Anda di halaman 1dari 8

Proyek Fasilitas Pendanaan Pembangunan Ekonomi

Edisi 3 - 2011

Media Informasi Sub Proyek Pemberdayaan Petani Nilam Aceh

Penyakit dan Hama Pada Nilam

atchouli (Pogostemon cablin) dikenal dengan di Indonesia dengan sebutan Nilam yang merupakan tanaman yang menghasilkan minyak atsiri yang diminati karena aromanya yang lembut dan mewah. Minyak nilam ini dipergunakan hampir untuk semua aplikasi aroma karena keunikan serta aromanya yang kompleks yang tidak bisa digantikan dengan bahan sintetis. Minyak nilam dianggap sebagai bahan kunci produk wewangian. Komponen utama parfum ketika dicampur dengan alkohol nilam (CH6) akan menguap lebih lambat dan aromanya akan dilepas dalam waktu yang lebih lama. Saat ini transakasi pasar global untuk minyak nilam berkisar antara 1.200 1.400 ton per tahun sedangkan permintaan akan minyak nilam global sekitar 2000 ton per tahun, yang berarti bahwa ada kesenjangan pasokan setidaknya 600-800 ton per tahun yang tidak terpenuhi yang dapat dimanfaatkan oleh para pekerja di bisnis industry nilam khususnya di Aceh untuk meningkatkan produksi mereka dan memasarkannya di tingkat domestik maupun internasional. Sub-Proyek Caritas Czech Republic (CCR), yaitu Pemberdayaan Petani Nilam Aceh melalui proyek Economic Development Financing Facility (EDFF) akan menfasilitasi para petani nilam aceh untuk meningkatkan metode pertanian dan produksi petani melalui 1) Peningkatan kualitas minyak nilam melalui perbaikan metode pertanian dan penggunaan penyulingan modern 2) Usaha mempersingkat jalur pemasaran antara petani/penyuling dan pembeli. 3) meningkatkan volume produksi sekitar 2.500 petani nilam di Aceh Jaya, Aceh Barat, Aceh Selatan dan Gayo Lues. Namun dalam pengembangannya, banyak kendala yang diantaranya adalah adanya serangan beberapa penyakit. Pengembangan areal pertanaman nilam ke luar daerah/propinsi bahkan luar pulau salah satunya disebabkan adanya endemik penyakit di daerah produksi sebelumnya. Sentra produksi nilam di Indonesia pada mulanya terdapat di Propinsi Aceh, Sumatra Utara dan Jawa Barat. Akibat penyakit yang bayak berjangkit didaerah tersebut, maka tanaman nilam dicoba untuk dikembangkan di derah lain seperti ke Sumbar. Begitu seterusnya, penyakit tersebut terus berkembang dan menyebar keluar daerah, propinsi dan bahkan pulau di tempat dimana nilam dibudidayakan. Berbagai macam jenis penyakit dapat menyerang tanaman nilam, tetapi terdapat 3 jenis penyakit yang merugikan secara umum, yaitu : 1) penyakit layu bakteri yang disebabkan oleh bakteri Ralstonia solanacearum, 2) penyakit budok/ buduk yang diduga disebabkan oleh jamur dan 3) penyakit daun kuning atau daun merah yang disebabkan oleh nematoda parasit P. brachyurus, Meloidogyne spp. dan Radopholus similis (Djiwanti dan Momota, 1991). Selain rentan terhadap serangan penyakit, tanaman nilam juga tidak lepas dari serangan hama yang dapat berpengaruh pada terganggunya proses tumbuh kembang tanaman serta berpengaruh pada menurunnya produksi minyak atrisi. Hama yang menyerang tanaman nilam antara lain; belalang, kutu daun, tungau dan ulat

daun. Belalang dan ulat daun dapat menyebabkan tanaman gundul sehingga menurunkan produksi daun (terna). Serangan kutu daun dan tungau dapat menyebabkan daun menggulung dan berkeriput (keriting), sehingga sangat mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Serangan hama dapat menyebabkan produksi menurun terutama karena pada umumnya bagian tanaman yang banyak diserang adalah daun.

Gejala karat pada daun nilam

Aphids - Kutu Daun pada nilam

Info Pena pada edisi ini akan mencoba mengupas dan menyajikan informasi tentang penyakit-penyakit dan hama pada tanaman nilam yang dapat berpotensi menjadi kendala dan hambatan dalam budidaya nilam, status perkembangan dan status teknologi pengendaliannya. Berikutnya juga akan dibahas tentang pengendalian Organisme Penggangu Tanaman (OPT) secara arif dan bijaksana melalui penggunaan pupuk dan pestisida alami/organik dalam memberantas organisme penggangu tanaman melalui penggunaan tekhnologi tradisional maupun modern. Hal tersebut menarik, karena menurut Balitro di Indonesia,diperkirakan terdapat lebih dari 100 jenis tumbuhan yang mengandung bahan pestisida, antara lain tanaman srikaya (Annona grabra dan A. squamosa), tanaman bengkuang (Pachyrhizus qerosus URB), bunga pyrethrum (chrysanthemum cinerariefolium), dan tanaman atau akar nimba (Derris elliptica Benth). Penggunaan pupuk dan pestisida alami semakin berkembang dan makin diminati melihat banyaknya dampak negatif yang ditimbulkan akibat penggunaan pestisida kimia dalam upaya penanggulangan hama dan penyakit tanaman, karena konsekuensi penggunaan pestisida kimia secara intensif dan berlebihan adalah sebagai berikut; 1). Dapat meracuni manusia dan hewan domestik. 2). Meracuni organisme yang berguna, misalnya musuh alami hama, lebah dan serangga yang membantu penyerbukan, dan satwa liar yang mendukung fungsi kelestarian alam. 3). Mencemari lingkungan dengan segala akibatnya, termasuk residu pestisida. 4). Menimbulkan strain hama baru yang resisten terhadap pestisida. 5). Menimbulkan terjadinya resurgensi hama atau peristiwa meningkatnya populasi hama setelah diperlakukan dengan pestisida tertentu. 6). Menyebabkan terjadinya ledakan hama sekunder dan hama potensial. 7). Memerlukan biaya yang mahal karena sifat ketergantungan keberhasilan budi daya tanaman pada pestisida. [ISY]

