (selalu merasa haus) gejala ini merupakan reaksi tubuh akan adanya poliuria. 3. Polipagia (selalu merasa lapar) gejala ini terkadang tidak terlalu menonjol. Dasar dari kejadian ini adalah habisnya cadangan gula di dalam tubuh meskipun kadar gula darah tinggi. Masih ada tanda lain sebagai akibat dari trias di atas. Berat badan yang turun, lemas, gatal-gatal pada kemaluan, kesemutan, penglihatan berkurang merupakan keluhan utama penderita diabetes mellitus. Karena kekurangan insulin dan memiliki kadar gula yang tinggi dalam darah, maka beberapa gejala yang umum bagi penderita diabetes baik tipe 1 maupun tipe 2. Apabila Anda mengalami beberapa gejala tersebut, ada baiknya Anda melakukan pengecekan untuk mengetahui kadar gula darah. Secara umum, beberapa gejala yang terjadi antara lain: Sering buang air kecil Sering merasa sangat haus Sering lapar karena tidak mendapat cukup energi sehingga tubuh memberi sinyal lapar Penurunan berat badan secara tiba-tiba meski tidak ada usaha menurunkan berat badan. Hal ini karena sewaktu tubuh tidak dapat menyalurkan gula ke dalam sel-

14

selnya, tubuh membakar glikogen, lemak dan proteinnya sendiri untuk mendapatkan energi. Sering kesemutan pada kaki atau tangan. Mengalami masalah pada kulit seperti gatal atau borok. Jika mengalami luka, butuh waktu lama untuk dapat sembuh. Mudah merasa lelah.

2.7. Diagnosis

Diagnosis DM harus didasarkan pada pemeriksaan kadar glukosa darah. Dalam menentukan diagnosis DM harus diperhatikan asal bahan darah yang diambil dan cara pemeriksaan yang dipakai. Untuk diagnosis, pemeriksaan yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa dengan cara enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Untuk memastikan diagnosis DM, pemeriksaan glukosa darah seyogyanya dilakukan di laboratorium klinik yang terpercaya (yang melakukan pemantauan kendali mutu secara teratur). Walaupun demikian sesuai dengan kondisi setempat dapat juga digunakan bahan darah utuh (whole blood), vena ataupun kapiler dengan memperhatikan angkaangka kriteria diagnostic yang berbeda sesuai pembakuan oleh WHO. Untuk pemantauan hasil pengobatan dapat diperiksa glukosa dan kapiler.6 Diagnosis klinis DM umumnya akan akan dipikirkan bila ada keluhan khas DM berupa poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. Keluhan lain yang mungkin dikemukakan pasien adalah lemah, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada pasien wanita. Jika keluhan khas, pemeriksaaan glukosa darah sewaktu 200 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM. Hasil pemeriksaan kadar glukosa darah puasa 126 mg/dl juga digunakan untuk patokan diagnosis DM karena lebih mudah

15

diterima oleh pasien serta murah. Untuk kelompok tanpa keluhan khas DM , hasil pemeriksaan glukosa darah yang baru satu kali saja abnormal, baik kadar glukosa darah puasa 126 mg/dl. Kadar glukosa darah sewaktu mg/dl pada hari yang lain, atau dari hasil tes toleransi glukosa oral (TTGO) didapatkan kadar glukosa darah pasca pembebanan 200mg/dl. Namun TTGO dalam prakteknya sangat jarang dilakukan.6

Tabel 3. Kriteria diagnosis diabetes melitus. Sumber : PERKENI, 2006

Ada perbedaan antara uji diagnostik diabetes melitus dengan pemeriksaan penyaring. Uji diagnostik diabetes melitus dilakukan pada mereka yang menunjukkan gejala atau tanda diabetes melitus, sedangkan pemeriksaan penyaring bertujuan untuk mengidentifikasikan mereka yang tidak bergejala, yang mempunyai resiko diabetes melitus. Serangkaian uji diagnostik akan dilakukan kemudian pada mereka yang hasil pemeriksaan penyaringnya positif, untuk memastikan diagnosis definitive.2 Pemeriksaan penyaring bertujuan untuk menemukan pasien dengan Dibetes melitus, toleransi glukosa terganggu (TGT) maupun glukosa darah puasa terganggu (GDPT), sehingga dapat ditangani lebih dini secara tepat. Pasien dengan TGT dan

