Anda di halaman 1dari 146

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Penelitian Kebutuhan masyarakat yang semakin tinggi terhadap pendidikan yang bermutu menunjukkan bahwa pendidikan telah menjadi satu pranata kehidupan sosial yang kuat dan berwibawa, serta memiliki peranan yang sangat strategis dalam pembangunan peradaban bangsa Indonesia. Pendidikan telah memberikan kontribusi yang cukup signifikan dalam membangun peradaban bangsa Indonesia. Berbagai kajian dan pengalaman menunjukkan bahwa pendidikan memberi manfaat yang luas bagi kehidupan suatu bangsa. Pendidikan merupakan salah satu sektor pembangunan sumber daya manusia yang harus ditingkatkan terus menerus untuk mencapai kesempurnaannya. Usaha yang dilakukan khususnya dalam sektor pendidikan telah banyak dilakukan tetapi hasilnya belum cukup membesarkan hati. Di samping itu banyak pula masalah yang muncul baik yang telah diperkirakan sebelumnya maupun masalah yang muncul akibat keberhasilan yang telah dicapai itu. Masalah yang terjadi dalam dunia pendidikan saat ini menyangkut masalah kualitas pendidikan yang masih rendah dan kurang relevannya antara mutu hasil pendidikan dengan tuntutan pembangunan akan tersedianya tenaga kerja yang

terampil dalam jumlah memadai untuk mengisi kesempatan kerja yang terbuka ataupun mampu membuka lapangan kerja baru. Melihat gejala semakin

meningkatnya jumlah lulusan sekolah menengah dan perguruan tinggi yang menganggur atau setengah menganggur, sungguh sangat mengkhawatirkan. Engkoswara (1988 : 3-4) mengemukakan bahwa permasalahan pokok dalam dunia pendidikan di Indonesia adalah produktivitas pendidikan yang masih harus ditingkatkan, namun dari banyak indicator yang paling dirasakan adalah soal mutu atau kualitas pendidikan. Gaffar (1987 : 116) mengemukakan beberapa permasalahan pokok pendidikan dari sudut perencanaan pendidikan. Permasalahan tersebut meliputi : kualitas pendidikan, pengelolaan proses belajar mengajar tingkat mikro, pengawasan dalam usaha meningkatkan kualitas pendidikan pada tingkat mikro tersebut, dan lembaga pendidikan guru yang mempersiapkan guru dan tenaga kependidikan. Permasalahan-permasalahan tersebut hamper terjadi pada setiap jenjang dan jenis pendidikan. Khususnya untuk pendidikan kejuruan adalah bahwa lulusan Sekolah Menengah Kejuruan belum dapat memenuhi persyaratan kerja. Salah satu kelemahan Sekolah Menengah Kejuruan adalah kurang mampu dalam menghasilkan lulusan yang siap pakai oleh Dunia Usaha/Industri. Masalah kualitas atau mutu pendidikan telah lama menjadi bahan perbincangan bagi dunia industri, politisi, masyarakat, orang tua, dan pendidik. Kalangan dunia industri misalnya mengeluhkan tentang mutu tamatan sekolah yang tidak siap pakai (Munadir dalam Abdul Hadis : 2010:69). Lebih lanjut Joni dalam Abdul Hadis (2010:70) menjelaskan: Suatu pendidikan yang bermutu/ berkualitas dapat dilihat dalam hubungannya dengan dunia kerja, yaitu bagaimana kesesuaian antara kecakapan dan keterampilan dengan tuntutan dunia kerja, bagaimana kesesuaian tamatan sekolah dalam hal jumlah dan kualifikasinya dengan kesempatan kerja, dan bagaimana keterserapan keluaran institusi pendidikan oleh dunia kerja. Dengan kata lain masalah efesiensi dan relevansi dunia pendidikan dengan dunia kerja berdampak langsung pada kualitas pendidikan

Dengan demikian bahwa dapat disimpulkan bahwa keluaran lembaga pendidikan berupa tamatan/ lulusan dengan kapabilitas yang dikuasai sebagai buah dari kegiatan belajar. Pemerintah menyadari pentingnya pendidikan yang bermutu bagi bangsa Indonesia. Oleh karenanya perhatian pemerintah tertuju kepada sekolah menengah kejuruan ( SMK ) yang seharusnya menghasilkan calon calon tenaga kerja yang siap diserap Dunia Usaha dan Dunia Industri (DU/ DI). Sejalan dengan hal tersebut di atas, perubahan dari kurikulum 1994 (pendidikan model lama) menjadi kurikulum 2004 yang kemudian mendapat pembaruan lagi yang disebut dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (pendidikan model baru), ini menjadikan salah satu dasar bagi sekolah terutama SMK sebagai salah satu lembaga pendidikan yang bertujuan untuk mempersiapkan tenaga kerja tingkat menengah yang berpotensi untuk menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas. Hal ini dilakukan untuk mengatasi kelemahan-kelemahan yang selama ini diterapkan dalam pendidikan model lama. Lebih lanjut Indra Djati Sidi mengatakan kelemahan pendidikan model lama umumnya berkisar pada konsep maupun pelaksanaannya. Berikut ini kelemahan pendidikan kejuruan model lama: Pertama, dilihat dari segi konsep, pendidikan kejuruan model konvensional memiliki kelemahan-kelemahan sebagai berikut: 1. Penerapan pendekatan supply driven dimana totalitas penyelenggaraan pendidikan kejuruan dilakukan secara sepihak hanya oleh Depdiknas;

2. Penerapan school- based model telah membuat anak didik tertinggal oleh kemajuan dunia usaha/ industri ; 3. Pengajaran berbasis mata pelajaran telah membuat tidak jelas kompetensi yang dicapainya; 4. Pendidikan kejuruan model berbasis sekolah kurang luwes/ kaku; 5. Tidak mengakui keahlian yang diperoleh dari luar sekolah; 6. Pendidikan kejuruan hanya menyiapkan tamatan untuk bekerja di sektor formal; 7. Pendidikan kejuruan merupakan dead-end career (terminal); 8. Kurang adanya integrasi antara pendidikan dan pelitihan kejuruan; 9. Guru kejuruan tidak memiliki pengalaman kerja industri; 10. Pengelolaan pendidikan kejuruan terlalu sentralistis; 11. Pembiayaan sepenuhnya ditanggung oleh pemerintah (SMK Negeri) dan sepenuhnya oleh siswa ( SMK Swasta ). Kedua, dilihat dari segi praktik, pendidikan kejuruan model lama banyak memiliki kelemahan. Yaitu, kurang mempersiakan siswanya untuk memasuki lapangan kerja, tidak efisien, kurang mampu menjaga relevansi dengan perubahan pasar kerja, kurang mutakhir, sukar berubah alias konservatif. Tamatan SMK sering dikritik kurang mampu menikuti perubahan,karena mereka kurang dibekali hal-hal berikut: 1. 2. Keterampilan dasar ( baca, tulis, dengar, hitung, dan matematika ); Keterampilan berfikir (berfikir kreatif,pengambilan keputusan, pemecahan masalah, belajar cara belajar, dan mampu mengemukakan alasan); dan

3.

Kualitas kalbu (tanggung jawab, kejujuran, integritas, kerjasama, kerja keras, disiplin, dan jiwa kewirausahaan). Ketiga, Dilihat dari segi sistem, pendidikan yang berlaku di sekolah

kejuruan model konvensional kurang sesuai dengan tuntutan dunia usaha/ industri. Perbedaan yang mendasar antara budaya sekolah dengan budaya industri ini tidak harus terjadi sekiranya dunia usaha/ industri diikutsertakan secara aktif dalam penyelenggaraan pendidikan kejuruan. Keempat, dilihat dari tradisi, banyak kebiasaan salah yang dilakukan terusmenerus oleh guru tanpa ada kesadaran bahwa apa yang dilakukan itu sebenarnya salah. Di antara kebiasaan salah yang memerlukan koreksi tersebut adalah: 1. 2. 3. 4. Pelajaran praktik dasar, tidak diajarkan sesuai dengan prinsip dasar yang benar; Membiarkan siswa menghasilkan mutu hasil kerja yang asal jadi; Membiarkan siswa bekerja tanpa bimbingan dan pengawasan; Membiarkan siswa bekerja tanpa memperhatikan keselamatan kerja. Menyadari kelemahan-kelemahan tersebut di atas, maka upaya-upaya dalam melakukan perubahan secara mendasar ( reformasi ) terhadap model

penyelenggaraan pendidikan kejuruan konvensional di Indonesia perlu dilakukan agar dapat mengejar ketinggalan dalam penyiapan tamatan sekolah menengah kejuruan yang berkualitas. Perubahan- perubahan yang mendasar itu diungkapkan Slamet ( 1997:19 ) bahwa Pendidikan yang dilakukan melalui proses bekerja di dunia kerja akan memberikan pengetahuan keterampilan dan nilai-nilai dunia kerja yang tidak mungkin atau sulit didapat di sekolah, antara lain pembentukan wawasan

mutu, wawasan keunggulan, wawasan pasar, wawasan nilai tambah, dan pembentukan etos kerja. Oleh karena itu pendidikan dan pelatihan sudah seharusnya dirancang dan dilaksanakan berdasarkan apa yang dapat dilakukan di tempat kerja yang diarahkan kepada unjuk kerja sesuai dengan standar kompetensi yang dibutuhkan di dunia kerja. Maka untuk mendapatkan kesesuaian atau relevansi dari apa yang dihasilkan oleh dunia pendidikan dengan apa yang dibutuhkan dunia kerja, salah satu

perubahan dan pembaharuan pendidikan dan pelatihan, yakni pendidikan sistem ganda/ dual system . Salah satu kunci keberhasilan dan jaminan kualitas (quality

assurance) di dalam Pendidikan Sistem Ganda (PSG) adalah kualitas yang relevan dengan pekerjaan di dunia kerja. Pemerintah menggulirkan kebijakan Pendidikan Sistem Ganda (PSG) sejak tahun 1994. Sasaran implementasi PSG adalah membentuk pendidikan keahlian profesional yang diwujudkan dengan memadukan secara sistematik dan senantiasa sinkron antara program pendidikan di SMK dengan program penguasaan keahlian yang diperoleh melalui kegiatan bekerja langsung pada dunia kerja. Implementasi kebijakan Pendidikan Sistem Ganda sebagai pola utama penyelenggaraan Kurikulum Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas tamatan agar lebih sesuai dengan tuntutan kebutuhan pembangunan nasional pada umumnya, dan kebutuhan ketenagakerjaan pada khususnya, sebagai bagian tak terpisahkan dari kebijakan Link and Match yang berlaku pada semua jenis dan jenjang pendidikan di Indonesia.

Implementasi kebijakan PSG yang selama ini telah dilaksanakan SMK di seluruh Indonesia ternyata belum memenuhi harapan pemerintah dalam mewujudkan kualitas lulusan SMK. Fenomena yang terjadi pembangunan sumber daya manusia hampir di seluruh Indonesia saat ini belum mengarah kepada kondisi yang diharapkan. Harapan pemerintah pada pendidikan sekolah menengah kejuruan atau SMK yang menghasilkan lulusan yang langsung diserap lapangan kerja belum

memenuhi harapan Dunia Usaha dan Dunia Industri (DU/ DI). Perlu diakui bahwa sampai dengan berakhirnya abad ke-20 pengembangan sumber daya manusia di Indonesia belum benar-benar mengarah kepada kondisi yang diharapkan (Prijanto, 2001: 604) Lulusan SMK cukup banyak, akan tetapi lulusan yang mampu mandiri dan bekerja sesuai dengan kompetensi yang dimilikinya masih sangat sedikit (terbatas) . Tidak heran jika siswa-siswa SMK yang telah tamat/lulus banyak yang tidak bekerja atau menganggur, hal tersebut dikarenakan mereka belum mampu untuk menciptakan lapangan kerja sendiri demikian juga mereka belum siap bekerja sesuai dengan tuntutan dunia kerja. Kesiapan ini tampak dari mutu/ kualitas lulusan SMK masih perlu ditingkatkan, baik dari kemandiriannya maupun dari tingkat penalarannya. Lulusan yang diharapkan adalah lulusan yang terampil, cerdas, dan berkeperibadian yang siap diserap dunia usaha dan dunia industri. Untuk mencapai tujuan tersebut tentu saja pendidikan yang diberikan di Sekolah Menengah Kejuruan harus match dengan keadaan sebenarnya di lapangan kerja. Rendahnya kualitas lulusan siswa SMK saat ini menimbulkan pertanyaan besar dalam dunia pendidikan. Sudah efektifkah kebijakan pemerintah tentang

Program pendidikan Sistem Ganda (PSG) yang selama ini dilaksanakan di SMK ? Sejalan dengan pertanyaan di atas perlu ada langkah-langkah konkret untuk

menganalisis kebijakan pelaksanaan program pendidikan sistem ganda (PSG) di sekolah. Apa yang harus dipersiapkan oleh SMK agar dunia kerja memahami dan mau mengambil bagian secara aktif dan terencana dalam program pendidikan sistem ganda karena PSG merupakan bagian dari proses pendidikan yang implementatif ditambah lagi bahwa keberhasilan sekolah menengah kejuruan diukur dari seberapa banyak siswa yang telah tamat diterima dan bekerja sesuai dengan kompetensi yang dimiliki dunia kerja. Bagaimana pengelolaan pelaksanaan PSG yang seharusnya sehingga bisa meningkatkan kualitas tamatan yang relevan dengan kebutuhan kompetensi di dunia kerja. Atas dasar itulah peneliti mengangkat permasalahan tersebut ke dalam sebuah penelitian tentang Pengaruh Implementasi Kebijakan Pendidikan

Sistem Ganda terhadap Kualitas Siswa di SMK Pasundan 1 Cimahi .

1.2

Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka identifikasi masalah yang

akan dikemukakan adalah sebagai berikut : 1. Bagaimanakah pelaksanaan Kebijakan Pendidikan Sistem Ganda di pasundan 1 Cimahi ? 2. Berapa besar pengaruh implementasi Kebijakan terhadap kualitas siswa SMK pasundan 1 Cimahi ? Pendidikan Sistem Ganda SMK

1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan identifikasi masalah tersebut, maka tujuan dari penelitian ini antara lain; 1. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan Kebijakan Pendidikan Sistem Ganda di SMK Pasundan 1 Cimahi ? 2. Untuk mengetahui berapa besar pengaruh implementasi kebijakan Pendidikan Sistem Ganda terhadap kualitas siswa SMK Pasundan 1 Cimahi ?

1.4 Kegunaan Penelitian Hasil penelitian diharapkan dapat berguna: 1. Secara teoritis : Bagi pengembangan ilmu pengetahuan sebagai pedoman oleh peneliti selanjutnya yang ingin melanjutkan atau mengadakan penelitian sejenis. Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan informasi dalam melakukan pengkajian dan penelaahan untuk merumuskan masalah Pendidikan Sistem Ganda. Membuka wawasan pengetahuan tentang dunia Sekolah Menengah kejuruan 2. Secara praktis : Bagi objek penelitian, dalam hal ini SMK Pasundan 1 Cimahi memberikan kontribusi untuk menentukan strategi dalam mengelola Pendidikan Sistem Ganda.

10

Sebagai bahan pertimbangan tentang kebijakan pendidikan Sistem Ganda (PSG). Memberikan bahan masukan untuk lebih meningkatkan bimbingan dan

pembinaan profesional guru dalam pelaksanaan proses belajar mengajar mata pelajaran produktif. membuka hubungan yang lebih luas dengan berbagai kalangan Dunia Usaha/ Dunia Industri

11

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS

2.1

Kajian Pustaka

2.1.1 Kebijakan Kata kebijakan berasal dari bahasa Inggris policy yang dapat didefinisikan sebagai berikut: a. Merriam Webster Online Dictionary (2010): a definite course or method of action selected from among alternatives and in light of given conditions to guide and determine present and future decisions. b. Oxford English Dictionary (2010): a course or principle of action adopted or proposed by an orgnization or individual. c. Birkland (2005): a statement by government of what it intends to do or not to do. d. Anderson (2003): relatively stable, purposive course of action followed by an actor in dealing with a problem of matter of concern. Berdasarkan paparan definisi tersebut maka dapat diartikan bahwa pada suatu kebijakan terdapat arahan tindakan yang memiliki maksud dan ditetapkan oleh seorang aktor dalam mengatasi suatu permasalahan. Kebijakan juga merupakan serangkaian tindakan atau metode dari berbagai alternatif sebagai panduan untuk menentukan keputusan di masa kini dan masa depan. Pemerintah bertindak sebagai

12

pemberi pernyataan tentang apa yang mau dilakukan atau tidak dilakukan. Selain itu, kebijakan dapat pula berupa arahan atau pegangan dalam bertindak yang diadopsi atau diajukan oleh suatu organisasi atau individu. Menurut Hill (2005) suatu kebijakan dapat pula berupa serangkaian tindakan yang melibatkan suatu jejaring putusan daripada putusan tunggal. Suatu kebijakan bersifat dinamis yang berarti dapat saja berubah mengikuti perkembangan arahan atau proses implementasi kebijakan masa kini. Sebuah kebijakan dapat pula dilihat dari konteks rangkaian tindakan pada suatu periode tertentu tanpa melalui putusan formal yang diambil sebelumnya. Di mana hal ini dapat saja terjadi apabila kebijakan yang terbentuk merupakan output atau keluaran dari rngkaian tindakan tersebut. Walaupun demikian suatu kebijakan tentunya tidak dapat menjadi suatu kebijakan publik apabila belum diimplementasikan dalam suatu tindakan nyata. 2.1.2 Kebijakan Publik Kebijakan publik menurut Dye dalam Dwiyanto Indiahono (2009:17) adalah whatever governments choose to do or not to do. Maknanya Dye hendak menyatakan bahwa apapun kebijakan pemerintah baik yang eksplisit maupun implisit merupakan kebijakan. Pembicaraan tentang kebijakan memang tidak lepas dari kaitan kepentingan antar kelompok, baik di tingkat pemerintahan maupun masyarakat secara umum. Selain Dye, Mustopadidjaja,2002 mengemukakan bahwa kebijakan publik adalah suatu keputusan yang dimaksudkan untuk tujuan mengatasi

permasalahan yang muncul dalam suatu kegiatan tertentu yang dilakukan oleh instansi pemerintah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan. Beberapa

13

permasalahan yang dihadapi oleh Pemerintah sebagian disebabkan oleh kegagalan birokrasi dalam memberikan pelayanan dan menyelesaikan persoalan publik. Berdasarkan stratifikasinya, kebijakan publik dapat dilihat dari tiga tingkatan, yaitu kebijakan umum (strategi), kebijakan manajerial, dan kebijakan teknis operasional. Selain itu, dari sudut manajemen, proses kerja dari kebijakan publik dapat dipandang sebagai serangkaian kegiatan yang meliputi (a) pembuatan kebijakan, (b) pelaksanaan dan pengendalian, serta (c) evaluasi kebijakan.

2.1.3 Implementasi Kebijakan Implementasi yang merupakan terjemahan dari kata implementation, berasal dari kata kerja to implement. Menurut Websters Dictionary (dalam Tachan, 2008: 29), kata to implement berasal dari bahasa Latin implementum dari asal kata impere dan plere. Kata implore dimaksudkan to fill up,to fill in, yang artinya mengisi penuh; melengkapi, sedangkan plere maksudnya to fill,yaitu mengisi. Dalam Websters Dictionary (dalam Tachan, 2008: 29) selanjutnya kata to implement dimaksudkan sebagai: (1) to carry into effect; accomplish. (2) to provide with the means for carrying out into effect or fulfilling; to give practical effect to. (3) to provideor equip with implements. Pertama, to implement dimaksudkan membawa ke suatu hasil (akibat); melengkapi dan menyelesaikan. Kedua, to implement dimaksudkan menyediakan sarana (alat) untuk melaksanakan sesuatu. Ketiga, to implement dimaksudkan menyediakan atau melengkapi dengan alat.