INFOPENA | Edisi : 3 - 2011

Penyakit Layu Bakteri Pada Nilam


kentang, tembakau dan suku Solanaceae lainnya (Persley et al., 1985). Bakteri R. solanacearum dibagi menjadi 5 ras berdasarkan kisaran inang : ras 1 menyerang tembakau, tomat, dan Solanaceae lainnya; ras 2 menyerang pisang (tripoloid) dan Heloconia; ras 3 menyerang kentang; ras 4 menyerang jahe, dan ras 5 menyerang murbei. Berdasarkan oksidasi disakarida dan alkohol heksosa, maka bakteri ini dibagi ke dalam 5 biovar (Schaad et al., 2001). Sampai saat ini ras, biovar dan beberapa sifat-sifat bakteriologi dari R. solanacearum penyebab penyakit layu bakteri nilam belum diketahui (Sitepu dan Asman, 1989; Radhakrishan et al., 1997; Asman, 1996). Hal ini dapat menyebabkan usaha pengendalian yang telah dilakukan selama ini tidak memperoleh hasil yang memuaskan.

enyakit layu bakteri nilam dapat menimbulkan kematian nilam cukup besar, dan menurunkan produksi nilam dan kerugian hasil mencapai 60-80% pada tahun 1991 (Asman et al., 1993). Penyakit ini telah menyebar ke daerah sentra produksi di Sumatera Barat, Sumatera Utara dan Aceh. Akhir-akhir ini penyakit layu bakteri nilam telah menyebar luas dan merupakan ancaman terhadap pertanaman nilam. Gejala penyakit berupa tanaman layu pada cabang-cabang tanpa suatu urutan yang teratur dan gejala lanjut berupa seluruh bagian tanaman layu atau mati dalam waktu singkat (Sitepu dan Asman, 1989). Penyakit layu bakteri nilam disebabkan oleh Ralstonia solanacearum E.F. Smith (Sitepu dan Asman, 1989; Radhakrishan et al., 1997; Asman et al., 1998). Penyakit layu bakteri yang disebabkan oleh Ralstonia solanacearum merupakan salah satu penyakit tanaman paling berbahaya yang tersebar luas di daerah tropika dan sub tropika (Hayward, 1984), dan banyak menyerang tanaman pertanian di antaranya tomat, kacang tanah, pisang,
Info PENA merupakan buletin triwulan yang disajikan sebagai media informasi masyarakat dan mitra lokal dalam pelaksanaan Sub-Proyek Pemberdayaan Petani Nilam Aceh. Sub proyek ini dilaksanakan oleh Caritas Czech Republic (CCR) dibawah naungan Proyek Fasilitas Pendanaan Pembangunan Ekonomi Aceh atau AEDFF. Redaksi menerima kiriman artikel, cerita foto serta informasi lain mengenai kegiatan pertanian nilam dari staf CCR, penerima manfaat serta para stakeholder terkait yang dapat dikirimkan ke alamat redaksi Penanggung jawab : Megan King Pemimpin Redaksi : Megan King Editor : Isfani Yunus Kontributor artikel: Isfani Yunus, Samuel Situmorang, Sapta M Cakra. ALAMAT REDAKSI

Gejala awal serangan Bakteri Ralstonia solanacearum pada batang nilam berbagai komponen pengendalian mulai dari penyiapan bahan tanaman/bibit unggul (bebas penyakit), perlakuan persemaian/pembibitan, penanaman di lapang dan pemeliharaan tanaman yang rutin dari mulai tanam sampai panen. Pengendalian penyakit pada nilam untuk menurunkan intensitas serangannya bisa dilakukan yaitu dengan perlakuan penggunaan pupuk organik, mulsa, pestisida nabati, agensia hayati/musuh alami dan pestisida kimia sebagai alternatif terakhir. Strategi pengendalian penyakit layu bakteri pada nilam secara umum dapat dilakukan dengan cara: (1) Sanitasi dan eradikasi untuk mengurangi inokulum; (2) Membersihkankan lahan yang sudah terinfeksi bakteri selama 2-3 tahun dan mencabut tanaman terserang, serta membakarnya; (3) Pergiliran tanaman dengan tanaman bukan inang layu bakteri seperti tanaman padi atau jagung; (4) Memperbaiki saluran drainase pada waktu curah hujan tinggi. Tanaman yang ditanam di lahan yang tergenang air atau air tanah dangkal dapat mendorong berkembangnya organisme pengganggu tumbuhan seperti cendawan dan bakteri, oleh karena itu diperlukan adanya parit drainase; (5) Menggunakan bibit unggul atau bibit dari tanaman sehat pada kebun yang belum terserang penyakit layu bakteri; (6) Menggunakan agensia hayati yaitu bakteri Pseudomonas flourescen, Pseudomonas sepasia, Bacillus sp., dan Micrococcus sp. (7) Penggunaan pestisida nabati dari bahan tanaman cengkeh dan kayu manis; (8) Pestisida kimia digunakan sebagai alternatif terakhir, yaitu dengan penggunaan pestisida yang berbahan aktif streptomycin sulfat dan carbofuran.

Massa Bakteri Ralstonia solanacearum pada batang PENGARUH PADA NILAM Gejala serangan penyakit layu bakteri adalah sebagai berikut : Kelayuan terjadi pada tanaman muda dan tua (dari cabang ke cabang secara tidak teratur); Tanaman akan mengalami kelayuan dalam waktu 2 5 hari setelah terinfeksi. Pada saat bersamaam ada cabang yang layu dan sehat, pada perkembangan lebih lanjut seluruh bagian tanaman layu dan mati. Pada tanaman berumur 1 -3 bulan kematian terjadi 6 hari setelah terlihat gejala serangan. Pada tanaman berumur 4 -5 bulan kematian terjadi 1 -2 minggu setelah gejala terlihat. Jaringan batang dan akar tanaman yang terserang membusuk sedang kulit akar sekundernya mengelupas. Irisan melintang batang terserang memperlihatkan warna hitam sepanjang jaringan yang layu sampai kambium. Bila cabang yang layu dipotong akan tampak lendir seperti susu, begitu pula bila direndam di dalam air bersih. PENANGGULANGAN Menurut Sukamto (2009), penanggulangan penyakit pada tanaman nilam dilakukan secara terpadu yaitu dengan memanfaatkan

Jalan Mata-Ie Lorong Ikhlas No. 115 Keutapang Dua Aceh Besar 23353 Telp/fax: 0651 40733 Email: redaksi_CCR@yahoo.com

Sumber :
1.

NOMOR PENGADUAN: 0812 698 1047


atau unduh form pengaduan di www.aceh-edff.org

2.