16

GDPT juga disebut sebagai intoleransi glukosa, merupakan tahapan sementara menuju diabetes melitus. Kedua keadaan tersebut merupakan faktor risiko untuk terjadinya diabetes melitus dan penyakit kardiovaskular di kemudian hari. Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan melalui pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu atau kadar glukosa darah puasa, kemudian dapat diikuti dengan tes toleransi glukosa oral (TTGO) standar2

Tabel 4. Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai standar penyaring dan diagnosis diabetes melitus. Sumber : PERKENI, 2006.

Diperlukan anamnesis yang cermat serta pemeriksaan yang baik untuk menentukan diagnosis diabetes melitus, toleransi glukosa terganggu dan glukosa darah puasa tergagnggu. Berikut adalah langkah-langkah penegakkan diagnosis diabetes melitus, TGT, dan GDPT.2

17

Gambar 1. Langkah-langkah diagnostik diabetes melitus dan toleransi glukosa terganggu. Sumber : Sudoyo, Aru W, 2006. 2.8. Penatalaksanaan Kasus diabetes yang terbanyak dijumpai adalah diabetes melitus tipe 2, yang umumnya mempunyai latar belakang kelainan yang diawali dengan terjadinya resistensi insulin. Awalnya resistensi insulin masih belum menyebabkan diabetes secara klinis. Pada saat tersebut sel beta pankreas masih dapat mengkompensasi keadaan ini dan terjadi suatu hiperinsulinemia dan glukosa darah masih normal atau baru sedikit meningkat. Kemudian setelah terjadi ketidaksanggupan sel beta pankreas, baru akan terjadi diabetes melitus secara klinis, yang ditandai dengan terjadinya peningkatan kadar glukosa darah yang memenuhi kriteria diagnosis diabetes mellitus.2 Tujuan penatalaksanaan diabetes melitus secara umum adalah meningkatnya kualitas hidup penyandang diabetes (PERKENI, 2006). 1. Jangka pendek, hilangnya keluhan dan tanda diabetes melitus, mempertahankan rasa nyaman dan tercapainya target pengendalian glukosa darah.

18

2. Jangka panjang, tercegah dan terhambatnya progresifitas penyulit mikroangiopati, makroangiopati, dan neyropati. Tujuan akhir pengelolaan diabetes melitus adalah turunnya morbiditas dan mortalitas diabetes melitus. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa darah, tekanan darah, berat badan dan profil lipid, melalu pengelolaan pasien secara holistik dengan mengajarkan perawatan mandiri dan perubahan tingkah laku Langkah pertama dalam mengelola diabetes melitus selalu dimulai dengan pendekatan non farmakologis, yaitu berupa perencanaan makan atau terapi nutrisi medik, kegiatan jasmani dan penurunan berat badan bila didapat berat badan lebih atau obesitas. Bila dengan langkah-langkah tesebut sasaran pengendalian belum tercapai, maka dilanjutkan dengan penggunaan obat atau intervensi farmakologis. Dalam melakukan pemilihan obat perlu diperhatikan titikkerja obat sesuai dengan macammacam penyebab terjadinya hiperglikemia seperti yang tertera pada gambar 2.

Gambar 2. Sarana farmakologis dan titik kerja obat untuk pengendalian kadar glukosa darah. Sumber: Sudoyo, Aru W, 2006.