14

Apabila pengertian implementasi di atas dirangkaikan dengan kebijakan publik, maka kata implementasi kebijakan publik dapat diartikan sebagai aktivitas penyelesaian atau pelaksanaan suatu kebijakan publik yang telah ditetapkan/disetujui dengan penggunaan sarana (alat) untuk mencapai tujuan kebijakan. Dengan demikian, dalam proses kebijakan publik implementasi kebijakan merupakan tahapan yang bersifat praktis dan dibedakan dari formulasi kebijakan yang dapat dipandang sebagai tahapan yang bersifat teoritis. Anderson (dalam Tachan, 2008: 30) mengemukakan bahwa: policy implementation is the application of the policy by the governments administrative machinery to the problem. Kemudian Edward III (dalam Tachan, 2008: 30) mengemukakakan bahwa:Policy implementation, is the stage of policy making between the establishment of a policyand the consequences of the policy for the people whom it affects. Sedangkan Grindle (dalam Tachan, 2008: 30) mengemukakan bahwa:

implementation a general process of administrative action that can be investigated at specific program level. Dari uraian di atas diperoleh suatu gambaran bahwa, implementasi kebijakan publik merupakan proses kegiatan administratif yang dilakukan setelah kebijakan ditetapkan/disetujui. Kegiatan ini terletak di antara perumusan kebijakan dan evaluasi kebijakan. Implementasi kebijakan mengandung logika yang top-down, maksudnya menurunkan/menafsirkan alternatif-alternatif yang masih abstrak atau makro menjadi alternatif yang bersifat konkrit atau mikro. Sedangkan formulasi kebijakan mengandung logika botton up, dalam arti proses ini diawali dengan pemetaan kebutuhan publik atau pengakomodasian tuntutan lingkungan lalu diikuti

15

dengan pencarian dan pemilihan alternatif cara pemecahannya,kemudian diusulkan untuk ditetapkan. Keberhasilan implementasi kebijakan ternyata ditentukan oleh banyak faktor atau variabel yang masing-masing berhubungan satu sama lain: a. Edward III (1980) menyatakan bahwa terdapat empat faktor yang dibutuhkan dalam implementasi kebijakan publik, yaitu struktur birokrasi, sumber daya , komunikasi, dan disposisi. b. Mazmanian dan Sabatier (1983) menyatakan bahwa terdapat 3 karakteristik utama yang mempengaruhi implementasi kebijakan yaitu, karakteristik masalah, karakteristik kebijakan, dan variabel lingkungan. c. Grindle (1980) menyatakan bahwa keberhasilan implementasi kebijakan ditunjang oleh 2 faktor utama yaitu, konten kebijakan dan konteks kebijakan. d. Van Meter dan Van Horn (1975) menyatakan bahwa ada 5 variabel bebas yang menentukan keberhasilan implementasi kebijakan, yaitu ukuran dan tujuan kebijakan, sumber-sumber kebijakan, komunikasi atau organisasi, sikap para pelaksana, dan lingkungan ( ekonomi, sosial, dan politik). 2.1.4 Implementasi Kebijakan Pendidikan Sistem Ganda Kebijakan Program Pendidikan Sistem Ganda di SMK merupakan suatu bentuk program pengembangan sumber daya manusia SMK dengan

mengintegrasikan pendidikan dan latihan secara terpadu sehingga akan menghasilkan insan yang kompeten dan memiliki produktivitas yang tinggi di bidangnya masingmasing.

16

Kebijakan ini bergulir sejak tahun 1994 yang ditetapkan dengan Keputusan Mendikbud No. 323/U/1997 tentang penyelenggaraan pendidikan Sistem Ganda pada SMK. Pada penelitian ini akan diteliti keberhasilan kebijakan pendidikan sistem ganda yang diterapkan di SMK Pasundan 1 Cimahi dan pengaruhnya terhadap peningkatan kualitas siswa. Berhasil atau tidaknya implementasi kebijakan pendidikan sistem ganda yang diterapkan di SMK Pasundan cimahi dapat diketahui dengan teori implementasi kebijakan menurut Edward III (1980) yang menyatakan bahwa terdapat empat faktor yang dibutuhkan dalam implementasi kebijakan publik, yaitu struktur birokrasi, sumber daya , komunikasi, dan disposisi. Keempat variabel di atas dalam model yang dibangun oleh Edward memiliki keterkaitan satu dengan yang lain dalam mencapai tujuan dan sasaran program/ kebijakan . semuanya saling bersinergi dalam mencapai suatu tujuan dan satu variabel akan sangat mempengaruhi variabel yang lain. Model dari George C Edward III ini dapat digambarkan sebagai berikut: Komunikasi

Sumber daya Implementasi Disposisi

Struktur Birokrasi

Sumber: Edward III,1980: 48 Gambar 2.1

17

Model Implementasi Edward III Model implementasi kebijakan menurut Edward III ini dapat digunakan sebagai acuan untuk mengetahui keberhasilan implementasi kebijakan sistem ganda yang diterapkan di SMK. Mengingat program kebijakan pendidikan sistem ganda melibatkan seluruh komponen yang satu dengan lainnya saling mendukung akan tercapainya tujuan dari kebijakan tersebut. Kebijakan pendidikan sistem ganda ini sudah lama diterapkan dengan berbagai kendala teknis dan manajemen. Berbagai kendala tersebut kemudian menyebabkan implementasi kebijakan pendidikan sistem ganda hingga kini berjalan kurang efektif. Berdasarkan uraian tersebut, teori Edward III (1980) akan sangat mendukung penelitian tentang pengaruh implementasi kebijakan pendidikan sistem ganda terhadap peningkatan kualitas siswa SMK. Teori ini menyebutkan bahwa ada 4 variabel yang mempengaruhi tercapainya tujuan dan proses implementasi kebijakan, yaitu: 1. Struktur Birokrasi Birokrasi merupakan salah-satu institusi yang paling sering bahkan secara keseluruhan menjadi pelaksana kegiatan. Keberadaan birokrasi tidak hanya dalam struktur pemerintah, tetapi juga ada dalam organisasi-organisasi swasta, institusi pendidikan dan sebagainya. Bahkan dalam kasus-kasus tertentu birokrasi diciptakan hanya untuk menjalankan suatu kebijakan tertentu. Ripley dan Franklin dalam Winarno (2005:149-160) mengidentifikasi enam karakteristik birokrasi sebagai hasil pengamatan terhadap birokrasi di Amerika Serikat, yaitu:

18

a. Birokrasi diciptakan sebagai instrumen dalam menangani keperluan-keperluan publik (public affair). b. Birokrasi merupakan institusi yang dominan dalam implementasi kebijakan publik yang mempunyai kepentingan yang berbeda-beda dalam setiap

hierarkinya. c. Birokrasi mempunyai sejumlah tujuan yang berbeda. d. Fungsi birokrasi berada dalam lingkungan yang kompleks dan luas. e. Birokrasi mempunyai naluri bertahan hidup yang tinggi dengan begitu jarang ditemukan birokrasi yang mati. f. Birokrasi bukan kekuatan yang netral dan tidak dalam kendali penuh dari pihak luar. Implementasi kebijakan yang bersifat kompleks menuntut adanya kerjasama banyak pihak. Ketika strukur birokrasi tidak kondusif terhadap implementasi suatu kebijakan, maka hal ini akan menyebabkan ketidakefektifan dan menghambat jalanya pelaksanaan kebijakan. Berdasakan penjelasan di atas, maka memahami struktur birokrasi merupakan faktor yang fundamental untuk mengkaji implementasi kebijakan publik. Menurut Edwards III dalam Winarno (2005:150) terdapat dua karakteristik utama dari birokrasi yakni: Standard Operational Procedure (SOP) dan fragmentasi. Standard operational procedure (SOP) merupakan perkembangan dari tuntutan internal akan kepastian waktu, sumber daya serta kebutuhan penyeragaman dalam organisasi kerja yang kompleks dan luas. (Winarno, 2005:150). Ukuran dasar

19

SOP atau prosedur kerja ini biasa digunakan untuk menanggulangi keadaan-keadaan umum diberbagai sektor publik dan swasta. Dengan menggunakan SOP, para pelaksana dapat mengoptimalkan waktu yang tersedia dan dapat berfungsi untuk menyeragamkan tindakan-tindakan pejabat dalam organisasi yang kompleks dan tersebar luas, sehingga dapat menimbulkan fleksibilitas yang besar dan kesamaan yang besar dalam penerapan peraturan. Berdasakan hasil penelitian Edward III yang dirangkum oleh Winarno (2005:152) menjelaskan bahwa: SOP sangat mungkin dapat menjadi kendala bagi implementasi kebijakan baru yang membutuhkan cara-cara kerja baru atau tipe-tipe personil baru untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan. Dengan begitu, semakin besar kebijakan membutuhkan perubahan dalam cara-cara yang lazim dalam suatu organisasi, semakin besar pula probabilitas SOP menghambat implementasi. Namun demikian, di samping menghambat implementasi kebijakan SOP juga mempunyai manfaat. Organisasi-organisasi dengan prosedur-prosedur perencanaan yang luwes dan kontrol yang besar atas program yang bersifat fleksibel mungkin lebih dapat menyesuaikan tanggung jawab yang baru daripada birokrasi-birokrasi tanpa mempunyai ciri-ciri seperti ini. Sifat kedua dari struktur birokrasi yang berpengaruh dalam pelaksanaan kebijakan adalah fragmentasi. Edward III dalam Winarno (2005:155) menjelaskan bahwa fragmentasi merupakan penyebaran tanggung jawab suatu kebijakan kepada beberapa badan yang berbeda sehingga memerlukan koordinasi. Pada umumnya, semakin besar koordinasi yang diperlukan untuk melaksanakan kebijakan, semakin berkurang kemungkinan keberhasilan program atau kebijakan. Fragmentasi mengakibatkan pandangan-pandangan yang sempit dari banyak lembaga birokrasi. Hal ini akan menimbulkan konsekuensi pokok yang merugikan bagi keberhasilan implementasi kebijakan. Berikut hambatan-hambatan yang terjadi

20

dalam fregmentasi birokrasi berhubungan dengan implementasi kebijakan publik (Budi Winarno,2005:153-154): Pertama, tidak ada otoritas yang kuat dalam implementasi kebijakan karena terpecahnya fungsi-fungsi tertentu ke dalam lembaga atau badan yang berbeda-beda. Di samping itu, masing-masing badan mempunyai yurisdiksi yang terbatas atas suatu bidang, maka tugas-tugas yang penting mungkin akan terlantarkan dalam berbagai agenda birokrasi yang menumpuk. Kedua, pandangan yang sempit dari badan yang mungkin juga akan menghambat perubahan. Jika suatu badan mempunyai fleksibilitas yang rendah dalam misi-misinya, maka badan itu akan berusaha mempertahankan esensinya dan besar kemumgkinan akan menentang kebijakan-kebijakan baru yang membutuhkan perubahan. 2. Sumber Daya Syarat berjalannya suatu organisasi adalah kepemilikan terhadap

sumberdaya (resources). Edwards III (1980:11) mengkategorikan sumber daya organisasi terdiri dari : Staff, information, authority, facilities; building, equipment, land and supplies. Edward III (1980:1) mengemukakan bahwa sumberdaya tersebut dapat diukur dari aspek kecukupannya yang didalamnya tersirat kesesuaian dan kejelasan; Insufficient resources will mean that laws will not be enforced, services will not be provided and reasonable regulation will not be developed . Sumber daya diposisikan sebagai input dalam organisasi sebagai suatu sistem yang mempunyai implikasi yang bersifat ekonomis dan teknologis. Secara

21

ekonomis, sumber daya bertalian dengan biaya atau pengorbanan langsung yang dikeluarkan oleh organisasi yang merefleksikan nilai atau kegunaan potensial dalam transformasinya ke dalam output. Sedang secara teknologis, sumberdaya bertalian dengan kemampuan transformasi dari organisasi. (Tachjan, 2006:135) Menurut Edward III dalam Agustino (2006:158-159), sumberdaya merupakan hal penting dalam implementasi kebijakan yang baik. Indikator-indikator yang digunakan untuk melihat sejauhmana sumberdaya mempengaruhi implementasi kebijakan terdiri dari: a. Staf. Sumber daya utama dalam implementasi kebijakan adalah staf atau pegawai (street-level bureaucrats). Kegagalan yang sering terjadi dalam implementasi kebijakan, salah-satunya disebabkan oleh staf/pegawai yang tidak cukup memadai, mencukupi, ataupun tidak kompeten dalam bidangnya. Penambahan jumlah staf dan implementor saja tidak cukup menyelesaikan persoalan implementasi kebijakan, tetapi diperlukan sebuah kecukupan staf dengan keahlian dan kemampuan yang diperlukan (kompeten dan kapabel) dalam

mengimplementasikan kebijakan. b. Informasi. Dalam implementasi kebijakan, informasi mempunyai dua bentuk yaitu: pertama, informasi yang berhubungan dengan cara melaksanakan kebijakan. Kedua, informasi mengenai data kepatuhan dari para pelaksana terhadap peraturan dan regulasi pemerintah yang telah ditetapkan. c. Wewenang. Pada umumnya kewenangan harus bersifat formal agar perintah dapat dilaksanakan secara efektif. Kewenangan merupakan otoritas atau legitimasi bagi para pelaksana dalam melaksanakan kebijakan yang ditetapkan secara politik.

22

Ketika wewenang tidak ada, maka kekuatan para implementor di mata publik tidak dilegitimasi, sehingga dapat menggagalkan implementasi kebijakan publik. Tetapi dalam konteks yang lain, ketika wewenang formal tersedia, maka sering terjadi kesalahan dalam melihat efektivitas kewenangan. Di satu pihak, efektivitas kewenangan diperlukan dalam implementasi kebijakan; tetapi di sisi lain, efektivitas akan menyurut manakala wewenang diselewengkan oleh para pelaksana demi kepentingannya sendiri atau kelompoknya. d. Fasilitas. Fasilitas fisik merupakan faktor penting dalam implementasi kebijakan. Implementor mungkin mempunyai staf yang mencukupi, kapabel dan kompeten, tetapi tanpa adanya fasilitas pendukung (sarana dan prasarana) maka implementasi kebijakan tersebut tidak akan berhasil. 3. Disposisi Menurut Edward III dalam Winarno (2005:142-143) mengemukakan kecenderungan-kecenderungan atau disposisi merupakan salah-satu faktor yang mempunyai konsekuensi penting bagi implementasi kebijakan yang efektif. Jika para pelaksana mempunyai kecenderungan atau sikap positif atau adanya dukungan terhadap implementasi kebijakan maka terdapat kemungkinan yang besar implementasi kebijakan akan terlaksana sesuai dengan keputusan awal. Demikian sebaliknya, jika para pelaksana bersikap negatif atau menolak terhadap implementasi kebijakan karena konflik kepentingan maka implementasi kebijakan akan menghadapi kendala yang serius. Bentuk penolakan dapat bermacam-macam seperti yang dikemukakan Edward III tentang zona ketidakacuhan dimana para pelaksana kebijakan melalui

23

keleluasaanya (diskresi) dengan cara yang halus menghambat implementasi kebijakan dengan cara mengacuhkan, menunda dan tindakan penghambatan lainnya. Menurut pendapat Van Metter dan Van Horn dalam Agustinus (2006:162): sikap penerimaan atau penolakan dari agen pelaksana kebijakan sangat mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan implementasi kebijakan publik. Hal ini sangat mungkin terjadi karena kebijakan yang dilaksanakan bukanlah hasil formulasi warga setempat yang mengenal betul permasalahan dan persoalan yang mereka rasakan. Tetapi kebijakan publik biasanya bersifat top down yang sangat mungkin para pengambil keputusan tidak mengetahui bahkan tak mampu menyentuh kebutuhan, keinginan atau permasalahan yang harus diselesaikan. Faktor-faktor yang menjadi perhatian Edward III dalam Agustinus (2006:159-160) mengenai disposisi dalam implementasi kebijakan terdiri dari: a. Pengangkatan birokrasi. Disposisi atau sikap pelaksana akan menimbulkan hambatan-hambatan yang nyata terhadap implementasi kebijakan bila personel yang ada tidak melaksanakan kebijakan yang diinginkan oleh pejabat-pejabat yang lebih atas. Karena itu, pengangkatan dan pemilihan personel pelaksana kebijakan haruslah orang-orang yang memiliki dedikasi pada kebijakan yang telah ditetapkan, lebih khusus lagi pada kepentingan warga masyarakat. b. Insentif merupakan salah-satu teknik yang disarankan untuk mengatasi masalah sikap para pelaksana kebijakan dengan memanipulasi insentif. Pada dasarnya orang bergerak berdasarkan kepentingan dirinya sendiri, maka memanipulasi insentif oleh para pembuat kebijakan mempengaruhi tindakan para pelaksana kebijakan. Dengan cara menambah keuntungan atau biaya tertentu mungkin akan menjadi faktor pendorong yang membuat para pelaksana menjalankan perintah

24

dengan baik. Hal ini dilakukan sebagai upaya memenuhi kepentingan pribadi atau organisasi. 4. Komunikasi Menurut Agustino (2006:157); komunikasi merupakan salah-satu variabel penting yang mempengaruhi implementasi kebijakan publik, komunikasi sangat menentukan keberhasilan pencapaian tujuan dari implementasi kebijakan publik. Implementasi yang efektif akan terlaksana, jika para pembuat keputusan mengetahui mengenai apa yang akan mereka kerjakan. Infromasi yang diketahui para pengambil keputusan hanya bisa didapat melalui komunikasi yang baik. Terdapat tiga indikator yang dapat digunakan dalam mengkur keberhasilan variabel komunikasi. Edward III dalam Agustino (2006:157-158) mengemukakan tiga variabel tersebut yaitu: a. Transmisi. Penyaluran komunikasi yang baik akan dapat menghasilkan suatu implementasi yang baik pula. Seringkali terjadi masalah dalam penyaluran komunikasi yaitu adanya salah pengertian (miskomunikasi) yang disebabkan banyaknya tingkatan birokrasi yang harus dilalui dalam proses komunikasi, sehingga apa yang diharapkan terdirtorsi di tengah jalan. b. Kejelasan. Komunikasi yang diterima oleh pelaksana kebijakan (street-levelbureaucrats) harus jelas dan tidak membingungkan atau tidak ambigu/mendua. c. Konsistensi. Perintah yang diberikan dalam pelaksanaan suatu komunikasi harus konsisten dan jelas untuk ditetapkan atau dijalankan. Jika perintah yang diberikan sering berubah-ubah, maka dapat menimbulkan kebingungan bagi pelaksana di lapangan.

25

Berdasarkan hasil penelitian Edward III yang dirangkum dalam Winarno (2005:127) Terdapat beberapa hambatan umum yang biasa terjadi dalam transmisi komunikasi yaitu: Pertama, terdapat pertentangan antara pelaksana kebijakan dengan perintah yang dikeluarkan oleh pembuat kebijakan. Pertentangan seperti ini akan mengakibatkan distorsi dan hambatan yang langsung dalam komunikasi kebijakan. Kedua, informasi yang disampaikan melalui berlapis-lapis hierarki birokrasi. Distorsi komunikasi dapat terjadi karena panjangnya rantai informasi yang dapat mengakibatkan bias informasi. Ketiga, masalah penangkapan informasi juga diakibatkan oleh persepsi dan ketidakmampuan para pelaksana dalam memahami persyaratan-persyaratan suatu kebijakan. Menurut Winarno (2005:128) Faktor-faktor yang mendorong ketidakjelasan informasi dalam implementasi kebijakan publik biasanya karena kompleksitas kebijakan, kurangnya konsensus mengenai tujuan-tujuan kebijakan publik, adanya masalah-masalah dalam memulai kebijakan yang baru serta adanya kecenderungan menghindari pertanggungjawaban kebijakan. Pertanyaan berikutnya, bagaimana menjabarkan distori atau hambatan komunikasi? Proses implementasi kebijakan terdiri dari berbagai faktor yang terlibat mulai dari manajemen puncak sampai pada birokrasi tingkat bawah. Komunikasi yang efektif menuntut proses pengorganisasian komunikasi yang jelas ke semua tahap tadi. Jika terdapat pertentangan dari pelaksana, maka kebijakan tersebut akan diabaikan dan terdistorsi. Untuk itu, Winarno (2005:129) menyimpulkan: semakin

26

banyak lapisan atau aktor pelaksana yang terlibat dalam implementasi kebijakan, semakin besar kemungkinan hambatan dan distorsi yang dihadapi. Dalam mengelola komunikasi yang baik perlu dibangun dan dikembangkan saluran-saluran komunikasi yang efektif. Semakin baik pengembangan saluransaluran komunikasi yang dibangun, maka semakin tinggi probabilitas perintahperintah tersebut diteruskan secara benar. Dalam kejelasan informasi biasanya terdapat kecenderungan untuk mengaburkan tujuan-tujuan informasi oleh pelaku kebijakan atas dasar kepentingan sendiri dengan cara mengintrepetasikan informasi berdasarkan pemahaman sendirisendiri. Cara untuk mengantisipasi tindakan tersebut adalah dengan membuat prosedur melalui pernyataan yang jelas mengenai persyaratan, tujuan,

menghilangkan pilihan dari multi intrepetasi, melaksanakan prosedur dengan hatihati dan mekanisme pelaporan secara terinci. Faktor komunikasi sangat berpengaruh terhadap penerimaan kebijakan oleh kelompok sasaran, sehingga kualitas komunikasi akan mempengaruhi dalam mencapai efektivitas implementasi kebijakan publik. Dengan demikian, penyebaran isi kebijakan melalui proses komunikasi yang baik akan mempengaruhi terhadap implementasi kebijakan. Dalam hal ini, media komunikasi yang digunakan untuk menyebarluaskan isi kebijakan kepada kelompok sasaran akan sangat berperan. Berikut ini adalah Aplikasi Konseptual yang dikemukakan oleh Edward III dalam perspektif implementasi kebijakan yang digambarkan dalam tabel berikut : Tabel 2.1

27

Aplikasi Konseptual Model Edward III Implementasi Perspektif Kebijakan Aspek Komunikasi Ruang Lingkup a. Siapakah implementor dan kelompok sasaran dari program kebijakan? b. Bagaimana sosialisasi program/ kebijakan efektif dijalankan? a. Kemampuan implementor b. Ketersediaan dana Karakter pelaksana: a. Tingkat komitmen kejujuran b. Tingkat demokratis a. Ketersediaan SOP yang mudah dipahami b. Struktur Organisasi /pengelola pelaksanaan kebijakan