Nasrun dan Yang Nuryani, Penyakit Layu Bakteri pada Nilam dan Strategi Pengendaliannya, Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik Yani Maryani, Sp, Layu Bakteri yang Merugikan NIlam, http://ditjenbun.deptan.go.id/

INFOPENA | Edisi : 3 - 2011

Serangan Penyakit Budog pada Nilam


hambatan pertumbuhan vegetatif sehingga rumpun tanaman tidak bertambah besar, permukaan batang menebal, ruas batang memendek, pada ketiak cabang tumbuh tunas-tunas berdaun keriput. Rumpun tanaman yang terserang pertumbuhannya terhenti, bahkan kanopinya cenderung mengecil. Tanda dan gejala lainnya adalah batangnya menjadi kerdil (Wahyuno, Pengelolaan Perbenihan Nilam Untuk Mencegah Penyebaran Budog, 2010). Diagnosisi dini sering kali sulit dilakukan karena umumnya gejala-gejala (kutil dan jaringan mati) akan nampak jelas setelah 4 minggu terjangkit. Efek Ekonomi Belum banyak studi formal tentang penurunan kualitas minyak nilam akibat serangan penyakit budog pada tanaman nilam. Salah satu hasil studi yang akan segera dipublikasi oleh salah satu instansi pemerintah, Balittro, menerangkan bahwa tidak ditemukannya pengaruh kualitas minyak nilam akibat budog. (Wahyuno, Peneliti, 2010) Namun, dari cerita dari mulut ke mulut yang beredar di kalangan petani mengatakan bahwa pihak Dengan praktek pencampuran ini bau apek yang dihasilkan oleh nilam yang terkena budog dapat ditutupi. Namun, sejalan dengan proyek Caritas yang memiliki target untuk menjual minyak nilam berkualitas tinggi kepada para pembeli di tingkat internasional maka hal ini dapat menjadi isu yang penting. Ada pendapat umum yang beredar di kalangan petani bahwa nilam yang kerdil dan cacat akibat budog dapat menghasilkan hasil timbangan daun (kg) yang lebih rendah, dengan asumsi bahwa petani melakukan penyulingan terhadap nilam yang terinfeksi, bukan membuangnya. Tergantung dari keparahan infeksinya, maka lebih dari 50% hasil panen bisa hilang (Soleh, 2011), meskipun harus dicatat bahwa jumlah minyak yang sama akan dihasilkan per kg daunnya. PENANGGULANGAN BUDOG Meskipun secara umum penyebab dan penanggulangan terhadap budog masih belum sepenuhnya disepakati atau dipahami, ada berbagai rekomendasi mengenai cara manajemen terhadap serangan budog. Dari berbagai literatur dan penelitian yang dilakukan oleh para ahli, secara umum rekomendasi yang diberikan dalam penanggulangan budog adalah penggunaan bibit nilam yang bersih dan sehat sebagai cara terbaik untuk mencegah kemunculan dan penyebaran budog serta penggunaan lahan yang belum pernah terkontaminasi oleh penyakit budog. (Sukamto, 2009). Rekomendasi lainnya adalah penggunaan insektisida untuk mencegah serangga yang dapat membawa dan menyebarkan (host) budog (Hidayat & Sutrisno, 2006). Untuk tanah yang sebelumnya telah terkontaminasi dengan budog, ada sejumlah rekomendasi khusus pada penggunaan fungisida terutama dari Balittro. Ketika melakukan perawatan tanah dengan fungisida, tempat 5 gram fungisida per lubang tanaman bersama dengan pupuk selama penanaman. Jika pada saat ini tanaman nilam telah terkontaminasi dengan budog, maka direkomendasikan untuk mencabut dan membakar tanaman yang telah terinfeksi dan obati tanah yang terinfeksi dengan fungisida sebelum spora dapat menjadi aktif kembali. Sebuah Perusahaan swasta, Indarro, hanya merekomendasikan penerapan fungisida, yang mereka telah mereka rancang sendiri disebut Fudoc, jika nilam masih dalam waktu satu bulan panen, jika tidak, maka hal tersebut tidak efektif. Penggunaan fungisida tentunya tidak mempengaruhi budog aktif dan relatif terjangkau.

udog, yang merupakan istilah dalam bahasa Aceh untuk Synchytrium pogostemonis (Sukamto, 2009), sebuah penyakit yang sering menyerang tanaman nilam. Budog menyebabkan kutil pada daun, batang dan tangkai yang bengkak dan menebal; kemerahanungu, daun terlihat berkerut dan tebal dengan warna merah keunguan (Sukamto, 2009). Sayangnya, penelitian-penelitian tentang penyakit budog belum begitu banyak didokumentasikan sehingga belum banyak ditemukan data dan analisis pembanding. Petani nilam di

Serangan budog pada pucuk tanaman nilam Aceh Selatan saat ini telah mencatat budog di bidang mereka sejak 1980-an (Parande, 2011). Kehadiran budog telah meningkat dalam 10 tahun terakhir (Soleh, 2011), yang bersamaan dengan terjadinya demam nilam di rentang tahun 1997-1998 (Caritas Republik Ceko, 2011) di mana lonjakan produksi nilam akan membuka kesempatan bagi budog untuk akan menyebar ke berbagai lahan baru. Ini juga kebiasaan yang umum di Sumatera bagi petani untuk terus menanam dan panen nilam budog terinfeksi, sebagai tanaman masih memproduksi minyak lebih rendah meskipun kuantitas dan kualitas (Sagala, 2009). Budog awalnya terisolasi ke Sumatera, tetapi sekarang ditemukan di Sumatera, Kalimantan, dan Jawa dimana budidaya nilam telah menyebar (Sukamto, 2009) PENGARUH PADA NILAM Efek Fisik Gejala serangan awal dapat dilihat sedini mungkin baik pada persemaian maupun di lapang, dengan ditandai adanya benjolan-benjolan kecil pada permukaan atas dan bawah daun, serta batang. Budok menyebabkan kutil mucul pada daun, batang maupun tunasnya (nuryani, 2006). Gejala pertama dari budog biasanya adalah tumbuhnya kutil pada tunas baru yang kemudian meluas ke bagian batang utama yang memiliki struktur sel yang lebih keras. Pada serangan lanjut, akan meng-

Serangan budog pada batang tanaman nilam pembeli lokal tidak akan membeli minyak nilam yang terinfeksi budog, karena mereka dapat melihat adanya perubahan dalam minyak yang dihasilkan (Soleh, 2011), khususnya pada bau minyak (Cakra, 2011), yang mereka katakan berbau tidak sedap atau bau apek. Pada praktek-praktek yang telah sebelumnya dilakukan petani, mereka biasanya mencampur sejumlah minyak dari berbagai level kualitas untuk mendapatkan minyak yang lebih baik untuk dijual ke pedagang pengumpul.

