Anda di halaman 1dari 58

SELEKSI BAKTERI PROBIOTIK SEBAGAI STIMULATOR SISTEM IMUN PADA UDANG VANAME Litopenaeus vannamei

DIANA YULANDA SYAHAILATUA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI


Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Seleksi Bakteri Probiotik sebagai Stimulator Sistem Imun pada Udang Vaname Litopenaeus vannamei adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada Perguruan Tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor,

Pebruari 2009

Diana Yulanda Syahailatua NRP C151060141

ABSTRACT
DIANA YULANDA SYAHAILATUA. Selection of Probiotic Bacteria as an Immunostimulator on Shrimp, Litopenaeus vannamei. Under direction of SUKENDA, DINAMELLA WAHJUNINGRUM and WIDANARNI. The objective of this research was to obtain probiotic bacterial strains having capability as immunostimulator on shrimp immune system and able to give protection against infectious pathogen. A total of six bacteria consisting of Pseudoalteromonas 1ub, Vibrio alginolyticus SKT-b, V. alginolyticus 13G1, Vibrio sp 13B, Vibrio sp. 8A and Bacillus sp. W ere used in this study. Selection result on probiotic bacteria having stimulatory ability at the first stage of this research showed that total haemocyte was different significantly (p<0.05) for between treatments. The highest total haemocyte was found at Vibrio sp. 8A 3.60.1 (x106) sel/ml. Hyaline cell, semi granular cell and granular cell were not different significantly between treatments. The highest hyaline cell was found at V. alginolyticus 13G1 (330.4%), highest semi granular at V. alginolyticus SKT-b (371.1%) and highest granular cell at Vibrio sp. 13B (361.5%). Phagocytosis activity and phenoloksidase activity of all probiotic-treated shrimps significantly higher than control. The highest phagocytosis activity was found at V. alginolyticus 13G1 (240.5%) and highest phenoloksidase activity was at V. alginolyticus SKT-b (0.510.02 units. Probiotic bacteria V. alginolyticus 13Gl, Vibrio sp. 8A and V. alginolyticus SKT-b had a better ability in stimulating the immune system of shrimps. Susceptibility test against bacteria V. harveyi infection at the second stage of this research demonstrated all the immune parameters of probiotic-treated shrimp were significantly different compared to control. The survival rate of the tested shrimps until the end of the research was 93.3% for shrimps treated with probiotic V. alginolyticus 13G1, 91,1% probiotic Vibrio sp. 8A and probiotic V. alginolyticus SKT-b, while control had 46.7% survival rate. Keywords: probiotik, L. vannamei, V. harveyi, immunologi

RINGKASAN
DIANA YULANDA SYAHAILATUA. Seleksi Bakteri Probiotik sebagai Stimulator Sistem Imun pada Udang Vaname Litopenaeus vannamei. Dibimbing oleh SUKENDA, DINAMELLA WAHJUNINGRUM dan WIDANARNI. Imunostimulasi merupakan strategi alternatif untuk mengsiagakan atau menyiapkan sistem kekebalan (sistem imun) udang sehingga meningkatkan resistensi melawan patogen. Sistem imun udang meliputi reaksi selular dan humoral yang terkait dengan hemolim udang. Beberapa parameter imun yang berhubungan dengan hemolim seperti perhitungan total hemosit (THC), differensial hemosit count (DHC), aktifitas phagositosis (AP) dan aktifitas phenoloksidase (PO) telah digunakan untuk evaluasi pengaruh imunostimulator dari probiotik pada udang. Kerentanan udang terhadap infeksi patogenik dan oportunistik dipengaruhi kuat oleh kemampuan imunostimulasinya. Tiga isolat bakteri probiotik yaitu: Pseudoalteromonas 1Ub dan V. alginolyticus SKT-b dan Bacillus sp. telah diuji mampu menghambat pertumbuhan Vibrio harveyi secara in vitro dan dapat meningkatkan kelangsungan hidup larva udang pada uji in vivo. Bakteri probiotik Vibrio alginolyticus 13G1, Vibrio sp.13B. dan Vibrio sp. 8A juga diketahui mampu menghambat pertumbuhan V. harveyi pada larva udang. Namun belum diketahui kemampuannya dalam meningkatkan sistem imun pada udang dari bakteri-bakteri tersebut, sehingga penelitian ini perlu dilakukan untuk mengkaji kemampuan imunostimulasi dari bakteri-bakteri tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk menapis isolat bakteri probiotik yang memiliki sifat imunostimulasi pada sistem imun udang dan memproteksi terhadap infeksi patogen pada udang vaname (Litopenaeus vannamei). Penelitian ini dilakukan dalam 2 tahap yaitu : (1). Seleksi bakteri probiotik yang mampu meningkatkan sistem imun udang (2). Uji kerentanan udang yang diberi bakteri probiotik terpilih terhadap infeksi patogen. Menggunakan metode pengukuran untuk parameter imun yaitu total hemosit count, differensial hemosit count, aktifitas phagositosis dan aktifitas phenoloksidase serta pengamatan kelangsungan hidup. Desain penelitian ini merupakan model eksperimen laboratorium dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari 2 tahap, tahap 1 dengan tujuh perlakuan menggunakan bakteri probiotik Vibrio alginolyticus 13G1, V. alginolyticus SKT-b, Vibrio sp. 8A, Vibrio sp. 13B, Pseudoalteromonas 1Ub, Bacillus sp. dan larutan fisiologis untuk kontrol. Penelitian tahap 2 dengan empat perlakuan menggunakan tiga bakteri probiotik terbaik hasil seleksi tahap 1 dan larutan fisiologis dan diuji tantang dengan bakteri Vibrio harveyi. Tiap perlakuan diulang 3 kali. Parameter yang diamati dianalisa keragamannya dengan ANOVA dan untuk mengetahui pengaruh perlakuan dilakukan uji lanjut-Duncan menggunakan alat bantu SPSS. Pada penelitian pertama yaitu seleksi isolat bakteri probiotik yang mampu meningkatkan sistem imun menunjukkan bahwa total hemosit yang dihitung memperlihatkan perbedaan yang nyata (p<0,05) diantara perlakuan. Bakteri probiotik Vibrio alginolyticus 13G1, Vibrio sp. 8A dan V. alginolyticus SKT-b secara signifikan memperlihatkan peningkatan pada total hemosit dari bakteri

lainnya dan kontrol. Ini menunjukkan bahwa bakteri-bakteri probiotik tersebut mampu berperan dalam menstimulasi respon imun udang. Nilai Aktifitas phagositosis berkisar pada 9-24%, Penelitian ini menunjukkan udang yang diberi bakteri probiotik V. alginolyticus 13G1, V. alginolyticus SKT-b dan Vibrio sp. 8A memperlihatkan adanya peningkatan yang signifikan (p<0,05) dari bakteri lainnya terhadap kontrol. Aktifitas phenoloksidase pada udang yang diberi bakteri probiotik V. alginolyticus SKT-b, Vibrio sp. 8A dan Pseudoalteromanas 1ub secara nyata lebih tinggi dari probiotik lainnya dan kontrol, ini menunjukkan bahwa ketiga bakteri probiotik tersebut mampu menstimulasi hemosit udang hingga terbentuknya aktifitas phenoloksidase. Pada penelitian pertama ini bakteri probiotik V. alginolyticus 13G1, Vibrio sp. 8A dan V. alginolyticus SKT-b menunjukkan imunostimulasi yang lebih baik dari bakteri probiotik yang lain berdasarkan nilai total hemosit, aktivitas phagositosis dan aktifitas phenoloksidase, sehingga ketiga bakteri ini digunakan pada penelitian selanjutnya. Pada penelitian kedua yaitu uji kerentanan udang yang diberi bakteri probiotik terpilih terhadap infeksi patogen menunjukkan bahwa total hemosit pada udang uji sebelum diuji tantang memperlihatkan peningkatan pada udang yang diberi bakteri probiotik dan menurun setelah diuji tantang. Persentase sel hialin berkisar antara 31-81%. Persentase sel hialin memperlihatkan perbedaan yang nyata pada hari ke-0 sebelum uji tantang, dimana udang yang diberi bakteri probiotik V. alginolyticus 13G1 lebih tinggi dari kontrol. Persentase sel semi granular berkisar pada 13-49%. Setelah uji tantang terdapat perbedaan yang nyata pada hari ke-2 dimana bakteri probiotik V. alginolyticus SKT-b lebih tinggi (p<0,05) dari bakteri probiotik lainnya dan kontrol. Persentase sel granular secara nyata berbeda diantara perlakuan. Pada hari ke-0 persentase sel granular secara nyata lebih tinggi pada udang yang diberi bakteri probiotik V. alginolyticus SKT-b. Setelah uji tantang perbedaan sel granular terdeteksi pada hari ke-2, 4 dan ke-6 dimana semua udang yang diberi bakteri probiotik lebih tinggi (p<0,05) dari kontrol. Nilai aktifitas phenoloksidase berkisar pada 0,08-0,74 unit. Sebelum uji tantang terdapat perbedan yang nyata pada aktifitas phenoloksidase untuk semua bakteri probiotik dan lebih tinggi dari kontrol. Peningkatan aktifitas phenoloksidase sebelum uji tantang menunjukkan bahwa bakteri probiotik mampu menstimulasi sistem imun udang sehingga ketika diuji tantang udang dapat bertahan dari infeksi oleh V. harveyi. Aktifitas phagositosis memperlihatkan perbedaan yang nyata diantara udang yang diberi probiotik terhadap kontrol sebelum dan sesudah diuji tantang. Aktifitas phagositosis pada udang yang diberi bakteri probiotik menurun dengan meningkatnya hari eksperimen. Walaupun terjadi penurunan aktifitas phagositosis tetapi masih lebih tinggi dari kontrol. Hasil Pengujian terhadap tingkat kelangsungan hidup udang uji hingga akhir penelitian adalah 93,3% untuk udang yang diberi bakteri probiotik V.alginolyticus 13G1, 91,1% bakteri probiotik Vibrio sp. 8A, 91,1% bakteri probiotik V. alginolyticus SKT-b dan 46,7% untuk kontrol. Kata Kunci: probiotik, L. vannamei, V. harveyi, immunologi

Hak Cipta milik IPB, tahun 2009 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

SELEKSI BAKTERI PROBIOTIK SEBAGAI STIMULATOR SISTEM IMUN PADA UDANG VANAME Litopenaeus vannamei

DIANA YULANDA SYAHAILATUA

Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Perairan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Eddy Supriyono, M.Sc

Judul Tesis : Seleksi Bakteri Probiotik sebagai Stimulator Sistem Imun pada Udang Vaname Litopenaeus vannamei Nama : Diana Yulanda Syahailatua NRP : C151060141

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Sukenda, M.Sc Ketua

Dr. Dinamella Wahjuningrum,S.Si. M.Si Anggota

Dr.Ir. Widanarni, M.Si Anggota

Diketahui Ketua Program Studi Ilmu Perairan Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr.Ir. Enang Harris, M.S

Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S

Tanggal Ujian : 16 Pebruari 2009

Tanggal Lulus :

PRAKATA
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan tesis yang berjudul Seleksi Bakteri Probiotik sebagai Stimulator Sistem Imun pada Udang Vaname Litopenaeus vannamei. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada komisi pembimbing yaitu Bapak Dr. Ir. Sukenda, M.Sc, Dr. Dinamella Wahjuningrum, S.Si. M.Si dan Dr. Ir. Widanarni, M.Si yang telah membimbing dan memberi pengarahan dalam penyusunan proposal, penelitian dan penulisan tesis ini, Bapak Dr. Ir. Eddy Supriyono M.Sc sebagai penguji yang telah banyak memberikan saran untuk melengkapi tulisan ini. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada suami dan anak-anak tercinta atas doa dan kasih sayang yang tulus, kakak-kakakku tercinta atas bantuan doa dan material yang diberikan, Nona dan Ola yang setia menemani dalam suka dan duka, Beni, Dani, Waran, Usman, Rudi atas motivasi yang diberikan, Pak Ranta yang selalu menolong selama di Lab Kesehatan Ikan, Catur, Yudiana dan Hidayat serta rekan-rekan mahasiswa program studi Ilmu Perairan, Sekolah Pasca Sarjana IPB angkatan 2006 atas kekompakan dan kerjasama yang baik. Dalam penyusunan tesis ini penulis menyadari masih banyak kekurangan yang perlu dilengkapi sehingga segala saran untuk perbaikan akan sangat dihargai demi kesempurnaan tesis ini. Penulis berharap agar hasil penelitian ini dapat bermanfaat.