Sumber daya

Disposisi

Struktur Birokrasi

2.1.5 Pendidikan Sistem Ganda 2.1.5.1 Pengertian Pendidikan Sistem Ganda/ Dual Based Program Dual Based Program atau program berbaris ganda yang dioperasionalkan dalam bentuk Pendidikan Sistem Ganda di Sekolah Menengah Kejuruan adalah suatu kebijakan pemerintah dalam bentuk penyelenggaraan pendidikan keahlian

professional yang memadukan secara sistematik dan sinkron program pendidikan di sekolah dan program pengusaan keahlian yang di peroleh melalui kegiatan langsung di dunia kerja, terserah untuk mencapai suatu tingkat keahlian professional tertentu (Pakpahan 1994:7). Hal ini juga senada dengan apa yang dikemukakan oleh Made

28

Wena (1996:16) bahwa : Pendidikan Sistem Ganda (magang) adalah suatu bentuk penyelenggaraan pendidikan keahlian professional yang memadukan secara sistematik dan sinkron pendidikan di sekolah dan program penguasaan keahlian yang diperoleh melalui kegiatan langsung di dunia kerja, terarah untuk mencapai suatu tingkat keahlian professional tertentu. Sedangkan di sisi lain Wardiman Djojonegoro (2001:30) menyatakan bahwa Program berbasis ganda di SMK merupakan suatu bentuk program pengembangan sumber daya manusia SMK dengan mengintegrasikan pendidikan dan latihan secara terpadu sehingga akan menghasilkan insane yang kompeten dan memiliki produktivitas yang tinggi di bidangnya masing-masing. Hal ini sejalan dengan konsep pendidikan kecakapan hidup yang dikembangkan oleh Departemen Pendidikan Nasional, yang pada dasarnya pendidikan berorientasi pada kecakapan hidup ini diselenggarakan untuk mempersiapkan peserta didik dengan bekal kecakapan hidup, baik untuk mengurus dan mengendalikan dirinya sendiri,untuk berinteraksi di lingkungan sekolah dan masyarakat maupun kecakapan untuk bekerja yang dapat dijadikan sebagai sumber penghidupan (Hari Suderadjat, 2003:21). Dalam hal ini juga pendidikan dituntut untuk dapat mengembangkan aspek kecakapan personal, kecakapan social, kecakapan akademik, dan kecakapan vokasional dari peserta didik sehingga pendidikan di sekolah dapat memberikan bekal learning how to learn sekaligus learning how to unlearn, artinya siswa atau peserta didik di sekolah tidak hanya belajar dari teori tetapi juga belajar praktik yang ada kaitanya lagsung dengan

29

keterampilan

yang

harus

mereka

miliki

(Tim

Broad

Based

Education

Depdiknas,2000:7). Dari beberapa definisi dan pendapat yang dikemukakan para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa program pendidikan berbasis ganda (Dual Based Program) ini mengandung beberapa konsep, yaitu: 1. Program Pendidikan Berbasis ganda (dual Based program) terdiri dari gabungan sub system pendidikan di sekolah dan sub system pendidikan di dunia kerja/industri. 2. Program pendidikan Berbasis Ganda (dual Based Program) merupakan program pendidikan yang secara khusus bergerak di dalam penyelenggaraan pendidikan professional. 3. Penyelenggaraan program pendidikan di sekolah dan dunia kerja/ industry secara sistematis dan sinkron sehingga mampu mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan 4. Proses penyelenggaraan pendidikan di dunia kerja / industry lebih ditekankan pada kegiatan bekerja sambil belajar (learning by doing)secara langsung pada setting nyata. Dengan demikian, dalam pengertian mengenai Program Pendidikan Berbasis Ganda ( Dual based Program ) ini terdapat dua pihak yang terlibat yaitu lembaga pendidikan sekolah dan lapangan kerja ( industri, perusahaan atau instansi tertentu ) yang secara bersama-sama menyelenggarakan suatu program pendidikan dan pelatihan kejuruan. Kedua belah pihak tersebut secara sungguh-sungguh terlibat dan bertanggung jawab mulai dari tahap perencanaan program, tahap pelaksanaan,

30

sampai pada tahap evaluasi dan penentuan kelulusan peserta didik, serta upaya pemasarannya. 2.1.5.2 Landasan Hukum Pelaksanaan Program Pendidikan Sistem Ganda Pelaksanaan Pendidikan Sistem Ganda akan menjadi salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan menengah kejuruan sesuai dengan ketentuan pada Undang-Undang Nomor2/1989 tentang Sistem pendidikan Nasional, dan peraturan Pemerintah Nomor 29 tahun 1990 tentang Pendidikan Menengah, Kep.Mendikbud No. 323/U/1997 tentang penyelenggaraan pendidikan Sistem Ganda pada SMK, dan Peraturan Pemerintah Nomor 39 tahun1992 tentang Peranan masyarakat Dalam Pendidikan Nasional, dan Kepmendikbud Nomor 08 /U/1993 tetntang Kurikulum SMK, sebagi berikut: 1. Penyelenggaraan pendidikan dilaksanakan melalui 2 (dua) jalur yaitu jalur pendidikan sekolah dan jalur pendidikan luar sekolah. [UUSPN,Bab IV,pasal 10,ayat(1)] 2. Penyelenggaraan sekolah menengah dapat bekerjasama dengan masyarakat terutama dunia usaha dan para dermawan untuk memperoleh sumber daya dalam rangka menunjang penyelenggaraan dan pengembangan pendidikan.[ PP 29, Bab XI, pasal 29, ayat (1) 3. Pengadaan dan pendayagunaan sumberdaya pendidikan di lakukan oleh Pemerintah, masyarakat, dan / atau keluarga peserta didik. (UUSPN, Bab VIII, pasal 33)

31

4. Masyarakat sebagai mitra pemerintah berkesempatan yang seluas-luasnya untuk berperan serta dalam penyelenggaraan pendidikan Nasional.

[ UUSPN, Bab XIII, pasal 47, ayat ( 1 ) ] 5. Peranserta masyarakat dapat berbentuk pemberian kesempatan untuk magang dan atau latihan kerja [PP 39,Bab III,pasal 4,butir ( 8 ) ] 6. Pemerintah dan Masyarakat menciptakan peluang yang lebih besar untuk meningkatkan peranserta masyarakat dalam Sistem pendidikan Nasional [ PP 39, Bab VI, pasal 8, ayat ( 2 ) ] 7. Pada sekolah menengah dapat dilakukan uji coba gagasan baru yangdiperlukan dalam rangka pengembangan pendidikan menengah [ PP 29, Bab XIII, pasal 32, ayat (2) ] 8. Sekolah Menengah Kejuruan dapat memilih pola penyelenggaraan sebagai berikut: a. Menggunakan unit produksi sekolah yang beroperasi secara profesional sebagai wahana pelatihan kejuruan. b. Melaksanakan sebagian kelompok mata pelajaran keahlian kejuruan di sekolah, dan sebagian lainnya di dunia usaha atau industri. c. Melaksanakan kelompok mata pelajaran keahlian kejuruan sepenuhnya di masyarakat, dunia usaha dan industri. (Kepmendikbud No.080/U/1993, BAB IV,Butir c 1, urikulum SMK) 2.1.5.3 Bentuk Pendidikan Sistem Ganda pengajaran

32

Praktik Kerja Industri atau disingkat menjadi Prakerin adalah bentuk dari Pendidikan Sistem Ganda (PSG) sebagai program bersama antara SMK dan Industri yang dilaksanakan di dunia usaha, industri. Dalam Kurikulum SMK (Dikmenjur, 2008) disebutkan: Prakerin adalah pola penyelenggaraan diklat yang dikelola bersama-sama antara SMK dengan industri/asosiasi profesi sebagai institusi pasangan (IP), mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan hingga evaluasi dan sertifikasi yang merupakan satu kesatuan program dengan menggunakan berbagai bentuk alternatif pelaksanaan , seperti day release, block release, dan sebagainya. Kemudian dalam jurnal program Prakerin (1999: 1) dijelaskan bahwa Prakerin adalah suatu komponen praktik keahlian profesi, berupa kegiatan secara terprogram dalam situasi sebenarnya untuk mencapai tingkat keahlian dan sikap kerja profesional yang dilakukan di industri. Lebih lanjut dalam Undang-Undang Prakerin Dikmendikti, (2003) diungkapkan bahwa Praktik Kerja Industri (Prakerin) adalah program wajib yang harus diselenggarakan oleh sekolah khususnya sekolah menengah kejuruan dan pendidikan luar sekolah serta wajib diikuti oleh siswa/warga belajar.

Penyelenggaraan Praktik Kerja Industri akan membantu peserta didik untuk memantapkan hasil belajar yang diperoleh di sekolah serta membekali siswa dengan pengalaman nyata sesuai dengan program studi yang dipilihnya. Pengertian Pendidikan Sistim Ganda, seperti yang tercantum dalam buku Penyelenggaraan Sistem Ganda di Sekolah Menengah Kejuruan, Pusat

Pengembangan Penataran Guru Teknologi (1994,2), pengertian Pendidikan Sistem

33

Ganda adalah Suatu sistem pendidikan yang dikelola berdasarkan kemitraan antara Dunia Usaha/ Dunia Industri (DU/DI) dengan Sekolah Menengah Kejuruan, program bersama antara yang diorganisasikan melalui Majelis Sekolah (MS). Jadi disini bentuk penyelenggaraan pendidikan keahlian profesional, yang memadukan secara sistematik dan sinkron antara program pendidikan di sekolah dan program penguasaan keahlian yang diperoleh melalui kegiatan bekerja langsung di Dunia Usaha/Dunia Industri, terarah untuk mencapai suatu tingkat keahlian profesional tertentu. Dengan kata lain pendidikan keahlian dilaksanakan secara terpadu, terstruktur dan terprogram dengan tujuan agar siswa memperoleh suatu tingkat keahlian tertentu yaitu: 1. Di sekolah meliputi komponen pendidikan Normatif (pembentukan watak dan kepribadian), komponen Adaptif (pembentukan kemampuan pengembangan diri) dan komponen teori dan praktik dasar kejuruan. 2. Di dunia kerja (Praktik Kerja Industri) meliputi komponen praktik keahlian kerja, sedapatnya sesuai dengan program keahlian yang dipilih siswa, untuk memperoleh keahlian profesional, ketrampilan, disiplin dan etos kerja sesuai dengan tuntutan dunia kerja. Dari beberapa pernyataan tersebut di atas, maka dalam penelitian ini Prakerin didefenisikan sebagai penyelenggaraan pendidikan yang mengintegrasikan kegiatan pendidikan (teori) di sekolah dengan kegiatan pendidikan (praktik) di dunia industri. Dengan kata lain bahwa Praktik kerja industri adalah suatu strategi dimana setiap siswa mengalami proses belajar melalui bekerja langsung (learning by doing)

34

pada pekerjaan yang sesungguhnya. Dengan praktik kerja industri ini peserta didik memperoleh pengalaman dengan bahan kerja serta membiasakan diri dengan perkembangan-perkembangan baru. Berikut ini digambarkan model-model

penyelenggaraan sistem pendidikan ganda yang dilaksanakan di SMK.

MODEL I I (1) (2) (3) (4) II (1) (2) (3) (4) Gambar 2.2 Model Pelaksanaan Program Pendidikan Sistem Ganda (Dual Based Program) (5) III (1)

Pembekalan Kemampuan Produktif di Dunia Usaha/Industri dilaksanakan mulai tahun ketiga, sedang Kemampuan Dasar Kejuruan sepenuhnya dilaksanakan di sekolah

MODEL II I (1) (2) (3) (4) II (1) (2) (3) (4) (5) III (1)

35

Gambar 2.3 Model Pelaksanaan Program Pendidikan Sistem Ganda (Dual Based Program) Pembekalan Kemampuan Produktif di Dunia Usaha/Industri dilaksanakan mulai tahun ketiga, tapi industri sudah terlibat sejak tahun kedua untuk menangani Kemampuan Dasar Kejuruan

MODEL III I (1) (2) (3) (4) II (1) (2) (3) (4) (5) III (1)

Gambar 2.4 Model Pelaksanaan Program Pendidikan Sistem Ganda (Dual Based Program) Pembekalan Kemampuan Produktif dimulai sejak tahun pertama, yaitu untuk menangani Kemampuan dasar Kejuruan, sedang Kemampuan Produktif sepenuhnya diberikan pada tahun ketiga di Dunia Usaha/Industri

MODEL IV

I (1)

II (1)

III (1)

(1)

36

(2) (3) (4)

(2) (3) (4)

(2) (3) (4) (5)

Gambar 2.5 Model-model Pelaksanaan Program Pendidikan Sistem Ganda (Dual Based Program) Pembekalan Kemampuan Produktif sepenuhnya dilaksanakan di Dunia Usaha/Industri pada tahun keempat, setelah kemampuan lainnya selesai diberikan di sekolah Adapun model pelaksanaan program Pendidikan Sistem Ganda ( Dual Based Program) yang dilaksanakan pihak SMK Pasundan I Cimahi adalah model I dan model III, dimana pembekalan kemampuan produktif di Dunia Usaha dan Dunia Industri dilaksanakan mulai tahun ketiga awal, sedangkan kemampuan dasar kejuruan sepenuhnya dilaksanakan di sekolah dan model III, pembekalan kemampuan produktif dimulai sejak tahun pertama, yaitu untuk menangani kemampuan dasar kejuruan, sedang kemampuan produktif sepenuhnya diberikan pada tahun ketiga di Dunia Usaha dan Dunia Industri.

2.1.5.4. Tujuan Pendidikan Sistem Ganda Segala kegiatan apapun bentuknya tentu mempunyai suatu tujuan tertentu. Demikian juga halnya diadakannya Pendidikan Sistem Ganda di Sekolah Menengah Kejuruan.

37

Pada dasarnya tujuan pokok pendidikan sistem ganda (PSG) adalah untuk meningkatkan kualitas lulusan lembaga pendidikan kejuruan, dan berdasarkan landasan hukum yang menjadi acuan pelaksanaan Program Pendidikan Berbasis Ganda di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), maka tujuan penyelenggaraan Program Pendidikan Berbasis Ganda yang dirumuskan oleh Direktorat pendidikan Menengah Kejuruan (1994:7) adalah sebagai berikut: a. Menghasilkan tenaga kerja yang memiliki keahlian profesional (dengan tingkat pengetahuan, keterampilan, dan etos kerja yang sesuai dengan tuntutan lapangan kerja ). b. memperkokoh " link and macth " antara sekolah dengan dunia kerja. c. Meningkatkan efisiensi proses pendidikan dan pelatihan tenaga kerja yang berkualitas profesional. d. Memberi pengakuan dan penghargaan terhadap pengalaman kerja sebagai bagian dari proses pendidikan. Hal tersebut di atas sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Made Wena ( 1996 : 77 ) yang menjelaskan bahwa ada empat prinsip utama dari sistem ganda atau magang yaitu: a. Membuat setting dunia kerja dan masyarakat sebagai lingkungan belajar bagi para siswa b. Menghubungkan pengalaman kerja dengan pengajaran akademik c. Memberi peran para siswa secara konstruktif sebagai pekerja disertai tanggung jawa riilnya, dan sebagai peserta didik dalam waktu yang bersamaan

38

d. Menanamkan hubungan masyarakat yang erat antara peserta didik dengan pekerja dewasa yang bertindak sebagai mentor Dilihat dari hal-hal tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa tujuan utama dari program Pendidikan Sistem ganda adalah mengoptimalkan hasil pembelajaran pada pendidikan kejuruan yang artinya usaha untuk mencapai tujuan pendidikan kejuruan secara maksimal. Dengan kata lain berusa untuk menghasilkan lulusan lembaga pendidikan kejuruan yang memiliki keterampilan sesuai dengan tuntutan kebutuhan kerja di lapangan. 2.1.6 Program Kerja Pendidikan Sistem Ganda di SMK Pasundan I Cimahi Lima belas tahun pengalaman melaksanakan program Pendidikan Sistem Ganda pada SMK Pasundan Cimahi, telah memberikan pengalaman berharga bagi seluruh pihak dan seluruh unsur yang terlibat dalam pengembangan dan pelaksanaannya. Disatu sisi para pelaku dan pengelola program Sekolah Menengah Kejuruan semakin yakin bahwa program Pendidikan Sistem Ganda adalah suatu model penyelenggaraan pendidikan yang efektif peningkatan kualitas siswa Sekolah Menengah Kejuruan. Program Pendidikan Sistem Ganda dalam bentuk Praktik kerja industri / prakerin ini menyadarkan semua pihak untuk keluar dari kebuntuan upaya

peningkatan mutu dan relevansi karena terbelenggu oleh bentuk penyelenggaraan tradisional. Di sisi lain, masih menghadapi masalah berupa kelambanan gerak dan laju pertumbuhan program Pendidikan Sistem Ganda. Kelambanan ini kebanyakan bersumber dari pola pikir dan perilaku para pelaku dan pengelola program Sekolah

39

Menengah Kejuruan yang masih cenderung konservatif. Padahal program Pendidikan Sistem Ganda yang mempunyai misi mengejar mutu dan menciptakan keunggulan menuntut keterbukaan kita menerima nilai-nilai aru dan menuntut keberanian berpola pikir baru untuk mampu memahami program Pendidikan Sistem Ganda secara pas. Guna mengatasi berbagai permasalahan tersebut Sekolah Menengah Kejuruan Pasundan Cimahi menyusun program kerja pelaksanaan Pendidikan Sistem Ganda yang dapat diharapkan menjadi pedoman bagi para pengelola Pendidikan Sistem Ganda. Program kerja dalam pelaksanaan Pendidikan Sistem Ganda di SMK Pasundan Cimahi sebagai upaya peningkatan kualitas Pendidikan Sistem Ganda meliputi: a. Pengembangan kurikulum Pendidikan Sistem Ganda b. Sistem penerimaan siswa baru Pendidikan Sistem Ganda c. Pengembangan hubungan Industri dan Institusi pasangan pada Pendidikan Sistem Ganda d. Memonitoring, evaluasi dan Sertifikasi kompetensi pada Pendidikan Sistem Ganda. Pelaksanaan program kerja Pendidikan Sistem Ganda tersebut diatas adalah sebagai berikut: 1) Pengembangan kurikulum Diartikan sebagai upaya untuk menetapkan kemampuan yang harus dikuasai tamatan sesuai dengan tuntutan kebutuhan pasar kerja (standar kemampuan tamatan), menentukan dan pengalaman belajar yang harus dialami oleh peserta didik agar

40

memperoleh pengetahuan dan pemahaman, pengembangan ketrampilan, mengubah dan menginternalisasi sikap serta nilai-nilai sesuai dengan tuntutan profesionalisme tenaga kerja industri. 2) Sistem Penerimaan Siswa Baru Pendidikan Sistem Ganda . Mengandung pengertian adanya mekanisme penerimaan siswa baru yang terstruktur dan terarah yang merupakan salah satu dari program Pendidikan Sistem Ganda yang diselenggarakan secara bersama-sama antara SMK Pasundan Cimahi dengan Institusi Pasangannya dengan tujuan untuk menyeleksi dan memilih calon siswa yang mempunyai minat/bakat, pengetahuan dan ketrampilan untuk mengikuti program pendidikan dan pelatihan yang diselenggarakan di SMK Pasundan Cimahi dan Institusi Pasangan dibawah koordinasi Majelis Sekolah. 3) Pengembangan hubungan industri dan institusi pasangan pada Pendidikan Sistem Ganda. Pengembangan hubungan SMK Pasundan Cimahi dengan dunia kerja adalah suatu upaya dan usaha sekolah dan Dunia Usaha/Industri secara bersamasama menetapkan jenis hubungan nyata dari hasil pemahaman tersebut masingmasing pihak dapat secara nyata berperan untuk mengembangkan hubungannya dengan lebih efektif dan efisien dengan tujuan: a) Meningkatkan dan mengembangkan hubungan SMK dengan Dunia Usaha/ Industri agar bertanggung jawab terhadap peningkatan mutu pendidikan menengah kejuruan khususnya pada SMK Pasundan Cimahi. b) Secara bersama-sama menetapkan langkah konkrit untuk melaksanakan lebih mantap bentuk dan jenis hubungan kerjasamanya.