INFOPENA | Edisi : 3 - 2011

nya laju fotosintesa menurun (Wallace, 1987). STRATEGI PENGENDALIAN Nematoda parasit tanaman dapat dikendalikan dengan cara sanitasi, pergiliran tanaman, pemilihan waktu tanam, penggunaan tanaman resisten, bahan kimia, dan secara hayati dengan menggunakan agen biotik maupun abiotik (Sayre 1980a; 1980b). Di negara-negara maju seperti Eropa dan Amerika Serikat, pengendalian nematoda dilakukan secara hayati terpadu antara lain dengan menggunakan musuh alami (agen hayati), bahan organik, tanaman antagonis, dan rotasi tanaman (Dickson et al. 1992a; Rodriguez-Kabana 1992; Madulu et al. 1994). Franco et al. (1992) telah menyusun strategi pengendalian nematoda secara terpadu menggunakan varietas tahan atau toleran, teknik budi daya, agen hayati, rekayasa genetik, fisik, kimia dan karantina. Dalam jurnal terbitan Minyak Atsiri Indonesia yang ditulis oleh Sukamto, dari Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik, beberapa metoda pengendalian penyakit nematoda pada tanaman nilam disimpulkan secara singkat meliputi beberapa cara terpadu yang meliputi : 1) Pemberian pupuk lengkap NPK, Urea dan TSP dengan dosis dan interval teratur (setiap bulan). 2) Pada tanah dengan pH lebih kecil dari 5.5, diberikan dolomit (CaCO3 atau MgCO3) yang mengandung 19% MgO dan CaO dengan dosis 25-50 g/tanaman/tahun. 3) Pemberian pupuk kandang (kotoran sapi, 1-2 kg/tanaman sebelum tanam dengan tujuan untuk meningkatkan populasi mikroorganisme antagonis (musuh alami) nematode. 4) Pemberian mulsa daun akar wangi atau lalang setebal 10 cm pada saat tanam untuk memelihara kelembaban tanah. 5) Penggunaan bungkil jarak 250 g/tanaman/6 bulan sebagai bahan organik dan pestisida nabati untuk menekan populasi nematoda. 6) Penggunaan musuh alami nematoda yaitu bakteri Pasteuria penetrans dengan dosis 2 kapsul/ tanaman/6 bulan, atau jamur Arthrobotrys sp. Sebanyak 125 g/tanaman/6 bulan, untuk menekan populasi nematoda di dalam tanah. 7) Pemberian nematisida Furadan 3G dengan dosis 3-5 g/tanaman, bakterisida (Agrimycin) 2 g/tanaman dan fungisida (Benlate) 2 g/ tanaman. Sumber :
1.

Penyakit Kuning/Daun Merah Akibat Nematoda

Dampak serangan Nemotoda parasit pada tanaman nilam di salah satu kebun petani di Aceh (photo : Ari Yulianto)

alam upaya meningkatkan hasil minyak nilam yang dibudidayakan petani maka keberadaan nematoda parasit pada nilam perlu diwaspadai. Pratylenchus brachyurus adalah nematoda endoparasit migratori penghuni tanah, penyebab lesio nekrotik pada akar dan tersebar luas di daerah tropik. Serangan nematoda pada tanaman nilam dilaporkan terdapat di Jawa Barat (Djiwanti dan Momota 1991), Sumatera Barat (Pupuk Iskandar Muda 1991), dan Aceh (Sriwati 1999). Beberapa jenis nematoda parasit yang menyerang tanaman nilam adalah P. brachyurus, M. incognita, M. hapla, Scutellonema, Rotylenchulus, Helicotylenchus, Hemicriconemoide dan Xiphinema (Djiwanti dan Momota 1991) serta Radopholus similis (Mustika et al. 1991; Mustika dan Nuryani 1993). Di antara nematoda tersebut, P. brachyurus, M. incognita, dan R. similis adalah yang paling merusak dibandingkan dengan spesies lainnya. Pada umumnya pertanaman nilam tersebar pada tanah dengan pH 4,505,50 (Mustika dan Nurmansyah 1993). Kisaran keasaman tersebut sangat sesuai bagi perkembangan nematode parasit terutama Pratylenchus spp. (McLean dalam Wallace 1987). SERANGAN NEMATODA PADA NILAM Tanaman nilam yang terserang nematoda

pertumbuhannya terhambat, daun-daun menjadi kuning klorosis (mirip kekurangan unsur hara N, P, dan K) atau kemerahan. Hal ini terjadi karena nematoda merusak perakaran tanaman sehingga penyerapan air dan unsure hara terganggu. Bila populasi Meloidogyne spp. dominan, gejala yang tampak adalah buncak akar (bengkak pada akar), sedangkan bila R. similis atau P. brachyurus yang dominan, gejala yang tampak adalah luka-luka nekrosis pada akar (Mustika dan Rachmat 1998; Mustika dan Nazarudin 1999). Kadang-kadang gejala tersebut muncul bersamaan. Pada serangan lanjut akar akan membusuk dan akhirnya tanaman mati. Gejala khas serangan nematoda pada tanaman nilam di lapang adalah penyebarannya sporadis atau berkelompok. Serangan nematoda juga menyebabkan tanaman lebih mudah terserang patogen atau OPT lain seperti jamur, bakteri, dan virus. Serangan menurunkan produktivitas dan kualitas hasil. Di lapangan, serangan nematoda menurunkan produksi nilam hingga 75% (Mustika 1996). Varietas Jawa (Girilaya) lebih toleran terhadap nematoda daripada varietas Aceh (Sidikalang), Tapak Tuan dan Lhokseumawe (Mustika dan Nuryani 1993). Nematoda juga menyerang akar tanaman nilam, kerusakan akar menyebabkan berkurangnya suplai air ke daun, sehingga stomata menutup, akibat-

2.