Bogor,

Pebruari 2009

Diana Yulanda Syahailatua

10

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Tual, Maluku Tenggara pada tanggal 25 Juni 1972 sebagai anak bungsu dari tujuh bersaudara dari pasangan Bapak J. Syahailatua () dan Ibu E. Syahailatua/Rahakbauw (). Penulis menikah dengan Markus Lamberth Edison Retraubun. Tahun 1991 Penulis diterima di Universitas Pattimura Ambon lewat seleksi PMDK dan memilih Program Studi Majamenen Sumberdaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, lulus pada tahun 1997. Tahun 2001 mulai bekerja sebagai staf dosen di Program Studi Budidaya Perairan, Akademi Larvul Ngabal Tual yang pada tahun 2005 berubah status menjadi Politeknik Perikanan Negeri Tual. Pada tahun 2006 penulis diterima di Program Studi Ilmu Perairan, Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor dengan beasiswa dari Dirjen Dikti.

11

DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL.......................................................................................... DAFTAR GAMBAR...................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................. I PENDAHULUAN................................................................................. 1.1 Latar Belakang ............................................................................. 1.2 Tujuan ......................................................................................... II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................ 2.1 Sistem Pertahanan Tubuh Udang.................................................. 2.2 Bakteri Probiotik pada Udang Budidaya....................................... 2.3 Probiotik untuk Imunostimulasi Sistem Imun Udang................... III METODE PENELITIAN...................................................................... 3.1 Waktu dan Tempat........................................................................ 3.2 Pelaksanaan Penelitian.................................................................. 3.2.1 Seleksi Bakteri Probiotik yang Mampu Meningkatkan ..... Sistem Imun......................................................................... 3.2.2 Uji Kerentanan Udang yang diberi Bakteri Probiotik Terpilih terhadap Infeksi Patogen ...................................... 3.3 Pengukuran Parameter.................................................................. 3.3.1 Sistem Imun........................................................................ 3.3.2 Kelangsungan Hidup.......................................................... 3.3.3 Analisis Statistik.................................................................. IV HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................. 4.1 Seleksi Bakteri Probiotik yang Mampu Meningkatkan Sistem.... Imun ............................................................................................ 4.2 Uji Kerentanan Udang yang diberi Bakteri Probiotik Terpilih.... terhadap Infeksi Patogen............................................................... 4.2.1 Total Hemosit..................................................................... 4.2.2 Diferensial Hemosit............................................................ 4.2.3 Aktifitas Phenoloksidase................................................ 4.2.4 Aktifitas Phagositosis..................................................... 4.3 Kelangsungan Hidup..................................................................... V KESIMPULAN DAN SARAN........................................................... 5.1 Kesimpulan ...... 5.2 Saran ............................................................................................ DAFTAR PUSTAKA ... LAMPIRAN...... xiii xiv xv 1 1 3 4 4 8 11 13 13 13 13 14 15 15 17 17 18 18 21 21 23 25 26 28 29 29 29 30 35

12

DAFTAR TABEL
Halaman 1. Nama-nama bakteri probiotik, penemu dan asal bakteri.... 2. Nilai parameter imun pada udang L. vannamei...................................... 9 18

13

DAFTAR GAMBAR
Halaman 1. Mekanisme sistim pertahanan pada krustasea....................................... 2. Skema pengujian kerentanan udang yang diberi bakteri probiotik terpilih terhadap infeksi pathogen.. 3. Total hemosit pada udang L. vannamei................................................. 4. Differensial hemosit pada udang L. vannamei..................................... 5. Aktifitas phenoloksidase pada udang L. vannamei............................... 6. Aktifitas phagositosis pada udang L. vannamei.................................... 7. Kelangsungan hidup udang L. vannamei.............................................. 14 21 23 25 26 28 6

14

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman 1. Nilai Parameter Imun pada udang L. vannamei..................................... 2. Total hemosit udang L. vannamei sebelum dan setelah diuji tantang dengan V. harveyi pada hari ke-0, 2, 4 dan 6........................... 3. Sel hialin udang L. vannamei sebelum dan setelah diuji tantang dengan V. harveyi pada hari ke-0, 2, 4 dan 6......................................... 4. Sel semi granular udang L. vannamei sebelum dan setelah diuji tantang dengan V. harveyi pada hari ke-0, 2, 4 dan 6............................ 5. Sel granular udang L. vannamei sebelum dan setelah diuji tantang dengan V. harveyi pada hari ke-0, 2, 4 dan 6............................ 6. Aktifitas phenoloksidase udang L. vannamei sebelum dan setelah diuji tantang dengan V. harveyi pada hari ke-0, 2, 4 dan 6.................... 7. Aktifitas phagositosis udang L. vannamei sebelum dan setelah diuji tantang dengan V. harveyi pada hari ke-0, 2, 4 dan 6............................... 8. Kelangsungan hidup udang L. vannamei setelah diuji tantang dengan V. harveyi................................................................................... 42 41 40 39 38 37 36 35

15

I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Dalam usaha menunjang peningkatan devisa non migas melalui peningkatan ekspor hasil perikanan, pemerintah telah menetapkan udang sebagai salah satu komoditas andalan utama untuk ekspor. Salah satu kendala yang dihadapi adalah terjadinya penyakit pada tempat-tempat budidaya. Penyakit pada udang dapat disebabkan oleh virus seperti : White spote syndrome virus (WSSV), Monodon baculovirus virus (MBV), Yellow head virus (YHV) atau bakteri seperti Vibrio alginolyticus, V.damsela, V. harveyi dan V. parahaemolyticus. Diantara salah satu strategi pengendalian penyakit pada budidaya perikanan yang banyak dilakukan dan memberikan hasil yang baik adalah melalui kontrol biologis, salah satunya dengan aplikasi probiotik (Austin and Austin 1999; Irianto 2003). Rengpipet et al. (1998) menyatakan bahwa penggunaan probiotik secara luas untuk meningkatkan produksi telah memberikan hasil yang lebih baik, murah dan efektif dalam meningkatkan kesehatan ikan. Kajian mengenai bakteri probiotik sudah cukup banyak dilakukan. Tjahjadi et al. (1994), Widanarni et al. (2003) dan Muliani et al. (2003) memperoleh beberapa isolat bakteri dari tambak dan air laut yang mampu menekan serangan bakteri V. harveyi penyebab penyakit vibriosis pada udang sehingga kelangsungan hidup meningkat. Rengpipet et al. (2000) menemukan bahwa penggunaan bakteri Bacillus sp. sebagai probiotik mampu mengoptimalkan pertumbuhan, efisiensi pakan dan ketahanan udang terhadap bakteri patogen. Pengendalian penyakit pada udang vaname juga dapat dilakukan dengan menggunakan bahan-bahan imunostimulan. Beberapa bahan yang berasal dari dinding sel bakteri dan jamur telah digunakan sebagai imunostimulan pada udang, seperti -glukan, lipopolisakarida dan peptidoglikan (Wen et al. 2005), ketiganya memiliki kemampuan meningkatkan sistem imun udang (Sakai 1999; Irianto 2003). Dalam penggunaannya imunostimulan tidak memperlihatkan efek samping yang negatif sebagaimana yang terjadi pada penggunaan antibiotik terhadap lingkungan dan konsumen. Penggunaan antibiotik pada dosis rendah dalam kurun

16

waktu yang lama dapat meninggalkan residu yang membahayakan konsumen dan menciptakan resistensi patogen terhadap antibiotik (Goarant et al. 2006). Imunostimulan mengaktifkan mekanisme pertahanan non spesifik, cell mediated immunity dan respons imun spesifik. Selain itu imunostimulan meningkatkan daya tahan terhadap penyakit infeksi, dengan meningkatkan mekanisme pertahanan non spesifik (Sakai 1999). Pemanfaatan beberapa bakteri dari tambak, air laut dan tubuh organisme sebagai probiotik telah dilakukan dan mampu menunjukkan pengaruh positif terhadap pertumbuhan dan kesehatan ikan dan udang. Probiotik dapat menguntungkan dan dapat berperan secara baik berdasarkan mekanisme aksi probiotik yaitu produksi senyawa inhibitor, kompetisi terhadap senyawa kimia atau sumber energi, kompetisi terhadap tempat pelekatan, peningkatan sistem imun, perbaikan kualitas air dan interaksi dengan fitoplankton (Verschure et al. 2000). Penelitian bakteri probiotik berdasarkan pada prinsip kompetisi telah banyak dilakukan. Kebanyakan peneliti mengisolasi strain probiotik tersebut dari air budidaya udang, usus jenis penaied yang berbeda dan hepatopankreas udang sebagai probiotik. Beberapa bakteri yang telah berhasil digunakan sebagai probiotik antara lain: genus dari Vibrio (Gullian et al 2004), Bacillus spp. (Moriarty 1998; Rengpipat et al. 1998) dan Thalassobacter utilis (Maeda and Liao 1992). Bakteri-bakteri tersebut bekerja dan berkompetisi dengan bakteri patogen pada udang. Imunostimulasi merupakan strategi alternatif untuk mengsiagakan atau menyiapkan sistem pertahanan (imun) udang sehingga meningkatkan resistensi udang melawan bakteri patogen (Rodriguez and Lee Moullac 2000). Sistem imun udang meliputi reaksi selular dan humoral yang terkait dengan hemolim udang. Beberapa parameter imun yang berhubungan dengan hemolim seperti perhitungan total hemosit (THC), differensial hemosit (DHC), aktifitas phagositosis (AP) dan aktifitas phenoloksidase (PO) telah digunakan untuk evaluasi pengaruh imunostimulator dari probiotik pada udang (Rengpipet et al. 1998; 2000; GomezGil et al. 2000; Gullian et al. 2004; Li et al. 2008). Kerentanan udang terhadap

17

infeksi

patogenik

dan

oportunistik

dipengaruhi

kuat

oleh

kemampuan

imunostimulasinya. Penggunaan bakteri probiotik berdasarkan pada mekanisme kompetisi dan perannya sebagai imunostimulasi sistem imun merupakan dua metode pencegahan yang dikembangkan dalam melawan penyakit selama beberapa tahun terakhir ini (Fuller 1992). Tiga isolat bakteri probiotik yaitu: Pseudoalteromonas 1Ub (Tepu 2006), V. alginolyticus SKT-b (Widanarni et al. 2003) dan Bacillus sp. telah diuji mampu menghambat pertumbuhan V. harveyi secara in vitro dan dapat meningkatkan kelangsungan hidup larva udang pada uji in vivo. Bakteri probiotik V. alginolyticus 13G1, Vibrio sp.13B dan Vibrio sp. 8A diketahui mampu menghambat pertumbuhan V. harveyi pada larva udang (Sasanti 2007). Namun belum diketahui kemampuan imunostimulasi dari bakteri-bakteri tersebut, sehingga penelitian ini perlu dilakukan untuk mengkaji kemampuan imunostimulasinya. 1.2. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menapis isolat bakteri probiotik yang memiliki sifat imunostimulasi pada sistem imun udang dan memproteksi terhadap infeksi patogen pada udang vaname (Litopenaeus vannamei).