41

4) Monitoring, Evaluasi dan Sertifikasi Kompetensi pada Pendidikan Sistem Ganda. a) Monitoring Guna memantau pelaksanaan kegiatan Prakerin, utamanya melihat

kesulitan/hambatan serta kekurangan yang ada untuk dicarikan upaya pemecahannya serta perbaikannya, begitu pula untuk melihat kemajuankemajuan yang dicapai siswa diadakan monitoring. b) Evaluasi Penilaian bagi siswa peserta Prakerin, sepenuhnya dilakukan oleh Dunia Usaha/Industri, dalam hal ini instruktur yang ditujuk oleh Institusi. Penilaian meliputi aspek, antara lain: Ketrampilan kerja, yaitu pelaksanaan tugas yang diberikan Sikap, meliputi inisiatip, disiplin, komunikasi, kerjasama, kejujuran. c) Sertifikasi Setiap akhir pelaksanaan Prakerin siswa mendapatkan sertifikasi Prakerin yang dikeluarkan oleh masing-masing Dunia Usaha/Industri dimana siswa melaksanakan Prakerin tersebut. Nilai inilah yang digunakan sebagai data hasil dari Prakerin selanjutnya dibandingkan dengan nilai hasil Ujian Akhir Nasional Produktif pada tahun 2009/2010 2.1.6.1 Persiapan Pelaksanaan Praktik Kerja Industri dalam Rangka Pendidikan Sistem Ganda

42

Sebelum pelaksanaan Prakerin, perlu adanya persiapan-persiapan antara lain meliputi: 1. Program Pelatihan Dalam program pelatihan sistem ganda mengacu pada kurikulum SMK 2004, yaitu program Keahlian Kelompok Bisnis dan Manajemen, yang meliputi Komponen dan Tujuan Pelatihan Adapun macam komponen dan tujuan pelatihannya diuraikan sebagai berikut : a) Komponen pendidikan umum (Normatif) Bertujuan untuk membentuk peserta didik menjadi warga negara yang baik, memiliki karakter sebagai warga negara dan bangsa Indonesia. b) Komponen Pendidikan Dasar Penunjang Bertujuan untuk memberikan bekal penunjang bagi penguasaan keahlian profesi, dan bekal kemampuan untuk mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. c) Komponen Teori Kejuruan Bertujuan untuk membekali pengetahuan tentang teknik dasar keahlian kejuruan. d) Komponen Praktik Dasar Profesi Dimaksudkan berupa latihan kerja untuk menguasai teknik bekerja secara baik dan benar sesuai tuntutan persyaratan keahlian profesi. e) Komponen Praktik Keahlian Profesi

43

Dimaksudkan berupa kegiatan bekerja secara terprogram dalam situasi sebenarnya, untuk mencapai tingkat keahlian dan sikap kerja profesional. 2. Komponen dan Pokok Bahasan Pendidikan Sistem Ganda Komponen dan pokok bahasan dalam Pendidikan Sistem Ganda antara lain: Diajarkan di sekolah, meliputi: 1. Komponen Pendidikan Umum (Normatif) 2. Komponen Pendidikan Dasar Penunjang atau Adaptif yaitu: 3. Komponen Teori Dasar Kejuruan yaitu; a) Pengetahuan pokok bahan yang sesuai dengan program Keahlian masingmasing. b) Diberikan di Industri atau Unit Produksi (SMK) c) Komponen Praktik Keahlian Profesi d) Ketrampilan produktif dalam Bidang Spesialisasi yang relevan dengan program keahlian.

2.1.6.2 Pemilihan Peserta Didik Prakerin Mengingat kapasitas dan formasi Industri dan penerimaan siswa praktik terbatas, untuk itu perlu dilakukan seleksi. Pada siswa dinyatakan diterima dan memenuhi syarat sebagai peserta didik praktik, bilamana: a. Sehat jasmani dan rohani yang dinyatakan dengan surat keterangan dokter b. Memiliki dalam bidang pengetahuan umum dan dasar c. Memperlihatkan sikap dan disiplin belajar yang baik

44

d. Mendapat ijin dari orang tua atau dan yang mewakilinya, dengan menandatangani Surat Persetujuan yang disediakan oleh pihak sekolah/ Industri. e. Dapat berinteraksi dan berkomunikasi dengan jelas dan baik 2.1.6.3 Hak dan Kewajiban Siswa Prakerin Dalam menyelenggarakan Prakerin peserta didik diharapkan memiliki Hak dan Kewajiban adalah sebagai berikut: 1. Hak peserta didik Prakerin yang meliputi: a) Hak mendapat bimbingan/ pelatihan praktik sesuai dengan rencana program yang disepakati dengan pihak sekolah. b) Memperoleh jaminan kesehatan (Asuransi) dalam masa waktu

pelatihan/praktik. c) Mendapat surat keterangan pengakuan profesi. 2. Kewajiban peserta didik Prakerin yang meliputi: a) Melaksanakan semua program pelatihan/praktik kerja dengan penuh antusias. b) Mematuhi semua ketentuan yang berhubungan dengan program latihan kerja dengan baik. c) Mencatat dan melaporkan setiap pekerjaan yang dilakukan dalam Buku Jurnal untukproses penelitian. d) Mengikuti Tes/ Uji Profesi Pogram Keahlian Bidang Spesialisasi yang dipraktikan. 2.1.6.4 Tugas dan Tanggung Jawab Sekolah dan Industri

45

Penyelenggaraan Pendidikan Sistem Ganda dilaksanakan di Sekolah dan Industri. Dalam pelaksanaannya, kedua lembaga masing-masing memiliki tugas dan tanggung jawab, sebagai berikut: 1. Pihak Sekolah a) Meyakinkan pihak Industri/ Dunia Usaha untuk mau bekerjasama tentang proyek Pendidikan Sistem Ganda. b) Menyusun program pelatihan Pendidikan Sistem Ganda berdasarkan hasil pemetaan (Aspek produktif) kurikulum SMK 1999. c) Membuat perjanjian kontrak kerjasama dengan pihak Industri/ Dunia Usaha menyangkut antara lain: Jadwal dan lama waktu pelatihan/praktik Metode/ sistem penyelenggaraan praktik Monitoring dan sistem pengujian Persyaratan lain yang menyangkut perjanjian kontrak Pendidikan Sistem Ganda. 2. Pihak Industri/ Dunia Usaha Bersama-sama dengan petugas POKJA PSG/ Prakerin: a) Melaksanakan pelatihan dan bimbingan bagi siswa Prakerin b) Melakukan penilaian secara kontinyu terhadap kegiatan siswa Prakerin c) Memberi dorongan dan motivasi kepada siswa Prakerin

46

d) Memberi peringatan atau hukuman kepada siswa sesuai dengan sifat pelanggaran yang dilakukan pada waktu Praktik, setelah mereka mendapat petunjuk kerja, baik secara lisan ataupun tertulis. 2.1.6.4 Permasalahan dan Pemecahan dalam Prakerin Dalam pelaksanaan Prakerin tentu ada persoalan yang dihadapi, yaitu meliputi: A. Faktor-faktor penyebab atau penghambat/ kendala, antara lain: a. Adanya Iinstitusi pasangan yang menghendaki surat izin resmi dalam pelaksanaan Prakerin Sospol Kota Cimahi b. Masih adanya anggapan bahwa pelaksanaan Prakerin mengganggu pekerjaan Dunia Usaha/ Dunia Industri c. Tidak semua jenis pekerjaan di Dunia Usaha/Dunia Industri diberikan kepada siswa praktik d. Adanya Institusi Pasangan yang meminta uang jaminan untuk pelaksanaan Praktik Industri. e. Di Dunia Usaha/ Industri belum ada program kegiatan praktik sehingga siswa melaksanakan pekerjaan apa adanya.

B.

Faktor-faktor pendukung/potensi yang ada serta peluang pemanfaatannya. Adanya Institusi Pasangan yang memberikan kesempatan melaksanakan

praktik industri tak terjadwal/ sewaktu-waktu sesuai dengan tingkat kesibukan

47

lembaga tersebut, terlepas dari jadwal praktik yang ditetapkan oleh Majelis Sekolah seperti di: a. LPMP Jawa Barat b. Ramayana Dept. Store c. Giant Hyper Mart d. Pemkot Cimahi e. Departemen Sosial f. Departemen Agama, dsb Sekolah memanfaatkan kesempatan tersebut dengan mengijinkan siswa sesuai dengan persyaratan yang diminta. Khususnya di Ramayana Dept. Store, selain memberi kesempatan Prakerin tak terjadwal juga memberi kesempatan mengisi lowongan pekerjaan khususnya bagi siswa yang telah melaksanakan praktik industri di Perusahaan tersebut. C. Alternatif-alternatif Pemecahan Masalah Dalam mengatasi masalah-masalah yang ada dalam pelaksanaan Prakerin perlu adanya pemecahan masalah yaitu dengan cara: 1. Negosiasi guru-guru SMK Pasundan 1 Cimahi ke Dunia Usaha/ Industri untuk mengajukan permohonan pelaksanaan Prakerin dengan memberikan penjelasan berbagai masalah dan perihal tentang Prakerin dalam Pendidikan Sistem Ganda. 2. Monitoring Kepala Sekolah dan Staf kelompok kerja Pendidikan Sistem Ganda secara insidental ke Dunia Usaha/Industri dengan memberikan wawasan kebijakan Dikmenjur khususnya pelaksanaan Prakerin.

48

3. Koordinasi Majelis Sekolah dengan Dunia Usaha/ Industri dalam berbagai kegiatan, khususnya dalam pelaksanaan Prakerin. 4. Diikutsertakannya Dunia Usaha/Industri dalam kegiatan Diklat/Lokakarya dalam rangka peningkatan pelaksanaan Praktik Kerja Industri.

2.1.7 Kualitas Siswa SMK 2.1.7.1 Pengertian Kualitas Menurut Goetsch dan Davis dalam Fandy Tjipto & Anastasia Diana, 2002:4, kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau memiliki harapan. Menurut Vincent Gaspersz (2002:5) kualitas didefinisikan sebagai totalitas dari karakteristik suatu produk yang menunjang kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan yang dispesifikasikan atau ditetapkan. Pengertian yang lain kualitas adalah segala sesuatu yang menentukan kepuasan pelanggan dan upaya perubahan ke arah perbaikan terus menerus.

Menurut Sutopo (2000:5), kualitas mengandung banyak pengertian, berikut merupakan beberapa contoh pengertian kualitas. 1. Kesesuaian dengan persyaratan 2. Kecocokan untuk pemakaian 3. Perbaikan berkelanjutan 4. Bebas dari kerusakan/ cacat 5. Pemenuhan kebutuhan pelanggan sejak awal dan setiap saat

49

6. Melakukan segala sesuatu secara benar 7. Sesuatu yang membahagiakan pelanggan Memperhatikan definisi kualitas yang disampaikan para ahli tersebut atas, dapat ditarik pengertian bahwa kualitas pendidikan berhubungan dengan dua pendekatan, yaitu pendekatan pertama, mendasarkan diri pada deskripsi mengenai relevansi pendidikan dengan dunia kerja. Pendekatan kedua, diekspresikan dalam ukuran-ukuran sikap, kepribadian, dan kemampuan intelektual yang sesuai dengan harapan dan tujuan pendidikan nasional. 2.1.7.2 Pengertian Kualitas dan Hasil Belajar Mengajar Abdul Hadis (2010: 97-98) menjelaskan bahwa menurut para ahli pendidikan, kualitas atau mutu proses hasil belajar mengajar diartikan sebagai mutu dari aktivitas mengajar yang dilakukan oleh guru dan mutu aktivitas belajar yang dilakukan oleh peserta didik di kelas, di laboratorium, di bengkel kerja, di tempat praktik ( DU/ DI ) dan di kancah belajar lainnya. Yang terwujud dalam bentuk hasil belajar nyata yang dicapai oleh peserta didik berupa nilai rata-rata dari semua mata pelajaran dalam satu semester. 2.1.7.3 Indikator Kualitas Indikator kualitas siswa dalam pencapaian keberhasilan pendidikan dapat dilihat dari perubahan perilaku itu sendiri. Dalam konteks pendidikan, Bloom mengungkapkan tiga kawasan (domain) perilaku individu beserta sub kawasan dari masing-masing kawasan, yakni : (1) kawasan kognitif; (2) kawasan afektif; dan (3) kawasan psikomotor.

50

Taksonomi perilaku di atas menjadi rujukan penting dalam proses pendidikan, terutama kaitannya dengan usaha dan hasil pendidikan. Segenap usaha pendidikan seyogyanya diarahkan untuk terjadinya perubahan perilaku peserta didik secara menyeluruh, dengan mencakup semua kawasan perilaku. Dengan merujuk pada tulisan Gulo (2005), di bawah ini akan diuraikan ketiga kawasan tersebut beserta sub-kawasannya. A. Kawasan Kognitif Kawasan kognitif yaitu kawasan yang berkaitan aspek-aspek intelektual atau berfikir/nalar terdiri dari : 1. Pengetahuan (knowledge) Pengetahuan merupakan aspek kognitif yang paling rendah tetapi paling mendasar. Dengan pengetahuan individu dapat mengenal dan mengingat kembali suatu objek, ide prosedur, konsep, definisi, nama, peristiwa, tahun, daftar, rumus, teori, atau kesimpulan. Dilihat dari objek yang diketahui (isi) pengetahuan dapat digolongkan sebagai berikut : 2. Pemahaman (comprehension) Pemahaman atau dapat dijuga disebut dengan istilah mengerti merupakan kegiatan mental intelektual yang mengorganisasikan materi yang telah diketahui. Temuantemuan yang didapat dari mengetahui seperti definisi, informasi, peristiwa, fakta disusun kembali dalam struktur kognitif yang ada. Temuan-temuan ini

diakomodasikan dan kemudian berasimilasi dengan struktur kognitif yang ada, sehingga membentuk struktur kognitif baru.

51

3. Penerapan (application) Menggunakan pengetahuan untuk memecahkan masalah atau menerapkan

pengetahuan dalam kehidupan sehari-hari. Seseorang dikatakan menguasai kemampuan ini jika ia dapat memberi contoh, menggunakan, mengklasifikasikan, memanfaatkan, menyelesaikan dan mengidentifikasi hal-hal yang sama. 4. Penguraian (analysis) Menentukan bagian-bagian dari suatu masalah dan menunjukkan hubungan antarbagian tersebut, melihat penyebab-penyebab dari suatu peristiwa atau memberi argumen-argumen yang menyokong suatu pernyataan. 5. Memadukan (synthesis) Menggabungkan, meramu, atau merangkai berbagai informasi menjadi satu kesimpulan atau menjadi suatu hal yang baru. Kemampuan berfikir induktif dan konvergen merupakan ciri kemampuan ini. 6. Penilaian (evaluation) Mempertimbangkan, menilai dan mengambil keputusan benar-salah, baik-buruk, atau bermanfaat tak bermanfaat berdasarkan kriteria - kriteria tertentu baik kualitatif maupun kuantitatif. B. Kawasan Afektif Kawasan afektif yaitu kawasan yang berkaitan aspek-aspek emosional, seperti perasaan, minat, sikap, kepatuhan terhadap moral dan sebagainya, terdiri dari : 1. Penerimaan (receiving/attending) 2. Sambutan (responding) 3. Penilaian (valuing)

52

Pada tahap ini sudah mulai timbul proses internalisasi untuk memiliki dan menghayati nilai dari stimulus yang dihadapi. Penilaian terbagi atas empat tahap sebagai berikut : 4. Pengorganisasian (organization) Pada tahap ini yang bersangkutan tidak hanya menginternalisasi satu nilai tertentu seperti pada tahap komitmen, tetapi mulai melihat beberapa nilai yang relevan untuk disusun menjadi satu sistem nilai. Proses ini terjadi dalam dua tahapan, yakni : 5. Karakterisasi (characterization) Karakterisasi yaitu kemampuan untuk menghayati atau mempribadikan sistem nilai Kalau pada tahap pengorganisasian di atas sistem nilai sudah dapat disusun, maka susunan itu belum konsisten di dalam diri yang bersangkutan. Artinya mudah berubah-ubah sesuai situasi yang dihadapi. Pada tahap karakterisasi, sistem itu selalu konsisten. Proses ini terdiri atas dua tahap, yaitu :

Generalisasi, yaitu kemampuan untuk melihat suatu masalah dari suatu sudut pandang tertentu.

Karakterisasi, yaitu mengembangkan pandangan hidup tertentu yang memberi corak tersendiri pada kepribadian diri yang bersangkutan

C. Kawasan Psikomotor Kawasan psikomotor yaitu kawasan yang berkaitan dengan aspek-aspek keterampilan yang melibatkan fungsi sistem syaraf dan otot (neuronmuscular system) dan fungsi psikis. Kawasan ini terdiri dari : (a) kesiapan); (b) peniruan (imitation);

53

(c) membiasakan (habitual); (d) menyesuaikan (adaptation) dan (e) menciptakan (origination).

Kesiapan yaitu berhubungan dengan kesediaan untuk melatih diri tentang keterampilan tertentu yang dinyatakan dengan usaha untuk melaporkan kehadirannya, mempersiapkan alat, menyesuaikan diri dengan situasi, menjawab pertanyaan.

Meniru adalah kemampuan untuk melakukan sesuai dengan contoh yang diamatinya walaupun belum mengerti hakikat atau makna dari keterampilan itu.

Membiasakan yaitu seseorang dapat melakukan suatu keterampilan tanpa harus melihat contoh, sekalipun ia belum dapat mengubah polanya.

Adaptasi yaitu seseorang sudah mampu melakukan modifikasi untuk disesuaikan dengan kebutuhan atau situasi tempat keterampilan itu dilaksanakan.

Menciptakan (origination) di mana seseorang sudah mampu menciptakan sendiri suatu karya.

2.1.7.4

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kualitas/ Mutu Proses dan Hasil Belajar Mengajar Maslah kualitas/ mutu dalam dunia pendidikan merupakan kebutuhan yang

harus disampaikan dan dirasakan oleh siswa, guru, orang tua, masyarakat, dan para stakeholders pendidikan ( pihak-pihak yang menaruh kepentingan terhadap pendidikan )

54

Secara garis besar ada dua faktor utama yang mempengaruhi kualita/ mutu proses dan hasil belajar mengajar di kelas, yaitu faktor internal dan eksternal. Adapun yang termasuk ke dalam faktor internal berupa: faktor psikologis, sosiologis, dan fisiologis yang ada pada diri siswa dan guru. Sedangkan yang termasuk ke dalam faktor eksternal ialah semua faktor yang mempengaruhi hasil belajar mengajar di kelas selain faktor yang bersumber dari faktor guru dan siswa. Faktor-faktor eksternal tersebut berupa faktor: masukan lingkungan, masukan peralatan, dan masukan eksternal lainnya ( Klaumeier, et al dalam Abdul Hadis: 2010 ). Kesemua faktor internal dan eksternal tersebut harus menjadi perhatian guru dan siswa jika proses pendidikan di kelas ingin berhasil dengan baik. (Bruner dalam Abdul Hadis: 2010). Kesemua faktor tersebut merupakan kondisi kondisi yang mempengaruhi proses dan hasil belajar (Gagne dalam Abdul Hadis: 2010). Komponen-komponen yang mempengaruhi mutu proses dan hasil pembelajaran di kelas dilihat dari perspektif komponen input, komponen proses dan output pendidikan dan pembelajaran. Yang termasuk komponen input yang mempengaruhi proses dan hasil pembelajaran di kelas secara mikro dan mutu pendidikan secara makro ialah komponen murid atau siswa sebagai peserta didik yang akan diproses dalam kegiatan pembelajaran dan pendidikan. Selanjutnya yang termasuk ke dalam komponen instrumental input yang mempengaruhi mutu proses dan hasil pembelajaran dan pendidikan ialah mencakup: guru, kepala sekolah, prasarana pendidikan, sumber belajar, media dan peralatan belajar, metode, strategi, dan pendekatan pembelajaran.