Ika Mustika, Konsepsi dan Strategi Pengendalian Nematoda Parasit Tanaman di Indonesia, Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan Sukamto, Status Penyakit Pada Tanaman Nilam dan Tekhnologi Pengendaliannya, Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik

INFOPENA | Edisi : 3 - 2011

Serangan Hama pada Tanaman Nilam

engan makin berkembangnya pengobatan secara aromaterapi, minyak atsiri yang dihasilkan oleh tanaman nilam (Pogostemon cablin Benth), makin banyak dibutuhkan karena minyak nilam bersifat fixatif (sebagai pengikat minyak atsiri lainnya) yang sampai saat ini belum ada produk penggantinya, sehingga tanaman nilam perlu dibudidayakan secara luas. Produk yang dihasilkan dari nilam adalah terna (daun dan ranting) tanaman. Tanaman nilam dapat dipanen pertama kali pada umur 4-6 bulan, panen berikutnya dilakukan selang waktu 2-6 bulan sekali sampai tanaman berumur tiga tahun. Untuk meningkatkan produksi dan produktivitas terna (daun dan ranting) nilam, harus dilakukan cara-cara budidaya yang baik dan benar termasuk diantaranya bagaimana cara pengendalian hama tanaman nilam. Nilam dapat tumbuh dengan baik didataran rendah maupun tinggi sampai ketinggian 2.000 m diatas permukaan laut (dpl). Nilam yang tumbuh di dataran tinggi, tingkat kesuburannya relatif lebih baik, karena pengaruh suhu udara dan kondisi kesuburan dan kondisi alam yang relatif sejuk. Namun rendemen minyak yang ddihasilkan dari nilam yang tumbuh didaerah dataran rendah. Nilam akan memproduksi minyak atsiri dengan baik bila ditanam didaerah berketinggian 10400 m dpl. Sampai saat ini para petani nilam masih belum menghasilkan secara maksimal hal ini dikarenakan masih terbatasnya pengetahuan para petani dalam melakukan budidaya diantaranya dalam mengendalikan hama tanaman nilam. Beberapa hama yang dapat menyerang tanam nilam dan dapat menurunkan produksi minyak atsiri sebagai berikut: 1. Ulat penggulung daun (Pachyzaneba stutalis), ulat ini hidup dalam gulungan daun muda, sambil memakan daun yang tumbuh, pada serangan berat, yang tersisa hanya tulang-tulang daun nilam. Pengendaliannya dilakukan dengan cara sebagai berikut: a) mengumpulkan dan memusnahkan bagian tanaman yang terserang. Melakukan pengamatan yang ketat pada areal terserang untuk menghindari terjadinya ledakan populasi. Pengamatan dilakukan dengan cara mengamati saat munculnya gejala awal kerusakan daun yang terserang larva stadia muda. Mengingat siklus hidup hama berkisar antara 38-42 hari, maka pengamatan sebaiknya di-

lakukan setiap bulan sejak tanaman berumur satu bulan sampai saat panen; b) Gunakan skstrak mimba dan bioisektisida (Beauveria bassiana). Cara ini Walau tidak mematikan secara langsung tapi cukup efektif dan tidak mencemari lingkungan. 2. Belalang (Orthoptera), hama ini memakan daun, sehingga tanaman menjadi gundul. Pada serangan berat, batang tanamannya dimakan dan akhirnya mati. Jenis belalang yang banyak merusak tanaman nilam adalah: belalang kayu (Valanga nigricornis). Belalang daun (Acrida turita). Belalang kayu dapat menyebabkan kerugian hasil 20-25%, karena belalang tersebut berpindah dari satu kebun ke kebun lain, Batang dan cabang tanaman sering patah akibat gigitannya sehingga perumbuhan tanaman terganggu. Belalang daun biasanya memakan daun mulai dari pinggir atau tengah sehingga terbbentuk bekas gigitan melingkar atau lonjong. Kadang-kadang belalang juga merusak batang dan ranting tanaman. Cara pengendalian hama belalang ini dilakukan dengan cara : a) melakukan sanitasi lingkungan; b) melakukan pengolahan tanah yang baik karena dapat membunuh telur belalang kayu sebelum menetas; dan c) menggunakan musuh alami seperti cendawan Metarhizium anisoliae. 3. Tungau merah (Tetranychus sp.), tungau merah umumnya menyerang daun tua dan muda, tungau hidup berkelompok di permukaan daun bagian bawah, merusak tanaman dengan cara mengisap cairan daun. Gejala serangan memperlihatkan bercakbercak putih. Semakin lama bbercak semakin melebar. Selain itu juga memperlihatkan gejala daun berlekuk-lekuk tidak teratur. Pada tingkat serangan berat daun akan rontok. Kerugian hasil dapat mencapai 15-25%. Pengendalian dapat dilakukan dengan cara: a) pemangkasan (pemetikan daun), untuk mencegah meluasnya serangan. Pemetikan dilakukan pada saat populasi tungau masih rendah. Pemetikan yang dilakukan sedemikian rupa dapat menyebabkan terbuangnya telur-telur dan tungau dewasa; b) dengan melakukan penanaman tanaman perangkap, dengan menanam ubi kayu dan jarak (Ricinus communis) sebagai barrier; c) penggunaan musuh alami seperti Phytosentulus persimlis, P. Macro pelis (menyerang telur dan nimfa) dan Coccinelids; d) penyemprotan dengan insektisida nabati (ekstrak biji mimba) dosis 100 gr/liter.

1. 2. 3.

Ulat Penggulung Daun (Pachyzaneba stutalis) Kumbang Pemakan Daun (Apogonia spp.) Tungau Merah (Tetranychus sp.)

4. Criket pemakan daun (Gryllidae), hama ini memakan daun muda, sehingga daun berlubang-lubang dan menyebabkan pr4oduksi turun. Pengendalian dilakukan dengan cara sanittasi lingkunggan. Pengendalian hama tanaman nilam dapat dilakukan dengan menggunakan pestisida nabati seperti ekstrak biji nimba (100 gr/liter), minyak serai wangi, minyak cengkeh (konsentrasi 305 v/v) atau dengan agensia hayati seperti Beauveria bassiana untuk ulat pemakan daun dan Metarrhizium anisopliae untuk belalang. Sumber :
1. 2. 3.