18

II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sistem Pertahanan Tubuh Udang Mekanisme pertahanan pada krustasea sebagian besar bergantung pada selsel darah dan proses hemolim. Darah udang tidak mengandung haemoglobin, sehingga darahnya tidak berwarna merah. Peran haemoglobin digantikan oleh haemosianin yaitu suatu protein mengandung Cu yang berfungsi untuk transport oksigen dan sebagai buffer dalam darah krustasea (Maynard 1960). Hemosit memainkan peranan penting pada pertahanan tubuh krustasea yaitu dapat menghilangkan partikel asing yang masuk ke tubuh udang, meliputi tahaptahap pengenalan, fagositosis, melanisasi, sitotoksis dan komunikasi sel (Johansson et al. 2000). Pada krustasea dekapoda ada tiga tipe sirkulasi hemosit. Tipe ini didasarkan pada keberadaan sitoplasma granula yaitu hialin, semi granular (setengah berisi butir kecil) dan sel granular (berisi butir kecil) masing-masing memiliki morfologi dan fisiologi tertentu. Hialin berukuran 6-13 m merupakan sel dengan perbandingan inti lebih tinggi dari sitoplasma dan memiliki sedikit granul submikron. Semi granular berukuran 10-20 m merupakan sel dengan perbandingan inti lebih rendah dari sitoplasma dan memiliki granul sub mikron dan mikron serta adanya granul refractile. Semi granular memperlihatkan kapasitas mengenali dan merespons partikel unsur atau molekul asing (Ramu and Zacharia 2000) atau dikenal sebagai sel aktif dalam enkapsulasi (Johansson et al. 2000). Granul berukuran 12-25 m merupakan sel dengan perbandingan inti lebih rendah dari sitoplasma berisi butiran halus dan bertanggung jawab mengaktifkan sistem prophenoloksidase (sistem proPO) (Ramu and Zakaria 2000). Sel semi granular dan granular melakukan fungsi sistem proPO sedangkan sel hialin melakukan fagositosis dalam imunitas krustasea (Wang and Chen 2006). Udang penaeid memiliki pertahanan internal terhadap patogen seperti virus, bakteri, fungi dan metazoa (Sindermann 1990). Menurut Ramu and Zacharia (2000), mekanisme pertahanan krustasea bersifat non spesifik atau kurang bisa mengembangkan sistem kekebalan spesifik dimana memorinya sangat lemah (tidak memiliki sel memori), dibandingkan vertebrata tingkat tinggi lainnya yang

19

mempunyai antibodi spesifik atau komplemen. Soderhall and Cerenius (1992) menyatakan bahwa invertebrata seperti udang tidak mempunyai immunoglobulin yang berperan dalam mekanisme kekebalan tubuh. Udang memiliki respons imunitas yang meliputi respons seluler dan humoral yang bersifat nonspesifik (Mori 1990; Johansson and Soderhall 1985; Itami et al. 1994). Sistem pertahanan selular meliputi fagosit sel-sel hemosit, nodulasi dan enkapsulasi. Sistem pertahanan humoral mencakup phenoloksidase (PO), prophenoloksidase (proPO), letin, dan aglutinin. Kedua sistem ini bekerja sama memberikan perlindungan tubuh terhadap infeksi organisme patogen dari lingkungan (Itami 1994). Menurut Johansson and Soderhall (1989); Liu et al. (2004), PO terdapat dalam hemolim sebagai inaktif pro-enzim yang disebut proPO proPO adalah non-self recognation sistem yang terdapat pada arthropoda dan invertebrata lain. Transformasi proPO menjadi PO melibatkan beberapa reaksi yang dikenal sebagai proPO aktivating sistem. Prophenoloksidase (proPO) dan phenoloksidase dilibatkan dalam enkapsulasi, melanisasi dan berfungsi sebagai sistem non self regonition. proPO diaktifkan oleh prophenoloksidase activating enzim (PPA). Sedangkan PPA ini bisa diaktifkan oleh lipopolisakarida seperti -1,3 glukan, lipopolisakarida atau peptidoglikan dari mikroorganisme melalui pola pengenalan protein. PPA merupakan protein yang berlokasi di granulosit. Akibat pengaktifan proPO menjadi PO maka dihasilkan protein faktor opsonin yang merangsang fagositosis hialosit (Johansson and Soderhall 1989). Udang apabila mengalami luka maka akan muncul suatu titik berpigmen hitam. Hal ini disebabkan karena kerja phenoloksidase (PO), yang mendukung hidroksilasi phenol dan oksidasi 0-phenol menjadi quinones yang diperlukan untuk proses melanisasi sebagai respon terhadap penyerang asing dan selama proses penyembuhan. Quinone selanjutnya diubah melalui suatu reaksi non-enzimatik menjadi melanin dan sering disebut deposit pada benda yang dienkapsulasi dalam nodule hemosit dan pada daerah kulit yang terinfeksi jamur. (Sritunyalucksana et al 2001). Skema mekanisme bagaimana faktor-faktor pada sistem pertahanan udang berperan penting dalam respon terhadap partikel non self dapat dilihat pada Gambar 1. Pada gambar ini terlihat bahwa hemosit yang bersirkulasi memainkan peranan penting tidak hanya

20

secara langsung menghambat dan membunuh agen infeksi tetapi juga melalui sintesis dan eksositosis sejumlah molekul bioaktif yang aktif.

-1,3 Glukan Peptidoglikan Live Bacteria Bacterial antigen

-1,3 Glukan binding protein (GBP)

Semigranular haemocyte

granular haemocyte

Hialinocyte

Degranulation Inactive serine protease (proppa) Prophenoloksidase (proPO) peroxinectin Phagositosis

Aktive serine protease (ppa)

Antiacterial peptides Phenoloksidase (PO)

Degranulation

Cell adhesion Release of reactive Phenolic coumpount Opsonosation Quinones Melanios Encapsulation

Gambar 1 Mekanisme sistem pertahanan pada krustasea (Smith et al. 2003)

21

Terdapat dua tipe pengenalan protein dalam plasma udang, yaitu LPSbinding aglutinin berperan sebagai opsonin untuk meningkatkan indeks fagositosis dan -glukan binding protein yang dapat merangsang degranulasi dan aktivasi dari sistem prophenoloksidase (Soderhall et al. 1988). Aglutinin/Lektin adalah protein yang biasanya tanpa aktivasi katalitik yang mempunyai kemampuan mengikat spesifik karbohidrat yang terdapat pada permukaan sel serta melakukan aglunitasi berbagai tipe sel seperti sel bakteri dan sel patogen lainnya. Lektin adalah bivalent (molekul yang mempunyai paling sedikit dua spesifik binding site), sehingga dapat mengikat sel dan reaksi aglutinasi terjadi. Lektin terdapat pada hampir semua organisme hidup. Secara normal aglutinin tidak meningkatkan aglutinasi haemosit, tetapi jika aglutinin bereaksi dengan LPS yang mengandung partikel, protein ini mampu bereaksi dengan permukaan hemosit dan meningkatkan aktifitas proPO sistem (Marques and Barracco 2000). Meningkatnya pertahanan tubuh dapat diketahui dengan meningkatnya aktifitas sel-sel fagosit dari hemosit. Sel-sel fagosit ini berfungsi untuk melakukan fagositosis terhadap benda asing yang masuk ke dalam tubuh inang. Fagositosis merupakan mekanisme pertahanan non spesifik yang secara umum mampu melindungi adanya serangan penyakit. Hemosit dikenal sebagai faktor yang sangat penting dalam sistem pertahanan seluler yang bersifat non spesifik. Untuk mengetahui bahwa hemosit merupakan pertahanan tubuh yang bersifat seluler dapat dilihat dari kemampuannya dalam aktifitas fagositosis yang dapat meningkat pada kejadian infeksi. Dengan adanya infeksi akan merangsang sistem pertahanan non spesifik seluler sehingga diharapkan dapat menangkal serangan penyakit (Fountain et al. 1974). Fagositosis merupakan reaksi yang paling umum dalam pertahanan seluler. Jumlah sel fagositik bervariasi dari 2 28% dari jumlah total sel darah. Fagosit dapat terjadi pada luka, didalam organ penyaringan, jaringan sistem peredaran dan dalam cairan tubuh. Kemampuan fagosit dalam membinasakan serangan mikroba bervariasi tergantung pada jenis mikroorganisme. Selama proses fagositosis, partikel atau mikroorganisme dimasukkan ke dalam sel yang kemudian sel membetuk digestive vacuola yang disebut fagosome. (Le Moullac et al. 1997).

22

Eliminasi partikel yang difagosit melibatkan enzim pengurai yang dilepaskan ke dalam fagosom dan pembentukan ROI (Reaktive Oxygen Intermediate) yang dikenal sebagai respirotory burst. ROI pertama yang dihasilkan adalah superoxide anion (O2-). Reaksi berikutnya menghasilkan hydrosuperoxide (H2O2), hydroxyl radicals (OH-) dan singlet oksigen (O-). Hydrosuperoxide dapat diubah menjadi hypochlorous acid (HOCl-) melalui myeloperoxide sistem membentuk sistim antibakterial potensial (Munoz et al. 2000). 2.2 Bakteri Probiotik Pada Udang Budidaya Berdasarkan Fuller (1992) probiotik adalah mikrob hidup yang ditambahkan ke dalam pakan yang dapat memberikan pengaruh menguntungkan bagi hewan inang dengan memperbaiki keseimbangan mikrob ususnya. Tetapi bagi hewanhewan akuatik selain saluran pencernaan, air di sekelilingnya juga memegang peranan penting. Gomez-Gill et al. (2000) menyatakan bahwa mikrob yang ada di saluran pencernaan merupakan refleksi mikrob di lingkungan akuatik. Dengan demikian probiotik untuk hewan akuatik adalah agen mikrob hidup yang memberikan pengaruh menguntungkan pada inang dengan memodifikasi komunitas mikrob atau berasosiasi dengan inang, menjamin perbaikan dalam penggunaan pakan atau memperbaiki nutrisinya, memperbaiki respon inang terhadap penyakit atau memperbaiki kualitas lingkungannya (Verschuere et al. 2000). Penggunaan bakteri probiotik sebagai biokontrol terhadap V. harveyi telah banyak dilakukan (Chythanya and Karunasagar 2002; Gullian et al. 2004; Vijayan et al. 2006). Bakteri yang digunakan sebagai biokontrol dapat diisolasi dari perairan laut di sekitar tambak atau pembenihan udang (Haryanti et al. 2000), lumpur dan air tambak (Rengpipat et al. 1998), air pemeliharaan larva (Chosa et al. 1997; Li et al. 2006) dan dari usus penaeid yang berbeda (Rengpipat et al. 2000). Menurut Verschuere et al. (2000) probiotik dapat diaplikasikan di lapangan dengan cara : (1) ditambahkan pada pakan buatan; (2) ditambahkan pada media kultur; (3) perendaman; (4) diberikan melalui pakan hidup.