55

Sedangkan yang termasuk ke dalam komponen output atau keluaran hasil proses pembelajaran dan pendidikan adalah komponen lulusan atau alumni dari suatu institusi pendidikan. Menurut pendapat penulis dalm kaitan dengan fokus kajian penelitian ini, faktor yang paling dominan yang mempengaruhi kualitas atau mutu hasil pembelajaran dan pendidikan adalah komponen guru dan kepala sekolah. Guru sebagai komponen yang bertanggung jawab atas keberhasilan mutu hasil pembelajaran di kelas. Seorang guru merupakan ujung tombak pencapaian kualitas pendidikan, ia harus pandai menerjemahkan apa yang dikehendaki dalam kurikulum. Seorang guru harus kreatif dan inovatif dalam menyampaikan pembelajaran kepada peserta didik. Tanggung jawab guru tidak hanya sekedar menyampaikan bahan ajar saja tetapi yang lebih penting adalah bagaimana seorang guru harus bisa menjadikan seorang siswa menjadi berguna di tengah-tengah masyarakat setelah mereka lulus nanti. Komponen kepala sekolah merupakan komponen utama yang menjadi petunjuk ke arah mana pendidikan itu akan di bawa. Kepala sekolah merupakan komando tertinggi yang harus memimpin dan merencanakan strategi apa yang harus dirancang untuk menjadikan sebuah pembelajaran dan pendidikan menjadi berkualitas atau bermutu. Sistem manajemen sekolah juga berpengaruh terhadap keberhasilan proses dan hasil pembelajaran di sekolah. Sekalipun faktor-faktor yang mempengaruhi mutu proses dan hasil pembelajaran di sekolah dan mutu pendidikan secara umum sangat banyak, namun jika dilihat dari faktor dominan yang berpengaruh terhadap mutu/ kualitas

56

pendidikan di antaranya faktor potensi siswa, profesionalisme pendidik, dan budaya lembaga pendidikan. 2.1.8 Pengaruh Pelaksanaan Pendidikan Sistem Ganda di Sekolah Menengah Kejuruan terhadap Kualitas Siswa SMK Pelaksanaan Pendidikan Sistem Ganda yang sekarang berbentuk praktik kerja industri (prakerin) secara umum dapat meningkatkan wawasan, memberikan ketrampilan, secara kreatif dapat dikembangkan oleh siswa dan guru sehingga menghasilkan pola pemikiran kearah masa datang yang disebut keunggulan. Siswa bisa mempraktikkan teori yang mereka dapatkan di sekolah dengan pengalaman praktik langsung di tempat kerja. Pengalaman langsung di dunia kerja dapat membentuk sikap dan perilaku para siswa. Selama di sekolah siswa diperlakukan sebagai anak oleh gurunya tetapi di tempat praktik siswa diperlakukan sebagai orang dewasa sama seperti karyawan lainnya. Hal ini menjadikan siswa SMK lebih mandiri dalam bertindak dan berperilaku. Para siswa lebih merasa dihargai sehingga mereka lebih bebas berkreasi mengungkapkan idenya yang membentuk cakrawala pandang yang lebih maju. Sehingga kemajuan-kemajuan tersebut mendorong kepada pertumbuhan sumber daya manusia yang produktif. Maka harapan peningkatan mutu Sekolah Menengah Kejuruan akan mendorong tercapainya peningkatan kinerja tenaga kerja Indonesia dalam pembangunan bangsa. Selain hal tersebut di atas, Program Pendidikan Sistem Ganda (PSG) berpengaruh akan terbentuknya aspek moral kerja sumber daya manusia sebab dalam Program pendidikan Sistem Ganda memiliki beberapa karakteristik sebagai berikut;

57

1) Selama pelaksanaan PSG peserta didik tetap berstatus sebagai siswa, tetapi wajib mengikuti semua tata tertib/ peraturan kerja yang berlaku diinstansi tempat siswa tersebut melaksanakan Prakerin. 2) Memanfaatkan lingkungan kerja sebagai lingkungan belajar yang dapat digunakan untuk menemukan bidang karir, untuk melatih ketrampilan sikap, etos kerja, dan untuk menguasasi teori serta praktik kerja. 3) Mengembangkan pribadi, moral, sikap ketrampilan dan pikiran peserta didik secara terpadu/utuh, sebab pengalaman di sekolah dikombinasikan dengan pengalaman ditempat kerja dilakukan secara bersama sehingga terjadi perkembangan secara terpadu. 4) Memberikan pengalaman sebagai pekerjaan dengan tanggung jawab yang nyata dan konkrit. Secara umum pelaksanaan PSG dapat meningkatkan wawasan, memberikan ketrampilan secara kreatif dapat dikembangkan oleh siswa dan guru sehingga menghasilkan pola pemikiran kearah masa datang yang disebut keunggulan. Sehingga kemajuan-kemajuan tersebut mendorong kepada pertumbuhan Sumber Daya Manusia yang produktif. Dengan pelaksanaan Pendidikan Sistem Ganda di SMK setelah siswa lulus sudah mempunyai keahlian profesional, ketrampilan, disiplin dan etos kerja sesuai dengan tuntutan dunia kerja yang siap pakai sebagai Sumber Daya Manusia. Jadi tenaga profesional/profesionalisme yang dimaksud dalah tamatan yang mempunyai keahlian profesional, ketrampilan, disiplin dan etos kerja yang sesuai dengan tuntutan dunia kerja/industri dalam hal ini dapat digunakan sebagai indikator

58

adalah kelulusan dalam menempuh Ujian Akhir Nasional Produktif dengan memperoleh sertifikat kompetensi standar Nasional. Dengan demikian diharapkan ada pengaruh positif antara pelaksanaan Pendidikan Sistem Ganda terhadap peningkatan kualitas siswa SMK. Dua strategi pengembangan yang dilaksanakan di SMK Pasundan Cimahi adalah: a. Strategi Sinkronisasi, yang dilaksanakan sebagai berikut: 1. Sekolah melakukan pemetaan standar kompetensi (profil kemampuan tamatan) yang ada pada kurikulum Sekolah Menengah Kejuruan, mengindentifikasi bahan kajian kompenen, pendidikan, khususnya keterkaitan antara kemampuan pokok/sub kemampuan, mata diklat dan pokok Bahasan/sub pokok bahasan. 2. Sekolah bersama Institusi Pasangan melakukan pemetaan jenis pekerjaan dan industri/perusahaan, yaitu mengindentifikasi jenis-jenis ketrampilan kerja dari pekerjaan-pekerjaan yang ada di dunia usaha/industri berikut kemampuankemampuan yang dipersyaratkan untuk melaksanakan pekerjaan tersebut. 3. Sekolah bersama industri melakukan analisis sinkronisasi isi kurikulum berupa ketrampilan-ketrampilan yang harus dilakukan dikuasi siswa, disesuaikan dengan ketrampilan kerja yang harus dilakukan pada pekerjaan yang ada di industri/perusahaan. Langkah ini dimaksud untuk mengidentifikasi jenis-jenis pekerjaan di dunia kerja yang relevan dengan ketrampilan-ketrampilan yang harus dikuasai siswa sesuai dengan kurikulum. 4. Berdasarkan peta materi yang telah dipilah-pilah selanjutnya sekolah dan institusi pasangan menyusun program pembelajaran yang akan dilaksanakan di sekolah

59

berupa Program Pengajaran dan Program Pembelajaran yang akan dilaksanakan di industri/perusahaan.Dalam hal ini siswa peserta Praktik Kerja Industri di sekolah, sudah dibekali kemampuan dasar sesuai dan ketrampilan dasar kejuruan dengan jurusan dan program keahliannya. Setiap siswa Sekolah Menengah Kejuruan mempunyai kemampuan ketrampilan kejuruan sesuai dengan Bidang Keahliannya: 1) Program Keahlian Administrasi Perkantoran yaitu : a. Juru tata usaha kantor b. Juru tik c. Asiparis/Agendaris d. perator alat-alat kantor e. Operator komputer 2) Program Keahlian Akuntansi yaitu : a. Pemegang Buku b. Kasir/Teller c. Operator Komputer d. Menyusun laporan keuangan 3) Program Keahlian Penjualan yaitu : a. Pramuniaga b. Tenaga pemasaran c. Tenaga administrasi penjualan d. Operator komputer

60

Sedangkan jadwal kegiatan pelaksanaan praktik kerja industri atau yang disingkat dengan prakerin yang merupakan bentuk dari pelaksanaan pendidikan sistem ganda ( PSG ) menggunakan sistem Blok Release, dan sesuai dengan hasil kesepakatan bersama antara SMK Negeri dan SMK Swasta se-Kota Cimahi, maka jadwal pelaksanaan Prakerin ( PSG ) di SMK Pasundan Cimahi dilaksanakan setiap menginjak semester lima . Mulai tahun pelajaran 2009-2010 di SMK Pasundan 1 Cimahi, prakerin dilaksanakan pada akhir semester empat. 2.2 KERANGKA PEMIKIRAN 2.2.1 Kerangka Berpikir Penelitian Peningkatan mutu pendidikan menyangkut pengendalian komponenkomponen pendidikan yang yang menunjang terpenuhinya mutu pendidikan yang dibutuhkan dunia kerja. Komponen-komponen tersebut terdiri atas kebijakan dalam mutu bidang pendidikan, kurikulum, pembelajaran, fasilitas pendidikan, peserta

didik, dan pendidik. Hasil dari proses pendidikan adalah kemampuan lulusan, sedangkan kriteria mutu lulusan deskripsi kemampuan (kinerja) yang dituntut dunia kerja. Untuk memenuhinya, kesiapan kualitas SDM makin ditingkatkan. Jalurnya juga turut dipersiapkan melalui sistem pendidikan yang disesuaikan untuk mampu mengatasi kebutuhan sumber daya manusia. Perhatian pemerintahan tertuju pada Sekolah menengah kejuruan (SMK). Pendidikan kejuruan/ profesionalisme tidak sepenuhnya dapat dilakukan oleh sekolah, keahlian profesional hanya mungkin dicapai melalui kegiatan langsung

61

melakukan pekerjaan yang sesungguhnya. Oleh sebab itu untuk mencapai keprofesionalannya diperlukan suatu standar, yang memberikan gambaran tentang apa yang dapat dilakukan di sekolah dan apa yang apa yang seharusnya dilakukan di dunia kerja. Program pendidikan Sistem Ganda merupakan kebijakan pemerintah dalam bentuk penyelenggaraan pendidikan keahlian profesional, yang memadukan secara sistematik dan sinkron antara program pendidikan di sekolah dan program penguasaan keahlian yang diperoleh melalui kegiatan bekerja langsung di Dunia Usaha/Industri, terarah untuk mencapai suatu tingkat keahlian profesional tertentu. Menurut Edward III dalam Indiahono (2009:33) bahwa Implementasi kebijakan yang bersifat kompleks menuntut adanya kerjasama banyak pihak. Ketika strukur birokrasi tidak kondusif terhadap implementasi suatu kebijakan, maka hal ini akan menyebabkan ketidakefektifan dan menghambat jalannya pelaksanaan kebijakan. Lebih lanjut Edward III menjelaskan bahwa untuk mencapai keberhasilan suatu implementasi kebijakan dipengaruhi empat variabel yang berperan sebagai penentu pencapaian keberhasilan suatu kebijakan, di antaranya: a. Komunikasi b. Sumber daya c. Disposisi d. Struktur birokrasi Oleh karena itu efektif atau tidaknya pelaksanaan kebijakan Pendidikan Sistem Ganda bergantung pada bagaimana keempat faktor di atas bersinergi dalam

62

pelaksanaan kebijakan tersebut. Jika program Pendidikan Sistem Ganda dikelola dengan baik maka tujuan yang diharapkan pemerintah akan mutu lulusan SMK yang memiliki kompetensi profesionalisme tidak akan meleset. Kompetensi profesionalisme tersebut diperoleh di sekolah dan di tempat praktik / di dunia kerja . Tingkat keahlian tersebut yaitu: 1) Di sekolah meliputi komponen pendidikan Normatif ( pembentukan watak dan kepribadian), komponen Adaptif (pembentukan kemampuan pengembangan diri) dan komponen teori dan praktik dasar kejuruan. 2) Di dunia kerja (Praktik Kerja Industri) meliputi komponen praktik keahlian kerja, sedapatnya sesuai dengan program keahlian yang dipilih siswa, untuk memperoleh keahlian profesional, ketrampilan, disiplin dan etos kerja sesuai dengan tuntutan dunia kerja. Jadi dengan pelaksanaan Pendidikan Sistem Ganda di Sekolah Menengah Kejuruan siswa tidak hanya mendapat pengetahuan tetapi juga mendapat keahlian yang profesional sesuai dengan bidangnya. Komponen pendidikan umum ( normatif ), komponen pendidikan dasar penunjang ( adaptif ), komponen teori kejuruan, komponen praktik dasar profesi dapat dilaksanakan di sekolah atau di DUDI dengan bekerja sama dalam program PSG, namun komponen praktik keahlian profesi hanya dapat dilakukan di dunia usaha dan industri karena komponen praktik keahlian profesi memerlukan kemampuan profesional.

63

Keseluruhan komponen tersebut diarahkan pada upaya memberikan pengalaman belajar yang bermakna bagi peserta sehingga hasilnya dapat terukur sesuai kebutuhan dunia usaha dan industri. Pada saat melaksanakan Pendidikan Sistem Ganda, siswa sudah dibiasakan untuk berdisiplin, bertanggung jawab, bekerjasama dan bersikap jujur. Mereka dibekali dengan pengetahuan, keahlian, dan ketrampilan yang sesuai dengan bidang masing-masing Sehingga mereka sudah mempunyai keahlian profesional,

ketrampilan, disiplin dan etos kerja sesuai dengan tuntutan dunia kerja yang siap pakai sebagai Sumber Daya Manusia. Pendidikan Sistem Ganda diharapkan dapat meraih pencapaian

keberhasilan tamatan SMK yang diukur dengan adanya perubahan perilaku dalam konteks pendidikan, yakni perilaku dalam kawasan kognitif, afektif, dan psikomotor. Sehingga perubahan perilaku tersebut mendorong kepada pertumbuhan sumber daya manusia yang produktif dalam hal ini diharapkan terjadinya peningkatan kualitas siswa Sekolah Menengah Kejuruan. Maka harapan penigkatan mutu Sekolah Menengah Kejuruan akan mendorong tercapainya peningkatan kinerja tenaga kerja Indonesia dalam pembangunan bangsa. Berdasarkan uraian di atas, penulis berasumsi bahwan ada pengaruh positif antara pelaksanaan Pendidikan Sistem Ganda terhadap peningkatan kualitas siswa di SMK . Sehingga dapat digambarkan model kerangka pemikiran sebagai berikut:

64

BAGAN KERANGKA PEMIKIRAN

65

Penjelasan : Berhasil atau tidaknya pelaksanaan suatu kebijakan dipengaruhi oleh faktor komunikasi, sumber daya, disposisi, dan struktur birokrasi (Edward III:1980). Dalam rangka implementasi kegiatan PSG di Dunia Usaha dan Dunia Industri sekolah harus menerapkan empat faktor tersebut agar bersinergi satu dengan lainnya sehingga dapat membangun kemitraan yang baik dengan pihak Dunia Usaha dan Dunia Industri dalam melaksanakan dan mengelola program pendidikan Sistem Ganda ini, selain itu hal yang lebih utama dibutuhkan kesiapan siswa untuk mampu melaksanakan kegiatan-kegiatan yang sesuai kebutuhan di dunia kerja dalam penguasaan kemampuan normatif, kemampuan adaptif, kemampuan teori kejuruan, kemampuan praktik dasar profesi, dan kemampuan praktik keahlian profesi. Dengan kemitraan yang baik antara SMK dengan pihak Dunia Usaha dan Dunia Industri, masyarakat dan lembaga yang berkepentingan dapat meningkatkan antara kualitas lulusan dengan relevansi kebutuhan kopetensi di dunia kerja. Kualitas lulusan dapat dilihat dari ada tidaknya perubahan perilaku dalam konteks pendidikan yang menurut Bloom terbagi atas 3 kawasan, yaitu: kawasan kognitif, kawasan afektif, dan kawasan psikomotor. 2.3 Hipotesis Hipotesis penelitian adalah jawaban sementara terhadap masalah yang diteliti kemudian harus diuji kebenarannya. Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Suharsimi Arikunto ( 1998:64 ) bahwa hipotesis adalah suatu

66

jawaban yang bersifat sementara terhadap suatu permasalahan penelitian sampai terbukti melalui data yang terkumpul. Selaras pendapat tersebut maka dari latar belakang masalah, perumusan masalah, dan tujuan penelitian serta kerangka berpikir penelitian maka hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Program Pendidikan Sistem Ganda di SMK Pasundan 1 Cimahi dilaksanakan secara efektif. 2. Implementasi Kebijakan Pendidikan Sistem Ganda besar pengaruhnya terhadap kualitas siswa SMK .

67

BAB III METODE PENELITIAN

3.1

Objek Penelitian Pelaksanaan penelitian akan difokuskan terhadap implementasi kebijakan

Pendidikan Sistem Ganda ( PSG ) termasuk manajemen pelaksanaan (PSG) itu sendiri dan kualitas siswa dalam hal ini yang dijadikan fokus adalah tingkat kemampuan produktif siswa SMK Pasundan 1 Cimahi Program keahlian/ kompetensi keahlian Administrasi Perkantoran Th.Pelajaran 2010/ 2011. Lokasi penelitian adalah SMK Pasundan 1 yang terletak di Jl. Encep Kartawiria No. 97/ A Kota Cimahi. 3.2 Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif analisis. Metode deskriptif analisis sebagaimana dikatakan Winarno (1995:140), adalah Memusatkan diri pada pemecahan masalah yang ada pada masa sekarang, pada masalah-masalah yang aktual. Data yang dikumpulkan mula-mula disusun, dijelaskan dan kemudian dianalisis . Dengan demikian data yang diperoleh berupa tanggapan responden terhadap indikator-indikator sub-variabel penelitian, disusun ke dalam tabulasi data yang terdiri atas kolom-kolom: nomor, persyaratan yang berkaitan dengan indikator, alternatif jawaban yang disediakan, nilai jawaban, dan jumlah nilai jawaban.

68

3.2.1 Desain penelitian Desain penelitian atau paradigma penelitian menurut Sugiyono (2008 : 43) diartikan: Sebagai pola pikir yang menunjukan hubungan antar variabel yang akan diteliti yang sekaligus mencerminkan jenis dan jumlah rumusan masalah yang perlu dijawab melalui penelitian, teori yang digunakan untuk merumuskan hipotesis, jenis dan jumlah hipotesis dan teknik analisis statistik yang akan digunakan. Penelitian ini memiliki dua variabel penelitian yaitu variabel X (implementasi kebijakan) dan variabel Y (kualitas siswa). Adapun konsep desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Eksplanatoris, sedangkan jenis penelitian yang dipergunakan adalah survei deskriptif. Menurut Soehartono (1995:33), bahwa metode ekplanatoris adalah suatu penelitian yang mempunyai tujuan untuk menguji hipotesis yang menyatakan hubungan sebab akibat antara dua variabel atau lebih dengan bias yang kecil dan meningkatkan kepercayaan. Sedangkan survei deskriptif menurut Nasir (1999:63), adalah suatu kegiatan penelitian yang meneliti status kelompok manusia, suatu objek, suatu set,kondisi, suatu sistem pemikiran atau suatu kelas peristiwa pada masa sekarang yang bertujuan untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai faktor-faktor, sifat-sifat serta hubungan antara fenomena yang diteliti.

69

Disain penelitian secara konseptual diterjemahkan ke dalam diagram paradigma penelitian di bawah ini:

Implementasi Kebijakan PSG


X

Kualitas Siswa SMK Y

Gambar 3.1 Paradigma penelitian Pengaruh Variabel X terhadap Variabel Y Penelitian ini terdiri atas dua jenis variabel yaitu : 1. Variabel bebas (x) adalah variabel yang menunjukkan adanya gejala atau peristiwa sehingga diketahui pengaruhnya terhadap variabel terikat. Dalam penelitian ini yang menjadi variabel bebas adalah implementasi kebijakan PSG. 2. Variabel terikat (y) adalah hasil yang terjadi karena variabel bebas. Dalam penelitian ini yang menjadi variabel terikat adalah kualitas siswa SMK. 3.2.2 Variabel Penelitian dan Operasional Variabel Sugiyono (2008: 60), merumuskan bahwa variabel penelitian itu adalah suatu atribut atau sifat atau aspek dari orang maupun objek yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya. Pada dasarnya variabel penelitian dibedakan menjadi dua jenis variabel yaitu bebas dan variael terikat. Variabel bebas disebut variabel x yaitu variabel yang diselidiki pengaruhnya. Sedangkan variabel terikat atau disebut juga variabel kontrol, variabel ramalan atau variabel y adalah variabel yang meramalkan yang timbul dalam hubungannya dengan pengaruh dari variabel bebas.

70

Untuk itu dalam penelitian inipun juga digunakan dua variabel yaitu variabel bebas dan variabel terikat atau variabel (x) dan variabel (y) antara lain: a. Variabel bebas (x) dalam penelitian ini adalah Implementasi Kebijakan Pendidikan Sistem Ganda. b. Variabel terikat (y) dalam penelitian ini adalah Kualitas Siswa SMK. Tabel 3.1 Operasional Variabel Penelitian

NO

VARIABEL

DIMENSI

INDIKATOR

NO. ITEM SOAL

Implementasi Kebijakan (X)

Komunikasi

Sosialisasi program kebijakan dijalankan Kejelasan program kebijakan Media penyampaian informasi

1, 2, dan 3

4 dan 5 6

Sumber Daya

Kemampuan implementator dalam menginformasikan kebijakan Kemampuan implementator dalam melaksanakan kebijakan Dukungan publik terhadap kebijakan Fasilitas

7 dan 11

8, 9, dan 10

12

13

71

Kejelasan dalam pemberian Disposisi tugas Penghargaan terhadap pelaksana kebijakan Ketersediaan SOP Struktur Birokrasi (Edward III) Struktur organisasi/pengelola pelaksanaan kebijakan 18 dan 22 19, 20, dan 21 16 dan 17 14 dan 15

Kualitas Siswa (Y)

Pengetahuan

Kemampuan dasar kejuruan Kemampuan keahlian profesi Kemampuan produktif

1 dan 2 3,4,7, dan 8 5 dan 6

Sikap

Sikap terhadap pekerjaan Sikap terhadap tempat praktik kerja Sikap terhadap rekan kerja Sikap dalam berpenampilan

9, 11,dan 15 10,12,dan16

13 dan 14 17

Keterampilan (Teori Bloom)

Kesiapan Kreativitas Keterampilan dalam bekerja

18 dan 21 19 dan 22 20

72

3.2.3 Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data variabel penelitian didapatkan dari data sekunder berupa angket yang disebarkan kepada obyek penelitian. Sedangkan data primer didapatkan melalui wawancara dengan Ketua Pokja PSG dan pengurus Bimbingan dan Penyuluhan (BP) SMK Pasundan 1 Cimahi. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam melaksanakan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Studi kepustakaan, yaitu dengan mempelajari buku-buku atau bahan-bahan tertulis yang ada hubungannya dengan penelitian yang dilakukan. 2. Studi lapangan, yaitu pengumpulan data yang langsung terjun ke lapangan dengan cara sebagai berikut: a. Observasi, yaitu teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui pengamatan lapangan terhadap obyek penelitian ataupun dengan pengamatan langsung proses pelaksanaan PSG di Dunia Usaha dan Dunia Industri. b. Dokumentasi, yaitu teknik pengumpulan data melalui peninggalan tertulis

seperti arsip-arsip dan termasuk juga buku-buku tentang pendapat, teori, dalil, atau hukum-hukum dan lain-lain yang berhubungan dengan masalah penelitian ( Margono, 2003: 181). Dalam penelitian ini metode dokumentasi dilakukan peneliti untuk mendapatkan data sekunder yaitu tentang nilai Ujian Produktif sebagai gambaran yang menunjukan kualitas siswa setelah mengikuti PSG.