19

Terapi Nonfarmakologi Beberapa terapi nonfarmakologi dengan cara merubah gaya hidup yang dapat digunakan untuk menyembuhkan diabetes, antara lain: Terapi gizi medis Yaitu pengaturan pola makan dan acupan gizi pada makanan. Diantaranya karbohidrat yang diberikan pada pasien diabetes tidak lebih dari 55-56% dari total kebutuhan energy sehari, atau tidak lebih dari 70% jika dikombinasi dengan pemberian asam lemak tak jenuh rantai tunggal (MUFA = monounsaturated fatty acids). Jumlah kebutuhan protein yang direkomendasikan sekitar 10-15% dari total kalori per hari. Dan pembatasan asupan lemak. Latihan Jasmani Yaitu meningkatkan aktivitas jasmani dengan cara melakukan aktivitas minimal otot skeletal lebih dari yang diperlukan untuk ventilasi basal paru, seperti misalnya: bangun tidur, memasak, berpakaian, mencuci, makan, bahkan tersenyum. Berangkat kerja, bekerja, berbicara, berfikir, tertawa, merencanakan kegiatan esok, kemudian tidur. Semua kegiatan tadi tanpa disadari oleh diabetes, telah sekaligus menjalankan pengelolaan terhadap DM sehari-hari. Edukasi Yaitu melakukan edukasi tentang berbagai masalah yang berkaitan dengan penyakit diabetes yang dilakukan secara terus-menerus, serta melakukan apa yang telah dianjurkan dari edukasi yang didapatkannya.7

20

Terapi Farmakologi Tabel 5. Obat Hipoglemik Oral yang Tersedia di Indonesia


Generik Metformin Nama Dagang Glucophage Glumin Glucophage-XR Glumin-XR Avandia Actos Deculin Diabenese Daonil Euglukon Mg/tab 500-850 500 500-750 500 Dosis Harian 250-3000 500-3000 500-2000 24 4-8 15-30 15-45 100-500 2,5-15 24 24 24 24-36 12-24 Lama Kerja 6-8 6-8

Frek/ hari 1-3 2-3 1 1 1 1 1 1 1-2 1-2 1 1-2

Biguanid

Metformin XR

Tiazolidin/ glitazone

Roziglitazon Pioglitazon

4 15,30 15,30 100-250 2,5-5

Sulfonilurea Klorpropamid
Gibenklamid Glipizid

Minidiab Glucotrol-XL Diamicron Diamicron-MR Glurenorm Amaryl Gluvas Amadiab Metrix NovoNorm Starlix Glucobay

5-10 5-10 80 30 30 1,2,3,4 1,2,3,4 1,2,3,4 1,2,3,4 0.5,1,2 120 50-100

5-20 5-20 80-240 30-120 30-120 0,5-6 1-6 1-6 1-6 1,5-6 360 100-300

10-16 12-16** 10-20

Glikazid

Glukidon Glimepirid

24 24 24 24 -

1 1 1 1 3 3 3

Glinid Penghambat Glukosidase Obat kombinasi Tetap

Repaglinid Nateglinid Acarbose

Metformin + Glucovance Gibenklamid Metformin Rosiglitazon + Avandamet

250/1,25 500/2,5 500/5 2mg/500m g 4mg/500m g 4mg /1000mg 8mg /1000mg 12

1-2

(Sudartawan Soegondo, 2007. Buku Ajar Penyakit dalamEdisi keempat Jilid III).

21

Berikut ini pembagian terapi farmakologi untuk diabetes, yaitu: 1. Obat Hipoglikemik Oral (OHO) Golongan sulfonilurea seringkali dapat menurunkan kadar gula darah secara adekuat pada penderita diabetes tipe II, tetapi tidak efektif pada diabetes tipe I. Contohnya adalah glipizid, gliburid, tolbutamid dan klorpropamid. Obat ini menurunkan kadar gula darah dengan cara merangsang efektivitasnya. Obat lainnya, yaitu metformin, tidak mempengaruhi pelepasan insulin tetapi meningkatkan respon tubuh terhadap insulinnya sendiri. Akarbos bekerja dengan cara menunda penyerapan glukosa di dalam usus. Obat hipoglikemik per-oral biasanya diberikan pada penderita diabetes tipe II jika diet dan oleh raga gagal menurunkan kadar gula darah dengan cukup. Obat ini kadang bisa diberikan hanya satu kali (pagi hari), meskipun beberapa penderita memerlukan 2-3 kali pemberian. Jika obat hipoglikemik per-oral tidak dapat mengontrol kadar gula darah dengan baik, mungkin perlu diberikan suntikan insulin. 2. Terapi Sulih Insulin Pada diabetes tipe 1, pankreas tidak dapat menghasilkan insulin sehingga harus diberikan insulin pengganti. Pemberian insulin hanya dapat dilakukan melalui suntikan, insulin dihancurkan di dalam lambung sehingga tidak dapat diberikan per-oral (ditelan). pelepasan insulin oleh pankreas dan meningkatkan