Sri Puji Rahayu, Pedoman Budidaya Tanaman Nilam Semusim, Ditjen Perkebunan, Deptan, 2006 http://cybex.deptan.go.id/penyuluhan/pengendalian-hama-pada-tanaman-nilam-pogostemon-cablinbenth http://penyuluhthl.wordpress.com/2011/01/02/

INFOPENA | Edisi : 3 - 2011

Pemanfaatan Limbah Nilam Sebagai Pupuk Nabati dan Pestisida Alami

ilam (Pogestemon cablin Benth) merupakan salah satu tanaman penghasil minyak atsiri yang penting, baik sebagai sumber devisa negara dan sumber pendapatan petani. Dalam pengelolaannya melibatkan banyak pengrajin serta menyerap ribuan tenaga kerja. Teknologi pengolahan minyak nilam ditingkat petani umumnya masih tradisional hal ini disebabkan oleh faktor sosial ekonomi dan faktor terbatas-nya teknologi yang diakses sehingga minyak yang dihasilkan mutunya masih rendah. Penge-ringan bahan baku nilam lebih baik tidak lang-sung pada sinar matahari dan penyimpanan bahan tidak lebih dari 1 minggu karena akan menurunkan produksi minyak nilam. Negara-negara pengimpor utama adalah Amerika Serikat, Perancis, Inggris, Jerman, Belanda, Jepang dan Australia. Saat ini harga minyak nilam Indonesia dipasaran dunia sangat berfluktuasi. Pada tahun 1986 1997, harga minyak nilam berkisar antara Rp.20.500,- Rp. 40.000,-/kg sedangkan pada tahun 1997 1999, pernah mencapaiRp. 1.100.000,- Rp. 1.400.000,- /kg dan pada tahun 2004 harga minyak nilam menjadi Rp.162.000,-/kg. Hal ini adalah karena produksi minyak nilam Indonesia tidak stabil dan mutunya tidak tetap serta beragam. Tidak stabilnya produksi dan mutu minyak nilam Indonesia disebabkan karena teknologi pengolahannya yang belum berkembang dengan baik. Rendahnya produktivitas dan mutu minyak antara lain disebabkan rendahnya mutu genetik tanaman, teknologi budidaya yang masih sederhana, berkembangnya berbagai penyakit, serta teknik panen dan pasca panen yang kurang tepat. Dalam beberapa penelitian yang dilakukan oleh instansi pemerintah maupun pihak swasta di beberapa kabupaten di Jawa Barat telah dilakukan beberapa observasi dibeberapa sentra komoditas nilam untuk mendapatkan gambaran yang komprehensif mengenai potensi dan pengembangan lebih lanjut mengenai komoditas ini, baik dari sisi budidaya, teknik produksi minyak nilam, pemasaran hingga pengembangan produk samping sebagai salah satu upaya mengatasi dampak dari limbah nilam yang dihasilkan. Selain itu minyak nilam juga dapat digunakan sebagai bahan pestisida nabati. Limbah dari hasil penyulingan minyak nilam

Minyak Nilam hasil penyulingan secara tradisional di Kabupaten Aceh Selatan (photo : Tim CCR Aceh Selatan) yang terdiri dari ampas daun dan batang mempunyai potensi dimanfaatkan se-bagai bahan pembuatan dupa, obat nyamuk bakar, dan pupuk kompos serta sisa air dari hasil penyulingan setelah dipekatkan dapat diman-faatkan sebagai bahan baku untuk aroma terapi. Dengan adanya diversifikasi pemanfaatan limbah pengolahan minyak nilam, diharapkan akan dapat meningkatkan nilai ekonomi usaha petani nilam. Tanaman nilam dikenal sangat rakus terhadap unsur hara terutama N, P, dan K. Untuk mempertahankan tingkat kesuburan lahan, perlu adanya input hara yang berasal dari pupuk buatan maupun pupuk organik. Namun demikian, rendahnya kondisi sosial ekonomi petani nilam, khususnya petani tradisional di luar Jawa menyebabkan tanaman nilam tidak diberi pupuk buatan yang memadai dan hanya mengandalkan dari tingkat kesuburan lahan bukaan baru bekas hutan. Limbah hasil penyulingan daun masih mempunyai kadar hara yang tinggi dan berpotensi sebagai bahan baku pupuk organik yang baik. Teknologi pengomposan yang cepat dan efisien akan menghasilkan pupuk organik kompos yang bermutu tinggi. Selain itu, senyawa alelopati di dalam terna tersebut diharapkan akan berkurang dan hilang selama masa prosesing pengomposan. Selain sebagai sumber bahan pupuk organik, limbah nilam berpotensi sebagai mulsa. Secara umum pemulsaan dapat memperbaiki kondisi lingkungan tumbuh terutama dalam menurunkan suhu tanah yang tinggi dan sebagai sumber hara. Namun demikian seberapa jauh dampak limbah hasil penyulingan yang langsung diberikan ke tanaman nilam sebagai mulsa perlu penelitian yang lebih seksama. Tingginya hara yang terangkut bersama hasil panenan, menyebabkan sangat diperlukannya upaya pemupukan yang berkesinambungan baik pupuk buatan maupun organik, terutama untuk mempertahankan tingkat kesuburan lahan dan produktivitas tanaman nilam. PEMUPUKAN ANORGANIK DAN ORGANIK Tanaman nilam sangat responsif terhadap pemupukan. Pupuk yang diperlukan selain untuk meningkatkan produksi terna dan mutu minyak nilam, juga untuk mempertahankan atau mengembalikan kesuburan tanah, akibat besarnya unsur hara yang terangkut saat panen. Besarnya unsur hara yang terangkut bersama panenan tiap hektar pada produksi 12,86 t daun segar atau setara dengan 3,1 t daun kering dari pertanaman nilam pada tanah Latosol merah kecoklatan yang tidak dipupuk adalah: 179,8 kg N, 151,9 kg P2O5, 706,8 kg K2O, 164,3 kg CaO, dan 105,4 kg MgO (Tasma & Wahid, 1988). Pemupukan pada tanaman nilam selain menggunakan pupuk anorganik yang umum digunakan seperti pupuk Urea (ZA), TSP