73

c. Wawancara, yaitu teknik pengumpulan data dengan mengadakan tanya jawab para struktural terkait di Dunia Usaha dan Dunia Industri serta wawancara dengan Pokja Pelaksana PSG SMK Pasundan 1 Cimahi. d. Angket/ kuesioner, yaitu teknik pengumpulan data primer yang ditujukan kepada para responden untuk mengumpulkan data tentang dimensi-dimensi implementasi kebijakan dan dimensi kualitas siswa SMK. e. Penjaringan jawaban responden menggunakan angket dengan teknik Rating Scale yaitu melakukan pengukuran pada tingkat skala ordinal atau berjenjang. 3.2.4 Teknik Pengukuran Data Pengujian hipotesis dilakukan melalui uji statistik dari data yang dikumpulkan. Pengujian yang dilakukan yaitu dengan menggunakan pengaruh dimensi yang digambarkan variabel X terhadap variabel Y. Sebelum kuesioner digunakan untuk mengumpilkan data maka terlebih dahulu diuji validitas melalui construct validity dan reabilitas internal melalui Consistency-test. Secara operasional uji validitas dilakukan dengan rumus korelasi pearson. Analisis penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan metode deskriptif. Dengan menggunakan pedoman Sitepu (1995:18) yang menyebutkan bahwa: 1. Nilai indeks minimum, yaitu skor minimum dikali jumlah pertanyaan dikali jumlah responden.

74

2. Nilai indeks maksimum, yaitu skor maksimum dikali jumlah pertanyaan dikali jumlah responden. 3. Selisih antara nilai indeks maksimum dikurangi nilai indeks minimum, dengan jenjang yang diinginkan yaitu sangat rendah, sedang, tinggi, sangat tinggi. Skala pengukuran yang digunakan menggunakan skala Likert maka variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi indikator variabel. Kemudian indikator tersebut dijadikan sebagai titik tolak untuk menyusun item-item instrumen yang dapat berupa pertanyaan atau pernyataan. Jawaban setiap item instrumen mempunyai gradasi dari sangat setuju sampai dengan tidak setuju. Kemudian setiap jawaban diberi skor dari skor tertinggi sampai sangat terendah dengan kategori sebagai berikut:

TABEL 3.2 BOBOT NILAI PERNYATAAN NO 1 2 3 4 5 PERNYATAAN Sangat Setuju ( SS ) Setuju ( S ) Ragu-ragu ( R ) Tidak Setuju ( TS ) Sangat Tidak Setuju ( STS ) BOBOT NILAI 5 4 3 2 1

Sumber : Sugiyono ( 2008: 136)

75

3.2.5 Populasi Populasi sasaran dalam penelitian ini adalah siswa SMK Pasundan 1 Cimahi Tahun Pelajaran 2010/ 2011, kelas XII jurusan/ kompetensi keahlian Administrasi Perkantoran (AP) yang telah melaksanakan program PSG atau telah melaksanakan Praktik Kerja Industri yaitu sebanyak 114 orang siswa yang terbagi atas 3 kelas yaitu 40 siswa pada XII AP 1, 38 siswa pada XII AP 2, dan 40 siswa pada XII AP 3. Mengingat populasi yang akan diteliti adalah seluruh kelas XII AP, maka teknik yang digunakan adalah teknik sensus, yaitu seluruh populasi dijadikan sampel/ responden penelitian. 3.2.6 Teknik Pengolahan Data Teknik yang digunakan dalam pengolahan data bertujuan untuk menjawab rumusan masalah yaitu untuk mengetahui seberapa besar pengaruh Implementasi Kebijakan terhadap Peningkatan Kualitas Siswa melalui serangkaian pengolahan data dan analisis. Untuk mengolah data penelitian ini, peneliti menggunakan langkah-langkah sebagai berikut: a. Editing, yaitu penulis meneliti secara rinci terhadap angket yang akan disebarkan kepada populasi yang ada. Hal ini dilakukan agar angket terhindar dari kesalahan dan diharapkan diperoleh hasil yang objektif b. Skoring, memberikan skor terhadap pernyataan yang ada pada angket c. Tabulating, peneliti melakukan perhitungan terhadap hasil skor yang diperoleh

76

3.2.7

Uji Kualitas Data Uji kualitas data dilakukan dengan cara:

1.

Uji Validitas Validitas menunjukkan sejauh mana alat ukur cocok mengukur apa yang

ingin diukur. Jadi dapat dikatakan semakin tinggi validitas suatu alat ukur maka alat ukur tersebut semakin mengenai sasarannya. Jika peneliti merupakan instrumen (alat) ukur yang harus mengukur apa yang menjadi tujuan penelitian, maka rumus koefesien korelasi yang dapat dipakai adalah Sugiyono (2004:182)

Instrumen dikatakan valid, jika koefesien korelasi hasil penghitungan mempunyai nilai lebih besar atau = 0,3 (angka kritis). 2. Uji Reliabilitas Yaitu adanya derajat ketepatan atau keakuratan yang ditunjukkan oleh instrumen penelitian. Teknik uji yang digunakan teknik korelasi belah dua dari Sperman Borwn ( split half ) yang dikutip Sugiyono (2004:178) dengan persamaan sebagai berikut: Keterangan : ri : Reliabilitas internal seluruh instrumen rb : Korelasi product moment antara belahan pertama dan kedua Suatu instrumen variabel dikatakan reliabel jika nilai koefesien reliabilitas bernilai positip. Makin besar nilai koefesien reliabilitas menunjukkan makin handal instrumen variabel tersebut.

77

3.2.7.1 Methode Successive Interval Sehubungan dengan data yang didapatkan melalui kuesioner dengan skala Likert adalah data yang bersipat ordinal sedangkan syarat agar dapat diolah melalui analisis jalur maka terlebih dahulu data dikonversikan ke dalam skala interval dengan menggunakan MSI ( Methode of Successive Interval ) Harun Al-rasyid (1994 : 131 ) dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Memperhatikan setiap item pernyataan atau pertanyaan 2. Untuk setiap item pernyataan atau pertanyaan, tentukan berapa banyak responden yang mendapat skor 1,2,3,4,dan 5 yang disebut frekuensi (f) 3. Tentukan proporsi (P) dengan membagi setiap frekuensi dengan banyaknya responden 4. Menghitung proporsi komulatif 5. Menghitung nilai Z setiap proporsi komulatif yang diperoleh dengan

menggunakan tabel normal 6. Menghitung nilai densitas normal yang sesuai dengan nilai Z 7. Hitung SV ( Scala value=nilai skala ) untuk setiap Z dengan rumus: SV = Keterangan : Destiny at lower limit Destiny at upper limit Area under upper limit Area under lower limit : kepadatan batas bawah : kepadatan batas atas : daerah di bawah batas atas : daerah di atas batas bawah

78

8. Sesuaikan nilai skala ordinal ke interval, yaitu scala value yang nilainya terkecil diubah menjadi sama dengan satu melalui transformasi berikut: Transformed Scala Value = Scala Value + ( 3.2.7.2 Regresi Linier Sederhana Regresi linier adalah metode statistika yang digunakan untuk membentuk model hubungan antara variabel terikat (dependen; respon; Y) dengan satu atau lebih variabel bebas (independen, prediktor, X). Apabila banyaknya variabel bebas hanya ada satu, disebut sebagai regresi linier sederhana. Bentuk Umum Regresi Linier Sederhana = + bX

: Subjek variabel terikat yang diproyeksikan X : Variabel bebas yang mempunyai nilai tertentu untuk diprediksikan : Nilai konstanta harga Y jika X = 0 b : Nilai arah sebagai penentu ramalan (prediksi) yang menunjukkan nilai peningkatan (+) atau nilai penurunan (-) variabel Y b=

Langkah langkah menjawab regresi Sederhana: Langkah 1. Membuat Ha dan Ho dalam bentuk kalimat Langkah 2. Membuat Ha dan Ho dalam bentuk statistik Langkah 3. Membuat tabel penolong untuk menghitung angka statistik Langkah 4. Masukkan angka-angka statistik dari tabel penolong dengan rumus

79

b=

Langkah 5. Mencari Jumlah Kuadrat Regresi (

) dengan rumus

Langkah 6. Mencari jumlah kuadrat Regresi ( = b.{


) dengan rumus

} ) dengan rumus

Langkah 7. Mencari jumlah Kuadrat Residu ( =

Langkah 8. Mencari rata-rata jumlah Kuadrat Regresi = Langkah 9. Mencari Rata-rata jumlah Kuadrat Regresi

dengan rumus

dengan rumus

Langkah 10. Mencari Rata-rata Jumlah Kuadrat Residu ( = Langkah 11. Menguji Signifikansi dengan rumus

) dengan rumus

Kaidah penghitungan Signifikansi: Jika , maka tolak Ho artinya signifikan dan , terima Ho artinya tidak signifikan Dengan taraf signifikan : Carilah nilai =0,01 atau 0,05

menggunakan tabel t dengan rumus

80

Langkah 12. Membuat kesimpulan

81

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 4.1.1

Hasil Penelitian Gambaran Umum SMK Pasundan 1 Cimahi SMK Pasundan Cimahi yang berdiri berdasarkan Izin Kanwil Depdikbud

Propinsi Jawa Barat tanggal 7 Februari 1977 Nomor 6028/PMK-UL/1977 semula bernama SMEA Pasundan yang berlokasi di Padalarang. Berdasarkan SK Pengurus YPDM Pasundan tanggal 31 Desember 1992 Nomor 70/I.i YPDMP/C/XII/1992, dan rekomendasi Kepala Kanwil Depdikbud Propinsi Jawa Barat No. 183/I02.8h/. MN/1998, lokasi belajar mengajar SMK Pasundan dipindahkan ke jalan Citeureup 97/A Cimahi yang berlokasi di bekas SGO Pasundan Cimahi, yang pada waktu itu sudah berubah menjadi SMA Pasundan 3 Cimahi Pada tahun 1999 SMEA Pasundan Cimahi berubah nama menjadi SMK Pasundan Cimahi. Pada awal berdirinya SMK Pasundan Cimahi berlokasi di Cimareme di bawah pimpinan Dr. H. Edi Djarkasih sejak tahun 1970- 1993 selanjutnya , SMK Pasundan, berpindah ke Cimahi dan dipimpin oleh Drs. H. E. Komarudin dari tahun 1993-1996 yang kemudian jabatan kepala sekolah ini diteruskan oleh Drs. Dedy .PH, dari tahun 1994 1995 dan pada tahun 1995 1996 dipimpin oleh Ali Hidayat , BA. sejak tahun 1996 sampai 2005 Jabatan Kepala Sekolah dijabat oleh Aan Saprani, Bc.Ak, Kemudian sejak Januari tahun 2006 sampai dengan Juli 2006 Jabatan PLt Kepala Sekolah dipegang Drs. Djoehana I Widjaksana, PH, yang selanjutnya mulai tahun pelajaran 2006/2007 sampai sekarang Jabatan Kepala Sekolah dipegang oleh

82

Drs. Rusyamsi, M.Pd. Mulai tahun pelajaran 2010 2011 SMK Pasundan Cimahi berubah menjadi SMK Pasundan I Cimahi. SMK Pasundan I Cimahi yang saat ini berjenjang akreditasi A, saat berdiri hanya mempunyai satu Bidang Studi Kealian yaitu Bisnis dan Manajemen dengan satu Program Keahlian yaitu Penjualan , yang pada saat ini berkembang menjadi tiga Program Keahlian yaitu ; Akuntansi, Administrasi Perkantoran, dan Pemasaran. Mulai tahun pelajaran 2008 2009 SMK Pasundan Cimahi membuka Bidang Studi Keahlian baru yaitu Teknologi Informasi dan Komunikasi dengan satu program studi keahlian yaitu Teknik Komputer dan Jaringan. Mulai Tahun Pelajaran 2010/ 2011 SMK Pasundan Cimahi berubah nama menjadi SMK Pasundan 1 Cimahi, karena di Cimahi berdiri SMK pasundan Cimahi 2 dan 3. Sejak berdiri sampai dengan saat ini SMK Pasundan Cimahi telah meluluskan lebih dari 10.000 orang siswa yang sebagian besar sudah diserap di dunia kerja. Bidang dunia kerja yang menyerap lulusan SMK Pasundan ini bervariasi mulai dari BUMN, Instansi pemerintah, Industri sampai yang berwirausaha. Berikut ini gambaran keadaan siswa dan guru di SMK Pasundan 1 Cimahi: A. Keadaan Siswa SMK Pasundan 1 Cimahi Tahun 2010-2011

83

Tabel 4.1 Keadaan Siswa Kompetensi Keahlian Administrasi Perkantoran Jumlah Siswa Tingkat No Program Keahlian X 1. 2. 3. 4. Akuntansi Adm.Perkantoran Penjualan Teknik Komputer & Jaringan Jumlah Keadaan Siswa 74 79 74 72 299 XI 105 124 122 80 431 XII 75 114 67 34 290 254 317 263 186 1020 Jumlah

B. Guru dan Pegawai Tata Usaha Tabel 4.2 Keadaan Guru Tugas Mengajar No. Nama Pendidikan Tertinggi/ Jurusan Mata Diklat 1 Drs. Rusyamsi I NORMATIF 2 Iyus Darojat, S.Pd.I 3 Nanang I Solihat,S.Ag 4 Nunung Nuryamah,S.Ag 5 Aang Syarif S.1/STAIN/PAI/2005 S.1/IAIN/B.Arab/1995 S.1/UNISBA/PAI/1993 S.1/UNINUS/PAI/2007 Pend.Agama, PPKn Pend.Agama Pend.Agama, BP/BK Pend.Agama S.1/IKIP/Kepelatihan/1984 Penjaskes dan OR

84

Tugas Mengajar No. Nama Pendidikan Tertinggi/ Jurusan Mata Diklat Rustaman,S.Pd.I 6 Ai Sukanah,S.Pd 7 Dian Sopian, S.Pd 8 Ema Lesmawati,S.Pd 9 Sri Mulyani,S.Pd 10 Dra.Hani Sumaryani 11 Eti Kurniawati,S.Pd 12 Heri Nurdiansyah, S.Pd 13 Nenti Erawati, S.Pd 14 Adeh,S.Pd 15 Taufik Firmansyah, S.Pd 16 Drs. Armand 17 Suhana Ningrat, S.Sn II ADAPTIF 18 Yani Hindasah,S.Pd 19 Ahmad Solihin, S.Pd 20 Nunung Suhaeti, S.Pd 21 Lina Supiatin, S.Pd 22 Ima Nurmayanti,S.Pd S.1/STKIP/B.Inggris/1999 S.1/STKIP/B.Inggris/2007 S.1/IAIN/B.Inggris/2005 S.1/UPI/B.Inggris/2001 S.1/STKIP/Matematika/2001 B.Inggris B.Inggris B.Inggris B.Inggris Matematika S.1/ STKIP/PMPKN/1996 S.1/STKIP/PKn/1999 S.1/UNPAS/PPKn/1999 S.1/IKIP/B.Indonesia/2002 S1/UNINUS/B.Indonesia/1987 S.1/UNPAS/B.Indonesia/2000 S.1/UNPAS/B.Indonesia/2007 S.1/STKIP/B.Indonesia/2008 S.1/STKIP/Pendor/2001 S.1/STKIP/Penjas/2008 S.1/IKIP/Kepelatihan/1986 S.1/STSI/Seni Teater/2003 PPKn PPKn PPKn,IPA B.Indonesia B.Indonesia B.Indonesia B.Indonesia,Seni Budaya B.Indonesia Penjaskes dan OR Penjaskes dan OR Penjaskes dan OR Seni Budaya

85

Tugas Mengajar No. Nama Pendidikan Tertinggi/ Jurusan Mata Diklat 23 Umi Iswanti,S.Si 24 Rima Damayanti,ST,S.Pd 25 Ati Rosmiati,S.Pd 26 Wulan Indah Pratiwi S.1/UNISBA/Matematika/2004 S.1/STKIP/Matematika/2006 S.1/UNLA/Matematika/1994 UPI/Matematika/2009 Matematika Matematika Matematika Matematika KKPI, Fisika, Kimia KKPI, Produktif TKJ KKPI IPA IPA IPS IPS IPS Kewirausahaan, Prod. Ak Kewirausahaan Kewirausahaan

27 Kicky Uceu Wardani, S.Si S.1/UPI/Kimia/2001 28 Yadi Hendradi,A.Md 29 Nanang Sariyono, ST 30 Budi Syarif,S.Pd 31 Drs. Sukandar D.3/ AMIK/1999 S.1/UPI/Teknik Bangunan/2005 S.1/UNJANI/MIPA/2006 S.1/IKIP/Fisika/1990

32 Annisa Yuniarahman,S.Pd S.1/UPI/Pend.Tata Niaga/2008 33 Iyan Budiaman R,SE 34 Dedi Haryono, S.Ip 35 Yati Sumiati, S.Pd 36 Drs.Hidayat Supriadi 37 Hj. Tini Mariatini,S.Pd 38 Dra.Tita Siti Nuryati S.1//UNINUS/Manajemen/1994 S.1/UNJANI/Fisip/2000 S.1/UNPAS/Akuntansi/2005 S.1/IKIP/PDU/1991 S.1/IKIP/PDU/1994

S.1/IKIP/PDU/Adm.Perkantoran/1988 Kewirausahaan

III PRODUKTIF 39 Ayi Hendayani,SE S1/UNJANI/Akuntansi/1998 Produktif Akuntansi

86

Tugas Mengajar No. Nama Pendidikan Tertinggi/ Jurusan Mata Diklat 40 Noor Patriani E,S.Pd 41 Maria Sari, ST 42 Drs.A.Saeful Hidayat S1/UNLA/Akuntansi/1995 S.1/UPI/Pend.Akuntansi/2007 S1/IKIP/Ekper/1982 Produktif Akuntansi Produktif Akuntansi Produktif Akuntansi Produktif 43 Dra.Yeni Kartini S1/IKIP/Adpen/1988 Adm.Perkantoran Produktif 44 Dra.Hj.Tita Kospita S1/IKIP/Manajemen/1984 Adm.Perkantoran Produktif 45 Betty Irawati,S.Pd S.1/IKIP/Ekonomi/2000 Adm.Perkantoran Produktif 46 Dra.Kaesih S1/IKIP/Ekper/1984 Adm.Perkantoran Produktif 47 Drs.Djafar S1/IKIP/Manajemen/1983 Adm.Perkantoran 48 R.Kentias Hariwidodo,S.Pd S1/STKIP/B.Inggris/2005 49 Tiktik Kartika,SE 50 Furry Detty Nurbakti 51 Yudha Hermana Pratama 52 Alip Syahrudin, ST,MM S1/UNPAS/Ekonomi/1993 UPI/Man.Pemasaran Pariwisata Produktif Pemasaran Produktif Perdagangan Produktif Perdagangan

S.1/PASIM/Komp.Informatika/2001 Produktif TKJ S.2/STIE/Manajemen SDM/2007 Produktif TKJ Produktif TKJ

53 Kicky Uceu Wardani, S.Si S.1/UPI/Kimia/2001

87

Tugas Mengajar No. Nama Pendidikan Tertinggi/ Jurusan Mata Diklat S.1/UNIKOM/Teknik 54 Mulyo Sudarso,S.kom. Informatika/2008 IV MULOK 55 Dra.Hani Sumaryani 56 Drs.Uus Sutisna V BP/BK Maruti Puput Ismayanti, 55 S.Pd S.1/UNJANI/Psikologi/2008 BP/BK S1/UNINUS/B.Indonesia/1987 S1/IKIP/B.Jepang B.Sunda Bahasa jepang Produktif TKJ

Tabel 4.3 Staf Tata Usaha dan Karyawan PendidikanTertinggi/ No. Nama Jabatan Jurusan 1 Leili Malihatun 2 Siti Suhaeni 3 Noor Zaina 4 Lenny Nurnawati 5 Yani Aryani 6 Yani Mulyani Kepala Tata Usaha Bendaharawan Tata Usaha Tata Usaha Tata Usaha Pustakawan MAN/1993 SMEA/1987 SMAN/1993 SMAN/1993 D.1/SEKRETARIS/1990 SMK/Man.Bisnis/2000

88

PendidikanTertinggi/ No. Nama Jabatan Jurusan 7 Lukman Adiputra 8 Iyus Yusman 9 Abdul Adjid 10 Yayan Tarkaya 11 Karsinah 12 Muhamad 13 Yusup Pemb. Bendahara Caraka Caraka Caraka Caraka Satpam Caraka SMEAN/1964 SD/1970 SD/1991 KPG/1986 SD SD/1957 MA/2003

89

C.

STRUKTUR ORGANISASI SMK PASUNDAN 1 CIMAHI

KEPALA SEKOLAH Drs.RUSYAMSI,M.Pd. KEPALA TATA USAHA LEILY MALIHATUN

WKS. KURIKULUM SRI MULYANI,S.Pd.