23

Verschuere et al. (2000), menyatakan bahwa mekanisme kerja probiotik dapat dibagi menjadi beberapa cara yaitu: (1) memproduksi senyawa inhibitor seperti antibiotik, bacteriocins, siderophores, lysozyme, protease, hidrogen peroksida ataupun asam organik yang dapat merubah pH : (2) kompetisi terhadap senyawa kimia atau sumber energi (nutrisi), seperti besi ataupun nutrien yang diambil dari inang; (3) kompetisi terhadap tempat pelekatan pada tubuh inang; (4) meningkatkan respon imun (kekebalan) pada inang; (5) memperbaiki kualitas air (6) interaksi dengan fitoplankton. Probiotik harus memiliki sifat-sifat tertentu yang meliputi: (1) harus tidak merugikan inang yang diinginkan (2) harus diterima oleh inang, misalnya melalui ingesti dan kolonisasi potensial dan replikasi di dalam inang (3) harus mencapai lokasi dimana pengaruh diperlukan terjadi (4) harus secara aktual bekerja secara in vivo jika bertentangan dengan penemuan secara in vitro (5) harus mengandung gen-gen resisten virulen atau gen-gen resisten antibiotika. Bakteri probiotik yang digunakan dalam penelitian ini merupakan bakteri probiotik yang telah diteliti memiliki kemampuan dalam hal competisi exclusion, yaitu : (1) Vibrio alginolyticus 13G1 2) V. alginolyticus SKT-b (3) Vibrio sp.13B (4) Vibrio sp. 8A (5) Pseudoalteromonas 1ub (6) Bacillus sp. Tabel 2 Nama- nama bakteri probiotik, penemu dan asal bakteri No Bakteri Probiotik Penemu Asal Bakteri 1. 2. 3. 4. 5. 6. V. alginolyticus SKT-b Pseudoalteromonas 1ub Vibrio alginolyticus 13G1 Vibrio sp.13B Vibrio sp. 8A Bacillus sp. Sasanti (2007) Widanarni et al. (2003) Tepu (2006) Hasil isolasi dari skeletonema Hasil isolasi dari naupli udang vaname Hasil isolasi dari Terumbu karang Poecillophora sp. dan Acropora sp. Hasil isolasi dari air tambak budidaya udang vaname

24

Vibrio alginolyticus SKT-b merupakan bakteri dari genus vibrio bersifat gram negatif, bentuk batang pendek, kuning pada media TCBS, menyebar pada media SWC-agar. Mampu produksi protease dan amilase, tidak chitinase. Dapat memanfaatkan glukosa dan sukrosa tidak laktosa. Dapat meningkatkan kelangsungan hidup larva udang windu sebesar 93%, sensitif terhadap antibiotik rimpafisin dan dapat diaplikasikan pada larva udang windu melalui pengkayaan Artemia. Hasil karakterisasi fisiologi dan biokimia serta analisis sekuen sebagian gen 16S-rRNA menunjukkan bahwa isolat ini termasuk spesies Vibrio alginoliticus dengan indeks kemiripan 88% (Widanarni 2003). Pseudoalteromonas Iub merupakan bakteri gram negatif, bentuk batang, non-endospora, motil, aerobik, mesofilik. Di alam berasosiasi dengan spora alga, larva invertebrata, bakteri dan fungi. Berwarna orange cerah pada media SWCagar, tidak tumbuh pada media TCBS sehingga termasuk bakteri non vibrio dapat menekan aktivitas Vibrio harveyi pada uji in-vitro dan in-vivo (Tepu 2006). Bakteri probiotik Pseudoalteromonas Iub juga sensitif terhadap antibiotik rimpafisin (Ayuzar 2007). Vibrio alginolyticus 13G1 diisolasi dari Poecilopora sp. berwarna krem dan menyebar pada media swc-agar, bentuk koloni bulat. Pada media selektif TCBS isolat V. alginolyticus 13G1 dapat tumbuh dan berwarna kuning, tidak berpendar sehingga isolat ini termasuk kelompok vibrio non patogen, sensitif terhadap antibiotik rimpafisin. Mampu menghambat pertumbuhan V. harveyi secara in vitro. Pengujian secara in vivo mampu meningkatkan kelangsungan hidup larva udang windu sebesar 88,33%. Hasil karakterisasi fisiologi dan biokimia serta analisis sekuen sebagian gen 16S-rRNA menunjukkan bahwa isolat ini termasuk spesies V. alginolyticus dengan indeks kemiripan 99,495%. Vibrio sp. 13B diisolasi dari Poecilophora sp. berwarna krem putih kekuningan dan menyebar pada media swc-agar, bentuk koloni bulat. Pada media selektif TCBS isolat tumbuh dan berwarna kuning, tidak berpendar sehingga isolat ini termasuk kelompok vibrio non patogen, sensitif terhadap antibiotik rimpafisin. Mampu menghambat pertumbuhan V. harveyi secara in vitro dan secara in vivo bakteri probiotik Vibrio 13B dapat meningkatkan kelangsungan hidup larva udang windu sebesar 85% (Sasanti 2007).

25

Vibrio sp. 8A diisolasi dari Acropora sp. Berwarna putih kekuningan dan menyebar pada media swc, koloni bulat kecil. Pada media selektif TCBS isolat dapat tumbuh dan berwarna kuning, tidak berpendar sehingga termasuk kelompok vibrio non patogen, sensitif terhadap antibiotik rimpafisin. Secara in vitro mampu menghambat pertumbuhan V. harveyi. Pengujian secara in vivo mampu meningkatkan kelangsungan hidup larva udang windu sebesar 83,33% (Sasanti 2007). 2.3 Probiotik untuk Imunostimulasi Sistem Imun Udang Pencegahan penyakit merupakan upaya alternatif untuk menanggulangi penyakit. Salah satu alternatif yang dapat digunakan yaitu dengan menggunakan imunostimulan untuk meningkatkan kekebalan tubuh. Pengertian imunostimulan menurut Raa et al. (1996) yaitu senyawa kimia yang mengaktivasi atau menstimulasi sistem imun pada hewan, sehingga menjadi tahan terhadap infeksi. Imunostimulan ini merupakan suatu senyawa biologi dan sintesis atau bahan lainnya seperti ekstrak agar, alga uniseluler, vaksin, -glukan, LPS dan vitamin A, B dan C dapat meningkatkan sistem kekebalan tubuh. Menurut Kwang (1996) sejauh ini pemberian imunostimulan tidak mempunyai efek samping dan sangat baik untuk diterapkan pada organisme yang tidak mempunyai sel memori dalam sistem kekebalannya, seperti golongan krustasea dengan merangsang atau memaksimalkan respon ketahanan non spesifiknya. Itami et al. (1996) mengatakan bahwa pemberian imunostimulan bisa mencegah infeksi dari Vibrio spp. karena bisa meningkatkan aktivitas fagositosis dan aktivitas proPO. Menurut Smith et al. (2003) kriteria pemilihan imunostimulan untuk udang yaitu : (1) biayanya murah (2) pemberian mudah (3) manjur (4) toksisitas bagi host rendah. Imunostimulan mendapat perhatian dan tuntutan lebih untuk keberhasilan dalam mendukung kelangsungan hidup krustasea terhadap eksperimen paparan mikroorganisme meliputi lima tipe utama yaitu (1) bakteri hidup (2) bakteri yang dimatikan (bakterin) (3) glukan (4) peptidoglikan (5) lipopolisakarida (LPS). Glukan, peptidoglikan dan lipopolisakarida berasal dari dinding sel bakteri non patogenik dan jamur. Bahan-bahan tersebut digunakan karena pengaruh bahan tersebut dalam meningkatkan sistem imun udang.

26

Senyawa imunostimulator biasanya diberikan melalui (1) perendaman (2) pakan tambahan dan (3) penyuntikan. Imunostimulasi merupakan strategi alternatif untuk mensiagakan atau menyiapkan sistem pertahanan (imun) udang sehingga meningkatkan resistensi melawan bakteri patogen. Imunostimulasi pada udang dapat dilakukan oleh peptidoglikan, lipopolisakarida dan -glukan dimana perlakuan dengan bahanbahan ini menyebabkan opsonin, mengikat molekul protein dan protein pertahanan lainnya yang dilepas ke dalam sirkulasi kemudian molekul ini tersedia dengan segera untuk melawan oportunistik atau serangan patogen (Rodriguez and Lee Moullac 2000). Pada ikan, probiotik dalam pakan memodulasi parameter-parameter sistem imun dan beberapa penelitian yang tersedia membuktikan stimulasi pertahanan imun di usus (Salinas et al. 2008). Peningkatan sistem imun terlihat pada gilthead seabream (Sparus aurata) ketika diberi probiotik Lactobacillus delbrueckii ssp. lactis dan Bacillus subtilis (Salinas et al. 2008). Pemberian probiotik juga memberikan pengaruh menguntungkan pada abalone. Macey dan Coyne (2005) menemukan bahwa penambahan probiotik SSI, SY9 dan AY1 yang diberikan dalam pakan memperlihatkan pengaruh imunostimulator oleh ketiga probiont tersebut pada abalone Haliotis midae sehingga kelangsungan hidupnya meningkat setelah diinfeksi dengan bakteri patogenik V. anguillarum. Stimulasi sistim imun pada udang menggunakan isolat probiotik juga telah dilaporkan oleh Rengpipet et al. (2000) bahwa P. monodon yang diberi pakan dengan penambahan bakteri probiotik Bacillus S11 telah secara signifikan memperbaiki tingkat kelangsungan hidup dan meningkatkan respons imun setelah ditantang dengan V. harveyi. Hal yang sama juga dilaporkan oleh Gullian et al. (2004) yang menemukan bahwa bakteri probiotik Bacillus P64 yang berasal dari hepatopankreas udang sehat memiliki kemampuan sebagai probiotik dan imunostimulasi pada udang vaname. Penelitian yang dilakukan oleh Li et al. (2008) memperlihatkan bahwa bakteri probiotik Arthrobacter XE-7 mampu melindungi udang L. vannamei melalui stimulasi ketahanan imun maupun pembentukan mekanisme competisi ecxlucion.

27

III METODE PENELITIAN


3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan selama 6 bulan mulai bulan April sampai September 2008. Udang yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari Tambak udang Pinang Gading, Bakauheni Lampung Selatan. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kesehatan Ikan, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor. 3.2 Pelaksanaan Penelitian Penelitian ini dilakukan dalam 2 tahap yaitu : (1). Seleksi isolat bakteri probiotik yang mampu meningkatkan sistem imun (2). Uji kerentanan udang yang diberi bakteri probiotik terpilih terhadap infeksi patogen. 3.2.1 (2) Seleksi Bakteri Probiotik yang Mampu Meningkatkan Sistem Imun Pada uji ini digunakan isolat bakteri probiotik (1) Vibrio alginolyticus 13G1 V. alginolyticus SKT-b (3) Vibrio sp.13B (4) Vibrio sp. 8A (5) Pseudoalteromonas 1ub (6) Bacillus sp. dan kontrol (larutan fisiologis). Udang yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 15 ekor ukuran 90,6 g untuk setiap perlakuan dengan 3 ulangan. Udang dipelihara didalam akuarium yang berisi air laut 40 l dan diberi pakan komersial selama periode penelitian sebanyak 5 kali sehari yaitu pada jam 06.00, 10.00, 14.00, 18.00 dan 21.00. Pengujian dilakukan dengan menyuntikkan bakteri probiotik pada udang setiap perlakuan dengan kepadatan 106 CFU/ekor. Sedangkan untuk perlakuan kontrol udang disuntik dengan larutan fisiologis. Pengambilan hemolim dilakukan pada saat 24 jam setelah pemberian bakteri probiotik kemudian dilakukan pengukuran parameter sistem imun untuk setiap perlakuan dan ulangan.

28

3.2.2

Uji Kerentanan Udang yang diberi Bakteri Probiotik terpilih terhadap Infeksi Patogen Pada percobaan kedua ini tiga isolat yang menunjukkan respon imun terbaik

digunakan. Udang yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 15 ekor ukuran 90,6 g untuk setiap perlakuan dengan 3 ulangan. Udang dipelihara didalam akuarium yang berisi air laut 40 l dan diberi pakan komersial selama periode penelitian sebanyak 5 kali sehari yaitu pada jam 06.00, 10.00, 14.00, 18.00 dan 21.00. Pengujian dilakukan dengan menyuntikkan tiga isolat bakteri probiotik hasil percobaan I sebanyak 106 CFU/ekor. Sedangkan untuk perlakuan kontrol udang disuntik dengan larutan fisiologis. Penyuntikkan dilakukan pada hari pertama dan pada hari kesepuluh diuji tantang dengan bakteri V. harveyi MR5399. Hemolim dari udang dikumpulkan setiap dua hari mulai pada hari kesepuluh hingga hari ke-16 dari setiap perlakuan dan ulangan dan pengukuran parameter sistem imun. THC, DHC, AP, PO Masa pemeliharaan 0 2 4 6

Pengambilan hemolim

10 SR

16 hari

- Bakteri probiotik - Larutan fisiologis (injeksi ke udang) Keterangan : THC : DHC : AP : PO : SR :

Uji tantang V. harveyi 106

total hemosit count differensial hemosit count aktifitas phagositosis aktifitas phenoloksidase kelangsungan hidup

Gambar 1. Skema pengujian kerentanan udang yang diberi bakteri probiotik terpilih terhadap infeksi patogen.