22

Bentuk insulin yang baru (semprot hidung) sedang dalam penelitian. Pada saat ini, bentuk insulin yang baru ini belum dapat bekerja dengan baik karena laju penyerapannya yang berbeda menimbulkan masalah dalam penentuan dosisnya. Insulin disuntikkan dibawah kulit ke dalam lapisan lemak, biasanya di lengan, paha atau dinding perut. Digunakan jarum yang sangat kecil agar tidak terasa terlalu nyeri. Insulin terdapat dalam 3 bentuk dasar, masing-masing memiliki kecepatan dan lama kerja yang berbeda: 1. Insulin kerja cepat. Contohnya adalah insulin reguler, yang bekerja paling cepat dan paling sebentar. Insulin ini seringkali mulai menurunkan kadar gula dalam waktu 20 menit, mencapai puncaknya dalam waktu 2-4 jam dan bekerja selama 6-8 jam. Insulin kerja cepat seringkali digunakan oleh penderita yang menjalani beberapa kali suntikan setiap harinya dan disutikkan 15-20 menit sebelum makan. 2. Insulin kerja sedang. Contohnya adalah insulin suspensi seng atau suspensi insulin isofan. Mulai bekerja dalam waktu 1-3 jam, mencapai puncak maksimun dalam waktu 6-10 jam dan bekerja selama 18-26 jam.

23

Insulin ini bisa disuntikkan pada pagi hari untuk memenuhi kebutuhan selama sehari dan dapat disuntikkan pada malam hari untuk memenuhi kebutuhan sepanjang malam. 3. Insulin kerja lambat. Contohnya adalah insulin suspensi seng yang telah dikembangkan. Efeknya baru timbul setelah 6 jam dan bekerja selama 28-36 jam. Sediaan insulin stabil dalam suhu ruangan selama berbulan-bulan sehingga bisa dibawa kemana-mana Pemilihan insulin yang akan digunakan tergantung kepada:
o o

Keinginan penderita untuk mengontrol diabetesnya Keinginan penderita untuk memantau kadar gula darah dan

menyesuaikan dosisnya
o o o

Aktivitas harian penderita Kecekatan penderita dalam mempelajari dan memahami penyakitnya Kestabilan kadar gula darah sepanjang hari dan dari hari ke hari Sediaan yang paling mudah digunakan adalah suntikan sehari sekali dari

insulin kerja sedang. Tetapi sediaan ini memberikan kontrol gula darah yang paling minimal. Kontrol yang lebih ketat bisa diperoleh dengan menggabungkan 2 jenis insulin, yaitu insulin kerja cepat dan insulin kerja sedang. Suntikan kedua diberikan pada saat makan malam atau ketika hendak tidur malam. Kontrol yang paling ketat diperoleh dengan menyuntikkan insulin kerja cepat dan insulin kerja sedang pada pagi dan malam hari disertai suntikan insulin kerja cepat tambahan pada siang hari. Beberapa penderita usia lanjut memerlukan sejumlah insulin yang sama setiap harinya; penderita lainnya perlu menyesuaikan dosis insulinnya