WKS. KESISWAAN ADEH,S.Pd.

WKS. HUMAS/HUBID TIKTIK KARTIKA,S.E. KOORD.BP/BK NUNUNG N.,S.Ag.

STAF. KURIKULUM Dra.YENI KARTINI

PKS KESISWAAN: Drs. ARMAND Drs.MOCH.RAMDAN DEDI, S.Pd.

STAFF. BP/ BK IYUS DAROJAT,S.Pd.I

PEMBINA OSIS TAUFIQ F. S.Pd.

STAF.PEMB. OSIS SUHANA NINGRAT,S.SN

90

KETUA K.K.ADM.PERK. BETTY IRAWATI,S.Pd.

KETUA K.K.AKUN. AYI H. ,S.E.

KETUA K.K.PEMAS R.KENTIAS H.,S.Pd

KETUA K.K.TKJ ALIF,SPd. M.M.

WALI KELAS

SISWA

Bagan 4.1 Struktur Organisasi SMK Pasundan 1 Cimahi D. Visi dan Misi SMK Pasundan 1 Cimahi mempunyai Visi dan Misi sebagai berikut: Visi : Menghasilkan tenaga kerja tingkat menengah yang mudah mendapat pekerjaan sesuai dengan bidangnya pada masa kini maupun masa yang akan datang sejalan dengan perkembangan IPTEK. b. c. d. Tahun 2010 terunggul di Kota Cimahi Tahun 2015 terunggul di wilayah Priangan Barat Tahun 2020 terunggul di Jawa Barat

Misi: Mengoptimalkan semua sumber daya yang ada di sekolah dan di luar sekolah dalam upaya mewujudkan sekolah yang mandiri, menghasilkan lulusan yang mampu

91

berwirausaha dan berorientasi pada dunia kerja sesuai dengan perkembangan IPTEK melalui pola Pendidikan Sistem Ganda sehingga : a. b. c. dapat diterima oleh DU/DI mampu berdikari dapat melanjutkan kependidikan yang lebih tinggi.

4.1.2 Profil Responden Seperti yang telah digambarkan di atas bahwa SMK Pasundan 1 Cimahi memiliki empat kompetensi keahlian/ program keahlian, salah satu di antaranya adalah kompetensi keahlian Administrasi Perkantoran. Kompetensi Keahlian Administrasi Perkantoran merupakan salah satu Kompetensi Keahlian yang paling banyak diminati siswa yang masuk ke SMK Pasundan 1 Cimahi. Hal ini terbukti dengan jumlah siswa yang memilih Kompetensi Keahlian tersebut setiap tahunnya selalu tinggi dibandingkan Kompetensi Keahlian yang lainnya. Minat siswa memilih Kompetensi Keahlian Administrasi Perkantoran disebabkan jenjang profesi lulusannya sebagai tenaga sekretaris. Selain itu Kompetensi Keahlian Administrasi Perkantoran menawarkan dunia kerja yang menjanjikan, misalnya saja sebagai tenaga staf perkantoran. Berikut ini gambaran jumlah siswa Kompetensi Keahlian Administrasi Perkantoran pada Tahun Pelajaran 2010/ 2011:

92

Tabel 4.4 Keadaan Siswa Kompetensi Keahlian Administrasi Perkantoran KELAS X JUMLAH SISWA PER ANGKATAN 80 KELAS XI 118 KELAS XII TOTAL 114 312

4.2 Uji Kualitas Data ( Hasil Uji Coba Instrumen Penelitian ) Penelitian dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang terdiri dari variabel : Implementasi Pendidikan Sistem ganda ( 22 item ) dan Kualitas Siswa ( 22 item ). Agar instrumen penelitian ini layak digunakan instrumen yang akan digunakan terlebih dahulu diujicobakan kepada 25 responden yang akan dijadikan sampel penelitian (populasi) Melalui pengujian reliabilitas teknik split half nampak bahwa masingmasing instrumen pengukuran adalah reliabel dengan tingkat reliabilitas yang tinggi (koefisien rata-rata di atas 0,8) dengan koefisien internal Spearman Brown sesuai dengan yang direkomendasikan oleh Sugiyono ( 2008:185) yang menyatakan bahwa batas minimum reliabilitas yang dapat diterima adalah koefisien positif Reliabilitas untuk kuesioner masing-masing variabel disajikan pada tabel di bawah ini :

93

Tabel 4.5 Reliabilitas


Variabel/subvariabel Implementasi Kebijakan Pendidikan Sistem Ganda (X) Kualitas Siswa (Y) Reliabilitas 0,989 Kriteria Reliabilitas Tinggi

0,866

Reliabilitas Tinggi

Sumber : Lampiran pengujian validitas reliabilitas

Pengujian tingkat validitas tiap item dipergunakan analisis item, artinya mengkorelasikan skor tiap item dengan skor total yang merupakan jumlah tiap skor item. Menurut Sugiyono (1999 : 46), item yang mempunyai korelasi positif dengan skor total serta korelasi yang tinggi, menunjukkan bahwa item tersebut mempunyai validitas yang tinggi pula. Persyaratan minimum agar dapat dianggap valid apabila r = 0,3. Sehingga apabila korelasi antar item dengan skor total kurang dari 0,3 maka item dalam instrument tersebut dinyatakan tidak valid. Adapun hasil uji coba mengenai tingkat validitas butir pertanyaan disajikan dalam tabel berikut :

94

Tabel 4.6 Hasil Validitas Item Implementasi


Kebijakan Pendidikan Sistem Ganda (X)

No Item Tk Validitas Keterangan Valid X_1 0,725 Valid X_2 0,679 Valid X_3 0,744 Valid X_4 0,648 Valid X_5 0,579 Valid X_6 0,573 Valid X_7 0,707 Valid X_8 0,721 Valid X_9 0,576 Valid X_10 0,390 Valid X_11 0,599 Valid X_12 0,580 Valid X_13 0,683 Valid X_14 0,597 Valid X_15 0,771 Valid X_16 0,679 Valid X_17 0,744 Valid X_18 0,648 Valid X_19 0,616 Valid X_20 0,573 Valid X_21 0,707 Valid X_22 0,598 Sumber : Lampiran pengujian validitas reliabilitas

95

Tabel 4.7 Hasil Validitas Item Variabel Kualitas Siswa (Y) No Item Tk Validitas Keterangan Valid X_1 0,611 Valid X_2 0,321 Valid X_3 0,756 Valid X_4 0,640 Valid X_5 0,573 Valid X_6 0,630 Valid X_7 0,533 Valid X_8 0,593 Valid X_9 0,591 Valid X_10 0,466 Valid X_11 0,614 Valid X_12 0,557 Valid X_13 0,481 Valid X_14 0,552 Valid X_15 0,543 Valid X_16 0,323 Valid X_17 0,400 Valid X_18 0,503 Valid X_19 0,621 Valid X_20 0,582 Valid X_21 0,520 Valid X_22 0,441 Sumber : Lampiran pengujian validitas reliabilitas

Berdasarkan tabel 4.6 dan tabel 4.7, diperoleh infromasi mengenai tingkat validitas item mana saja yang dinyatakan valid dan digunakan untuk penelitian. Hasil pengujian secara lengkap dapat dilihat pada lampiran. Rekapitulasi tingkat validitas item pertanyaan instrumen penelitian disajikan dalam tabel 4.8. berikut :

96

Tabel 4.8 Rekapitulasi Hasil Uji Coba Item Pertanyaan Instrumen


VALID Jumlah % 22 100 22 100 TIDAK VALID Jumlah % TOTAL Jumlah % 22 100 22 100

QUESINOER/VARIABEL Implementasi Kebijakan Pendidikan Sistem Ganda (X) Kualitas Siswa (Y)

Sumber : Lampiran pengujian validitas reliabilitas

Dari tabel tersebut di atas, ternyata seluruh item pernyataan (100%) merupakan item terpilih (valid).

4.3

Hasil Analisis dan Pembahasan Deskripsi hasil penelitian ini berupaya untuk mengungkapkan variabel-

variabel yang diteliti dalam penelitian. Secara garis besar variabel penelitian dibagi menjadi dua bagian yaitu variabel independent ( variabel bebas ) dan variabel devenden ( variabel terikat ). Karena dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis dan dijelaskan dalam kedudukan yang sama. Oleh karena itu pembahasan hasil penelitian akan diawali dengan variabel bebas, Implementasi Kebijakan Program Pendidikan Sistem Ganda dan Kualitas Siswa SMK.

97

4.3.1

Implementasi Kebijakan Pendidikan Sistem Ganda Bagian ini akan menguraikan bagaimana gambaran Implementasi Kebijakan

Pendidikan Sistem Ganda dengan kategori: komunikasi, sumber daya, disposisi, dan struktur birokrasi. Gambaran mengenai hal tersebut dapat dilihat dari pendapat responden sebagai berikut: Tabel 4.9 Pendapat responden mengenai siswa yang akan melaksanakan Pendidikan Sistem Ganda (PSG) harus diberikan penjelasan tentang kebijakan program PSG
Pendapat 5 4 3 2 1 Sangat Setuju Setuju Ragu-ragu Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju Jumlah Frekuensi 94 11 5 4 0 114 Skor 470 44 15 8 0 Prosentase 82.46 9.65 4.39 3.50 0.00 100 %

Sumber : data kuesioner, diolah Berdasarkan tabel 4.9 di atas terlihat bahwa sebagian besar responden

berpendapat positif. Gambaran tersebut menunjukkan bahwa Implementasi kebijakan dari kategori komunikasi dalam pemberian penjelasan tentang kebijakan program PSG di SMK Pasundan 1 Cimahi sudah berjalan dengan baik.

98

Tabel 4.10 Pendapat responden mengenai sekolah mengundang Dunia Usaha/ Dunia Industri (DU/DI) untuk mensosialisasikan PSG
Pendapat 5 4 3 2 1 Sangat Setuju Setuju Ragu-ragu Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju Jumlah Frekuensi 52 53 6 2 1 114 Skor 260 212 18 4 1 Prosentase 45.61 46.49 5.26 1.75 0.88 100 %

Sumber : data kuesioner, diolah Berdasarkan tabel 4.10 di atas terlihat bahwa sebagian besar responden berpendapat positif. Gambaran tersebut menunjukkan bahwa Implementasi kebijakan dari kategori komunikasi di SMK Pasundan 1 Cimahi dalam sosialisasi PSG dengan pihak DU/ DI sudah dilaksanakan dengan baik. Tabel 4.11 Pendapat responden mengenai sebelum PSG siswa dibekali praktik perkantoran di sekolah
Pendapat 5 4 3 2 1 Sangat Setuju Setuju Ragu-ragu Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju Jumlah Frekuensi 94 14 5 1 0 114 Skor 470 56 15 2 0 Prosentase 82.46 12.28 4.39 0.88 0.00 100 %

Sumber : data kuesioner, diolah

99

Berdasarkan tabel 4.11 di atas terlihat bahwa sebagian besar responden berpendapat positif. Gambaran tersebut menunjukkan bahwa Implementasi kebijakan dari kategori komunikasi dalam pemberian pembekalan praktik perkantoran untuk siswa SMK Pasundan 1 Cimahi yang akan melakukan PSG sudah dilaksanakan dengan baik. Tabel 4.12 Pendapat responden mengenai pengembangan model kerja sama dalam pelaksanaan PSG dengan pihak DU/DI
Pendapat 5 4 3 2 1 Sangat Setuju Setuju Ragu-ragu Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju Jumlah Frekuensi 80 22 11 1 0 114 Skor 400 88 33 2 0 Prosentase 70.18 19.30 9.65 0.88 0.00 100 %

Sumber : data kuesioner, diolah Berdasarkan tabel 4.12 di atas terlihat bahwa sebagian besar responden berpendapat positif. Gambaran tersebut menunjukkan bahwa Implementasi kebijakan dari kategori komunikasi dalam pengembangan model kerja sama dengan pihak DU/ DI dalam pelaksanaan PSG di SMK Pasundan 1 Cimahi sudah berjalan dengan baik.

100

Tabel 4.13 Pendapat responden mengenai pembekalan sebagai persiapan PSG


Pendapat 5 4 3 2 1 Sangat Setuju Setuju Ragu-ragu Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju Jumlah Frekuensi 94 11 6 2 1 114 Skor 470 44 18 4 1 Prosentase 82.46 9.65 5.26 1.75 0.88 100 %

Sumber : data kuesioner, diolah Berdasarkan tabel 4.13 di atas terlihat bahwa sebagian besar responden berpendapat positif. Gambaran tersebut menunjukkan bahwa Implementasi kebijakan dari kategori komunikasi dalampemberian pembekalan kepada siswa SMK Pasundan 1 Cimahi sebelum melaksanakan PSG sudah dilaksanakan dengan baik.

Tabel 4.14 Pendapat responden mengenai sekolah bersama dengan DU/Di menetapkan media komunikasi untuk mempermudah komunikasi selama PSG
Pendapat 5 4 3 2 1 Sangat Setuju Setuju Ragu-ragu Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju Jumlah Frekuensi 67 33 12 2 0 114 Skor 335 132 36 4 0 Prosentase 58.77 28.95 10.53 1.75 0.00 100 %

Sumber : data kuesioner, diolah

101

Berdasarkan tabel 4.14 di atas terlihat bahwa sebagian besar responden berpendapat positif. Gambaran tersebut menunjukkan bahwa Implementasi kebijakan dari kategori komunikasi dalam kerja sama sekolah dengan pihak DU/ DI untuk menetapkan media komunikasi yang digunakan dalam mempermudah komunikasi selama PSG berlangsung sudah dilaksanakan dengan baik.

Tabel 4.15 Pendapat responden mengenai pembimbing PSG memiliki kemampuan yang baik dalam menjelaskan program
Pendapat 5 4 3 2 1 Sangat Setuju Setuju Ragu-ragu Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju Jumlah Frekuensi 55 50 3 5 1 114 Skor 275 200 9 10 1 Prosentase 48.25 43.86 2.63 4.39 0.88 100 %

Sumber : data kuesioner, diolah Berdasarkan tabel 15 di atas terlihat bahwa sebagian besar responden

berpendapat positif. Gambaran tersebut menunjukkan bahwa Implementasi kebijakan dari kategori sumber daya guru pembimbing PSG di SMK Pasundan 1 Cimahi memiliki kemampuan yang baik dalam menjelaskan program kepada siswa

102

Tabel 4.16 Pendapat responden mengenai penetapan pelaksanaan PSG disesuaikan dengan latar belakang bidang keahlian siswa
Pendapat 5 4 3 2 1 Sangat Setuju Setuju Ragu-ragu Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju Jumlah Frekuensi 82 22 10 0 0 114 Skor 410 88 30 0 0 Prosentase 71.93 19.30 8.77 0.00 0.00 100 %

Sumber : data kuesioner, diolah Berdasarkan tabel 4.16 di atas terlihat bahwa sebagian besar responden berpendapat positif. Gambaran tersebut menunjukkan bahwa Implementasi kebijakan dari kategori sumber daya dalam penentuan guru pembimbing PSG di SMK Pasundan 1 Cimahi sudah dilaksanakan sesuai latar belakang keahlian guru tersebut.

Tabel 17 Pendapat responden mengenai motivasi yang tinggi dimiliki pembimbing selama mendampingi siswa dalam pelaksanaan PSG
Pendapat 5 4 3 2 1 Sangat Setuju Setuju Ragu-ragu Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju Jumlah Frekuensi 43 52 17 1 1 114 Skor 215 208 51 2 1 Prosentase 37.72 45.61 14.91 0.88 0.88 100 %

Sumber : data kuesioner, diolah

103

Berdasarkan tabel 4.17 di atas terlihat bahwa sebagian besar responden berpendapat positif. Gambaran tersebut menunjukkan bahwa Implementasi kebijakan dari kategori sumber daya guru pembimbing di SMK Pasundan 1 Cimahi memiliki motivasi yang tinggi.

Tabel 4.18 Pendapat responden mengenai pembimbing siswa memiliki kemampuan yang baik dalam menyelesaikan masalah siswa
Pendapat 5 4 3 2 1 Sangat Setuju Setuju Ragu-ragu Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju Jumlah Frekuensi 78 24 12 0 0 114 Skor 390 96 36 0 0 Prosentase 68.42 21.05 10.53 0.00 0.00 100 %

Sumber : data kuesioner, diolah Berdasarkan tabel 4.18 di atas terlihat bahwa sebagian besar responden berpendapat positif. Gambaran tersebut menunjukkan bahwa Implementasi kebijakan dari kategori sumber daya guru pembimbing di SMK Pasundan 1 Cimahi dalam penyelesaian masalah yang dihadapi siswa sudah dalakukan dengan baik.

104

Tabel 4.19 Pendapat responden mengenai pembimbing memiliki kemampuan yang baik dalam mengarahkan siswa
Pendapat 5 4 3 2 1 Sangat Setuju Setuju Ragu-ragu Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju Jumlah Frekuensi 74 26 10 1 3 114 Skor 370 104 30 2 3 Prosentase 64.91 22.81 8.77 0.88 2.63 100 %

Sumber : data kuesioner, diolah Berdasarkan tabel 4.19 di atas terlihat bahwa sebagian besar responden berpendapat positif. Gambaran tersebut menunjukkan bahwa Implementasi kebijakan dari kategori sumber daya guru pembimbing di SMK Pasundan 1 Cimahi memiliki kemampuan yang baik dalam mengarahkan siswanya.

Tabel 4.20 Pendapat responden mengenai orang tua siswa ikut mendukung program PSG
Pendapat 5 4 3 2 1 Sangat Setuju Setuju Ragu-ragu Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju Jumlah Frekuensi 47 56 10 1 0 114 Skor 235 224 30 2 Prosentase 41.23 49.12 8.77 0.88 0.00 100 %

Sumber : data kuesioner, diolah

105

Berdasarkan tabel 4.20 di atas terlihat bahwa sebagian besar responden berpendapat positif. Gambaran tersebut menunjukkan bahwa Implementasi kebijakan dari kategori sumber daya dalam dukungan orang tua siswa di SMK Pasundan 1 Cimahi terhadap pelaksanaan kebijakan dipandang cukup baik.

Tabel 4.21 Pendapat responden mengenai sekolah dan DU/DI menyediakan fasilitas untuk pelaksanaan PSG
Pendapat 5 4 3 2 1 Sangat Setuju Setuju Ragu-ragu Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju Jumlah Frekuensi 55 45 10 3 1 114 Skor 275 180 30 6 1 Prosentase 48.25 39.47 8.77 2.63 0.88 100 %

Sumber : data kuesioner, diolah Berdasarkan tabel 4.21 di atas terlihat bahwa sebagian besar responden berpendapat positif. Gambaran tersebut menunjukkan bahwa Implementasi kebijakan dari kategori sumber daya dalam penyediaan fasilitas yang dibutuhkan selama pelaksanaan PSG sudah diberikan dengan baik.

106

Tabel 4.22 Pendapat responden mengenai sekolah menginformasikan kepada siswa tentang tata tertib yang harus dilaksanakan selama PSG
Pendapat 5 4 3 2 1 Sangat Setuju Setuju Ragu-ragu Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju Jumlah Frekuensi 60 37 15 2 0 114 Skor 300 148 45 4 0 Prosentase 52.63 32.46 13.16 1.75 0.00 100 %

Sumber : data kuesioner, diolah Berdasarkan tabel 4.22 di atas terlihat bahwa sebagian besar responden berpendapat positif. Gambaran tersebut menunjukkan bahwa Implementasi kebijakan dari kategori disposisi dalam menginformasikan tata tertib selama pelaksanaan PSG sudah dilaksanakan pihak sekolah dengan baik.

Tabel 4.23 Pendapat responden mengenai sekolah dan DU/DI menunjuk dan menetapkan pembimbing siswa selama melaksanakan PSG
Pendapat 5 4 3 2 1 Sangat Setuju Setuju Ragu-ragu Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju Jumlah Frekuensi 55 39 20 0 0 114 Skor 275 156 60 0 0 Prosentase 48.25 34.21 17.54 0.00 0.00 100 %

Sumber : data kuesioner, diolah

107

Berdasarkan tabel 4.23 di atas terlihat bahwa sebagian besar responden berpendapat positif. Gambaran tersebut menunjukkan bahwa Implementasi kebijakan dari kategori disposisi dalam penetapan pembimbing siswa SMK Pasundan 1 Cimahi yang akan melaksanakan PSG sudah dilaksanakan cukup baik.

Tabel 4.24 Pendapat responden mengenai sekolah memberikan kewenangan penuh kepada DU/DI dalam pelaksanaan PSG
Pendapat 5 4 3 2 1 Sangat Setuju Setuju Ragu-ragu Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju Jumlah Frekuensi 51 38 18 5 2 114 Skor 255 152 54 10 2 Prosentase 44.74 33.33 15.79 4.39 1.75 100 %

Sumber : data kuesioner, diolah Berdasarkan tabel 4.24 di atas terlihat bahwa sebagian besar responden berpendapat positif. Gambaran tersebut menunjukkan bahwa Implementasi kebijakan dari kategori disposisi dalam pendelegasian kewenangan secara penuh diberikan pihak sekolah kepada pihak DU/ DI.