29

3.3 3.3.1

Pengukuran Parameter Sistem Imun Paramater imun yang diukur adalah Total Hemosit (THC), Differensial

Hemosit Count (DHC), Aktifitas Phenoloksidase (PO) dan Aktifitas Phagositosis (AP). a. Total Hemosit (THC) (Blaxhall dan Daishley 1973) Hemolim diambil sebanyak 0,1 ml dibagian pangkal kaki jalan ke 5 dengan syringe 1 ml yang sudah berisi antikoagulan Na-sitrat sebanyak 0,3 ml untuk mencegah terjadinya penggumpalan hemosit, kemudian dihomogenkan selama 5 menit. Tetesan pertama hemolim pada srynge dibuang, selanjutnya hemolim diteteskan ke haemositometer dan dihitung jumlah selnya per ml dibawah mikroskop cahaya dengan pembesaran 40 kali. Total hemosit count dihitung dengan menggunakan rumus:
1 X FP X 1000 volume kotak besar

Total Hemosit = rata rata sel terhitung X

Keterangan : FP = faktor pengenceran b. Diferensial Hemosit Count (DHC) (Martin dan Graves 1995) Hemolim yang telah diambil dari udang uji diteteskan pada gelas objek dan dibuat ulasan, kemudian dikeringkan di udara dan difiksasi dengan methanol 100% selama 5 menit. Setelah itu dikeringkan di udara kembali dan diwarnai dengan cara direndam dilarutan giemsa 10% selama 10 menit dikeringkan di udara, dicuci dalam air mengalir selama 30 detik dan dibiarkan kering. Preparat diamati menggunakan mikroskop cahaya dengan pembesaran 100 kali dan dibedakan menurut jenisnya yaitu sel hialin, semi granular dan granular. Persentase jenis sel hemosit dihitung dengan menggunakan rumus:

Persentase jenis sel hemosit % =

Jumlah tiap jenis sel hemosit X 100 Total hemosit

30

c. Aktifitas Phenoloksidase (PO) (Liu and Chen 2004)

Aktifitas

phenoloksidase

diukur

menggunakan

spektrofotometer.

Pengamatan dilakukan dengan melihat perekaman pembentukan dopachrome yang dihasilkan dari L-dihydroxyphenylalanine (L-DOPA) menggunakan metode yang dijelaskan oleh Liu and Chen (2004). Hemolim disentrifuse pada 700 x g pada 4 oC selama 20 menit. Cairan supernatant dibuang dan pellet dibilas, masukkan kedalam 1 ml cacodylate-citrate buffer (sodium cacodylate 0,01 M, sodium chloride 0,45 M, trisodium citrate 0,10 M, pH 7,0) kemudian disentrifuse ulang. Pellet ditambahkan dengan 200 l cacodylate buffer (sodium cacodylate 0,01 M, sodium chloride 0,45 M, calcium chloride 0,01 M, magnesium chloride 0,26 M, pH 7,0). Larutan kemudian dibagi dua. Larutan pertama sebanyak 100 l diinkubasi selama 10 menit pada 25 oC dengan 50 l trypsin (1 mg ml-1), sebagai elicitor. Kemudian tambahkan 50 l L-DOPA, dan 5 menit kemudian tambahkan 800 l cacodylate buffer. Larutan kedua sebanyak 100 l suspension sel ditambahkan dengan 50 l cacodylate buffer (untuk menggantikan trypsin) dan 50
l L-DOPA dan digunakan sebagai kontrol untuk background phenoloksidase

activity pada semua kondisi uji. Kerapatan optik pada 490 nm diukur menggunakan spektrofotometer.
d. Aktifitas Phagositosis (Anderson and Siwicki 1993)

Hemolim sebanyak 0,1 ml yang diambil dari udang uji dimasukkan kedalam mikroplate kemudian tambahkan 25 l bakteri Staphylococcus aureus (x106) sel/ml, campurkan secara merata dan diinkubasi selama 20 menit. Ambil hemolim sebanyak 5 l teteskan pada objek gelas dan dibuat preparat ulas lalu dikeringkan. Preparat difiksasi kedalam metanol 100% selama 5 menit dan diwarnai dengan larutan giemsa selama 15 menit. Aktivitas fagositik diukur berdasarkan persentase sel-sel fagosit yang melakukan fagositosis. Aktifitas fagositosis dihitung dengan menggunakan rumus:
Aktifitas phagositosis = jumlah sel fagosit yang melakukan phagositosis X 100% jumlah sel fagosit

31

3.3.2

Kelangsungan Hidup (Effendie 1997)


Tingkat kelangsungan hidup udang dihitung dengan menggunakan rumus :

SR =

Nt x100% No

Keterangan : SR = Tingkat kelangsungan Hidup Nt = Jumlah udang yang hidup pada akhir pengamatan (ekor) No = Jumlah udang pada awal pengamatan
3.3 Analisis Statistik

Desain percobaan ini merupakan model eksperimen laboratorium dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari: percobaan I : 7 perlakuan dan Percobaan II : 4 perlakuan dan menggunakan 3 ulangan untuk setiap perlakuan. Parameter yang diamati dianalisa keragamannya dengan ANOVA dan untuk mengetahui pengaruh perlakuan dilakukan uji lanjut-Duncan menggunakan alat bantu SPSS.

32

IV HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Seleksi isolat bakteri probiotik yang mampu meningkatkan sistem imun

Total hemosit yang dihitung memperlihatkan perbedaan yang nyata (p<0,05) diantara perlakuan. Nilai total hemosit berkisar pada 2,2-3,6 (x106) sel/ml. Bakteri probiotik Vibrio alginolyticus 13G1, Vibrio sp. 8A dan V. alginolyticus SKT-b secara signifikan memperlihatkan peningkatan pada total hemosit dari bakteri lainnya dan kontrol (Tabel 2).
Tabel 2 Nilai parameter imun pada udang L. vannamei
Parameter Imun Bakteri Probiotik THC (x106 sel/ml) 2,60,2
c

Hialin (%) 330,4 321,8 332,8 300,2 325,0 320,7 321,4

Semi Granular PO Granular (%) (OD 490 nm) (%) 341,5 343,3 333,4 371,1 346,4 330,8 366,0 331,9 354,7 354,6 331,0 344,8 361,5 325,0 0,310,02 0,380,05 0,410,05
c

AP (%) 240,5 161,2


d

V. alginolyticus 13G1 Psedoalteromonas 1ub Vibrio sp. 8A V. alginolyticus SKT-b Bacillus sp. Vibrio sp. 13B Kontrol

1,40,2 3,60,1
d c

d d e

b c c

201,2 212,0 161,6 141,5 92,1

2,90,1 2,20,2 2,20,2

0,510,02 0,240,04 0,240,03

b b a

b b

1,50,2a
b

0,170,01

Keterangan : THC : Total hemosit count PO : aktifitas phenoloksidase AP : aktifitas phagositosis Total hemosit dapat mempengaruhi kemampuan inang untuk bereaksi melawan bahan asing dan berbagai respons terhadap infeksi (Johansson et al. 2002). Total hemosit yang rendah sangat mempengaruhi kerentanan udang terhadap patogen (Lee Moullac et al.1998), sehingga total hemosit yang meningkat dapat meningkatkan status kesehatan organisme tersebut karena

33

dengan peningkatan hemosit berarti meningkatkan peluang terbentuknya sel-sel fagositik yang sangat berperan dalam mengendalikan serangan mikroorganisme. Peningkatan total hemosit setelah diberi bakteri probiotik dalam penelitian ini menunjukkan bahwa bakteri-bakteri probiotik tersebut mampu berperan dalam menstimulasi respons imun udang dibandingkan dengan kontrol. Li et al. (2008) menunjukkan bahwa bakteri probiotik Arthrobacter XE-7 meningkatkan total hemosit udang L. vannamei dibandingkan kontrol sebelum diuji tantang. Differensial hemosit tidak memperlihatkan perbedaan yang nyata (p>0,05) untuk semua perlakuan. Persentase sel hialin berkisar pada 30-33%. Sedangkan persentase sel semi granular berkisar pada 33-37% dan persentase sel granular berkisar pada 32-36% (Tabel 2). Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengetahui sistem imun berdasarkan pada differensial hemosit dari udang L. vannamei. Penelitian yang dilakukan oleh Gullian et al. (2004) memperlihatkan bahwa tidak ada perbedaan yang nyata pada sel hialin, sel semi granular dan sel granular yang diberi bakteri probiotik Vibrio P62. Peningkatan sel hialin, semi granular dan granular dalam hemosit merupakan salah satu parameter peningkatan status kesehatan atau ketahanan tubuh udang. Ketiga sel ini memiliki fungsinya masing-masing. Sel hialin berperan dalam aktifas fagositosis. Sel semi granular berperan dalam aktifitas fagositosis, enkapsulasi, proPO dan sitotoksis (Hose 1990; Johansson et al. 2000; Smith et al. 2003). Sel granular yang paling sedikit jumlahnya dan terakumulasi dijaringan ikat (conective tissue) dan sangat mudah dilepas ke dalam hemolim melakukan fungsi proPO dan sitotoksis (Johansson and Soderhall 1989). Phenoloksidase merupakan enzim yang berperan dalam proses melanisasi. Enzim ini dihasilkan melalui sistem proPO yang dapat diaktifkan oleh adanya -1,3 Glukan, lipopolisakarida dan peptidoglikan. Peningkatan aktifitas phenoloksidase dari hasil pengamatan mengindikasikan bahwa bakteri probiotik mampu menstimulasi hemosit udang hingga terbentuknya aktifitas phenoloksidase. Meningkatnya aktifitas phenoloksidase akan meningkatkan kemampuan udang untuk lebih mengenal partikel asing yang masuk kemudian dilakukannya fagositosis. Meningkatnya fagositosis akan meningkatkan daya tahan udang, sehingga menghambat atau mengurangi bakteri dalam tubuh udang.

34

Pada penelitian aktifitas phenoloksidase secara nyata berbeda pada udang yang diberi bakteri probiotik dari kontrol. Nilai aktifitas phenoloksidase berkisar pada 0,17-0,51 unit (Tabel 2). Bakteri probiotik V. alginolyticus SKT-b, Vibrio sp. 8A dan Pseudoalteromanas 1ub secara nyata lebih tinggi dari probiotik lainnya dan kontrol. Peningkatan aktifitas phenoloksidase dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa bakteri probiotik mampu menstimulasi hemosit udang hingga terbentuknya aktifitas phenoloksidase. Rengpipet et al. (2000) melaporkan adanya peningkatan pada aktivitas phenoloksidase ketika udang Penaeus monodon diberi bakteri probiotik Bacillus S11. Sel-sel fagosit berfungsi melakukan fagositosis terhadap benda asing yang masuk ke dalam tubuh. Fagositosis merupakan pertahanan non spesifik yang secara umum mampu melindungi adanya serangan penyakit. Untuk mengetahui bahwa hemosit merupakan pertahanan tubuh yang bersifat selular, dapat dilihat dari kemampuannya dalam aktifitas fagositosis yang lebih tinggi. Penelitian ini menunjukkan bahwa aktifitas fagositosis berbeda (p<0,05) untuk semua perlakuan dibandingkan kontrol. Nilai Aktifitas fagositosis berkisar pada 9-24% (Tabel 2). Meningkatnya pertahanan tubuh udang dapat diketahui dari meningkatnya aktifitas sel-sel fagosit dari hemosit. Penelitian ini menunjukkan bahwa udang yang diberi bakteri probiotik V. alginolyticus 13G1, V. alginolyticus SKT-b dan Vibrio sp. 8A memperlihatkan adanya peningkatan yang signifikan (p<0,05) dari bakteri lainnya terhadap kontrol. Li et al. (2008) menyatakan bahwa terjadi peningkatan pada persen aktifitas fagositosis pada udang L. vannamei yang diberi bakteri probiotik Arthrobacter XE-7 dibandingkan udang yang tidak diberi probiotik hal ini menyebabkan kemampuan sel-sel fagosit menjadi lebih aktif untuk melakukan fagositosis. Pada penelitian pertama ini bakteri probiotik V. alginolyticus 13G1, Vibrio sp. 8A dan V. alginolyticus SKT-b menunjukkan imunostimulasi yang lebih baik dari bakteri probiotik yang lain berdasarkan nilai total hemosit, aktivitas phagositosis dan aktifitas phenoloksidase, sehingga ketiga bakteri ini digunakan dipenelitian selanjutnya.