INFOPENA | Edisi : 3 - 2011

(SP-36), dan KCl juga menggunakan pupuk organik berupa pupuk kandang/kompos/ pupuk hijau. Pupuk organik berfungsi selain sebagai sumber hara, juga dapat memperbaiki kesuburan kimia, fisik, dan biologi tanah (Mile et al., 1991). Beberapa hasil penelitian pemupukan tanaman nilam menunjukkan bahwa penggunaan dosis pupuk dan produk daun (terna) yang dihasilkan beragam menurut kondisi lingkungannya terutama kesuburan tanahnya. Untuk tanah yang telah dipakai berulangulang kandungan haranya banyak terkuras, sehingga diperlukan pemberian pupuk yang cukup. Pemakaian pupuk anorganik khususnya N dan K dianjurkan secara bertahap, 1/2 dosis pada umur1 bulan setelah tanam (BST), dan dosis sisanya, diberikan 2 kali, masingmasing dosis pada umur 1 minggu setelah panen pertama dan 1 minggu setelah panen kedua. LIMBAH NILAM Limbah hasil prosesing minyak nilam banyak dijumpai diindustri penyulingan minyak nilam. Besarnya volume limbah nilam seringkali menjadi masalah bagi fihak industri pengolahan itu sendiri maupun lingkungan. Pengkomposan limbah nilam dengan cara menggunakan pupuk kandang atau pupuk kandang + kapur + EM4 1% selama 3 minggu menghasilkan kompos limbah nilam dengan status hara dan tingkat dekomposisi yang baik (Djazuli, 2002b). Pemanfaatan limbah hasil penyulingan nilam dapat dipertimbangkan untuk dipergunakan sebagai pupuk kompos yang potensial. Selanjutnya dilaporkan pula bahwa pemberian kompos mampu meningkatkan bobot segar terna nilam secara nyata pada tiga taraf pemupukan NPK yang diberikan. Hal ini disebabkan oleh kandungan hara pada kompos limbah nilam relatif tinggi, sehingga mampu memperbaiki pertumbuhan dan produktivitas tanaman nilam secara nyata. Pestisida Daun Tanaman nilam dapat digunakan sebagai bahan baku pestisida, Menurut Dummond (1960) daun nilam digunakan sebagai insektisida terutama untuk mengusir ngengat kain (Thysanura) karena didalam mengandung zat yang tidak disukai oleh serangga tersebut, karena terdapat dalam komponen minyak nilam seperti pinen dan pinen. Dari hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan, menunjukkan bahwa minyak nilam dapat digunakan sebagai pengendali populasi serangga karena sifatnya sebagai bahan penolak dan penghambat pertumbuhan serangga. Sebagai pengendali hama, minyak nilam mempunyai prospek yang cu-

kup baik untuk dikembangkan sebagai salah satu bahan baku insektisida nabati. Menurut Mardiningsih, dkk (1998) ada beberapa keuntungan menggunakan insektisida nabati antara lain tidak mencemari lingkungan, lebih bersifat spesifik dan hama tidak mudah menjadi resisten. Mardiningsih, dkk (1998) melaporkan bahwa minyak nilam dapat digunakan untuk mengendalikan hama, baik hama gudang maupun hama tanaman. Minyak nilam mampu mematikan populasi Stegobium paniceum, yang merupakan hama ketumbar selama penyimpanan. Dengan mengoleskan sedikit minyak nilam disekitar dinding tempat penyimpanan, populasiStegobium paniceum dapat berkurang sebesar 25 42 % setelah penyimpanan 9 hari. Menurut Grainge dan Ahmed (1987) bagian akar, batang dan daun tanaman nilam dapat membunuh ulat Crocidolomia binotalis dan Spodotera liturayang merupakan

Obat Nyamuk Bakar Seperti diketahui bahwa minyak nilam selain mempunyai aroma yang khas juga bersifat menolak serangga. Dewasa ini industri obat nyamuk bakar berkembang pesat di Indonesia dan pemakaiannya mencapai seluruh pelosok ditanah air. Komponen yang terkandung dalam formula obat nyamuk bakar antara lain adalah bahan pengisi (organic filler) dan bahan pewangi. Bahan pengisi yang biasa digunakan untuk obat nyamuk bakar antara lain serbuk tempurung kelapa atau ampas tebu. Sedangkan pewangi yang biasa digunakan misalnya kenanga dan bunga melati. Dengan menggunakan ampas dari penyulingan minyak nilam sebagai organic filler, maka obat nyamuk bakar akan beraroma harum ketika digunakan. Sebagai bahan pengisi, ampas nilam selain berbau harum juga bersifat menolak nyamuk ketika obat nyamuk tersebut dibakar. Penggunaan lainnya Limbah nilam yang berupa daundaunan dan batang dapat digunakan sebagai pupuk kompos atau mulsa. Ampas nilam yang digunakan sebagai pupuk pada tanaman lada mampu meningkatkan produksi lada. Hal ini disebabkan karena didalam limbah nilam masih terdapat bahan aktif yang dapat bersifat menolak (repellent) serangga Lophobaris piperis yang merupakan salah satu hama tanaman lada (Mardiningsih, dkk, 1998). Penggunaan limbah nilam sebagai pupuk kompos dapat menghemat pemakaian pupuk Nitrogen sebesar 10 % dan disamping itu juga dapat meningkatkan kesuburan tanah. Di Bengkulu limbah nilam disamping digunakan sebagai pupuk di sawah, juga berfungsi sebagai penolak hama wereng. Kompos limbah sisa hasil prosesing minyak nilam mempunyai kandungan hara yang cukup tinggi dan potensial bagi sumber pupuk organik alternatif yang bermutu tinggi (Djazuli, 2002). Ampas nilam juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar untuk proses penyulingan, sehingga bisa menghemat bahan bakar. Abu sisa dari pembakaran dapat digunakan sebagai pupuk tanaman. Sedangkan sisa air bekas penyulingan nilam menghasilkan aroma cukup wangi, ini dapat dipekatkan sehingga digunakan untuk aroma terapi. Perlakuan aromaterapi dengan menggunakan sisa air bekas penyulingan telah banyak digunakan untuk menenangkan jiwa.
Sumber : Boy Macklin, Staff pengajar Fakultas Tekhnologi Industri Pertanian Universitas Padjajaran Publikasi : http://onlinebuku.com/2009/01/05/pemanfaatan-limbah-nilam/

Nilam kering yang akan diolah di penyulingan hama penting pada tanaman, sedangkan daun dan pucuk nilam dapat membasmi semut (Formicida) dan kecoa (Blattidae) didalam rumah. Dari hasil penelitian Mardiningsih, dkk (1994) minyak nilam bersifat menolak beberapa jenis serangga seperti ngengat kain (Thysanuralepismatidae), Sitophilus zeamais (kumbang jagung), dan Carpophilus sp. (kumbang buah kering). Menurut Grainge dan Ahmed (1987) minyak nilam juga bersifat menolak Aphid (kutu daun), nyamuk dan Pseudaletiaunipuncta. Dupa Sisa dari hasil penyulingan minyak nilam masih dapat dimanfaatkan untuk bahan pembuat dupa, karena mempunyai aroma yang khas/harum. Ampas tersebut dijemur kemudian digiling dan siap digunakan sebagai bahan baku pembuat dupa berbentuk lidi (joss stick). Dalam pemrosesannya bubuk halus ampas dicampur dengan bahan perekat (gum Arabic, dan dentrose), tepung onggok, tepung tempurung, pewarna dan pewangi lainnya. Semua bahan tersebut dicampur dibuat adonan dan selanjutnya dicetak berbentuk lidi.