24

tergantung kepada makanan, olah raga dan pola kadar gula darahnya. Kebutuhan akan insulin bervariasi sesuai dengan perubahan dalam makanan dan olah raga. Beberapa penderita mengalami resistensi terhadap insulin. Insulin tidak sepenuhnya sama dengan insulin yang dihasilkan oleh tubuh, karena itu tubuh bisa membentuk antibodi terhadap insulin pengganti. Antibodi ini mempengaruhi aktivitas insulin sehingga penderita dengan resistansi terhadap insulin harus meningkatkan dosisnya. Penyuntikan insulin dapat mempengaruhi kulit dan jaringan dibawahnya pada tempat suntikan. Kadang terjadi reaksi alergi yang menyebabkan nyeri dan rasa terbakar, diikuti kemerahan, gatal dan pembengkakan di sekitar tempat penyuntikan selama beberapa jam. Suntikan sering menyebabkan terbentuknya endapan lemak (sehingga kulit tampak berbenjol-benjol) atau merusak lemak (sehingga kulit berlekuk-lekuk). Komplikasi tersebut bisa dicegah dengan cara mengganti tempat penyuntikan dan mengganti jenis insulin. Pada pemakaian insulin manusia sintetis jarang terjadi resistensi dan alergi. Pengaturan diet sangat penting. Biasanya penderita tidak boleh terlalu banyak makan makanan manis dan harus makan dalam jadwal yang teratur. Penderita diabetes cenderung memiliki kadar kolesterol yang tinggi, karena itu dianjurkan untuk membatasi jumlah lemak jenuh dalam makanannya. Tetapi cara terbaik untuk menurunkan kadar kolesterol adalah mengontrol kadar gula darah dan berat badan.

25

Semua penderita hendaknya memahami bagaimana menjalani diet dan olah raga untuk mengontrol penyakitnya. Mereka harus memahami bagaimana cara menghindari terjadinya komplikasi. Penderita juga harus memberikan perhatian khusus terhadap infeksi kaki sehingga kukunya harus dipotong secara teratur. Penting untuk memeriksakan matanya supaya bisa diketahui perubahan yang terjadi pada pembuluh darah di mata. 2.9. Pencegahan Menurut WHO tahun 1994, upaya pencegahan pada diabetes ada 3 jenis atau tahap yaitu: Pencegahan sekunder: semua aktivitas yang ditujukan untuk pencegah timbulnya hiperglikimia pada individu yang beresiko untuk jadi diabetes atau pada populasi umum. Pencegahan sekunder: menemukan pengidap DM sedini mugkin, misalnya dengan tes penyaringan terutama pada populasi resiko tinggi. Dengan demikian pasien diabetes yang sebelumnya tidak terdiagnosis dapat terjaring, hingga dengan demikian dapat dilakukan upaya untuk mencegah komplikasi atau kalaupun sudah ada komplikasi masih reversible. Pencegahan tersier: semua upaya untuk mencegah komplikasi atau kecacatan akibat komplikasi itu. Usaha ini meliputi: o Mencegah timbulnya komplikasi o Mencegah progresi daripada komplikasi itu supaya tidak menjadi kegagalan organ o Mencegah kecacatan tubuh

26

DAFTAR PUSTAKA 1. Ardy Moefty, dr. Patogenesis Dan Penatalaksanaan DM Tipe 1, Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran UNPAD RS Hasan Sadikin Bandung, 26 November 2009. 2. Sudoyo, Aru W. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam 3. Muslim Lubis,M, Faktor Penyebab Diabetes Mellitus, Available at : http://www.kulinet.com/ diakses 15 Juni 2011 4. Aschroft FM, Gribble FM, 1999. ATP-Sensitive K + Channels and insulin secretion :Their role in health and disease. Diabetologia 42: 903-19 5. Diabetes Melitus, Available at : www.scribd.com/download/pdf.html/ diakses 18 Juni 2011 6. Reno Gustaviani, 2007. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam edisi keempat Jilid III). 7. Em Yunir, Suharko Soebardi, 2007. Buku Ajar Penyakit dalamEdisi keempat Jilid III). 8. Sudartawan Soegondo, 2007. Buku Ajar Penyakit dalamEdisi keempat Jilid III)

27

Anda mungkin juga menyukai