35

4.2

Uji kerentanan udang yang diberi bakteri probiotik terpilih terhadap infeksi patogen.

Pada penelitian kedua digunakan bakteri probiotik hasil seleksi dari penelitian pertama yaitu Vibrio alginolyticus 13G1, Vibrio sp. 8A dan V. alginolyticus SKT-b dan menunjukkan hasil sebagai berikut.
4.2.1 Total hemosit

Total hemosit pada udang uji sebelum diuji tantang memperlihatkan peningkatan pada udang yang diberi bakteri probiotik dan menurun setelah diuji tantang. Total hemosit meningkat kembali pada hari ke-4 untuk semua perlakuan. Nilai total hemosit berkisar pada 0,5-6,1 (x106) sel/ml (Gambar 2).
8,0 THC (x10 sel/ml)
d

6,0
c

4,0 2,0 0,0

b b a b b a b

c b a a

a a a

0 13G1

4 Kontrol

Waktu (hari) 8A SKT-b

Gambar 2. Total hemosit pada udang L. vannamei

Hemosit penting dalam menghilangkan partikel asing. Pada penelitian ini terdapat perbedaan (p<0,05) total hemosit untuk udang yang diberi bakteri probiotik dari kontrol pada hari ke-0 sebelum uji tantang. Penelitian yang dilakukan oleh Li et al. (2008) menunjukkan adanya perbedaan secara signifikan tinggi pada udang yang diberi bakteri probiotik Arthrobacter XE-7 dibandingkan udang yang tidak diberi bakteri probiotik sebelum uji tantang. Peningkatan total hemosit sebelum uji tantang dalam penelitian ini berarti meningkatkan peluang terbentuknya sel-sel hemosit yaitu sel hialin, semi granular dan sel granular. Ketiga sel ini memiliki fungsi masing-masing. Ketika fungsi dari masing-masing sel ini meningkat maka kemampuan mereka untuk mengeliminir partikel asing

36

yang masuk juga meningkat, sehingga udang dapat mempertahankan diri dari serangan mikroorganisme. Setelah uji tantang terdapat perbedaan yang nyata pada total hemosit untuk udang yang diberi bakteri probiotik pada hari ke-2 dan hari ke-4 dimana semua udang yang diberi bakteri probiotik lebih tinggi dari kontrol. Pada hari ke-6 total hemosit sama untuk semua perlakuan. Jumlah hemosit dapat berkurang sebagai respons terhadap infeksi (Johansson and Soderhall 1992). Penurunan hemosit setelah uji tantang berhubungan dengan aktifitas pertahanan yang berbeda. Hemosit akan bermigrasi ke tempat injeksi menyebabkan berkurangnya konsentrasi sel dalam hemolim (Van de Braak 2002). Penelitian oleh Gullian et al. 2004 memperlihatkan adanya penurunan total hemosit pada udang yang diberi bakteri probiotik Bacillus P62 setelah diuji tantang.

37

4.2.2

Diferensial hemosit

Persentase sel hialin, semi granular dan granular secara nyata berbeda diantara perlakuan (Gambar 3).
80 b c b a 40 b a a b b b b c a

a a

60 Sel H ialin (% )

20

0 0 13G1 2 Waktu (Hari) 8A SKT-b 4 Kontrol 6

60 Sel Semi Granular (% )

40 a 20

ab

b a ab

b b a ab ab a b a b b

0 0 2 Waktu (Hari) 13G1 8A SKT-b Kontrol 4 6

60 Sel Granular (%) c 40 b 20 a c c b b b b a b b a a bc c b a

0 0 13G1 2 4 Waktu (Hari) 8A SKT-b Kontrol 6

Gambar 3. Differensial hemosit pada udang L. vannamei

38

Sel hialin merupakan sel dengan perbandingan inti sel lebih tinggi dari sitoplasma dan memiliki sedikit granula. Sel hialin melakukan fungsi dalam imunitas sebagai fagositosis (Johansson et al. 2000). Persentase sel hialin berkisar antara 31-81%. Persentase sel hialin memperlihatkan perbedaan yang nyata pada hari ke-0 sebelum uji tantang, dimana udang yang diberi bakteri probiotik V. alginolyticus 13G1 lebih tinggi dari kontrol. Setelah uji tantang perbedaan sel hialin terdeteksi pada hari ke-4 dimana kontrol lebih tinggi dari bakteri probiotik lainnya dan setelah hari ke-6 sel hialin untuk semua perlakuan sama. Sel semi granular merupakan sel dengan jumlah inti sel yang lebih rendah dibandingkan sitoplasmanya. Sel semi granular berperan dalam enkapsulasi, sitotoksis dan melepaskan sistem proPO (Johansson et al. 2000). Persentase sel semi granular berkisar pada 13-49%. Tidak terdapat perbedaan yang nyata untuk semua perlakuan sebelum diuji tantang. Setelah uji tantang terdapat perbedaan yang nyata pada hari ke-2 dimana bakteri probiotik V. alginolyticus SKT-b lebih tinggi (p<0,05) dari bakteri probiotik lainnya dan kontrol. Sel Granular merupakan sel dengan perbandingan inti sel lebih rendah dari sitoplasma. Sel ini berfungsi dalam menyimpan dan melepaskan sistem proPO maupun sebagai sitotoksis bersama-sama dengan sel semi granular (Johansson et al. 2000). Persentase sel granular berkisar 6-42%. Persentase sel granular secara nyata berbeda diantara perlakuan. Pada hari ke-0 persentase sel granular secara nyata lebih tinggi pada udang yang diberi bakteri probiotik V. alginolyticus SKT-b. Setelah uji tantang perbedaan sel granular terdeteksi pada hari ke-2, 4 dan ke-6 dimana semua udang yang diberi bakteri probiotik lebih tinggi (p<0,05) dari kontrol. Peningkatan sel hialin sebelum uji tantang menyebabkan kemampuan fagositosis dari sel ini juga meningkat sehingga ketika diuji tantang udang dapat bertahan dari serangan mikroorganisme. Penurunan sel hialin setelah uji tantang merupakan implikasi dari peningkatan sel-sel granulosit. Dalam hal ini sel-sel hialin dan semi granular merupakan bakal atau prekusor dari sel-sel granulosit. Dengan demikian sel-sel granulosit yang terbentuk pada dasarnya merupakan sel-sel matang dari kedua jenis sel lainnya. Peningkatan sel-sel granulosit setelah

39

perlakuan dengan pemberian probiotik menunjukkan bahwa bakteri probiotik mampu mempercepat proses pematangan sel-sel granulosit. Peningkatan sel granular dalam penelitian ini menyebabkan kemampuan sel ini untuk melepaskan sistem proPO juga meningkat. Hal ini dapat dilihat pada hasil pengukuran phenoloksidase (gambar 4) dimana terjadi peningkatan aktifitas phenoloksidase pada semua udang yang diberi bakteri probiotik.
4.2.3 Aktifitas Phenoloksidase (PO)

Aktifitas phenoloksidase secara nyata berbeda diantara perlakuan. Nilai aktifitas phenoloksidase berkisar pada 0,08-0,74 unit (Gambar 4).
1,00 PO (OD 490 nm) 0,80 0,60 0,40 0,20 0,00 0 13G1 2 8A 4 SKT-b Kontrol 6 Waktu (Hari) b b a b a b c b c b a b c

c b

Gambar 4. Aktifitas phenoloksidase pada udang L. vannamei

Sebelum uji tantang terdapat perbedan yang nyata pada aktifitas phenoloksidase untuk semua bakteri probiotik dan lebih tinggi dari kontrol, dimana udang yang diberi bakteri probiotik V. alginolyticus 13G1 secara nyata lebih tinggi dari bakteri probiotik Vibrio sp. 8A dan V. alginolyticus SKT-b. Setelah uji tantang perbedaan aktifitas phenoloksidase terdeteksi pada hari ke-2, 4 dan ke-6. Pada hari ke-2 dan ke-4 aktifitas phenoloksidase tertinggi pada perlakuan yang diberi bakteri probiotik V. alginolyticus 13G1 dari bakteri probiotik lainnya dan kontrol. Pada hari ke-6 udang yang diberi bakteri probiotik V. alginolyticus SKT-b, Vibrio sp. 8A dan V. alginolyticus 13G1 secara nyata lebih tinggi dari kontrol. Li et al. (2008) melaporkan adanya perbedaan pada aktifitas phenoloksidase yang secara signifikan tinggi pada udang yang diberi bakteri probiotik

40

Arthrobacter XE-7 dibandingkan udang yang tidak diberi probiotik setelah diuji tantang. Peningkatan aktifitas phenoloksidase sebelum uji tantang menunjukkan bahwa bakteri probiotik mampu menstimulasi sistem imun udang sehingga udang resistensi terhadap infeksi oleh V. harveyi ketika diuji tantang. Gullian et al. (2004) melaporkan adanya peningkatan pada aktifitas phenoloksidase pada udang L. vannamei yang diberi bakteri probiotik Bacillus P64 dibandingkan dengan kontrol. Peningkatan aktifitas phenoloksidase berhubungan dengan aktifitas sel semi granular dan granular. Menurut Hose (1990) granulosit merupakan sel fagositik utama pada udang, lobster dan kepiting. Bilamana sel granular meningkat maka sel ini akan mampu melepaskan sistem proPO. Dalam penelitian ini terjadi peningkatan pada sel granular untuk udang yang diberi bakteri probiotik sehingga menyebabkan peningkatan pada aktifitas phenoloksidase. Peningkatan aktifitas phenoloksidase mengakibatkan kemampuan dari sel-sel fagositik untuk melakukan fagositosis terhadap partikel asing juga meningkat.
4.2.4 Aktifitas Phagositosis

Aktifitas fagositosis memperlihatkan perbedaan yang nyata diantara udang yang diberi probiotik terhadap kontrol sebelum dan sesudah diuji tantang. Nilai aktifitas fagositosis berkisar antara 9-22%. Aktifitas fagositosis pada udang yang diberi bakteri probiotik menurun dengan meningkatnya hari eksperimen. Walaupun terjadi penurunan aktifitas fagositosis tetapi masih lebih tinggi dari kontrol (Gambar 5).
Aktifitas Phagositosis (% )

30

b a

b b b a c b bc a b bb a

20

10

0 0 13G1 2 4 Waktu (Hari) 8A SKT-b Kontrol 6

41

Gambar 5. Aktifitas phagositosis pada udang L. vannamei

Pada hari ke-0 sebelum uji tantang aktifitas fagositosis pada udang yang diberi bakteri probiotik lebih tinggi (p<0,05) dari kontrol. Pada hari ke-2, 4 dan 6 semua udang yang diberi bakteri probiotik secara nyata lebih tinggi dari kontrol. Penelitian yang dilakukan oleh Rengpipet et al. (2000) melaporkan adanya penurunan (p<0,05) aktifitas fagositosis pada udang yang diberi bakteri probiotik Bacillus S11 dibandingkan udang yang tidak diberi probiotik setelah diuji tantang. Peningkatan aktifitas fagositosis sebelum uji tantang menunjukkan bahwa bakteri probitik mampu meningkatkan aktifitas sel-sel fagosit. Penurunan aktifitas fagositik udang uji setelah uji tantang disebabkan oleh berkurangnya sel-sel fagositik dalam hemolim, sel-sel fagositik akan hancur bersama-sama dengan bakteri setelah melewati berbagai proses fagositosis. Menurut Van de Braak (2002) sel-sel fagositik dapat meninggalkan sirkulasi setelah melakukan fagositosis dan masuk ke jantung dan insang. Penelitian ini memperlihatkan hasil yang menjanjikan untuk stimulasi respon imun pada L. vannamei. Semua parameter imun pada udang L. vannamei yang diberi bakteri probiotik lebih tinggi dari kontrol dengan perbedaan yang signifikan (p<0,05) pada jumlah total hemosit, aktifitas phenoloksidase, deferensial hemosit dan aktifitas phagositosis. Hal ini berpengaruh pada kelangsungan hidup udang L. vannamei ketika diuji tantang.