INFOPENA | Edisi : 3 - 2011

Pengenalan Pupuk dan Pestisida Organik Bagi Petani Nilam di Sekolah Lapang
kompos serta disemprotkan pada tanaman nilam. Selain pupuk organik cair, kepada petani juga diperkenalkan cara pembuatan pestisida nabati dengan bahan bahan yang tersedia di lingkungan sekitar di daerah petani tinggal seperti dauan serai, daun nimba, lengkuas daun tembakau dan lain sebagainya. Bahan tersebutmudah didapat, mudah diracik dan digunakan layaknya pestisida komersial yang umunya digunakan menggunakan alat semprot panggul atau menggunakan hand sprayer. Menurut saya pengenalan bahan-bahan organik sebagai pupuk dan penyemprot hama sangat bermanfaat bagi kami, karena selaku petani kecil yang memiliki modal paspasan dalam mengelola lahan nilam sangat terbantu dengan informasi ini sebagai alternatif pilihan pengganti pupuk dan pestisida yang harus selalu kami beli dari pasar dan keuntungan dari bahan organik tersebut sudah terbukti di tamanan nilam kami dimana sebulan setelah kami memberikan pupuk tersebut batang nilam bertambah subur dan berdaun rimbun ujar Bapak Haji Adat, salah seorang peserta Sekolah Lapang dari Desa Kute Reje, Kecamatan Terangon, Gayo Lues. Menurut Sapta Mhd Cakra, selaku Advisor Agriculture CCR dalam keterangannya mengatakan bahwa salah satu tujuan dalam himbauan penggunaan penggunaan pestisida nabati dan pupuk organik ditujukan untuk menekan pengeluaran petani; diharapkan dapat menjadi penambahan peluang petani untuk bergerak di usaha simpan-pinjam kelompok, karena menurut pengalaman yang didapat di lapangan selama ini umumnya petani di aceh banyak mengeluyarkan biaya untuk pembelian pupuk dan pestisida kimia komersial yang beredar di pasar yang seharusnya bisa digantikan menggunakan pestisida dan pupuk berbahan organik. Ditambahkannya lagi bahwa selama ini para petani banyak dijauhkan dari informasi-infromasi tentang penggunaan pestisida dan pupuk yang berasal dari alam karena selama ini para petani sudah terlajur familiar dengan berbagai merak dagang herbisida dan pestisida kimia seperti Round-up, Decis dan sebagainya. Merk-merk tersebut begitu diingat oleh para petani karena diperkenalkan dan di informasikan secara terus menerus oleh pemegang merk dagang. [ISY]

Para petani nilam Binaan Caritas Czech Republic dalam project EDFF di Kabupaten Aceh Selatan mendapatkan berbagai teori dan praktek lapangan tentang pembuatan pestisida dan pupuk organik yang diajarkan dalam modul-modul Sekolah Lapang (SL) alami; 5) Pencemaran lingkungan oleh residu bahan kimia; dan 6) Kecelakaan bagi pengguna. Dalam proyek pemberdayaan petani ini penerapan penggunaan pestisida dan pupuk alami memiliki tujuan antara lain : 1) Menekan penggunaan pestisida kimia yang menurut pengalaman justru dapat mengganggu keseimbangan ekosistem pertanian dan bahkan memberikan dampak keracunan bagi manusia termasuk memicu penyakit degeneratif semisal kanker kulit. 2) Mengembangkan penggunaan bahan nabati lokal yang dapat dipergunakan sebagai pestisida nabati maupun pupuk organik untuk mendukung kegiatan budidaya. Dalam salah satu modul Sekolah Lapang Petani diajarkan kepada petani cara membuat Pupuk Organik Cair atau sering disebut MOL (Mikro Organisme Lokal) yang merupakan cairan yang terbuat dari bahan-bahan alami yang disukai sebagai media hidup dan berkembangnya mikro orgamisme. Mirkro organisme berguna untuk mempercepat penghancuran bahan-bahan organika atau decomposer. MOL berfungsi sebagi aktivator atau tambahan nutrisi bagi tumbuhan yang sengaja dikembangkan dari mikro organisme yang tersedia di sekitar kita. Bedasarkan pengalaman, bahan-bahan yang dapat dikembangkan diantaranya bahan berupa zat yang dapat merangsang pertumbuhan dan zat yang mampu mendorong perkembangan tanaman seperti : gyberin, sitoxinin, auxin dan inhibitor. Dalam prakteknya bahan-bahan pembuat MOL ini bisa didapat dari limbah sayuran hijau/limbah dapur, rebung bambu, keong mas, buah maja, limbah buah-buahan bahkan juga dapat dibuat dari nasi. Hasil akhir dari MOL tersebut dapat diaplikasikan sebagai bahan

embangun Industri Nilam Aceh yang Ramah Lingkungan dan Berkelanjutan. Sebuah harapan yang ingin diraih dalam sub-proyek pemberdayaan petani nilam aceh yang dijalankan oleh Caritas Czech Republic melalui project pendanaan EDFF di 4 kabupaten di Aceh, yang meliputi Aceh Barat, Aceh Selatan, Aceh Jaya dan Gayo Lues. Aktualisasi project tersebut dijabarkan melalui penerapan budidaya nilam secara intensif melalui pengurangan praktek tebang bakar dan anjuran penggunaan pupuk dan pestisida organik pada tanaman nilam yang diajarkan dalam setiap sesi Sekolah Lapang (LP). Pelajaran tentang pentingnya pengurangan praktek tebas bakar dan penggunaan bahan organik dalam budidaya nilam mutlak diajarkan kepada para petani mengingat masih massifnya pertanian nilam yang menggunakan metode tebas bakar yang selama ini dilakukan petani, karena untuk meluaskan areal pertanian para petani membersihkan lahan hutan dengan menebang pohon dan membakar hutan. Kegiatan penebangan kayu ini dapat menyebabkan kerusakan lingkungan jika dilakukan terus menerus dan bahkan menyebabkan longsor dan banjir. Selain itu petani selama ini tergantung pada penggunaan pestisida kimia untuk mengendalikan hama dan penyakit tanaman. Selain yang harganya mahal, pestisida kimia juga banyak memiliki dampak buruk bagi lingkungan dan kesehatan manusia. Dampak negatif dari penggunaan pestisida kimia antara lain adalah: 1) Hama menjadi kebal (resistant); 2) Peledakan hama baru (resurgence); 3) Penumpukan residu bahan kimia di dalam hasil panen; 4) Terbunuhnya musuh

INFOPENA | Edisi : 3 - 2011

Anda mungkin juga menyukai