42

4.2.5 Kelangsungan Hidup Hasil Pengujian terhadap tingkat kelangsungan hidup udang uji hingga akhir penelitian adalah 93,3% untuk udang yang diberi bakteri probiotik V.alginolyticus 13G1, 91,1% bakteri probiotik Vibrio sp. 8A, 91,1% bakteri probiotik V. alginolyticus SKT-b dan 46,7% untuk kontrol (Gambar 6).
100,0 93,3% 91,1% 91,1%

Kelangsungan Hidup (%)

80,0 46,7% 60,0

40,0 b b b a

20,0

0,0 13G1 8A 87 Kontrol

Bakteri Probiotik

Gambar 6. Kelangsungan hidup udang L. vannamei

Pemberian bakteri probiotik V. alginolyticus 13G1, Vibrio sp. 8A dan bakteri probiotik V. alginolyticus SKT-b sebelum uji tantang mampu meningkatkan nilai parameter imun sehingga ketika diuji tantang, sel-sel hemosit melalui aktifitas fagositosis dapat mengendalikan populasi V. harveyi dalam tubuh udang uji. Hasil penelitian yang sama oleh Rengpipet et al. (2000) menunjukkan bahwa Penaeus monodon yang diberi pakan bakteri probiotik Bacillus S11 mampu meningkatkan parameter imun dan memperbaiki rate kelangsungan hidup saat diuji tantang. Penelitian yang dilakukan oleh Gullian et al. (2004) juga menunjukkan bahwa bakteri probiotik Bacillus P64 mempunyai pengaruh stimulasi pada sistem imun udang L.vannamei sehingga kelangsungan hidupnya meningkat. Hal yang sama juga dilaporkan oleh Li et al. (2008) bahwa bakteri probiotik Arthrobacter XE-7 melindungi L.vannamei dari patogen melalui stimulasi ketahanan imun. Beberapa penulis menyatakan juga bahwa pengaruh imunostimulator bakteri probiotik berhubungan dengan komponen dinding sel bakteri (Rengpipet et al. 2000; Gullian et al. 2004). Senyawa dinding sel mikroba seperti -glukan, lipopolisakarida dan peptidoglikan telah diteliti sebagai imunostimulan pada hewan akuatik.

43

V KESIMPULAN DAN SARAN


5.1 Kesimpulan 5.1.1 Berdasarkan nilai total hemosit, aktivitas phagositosis dan aktifitas phenoloksidase maka bakteri probiotik yang mampu meningkatkan sistem imun pada udang adalah V. alginolyticus 13G1, Vibrio sp. 8A dan V. alginolyticus SKT-b. 5.1.2 Ketiga bakteri probiotik tersebut mampu meningkatkan kelangsungan hidup udang Litopenaeus vannamei ketika diinfeksi dengan Vibrio harveyi dibandingkan dengan kontrol. 5.1.3 Bakteri probiotik V. alginolyticus 13G1 mampu memberikan pengaruh stimulasi sistem imun yang lebih baik dari Vibrio sp. 8A V. alginolyticus SKT-b. 5.2. Saran Perlu penelitian lanjutan untuk mengetahui pengaruh pemberian bakteri probiotik dengan dosis yang berbeda yang dicampurkan ke dalam pakan terhadap respon imun udang. dan

44

DAFTAR PUSTAKA
Anderson and AK. Siwicki. 1993. Basic haematology and serologi for fish health program. Paper Presented. In second symposium on disease in Asian Aquaculture Aquatic Animal Health and the enviroment Phuket, Thailand. 25-29th October 1993. Austin B and DA. Austin 1999. Bacterial fish pathogens, diseases of farmed and wild fish, 3rd (revised). Ed. Springer-Praxis Godalming. Blaxhall PC and KW. Daysley. 1973. Routine haematological methods for use with fish blood. Journal Fish Biology 5:577-581. Chosa N, T. Fukumitsu, K. Fujimoto and E. Ohniahi. 1997. Activation of prophenoloksidase A1 by an activating enzyme in Drosophila melanogaster. Insect Biochem. Mol. Biol. 27 : 61-68. Chytanya R and I. Karunasagar. 2002. Inhibition of shrimp pathogenic Vibrios by a marine Pseudomonas 1-2 strain. Aquaculture 208 : 1-1O. Effendie, I. 1997. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusatama. Yogyakarta. Fountain CT et al. 1974. Observation on phagocytosis and elimination of carmine particle injected into the abdominal musculature of the while shrimp. J. invertebrate . Pathology. 5:11-40. Fuller R. 1992. History and development of probiotik. Didalam Fuller R, editor. Probiotic the scientific basis. London: Chapman and Hall. Hlm. 1-8. Goarant C. et al. 2006. Summer Syndrome in Litopenaeus stylirostris in new Caledonia. Pathologi and epidemiology of the etiological agent Vibrio nigripulchritudo. Aquaculture 253 : 105-113. Gomez-Gil. B, A. Roque and JF. Tumbull. 2000. The use and selection of probiotik bacteria for use in the culture of larval aquatic organisms. Aquaculture 180 : 147- 165. Gullian M, F. Thompson and J. Rodrguez. 2004. Selection of Probiotic bacteria and study of their immunostimulatory effect in Penaeus vannamei. Aquaculture 233: 1 14 Hose JE, GG. Martin and AS. Gerard. 1990. A decapod haemocyte classification scheme integrating morphplogy, cytochemistry and function. Biol. Bull. 178 : 33-45. Haryanti, K. Sugama, S. Tsamura and T. Nishijims. 2000. Vibriostatic bacterium isolated from seawater : Potential as Probiotics agent in the rearing of Penaeus monodon larvae. Ind. Fish. Res. J. 6:26-32.

45

Itami T. 1994. Body defence system of Penaeid. Seminar on fish physiology and prevention of epizootic. Departemen of aquaculture and biologi. Shimonoseki University of Fisheries, Japan. 7 : 59-65. Itami T, M. Kondo and Y. Takahashi. 1996. Enchancement of Disease Resistance of Penaeus japonicus after Oral Administration of Peptydoglycan. Shimonoseki University of Fisheries. Japan. 13 : 567-585. Irianto A. 2003. Probiotik Akuakultur. Gajah Mada University Press. 123 halaman. Johansson MW and K. Soderhall 1985. A cell adhesion factor from crayfish haemocytes has degranulating activity towards crayfish granular cells. Insect Biochem. 19 : 183-190. Johansson MW and K. Soderhall 1989. Cellular immunity in crustaceans and the proPO system. Parasitology Today 5 : 171-176. Johansson MW and K. Soderhall. 1992. Celluler defense and cell adhesion in crustacean. Anim. Biol. 1:97-107. Johansson MW, P. Keyser, K. Sritunyalucksana and K. Soderhall. 2000. Crustacean haemosytes and haematopoiesis. Aquacultur 191 : 45-92. Jiqiu Li et al. 2008. Comparative study between probiotic bacterium Arthobacter XE-7 and chloramphenicol on protection of Penaeus chinensis PL from pathogenic Vibrios. Aquaculture 253:140-147. Jiqiu Li et al. 2008. Immune Responses and Resistance against Vibrio parahaemolyticus Induced by Probiotic Bacterium Arthrobacter XE-7 in Pacific White Shrimp, Litopenaeus vannamei. Journal of the World aquaculture society Vol. 39, No. 4. Kwang LC. 1996. Immune enchancer in the control of disease in Aquaculture. Encap Teknology Pte Ltd., Singapura. Le Moullac G. et al. 1997. Haematological and phenoloksidase activity changes in the shrimp Penaeus stylirostris in relation with the moult cycle:protection against vibriosis. Fish shellfish Immunol. 7 : 227-234. Le Moullac et al. 1998. Effect of Hypoxia stress on the immune response and resistance to vibriosis Of shrimp Penaeus stylostris. Fish and Shellfish Immunol.8:621-629. Liu CH, ST. Yeh, JC. Chen and CC. Jiann. 2004. The immune response of white shrimp Litopenaeus vanamei and its susceptibility to Vibrio infection ini relation with the moult cycle. Fish and ShellFish Immunology 16 : 151-161.

46

Liu CH and JC. Chen. 2004. Effect of ammonia on the immune respons of white shrimp Litopenaeus vannamei and susceptibility to Vibrio alginolyticus. Fish and Shelfish Immunology 16 : 321 - 334 Maynard DM. 1960. Circulation and Herat function in physiology of crustacean. Academic Press, New York, San Fransisco, London.P. 160 182. Mori K. 1990. The present state of immunological research in marine aquaculture. Proceeding, The Third International Colloqium on Pathology in Marine Aquaculture, 2-6 October 1988. Virginia, USA. Martin GG and LB. Graves. 1985. Structur and classification of shrimp haemocytes. J. Morfology. 185:339-348. Maeda M and IC. Liao. 1992. Effect of bacterial population on the growth of a prawn larva, Penaeus monodon. Bull. Natl. Res. Inst. Aquac. 21:25-29. Moriarty DJ. 1998. Control of luminous Vibrio species in penaeid aquaculture ponds. Aquaculture 164 : 351-358. Marques MRF and MA. Barracco. 2000. Lectins, as non-self-recognition factors, in crustaceans. Aquaculture 191: 23-44 Munoz M. et al. 2000. Measurement of reactive oxygen intermediet production in haemocyte of penaeid shrimp, Penaeus vannamei. Aquaculture 191:89107. Muliani, A. Suwanto dan Y. Hala. 2003. Isolasi dan Karakterisasi bakteri asal laut Sulawesi untuk biokontrol penyakit vibriosis pada larva udang windu (Penaeus monodon Fab.) Hayati 10 : 6-11. Macey BM and VE. Coyne. 2005. Improved growth rate and disease resistance in farmed Haliotis midae through probiotic treatment. Aquaculture 245 : 249 261. Raa J, G. Roerstad, R. Engstad and B. Robertsen. 1996. The Use of Immunostimulant to Increase Resistance of Aquatic Organism to Microbial Infection. In. Sharif M, Subansinghe RP, Arthur JR (Eds). Disease in Asian Aquaculture I. Fish Healt Sect. Asian Fish Soc. Manila. Pp 39-50. Rengpipat S, P. Menasveta and S. Piyatiratitivorakul. 1998. Effects of Probiotic bacterium on black tiger shrimp Penaeus monodon, survival and growth. Aquaculture 167 :301-313. Rengpipat S, S. Rukpratanporn, S. Piyatiratitivorakul and P. Menasaveta. 2000. Immunity enhancement in black tiger shrimp Penaeus monodon by a probiont bacterium (Bacillus S11). Aquaculture 191:271288.

47

Rodriguez JE and G. Le Moullac. 2000. State of the art immonlogical tools and healt control of penaeid shrimp. Aquaculture 191:109-119 Ramu K and S. Zakaria. 2000. Defence mechanism in crustacean. Infofish International 5 : 30 32. Sinderman. 1990. Cell adhesion factor from crayfish haemocytes has degranulating activity towards crayfish granular cells. Insect Biochem. 19 : 183-190. Soderhall K and L. Cerenius. 1992. Crustacean immunity. Annual Review of Fish Disease 2 : 3 23. Soderhall K and L. Cerenius. 1998. Role of the prophenoloksidase activating system in invertebrate immunity. Curr.opin. Immunologi 10 : 23 -28. Annual Review of Fish Disease 2 : 3 23. Sakai M. 1999. Current Research status of fish and shelfish immunostimulant. Aquaculture 172:3-92. Sritunyalucksana K, K. Wongsuesantati, MW. Johansson and K. Soderhall. 2001. Peroxinectin, acell adhesive protein associated with the proPO system from the black tiger shrimp, Penaeus monodon. Dev Comp Immunol 25 : 353 63. Smith VJ, JH. Brown and Ch. Hauton. 2003. Immunostimulation in crustaceans: does it really protect against infection? Fish and Shellfish Immunology 15:7190 Sasanti A. 2007. Seleksi Bakteri Probiotik Asal Terumbu Karang. Thesis. Pasca Sarjana Intitut Pertanian Bogor. Salinas I et al. 2008. Monospecies and multispecies probiotic formulations produce different systemic and local immunostimulatory effects in the gilthead seabream (Sparus aurata L.). Fish and Shellfish Immunology 25: 114-123. Tjahjadi MR, SL. Angka, A. Suwanto. 1994. Isolation and evaluation of marine bacteria for biocontrol of luminous bacterial disease in tiger shrimp larvae (Penaeus monodin Fab.). Aspac. J. Mol. Bioctechnol. 2:347-352. Tepu I. 2006. Seleksi bakteri probiotik untuk Biokontrol Vibriosis pada Larva Udang Windu (Penaeus monodon) menggunakan cara kultur bersama. Skripsi Departemen Budidaya Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB. Bogor.

48

Verschure L, G. Rombaut, P. Sorgeloos and W. Verstraete. 2000. Probiotic bacteria as biological control agents in aquaculture. Microbiology and Molecular Biology Reviews 64(4): 655-671. Van de Braak K. 2002. Hemocytic defence in black tiger shrimp (Penaeus monodon). Wageningen. Belanda. Vijayan KK et al. 2006. A brackishwater isolate of Pseudomonas PS-102, a potential Antagonistic bacterium against pathogenic vibrios in penaeid and non-penaeid rearing systems. Aquaculture 251:192200. Widanarni, A. suwanto, Sukenda and BW. Lay. 2003. Potency of Vibrio isolates for biocontrol of vibriosis in Tiger Shrimp (Penaeus monodon) larvae. Biotropia 20:11-23 . Wen YH and CC. Jiann. 2005. The immunostimulatory effect of hot-water extract of Gracilaria tenuistipitata on the white shrimp Litopenaeus vanamei and its resistance against Vibrio alginolyticus. Fish and Shellfish Immunology 19 : 127-138. Wang FI and JC. Chen. 2006. The immune respons of Tiger shrimp Penaeus monodon and susceptibility to Photobacterium damsela subs. damselae under temperature stress. Aquaculture 257: 34-41.

49

LAMPIRAN

50

Lampiran 1 Nilai Parameter Imun pada Udang L. vannamei


Parameter Imun No 1 Perlakuan 13G1 Ulangan 1 2 3 Rerata SD 2 1ub 1 2 3 Rerata SD 3 8A 1 2 3 Rerata SD 4 SKT-b 1 2 3 Rerata SD 5 Bacillus 1 2 3 Rerata SD 6 13B 1 2 3 Rerata 7 Kontrol SD 1 2 3 Rerata SD THC (x10 ) sel/ml
6

Hialin (%) 34 33 33 33 0,4 33 30 32 32 1,8 36 30 33 33 2,8 30 30 30 30 0,2 29 30 38 32 5,0 31 32 32 32 0,7 32 33 31 32 1,4

Semi Granular (%) 35 33 32 34 1,5 37 32 31 34 3,3 35 34 29 33 3,4 37 38 36 37 1,1 32 41 28 34 6,4 32 33 34 33 0,8 39 29 39 36 6,0

Granular (%) 31 33 35 33 1,9 29 38 37 35 4,7 30 36 39 35 4,6 33 32 34 33 1,0 39 29 34 34 4,8 37 36 34 36 1,5 29 38 31 32 5,0

AP (%) 23 24 24 24 0,5 16 18 16 16 1,2 19 20 21 20 1,2 19 23 20 21 2,0 18 15 15 16 1,6 15 13 12 14 1,5 10 7 11 9 2,1

PO (OD 490 nm) 0,31 0,30 0,33 0,31 0,02 0,33 0,42 0,40 0,38 0,05 0,45 0,42 0,35 0,41 0,05 0,53 0,49 0,51 0,51 0,02 0,22 0,21 0,29 0,24 0,04 0,23 0,22 0,28 0,24 0,03 0,18 0,18 0,16 0,17 0,01

2,7 2,4 2,8 2,6 0,2 1 1,5 1,4 1,4 0,2 3,6 3,7 3,6 3,6 0,1 2,8 2,9 2,9 2,9 0,1 2,0 2,3 2,2 2,2 0,2 1,5 1,3 1,6 1,5 0,2 2,0 2,4 2,2 2,2 0,2

Keterangan : 1. V ibrio alginolyticus 13G1 2. Pseudoalteromonas 1ub 3. Vibrio sp. 8A 4. V. alginolyticus SKT-b 5. Bacillus sp. 6. Vibrio sp. 13B

51

Lampiran 2 Total hemosit udang L. vannamei sebelum dan setelah diuji tantang dengan V. harveyi pada hari ke-0, 2, 4 dan 6.

Perlakuan V. alginolyticus 13G1

Ulangan 1 2 3 Rerata SD 1 2 3 Rerata SD 1 2 3 Rerata SD 1 2 3 Rerata SD 0 6,0 6,0 6,4 6,1 0,2 3,6 3,0 4,0 3,5 0,5 2,0 2,7 2,4 2,4 0,4 1,1 0,7 1,4 1,1 0,4

Vibrio sp. 8A

V. alginolyticus SKT-b

Kontrol

Waktu (Hari) 2 4 2,0 2,0 2,2 2,2 1,8 2,5 2,0 2,2 0,2 0,3 3,4 3,2 2,3 3,1 1,1 2,9 2,3 3,1 1,2 0,2 1,2 2,9 2,6 2,6 1,8 2,3 1,9 2,6 0,7 0,3 0,7 1,1 0,5 0,9 0,4 1,1 0,5 1,0 0,2 0,1

6 1,7 1,6 1,8 1,7 0,1 2,6 2,1 1,6 2,1 0,5 2,5 2,3 2,4 2,4 0,1 2,6 1,8 2,0 2,1 0,4

52

Lampiran 3 Sel hialin udang L. vannamei sebelum dan setelah diuji tantang dengan V. harveyi pada hari ke-0, 2, 4 dan 6. Perlakuan V. alginolyticus 13G1 Ulangan Waktu (Hari) 2 4 64 32 54 34 63 28 60 31 5,5 3,2 60 49 48 58 65 53 58 53 8,4 4,5 46 58 31 50 35 58 37 55 7,6 4,5 83 71 77 66 81 72 81 70 3,3 3,6

Vibrio sp. 8A

V. alginolyticus SKT-b

Kontrol

1 2 3 Rata-rata SD 1 2 3 Rata-rata SD 1 2 3 Rata-rata SD 1 2 3 Rata-rata SD

0 63 68 66 66 2,9 52 51 47 50 2,7 36 36 38 37 1,0 53 56 54 54 1,6

6 62 53 60 58 4,9 63 66 65 65 1,6 56 67 62 62 5,3 64 68 65 66 2,4

53

Lampiran 4 Sel semi granular udang L. vannamei sebelum dan setelah diuji tantang dengan V. harveyi pada hari ke-0, 2, 4 dan 6. Perlakuan V. alginolyticus 13G1 Ulangan Waktu (Hari) 2 4 22 25 26 26 20 29 22 27 3,2 2,1 22 36 31 29 19 28 24 31 6,1 4,2 42 29 50 33 57 24 49 29 7,4 4,7 11 24 15 22 13 22 13 23 2,2 1,0

Vibrio sp. 8A

V. alginolyticus SKT-b

Kontrol

1 2 3 Rata-rata SD 1 2 3 Rata-rata SD 1 2 3 Rata-rata SD 1 2 3 Rata-rata SD

0 22 19 20 20 1,6 24 27 28 26 1,8 37 31 22 30 7,5 23 18 21 21 2,6

6 26 29 19 25 4,9 17 18 14 16 2,0 28 23 25 25 2,2 30 26 27 28 1,7

54

Lampiran 5 Sel granular udang L. vannamei sebelum dan setelah diuji tantang dengan V. harveyi pada hari ke-0, 2, 4 dan 6. Perlakuan V. alginolyticus 13G1 Ulangan Waktu (Hari) 2 4 15 43 20 40 18 43 18 42 2,9 1,7 18 15 21 13 16 19 18 15 2,3 3,4 13 14 19 17 9 18 13 16 5,1 2,2 6 5 8 13 6 6 6 8 1,1 12,0

Vibrio sp. 8A

V. alginolyticus SKT-b

Kontrol

1 2 3 Rata-rata SD 1 2 3 Rata-rata SD 1 2 3 Rata-rata SD 1 2 3 Rata-rata SD

0 15 13 14 14 1,3 24 22 26 24 1,5 27 33 40 33 6,6 24 26 25 25 1,0

6 12 18 21 17 4,6 21 16 21 19 2,6 16 10 13 13 3,1 7 5 8 7 1,5

55

Lampiran 6 Aktifitas phenoloksidase udang L. vannamei sebelum dan setelah diuji tantang dengan V. harveyi pada hari ke-0, 2, 4 dan 6. Perlakuan V. alginolyticus 13G1 Ulangan Waktu (Hari) 2 4 0,60 0,43 0,72 0,34 0,68 0,53 0,67 0,43 0,06 0,10 0,31 0,33 0,27 0,25 0,23 0,22 0,27 0,27 0,04 0,06 0,29 0,25 0,26 0,32 0,26 0,23 0,27 0,27 0,02 0,05 0,12 0,12 0,09 0,13 0,04 0,09 0,08 0,11 0,04 0,02

Vibrio sp. 8A

V. alginolyticus SKT-b

Kontrol

1 2 3 Rerata SD 1 2 3 Rerata SD 1 2 3 Rerata SD 1 2 3 Rerata SD

0 0,68 0,76 0,78 0,74 0,05 0,31 0,31 0,20 0,27 0,06 0,28 0,26 0,24 0,26 0,02 0,16 0,13 0,08 0,12 0,04

6 0,40 0,31 0,42 0,38 0,06 0,54 0,73 0,79 0,69 0,13 0,56 0,70 0,80 0,69 0,12 0,21 0,35 0,31 0,29 0,07

56

Lampiran 7 Aktifitas phagositosis udang L. vannamei sebelum dan setelah diuji tantang dengan V. harveyi pada hari ke-0, 2, 4 dan 6. Perlakuan V. alginolyticus 13G1 Ulangan Waktu (Hari) 2 4 21 19 22 19 15 18 19 18 3,6 0,8 19 14 19 16 18 17 19 16 0,5 1,4 15 18 17 15 17 15 16 16 0,8 1,7 10 11 7 13 9 11 9 12 1,6 0,7

Vibrio sp. 8A

V. alginolyticus SKT-b

Kontrol

1 2 3 Rerata SD 1 2 3 Rerata SD 1 2 3 Rerata SD 1 2 3 Rerata SD

0 18 23 26 22 3,8 21 20 22 21 1,0 20 20 18 19 1,3 13 12 13 13 0,6

6 17 15 17 16 1,1 14 17 13 15 2,2 16 15 15 15 0,5 10 8 11 10 1,6

57

Lampiran 8 Kelangsungan hidup udang L. vannamei setelah diuji tantang dengan V. harveyi. Jumlah Awal 15 15 15 15 15 15 Jumlah Akhir 15 14 13 13 13 15 Rata-Rata SR (%)

Perlakuan V. alginolyticus 13G1

Ulangan

SR

Vibrio 8A

V. alginolyticus SKT-b

Kontrol

1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3

100 93 87 87 87 100 87 100 87 53 53 33

93,3

91,1

15 15 15 15 15 15

13 15 13 8 8 5

91,1

46,7

58

Anda mungkin juga menyukai