108

Tabel 4.25 Pendapat responden mengenai pembimbing siswa secara berkala melakukan evaluasi
Pendapat 5 4 3 2 1 Sangat Setuju Setuju Ragu-ragu Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju Jumlah Frekuensi 56 32 21 5 0 114 Skor 280 128 63 10 0 Prosentase 49.12 28.07 18.42 4.39 0.00 100 %

Sumber : data kuesioner, diolah Berdasarkan tabel 4.25 di atas terlihat bahwa sebagian besar responden berpendapat positif. Gambaran tersebut menunjukkan bahwa Implementasi kebijakan dari kategori disposisi mengenai pengawasan dan evaluasi siswa yang sedang melaksanakan PSG sudah dilaksanakan guru pembimbing dengan baik.

Tabel 4.26 Pendapat responden mengenai sekolah menyusun struktur organisasi kelompok kerja PSG
Pendapat 5 4 3 2 1 Sangat Setuju Setuju Ragu-ragu Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju Jumlah Frekuensi 28 66 15 5 0 114 Skor 140 264 45 10 0 Prosentase 24.56 57.89 13.16 4.39 0.00 100 %

Sumber : data kuesioner, diolah

109

Berdasarkan tabel 4.26 di atas terlihat bahwa sebagian besar responden berpendapat positif. Gambaran tersebut menunjukkan bahwa Implementasi kebijakan dari kategori struktur birokrasi di SMKPasundan 1 Cimahi sudah dibuat dengan jelas.

Tabel 4.27 Pendapat responden mengenai DU/DI menetapkan aturan yang jelas tentang keselamatan kerja
Pendapat 5 4 3 2 1 Sangat Setuju Setuju Ragu-ragu Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju Jumlah Frekuensi 57 38 15 4 0 114 Skor 285 152 45 8 0 Prosentase 50.00 33.33 13.16 3.51 0.00 100 %

Sumber : data kuesioner, diolah Berdasarkan tabel 4.27 di atas terlihat bahwa sebagian besar responden berpendapat positif. Gambaran tersebut menunjukkan bahwa Implementasi kebijakan dari kategori struktur birokrasi dalam masalah aturan keselamatan kerja sudah diterapkan pihak DU/ DI dengan jelas.

110

Tabel 4.28 Pendapat responden mengenai pembimbing memberitahu siswa tata tertib dan aturan dalam kegiatan PSG di tempat praktik
Pendapat 5 4 3 2 1 Sangat Setuju Setuju Ragu-ragu Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju Jumlah Frekuensi 70 25 17 2 0 114 Skor 350 100 51 4 0 Prosentase 61.40 21.93 14.91 1.75 0.00 100 %

Sumber : data kuesioner, diolah Berdasarkan tabel 4.28 di atas terlihat bahwa sebagian besar responden berpendapat positif. Gambaran tersebut menunjukkan bahwa Implementasi kebijakan dari kategori struktur birokrasi mengenai tata tertib dan aturan PSG di DU/ DI sudah diterapkan dengan baik.

Tabel 4.29 Pendapat responden mengenai siswa mendapatkan Raport Skill Journal kegiatan PSG
Pendapat 5 4 3 2 1 Sangat Setuju Setuju Ragu-ragu Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju Jumlah Frekuensi 69 45 0 0 0 114 Skor 345 180 0 0 0 Prosentase 60.53 39.47 0.00 0.00 0.00 100 %

Sumber : data kuesioner, diolah

111

Berdasarkan tabel 4.29 di atas terlihat bahwa sebagian besar responden berpendapat positif. Gambaran tersebut menunjukkan bahwa Implementasi kebijakan dari kategori struktur birokrasi menyatakan bahwa semua siswa yang melaksanakan PSG mendapatkan Raport Skill Journal .

Tabel 4.30 Pendapat responden mengenai petunjuk pelaksanaan PSG di tempat kerja/ praktik terlebih dahulu diberitahukan kepada siswa
Pendapat 5 4 3 2 1 Sangat Setuju Setuju Ragu-ragu Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju Jumlah Frekuensi 70 25 14 4 1 114 Skor 350 100 42 8 1 Prosentase 61.40 21.93 12.28 3.51 0.88 100 %

Sumber : data kuesioner, diolah Berdasarkan tabel 4.30 di atas terlihat bahwa sebagian besar responden berpendapat positif. Gambaran tersebut menunjukkan bahwa Implementasi kebijakan dari kategori struktur birokrasi dalam petunjuk pelaksanaan PSG di SMK Pasundan 1 Cimahi sudah dijelaskan sebelumnya kepada siswa.

4.3.2

Kualitas Siswa SMK Pasundan 1 Cimahi Bagian ini akan menguraikan bagaimana gambaran kualitas siswa SMK

Pasundan 1 Cimahi, dilihat dari kategori: pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Gambaran mengenai hal tersebut dapat dilihat dari tabel berikut :

112

Tabel 4.31 Pendapat responden mengenai selalu memahami dalam melaksanakan seluruh pekerjaan kantor sesuai prosedur yang benar
Pendapat 5 4 3 2 1 Sangat Setuju Setuju Ragu-ragu Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju Jumlah Frekuensi 71 24 15 2 2 114 Skor 355 96 45 4 2 Prosentase 62.28 21.05 13.16 1.75 1.75 100 %

Sumber : data kuesioner, diolah Berdasarkan tabel 4.31 di atas terlihat bahwa sebagian besar responden berpendapat positif. Gambaran tersebut menunjukkan bahwa kualitas siswa SMK pasundan 1 Cimahi terhadap dimensi pengetahuan dalam aspek pekerjaan kantor sudah dipahami siswa dengan baik. Tabel 4.32 Pendapat responden mengenai kemampuan untuk menyelesaikan soal-soal untuk menginventarisir perbedaan-perbedaan pendekatan manajemen perkantoran
Pendapat 5 4 3 2 1 Sangat Setuju Setuju Ragu-ragu Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju Jumlah Frekuensi 43 51 17 2 1 114 Skor 215 204 51 4 1 Prosentase 37.72 44.74 14.91 1.75 0.88 100 %

Sumber : data kuesioner, diolah

113

Berdasarkan tabel 4.32 di atas terlihat bahwa sebagian besar responden berpendapat positif. Gambaran tersebut menunjukkan bahwa kualitas siswa SMK pasundan 1 Cimahi terhadap dimensi pengetahuan dalam aspek penyelesaian soalsoal untuk menginventarisir perbedaan-perbedaan pendekatan manajemen

perkantoran mampu dilakukan siswa dengan baik.

Tabel 4.33 Pendapat responden mengenai kemampuan menerima dan menyelesaikan tugas tepat waktu sesuai rencana dengan kreativitas serta daya nalar pegawai merupakan cermin kemampuan pegawai
Pendapat 5 4 3 2 1 Sangat Setuju Setuju Ragu-ragu Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju Jumlah 114 Frekuensi 56 44 14 Skor 280 176 42 0 0 Prosentase 49.12 38.60 12.28 0.00 0.00 100 %

Sumber : data kuesioner, diolah Berdasarkan tabel 4.33 di atas terlihat bahwa sebagian besar responden berpendapat positif. Gambaran tersebut menunjukkan bahwa kualitas siswa SMK pasundan 1 Cimahi terhadap dimensi pengetahuan dalam aspek pengerjaan tugas mampu diselesaikan tepat waktu sesuai rencana.

114

Tabel 4.34 Pendapat responden mengenai penyelesaian tugas dilakukan secara efektif dengan hasil yang optimal
Pendapat 5 4 3 2 1 Sangat Setuju Setuju Ragu-ragu Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju Jumlah Frekuensi 54 44 10 4 2 114 Skor 270 176 30 8 2 Prosentase 47.37 38.60 8.77 3.51 1.75 100 %

Sumber : data kuesioner, diolah Berdasarkan tabel 4.34 di atas terlihat bahwa sebagian besar responden berpendapat positif. Gambaran tersebut menunjukkan bahwa kualitas siswa SMK pasundan 1 Cimahi terhadap dimensi pengetahuan dalam aspek pengerjaan tugas mampu dilakukan dengan efektif dengan hasil yang oftimal.

Tabel 4.35 Pendapat responden mengenai mampu mengelola dan mengolah dokumen kantor dengan baik
Pendapat 5 4 3 2 1 Sangat Setuju Setuju Ragu-ragu Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju Jumlah 114 Frekuensi 60 49 5 Skor 300 196 15 0 0 Prosentase 52.63 42.98 4.39 0.00 0.00 100 %

Sumber : data kuesioner, diolah

115

Berdasarkan tabel 4.35 di atas terlihat bahwa sebagian besar responden berpendapat positif. Gambaran tersebut menunjukkan bahwa kualitas siswa SMK pasundan 1 Cimahi terhadap dimensi pengetahuan dalam aspek pengerjaan tugas pengelolaan dokumen kantor mampu diselesaikan dengan baik.

Tabel 4.36 Pendapat responden mengenai kemampuan mengendalikan surat dengan prosedur yang benar
Pendapat 5 4 3 2 1 Sangat Setuju Setuju Ragu-ragu Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju Jumlah 114 Frekuensi 70 30 14 0 0 Skor 350 120 42 0 0 Prosentase 61.40 26.32 12.28 0.00 0.00 100 %

Sumber : data kuesioner, diolah Berdasarkan tabel 4.36 di atas terlihat bahwa sebagian besar responden berpendapat positif. Gambaran tersebut menunjukkan bahwa kualitas siswa SMK pasundan 1 Cimahi terhadap dimensi pengetahuan dalam aspek pengendalian surat mampu dilakukan dengan prosedur yang benar.

116

Tabel 4.37 Pendapat responden mengenai aktivitas kantor selalu dilakukan dengan teliti dan tepat
Pendapat 5 4 3 2 1 Sangat Setuju Setuju Ragu-ragu Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju Jumlah 114 Frekuensi 82 22 9 1 Skor 410 88 27 2 0 Prosentase 71.93 19.30 7.89 0.88 0.00 100 %

Sumber : data kuesioner, diolah Berdasarkan tabel 4.37 di atas terlihat bahwa sebagian besar responden berpendapat positif. Gambaran tersebut menunjukkan bahwa kualitas siswa SMK pasundan 1 Cimahi terhadap dimensi pengetahuan dalam aspek aktivitas kantor mampu dilakukan dengan teliti dan benar.

Tabel 4.38 Pendapat responden mengenai bekerja sesuai prosedur dengan menerapkan sistem kerja yang benar
Pendapat 5 4 3 2 1 Sangat Setuju Setuju Ragu-ragu Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju Jumlah Frekuensi 68 30 13 2 1 114 Skor 340 120 39 4 1 Prosentase 59.65 26.32 11.40 1.75 0.88 100 %

Sumber : data kuesioner, diolah

117

Berdasarkan tabel 4.38 di atas terlihat bahwa sebagian besar responden berpendapat positif. Gambaran tersebut menunjukkan bahwa kualitas siswa SMK pasundan 1 Cimahi terhadap dimensi pengetahuan dalam aspek penerapan sistem kerja mampu dilakukan dengan prosedur yang benar.

Tabel 4.39 Pendapat responden mengenai tanggap terhadap permasalahan dan selalu mencari jawaban dalam memecahkan permasalahan adalah ciri pegawai yang aktif
Pendapat 5 4 3 2 1 Sangat Setuju Setuju Ragu-ragu Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju Jumlah 114 Frekuensi 62 32 15 5 Skor 310 128 45 10 0 Prosentase 54.39 28.07 13.16 4.39 0.00 100 %

Sumber : data kuesioner, diolah Berdasarkan tabel 4.39 di atas terlihat bahwa sebagian besar responden berpendapat positif. Gambaran tersebut menunjukkan bahwa kualitas siswa SMK pasundan 1 Cimahi terhadap dimensi sikap dalam aspek penyelesaian masalah pekerjaan kantor mampu diselesaikan dengan baik.

118

Tabel 4.40 Pendapat responden mengenai displin dan tepat waktu sebagai upaya penerapan budaya di tempat kerja
Pendapat 5 4 3 2 1 Sangat Setuju Setuju Ragu-ragu Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju Jumlah 114 Frekuensi 72 27 15 Skor 360 108 45 0 0 Prosentase 63.16 23.68 13.16 0.00 0.00 100 %

Sumber : data kuesioner, diolah Berdasarkan tabel 4.40 di atas terlihat bahwa sebagian besar responden berpendapat positif. Gambaran tersebut menunjukkan bahwa kualitas siswa SMK pasundan 1 Cimahi terhadap dimensi sikap dalam aspek penerapan budaya disiplin dan tepat waktu di tempat kerja sudah dilaksanakan sesuai aturan Tabel 4.41 Pendapat responden mengenai teliti dan tepat dalam melakukan perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan kantor dalam hubungan organisasi di tempat praktik
Pendapat 5 4 3 2 1 Sangat Setuju Setuju Ragu-ragu Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju Jumlah 114 Frekuensi 57 45 7 5 Skor 285 180 21 10 0 Prosentase 50.00 39.47 6.14 4,39 0.00 100 %

Sumber : data kuesioner, diolah

119

Berdasarkan tabel 4.41 di atas terlihat bahwa sebagian besar responden berpendapat positif. Gambaran tersebut menunjukkan bahwa kualitas siswa SMK pasundan 1 Cimahi terhadap dimensi sikap dalam aspek perencanaan,

pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan kantor mampu dilakukan siswa dengan baik.

Tabel 4.42 Pendapat responden mengenai sikap selalu berhati-hati dalam setiap pekerjaan pada saat kerja sebagai bentuk kemampuan menjalankan prosedur kesehatan dan keselamatan kerja
Pendapat 5 4 3 2 1 Sangat Setuju Setuju Ragu-ragu Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju Jumlah 114 Frekuensi 55 50 8 1 Skor 275 200 24 2 0 Prosentase 48.25 43.86 7.02 0.88 0.00 100 %

Sumber : data kuesioner, diolah Berdasarkan tabel 4.43 di atas terlihat bahwa sebagian besar responden berpendapat positif. Gambaran tersebut menunjukkan bahwa kualitas siswa SMK pasundan 1 Cimahi terhadap dimensi sikap dalam aspek prosedur kesehatan dan keselamatan kerja sudah diterapkan dengan baik.

120

Tabel 4.44 Pendapat responden mengenai kerja sama tim/ kelompok selalu dilakukan dalam melaksanakan PSG
Pendapat 5 4 3 2 1 Sangat Setuju Setuju Ragu-ragu Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju Jumlah Frekuensi 50 44 11 5 4 114 Skor 250 176 33 10 4 Prosentase 43.86 38.60 9.65 4.39 3.51 100 %

Sumber : data kuesioner, diolah Berdasarkan tabel 4.45 di atas terlihat bahwa sebagian besar responden berpendapat positif. Gambaran tersebut menunjukkan bahwa kualitas siswa SMK pasundan 1 Cimahi terhadap dimensi sikap dalam aspek kerja sama tim/ kelompok mampu dilakukan dengan baik.

Tabel 4.46 Pendapat responden mengenai berkomunikasi dengan sesama dijalin dengan harmonis dan menyenangkan sehingga dapat meningkatkan produktivitas
Pendapat 5 4 3 2 1 Sangat Setuju Setuju Ragu-ragu Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju Jumlah Frekuensi 69 40 5 0 0 114 Skor 345 160 15 0 0 Prosentase 60.53 35.09 4.39 0.00 0.00 100 %

Sumber : data kuesioner, diolah

121

Berdasarkan tabel 4.46 di atas terlihat bahwa sebagian besar responden berpendapat positif. Gambaran tersebut menunjukkan bahwa kualitas siswa SMK pasundan 1 Cimahi terhadap dimensi sikap dalam aspek berkomunikasi dengan sesama mapu dijalankan dengan harmonis dan menyenangkan.

Tabel 4.47 Pendapat responden mengenai sikap keingintahuan, semangat kerja, dan motivasi yang tinggi merupakan bentuk sikap mental seorang pegawai yang produktif
Pendapat 5 4 3 2 1 Sangat Setuju Setuju Ragu-ragu Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju Jumlah Frekuensi 75 29 5 3 2 114 Skor 375 116 15 6 2 Prosentase 65.79 25.44 4.39 2.63 1.75 100 %

Sumber : data kuesioner, diolah Berdasarkan tabel 4.47 di atas terlihat bahwa sebagian besar responden berpendapat positif. Gambaran tersebut menunjukkan bahwa kualitas siswa SMK pasundan 1 Cimahi terhadap dimensi sikap dalam aspek semangat kerja dan motivasi yang tinggi mampu ditunjukkan dengan baik.

122

Tabel 4.48 Pendapat responden mengenai sikap bermalas-malasan, tak acuh terhadap lingkungan, bukan merupakan bagian penting dari sikap pegawai
Pendapat 5 4 3 2 1 Sangat Setuju Setuju Ragu-ragu Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju Jumlah Frekuensi 53 38 18 0 5 114 Skor 265 152 54 0 5 Prosentase 46.49 33.33 15.79 0.00 4.39 100 %

Sumber : data kuesioner, diolah Berdasarkan tabel 4.48 di atas terlihat bahwa sebagian besar responden berpendapat positif. Gambaran tersebut menunjukkan bahwa kualitas siswa SMK pasundan 1 Cimahi terhadap dimensi sikap malas dan tak acuh terhadap lingkungan sekitar bukan merupakan sikap yang ditunjukkan siswa.

Tabel 4.49 Pendapat responden mengenai selalu berpenampilan rapi dan menarik adalah cermin dari seorang pegawai yang baik
Pendapat 5 4 3 2 1 Sangat Setuju Setuju Ragu-ragu Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju Jumlah Frekuensi 69 35 7 3 0 114 Skor 345 140 21 6 0 Prosentase 60.53 30.70 6.14 2.63 0.00 100 %

Sumber : data kuesioner, diolah

123

Berdasarkan tabel 4.49 di atas terlihat bahwa sebagian besar responden berpendapat positif. Gambaran tersebut menunjukkan bahwa kualitas siswa SMK pasundan 1 Cimahi terhadap dimensi sikap dalam aspek penampilan mampu dilakukan dengan rapi dan menarik.

Tabel 4.50 Pendapat responden mengenai pemanfaatan waktu dan penyelesaian tugas dilakukan sesuai jadwal dengan capaian sesuai sasaran
Pendapat 5 4 3 2 1 Sangat Setuju Setuju Ragu-ragu Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju Jumlah 114 Frekuensi 68 39 5 2 Skor 340 156 15 4 0 Prosentase 59.65 34.21 4.39 1.75 0.00 100 %

Sumber : data kuesioner, diolah Berdasarkan tabel 4.50 di atas terlihat bahwa sebagian besar responden berpendapat positif. Gambaran tersebut menunjukkan bahwa kualitas siswa SMK pasundan 1 Cimahi terhadap dimensi keterampilan dalam aspek penyelesaian tugas mampu dilakukan dengan tepat waktu dengan mencapai sasaran yang diinginkan.

124

Tabel 4.51 Pendapat responden mengenai mampu memperbaiki kesalahan pekerjaan yang dilakukan sebagai cermin pegawai yang kreatif
Pendapat 5 4 3 2 1 Sangat Setuju Setuju Ragu-ragu Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju Jumlah 114 Frekuensi 68 31 10 5 Skor 340 124 30 10 0 Prosentase 59.65 27.19 8.77 4.39 0.00 100 %

Sumber : data kuesioner, diolah Berdasarkan tabel 4.51 di atas terlihat bahwa sebagian besar responden berpendapat positif. Gambaran tersebut menunjukkan bahwa kualitas siswa SMK pasundan 1 Cimahi terhadap dimensi keterampilan dalam aspek penyelesaikan kesalahan dalam melaksanakan tugas mampu diselesaikan dengan baik.

Tabel 4.52 Pendapat responden mengenai kemampuan mengoperasikan peralatan dan mesin kantor dengan baik
Pendapat 5 4 3 2 1 Sangat Setuju Setuju Ragu-ragu Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju Jumlah Frekuensi 68 31 15 0 0 114 Skor 340 124 45 0 0 Prosentase 59.65 27.19 13.16 0.00 0.00 100 %

Sumber : data kuesioner, diolah

125

Berdasarkan tabel 4.52 di atas terlihat bahwa sebagian besar responden berpendapat positif. Gambaran tersebut menunjukkan bahwa kualitas siswa SMK pasundan 1 Cimahi terhadap dimensi keterampilan dalam aspek pengoperasian peralatan dan mesin kantor mampu dilaksanakan dengan baik.

Tabel 4.53 Pendapat responden mengenai keceriaan dalam bekerja dan tidak mempersulit diri dalam mengerjakan tugas sebagai cermin semangat kerja pegawai
Pendapat 5 4 3 2 1 Sangat Setuju Setuju Ragu-ragu Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju Jumlah Frekuensi 48 51 10 5 0 114 Skor 240 204 30 10 0 Prosentase 42.11 44.74 8.77 4.39 0.00 100 %

Sumber : data kuesioner, diolah Berdasarkan tabel 4.53 di atas terlihat bahwa sebagian besar responden berpendapat positif. Gambaran tersebut menunjukkan bahwa kualitas siswa SMK pasundan 1 Cimahi terhadap dimensi keterampilan dalam aspek penyelesaian tugas mampu dilaksanakan dengan semangat yang tinggi.

126

Tabel 4.54 Pendapat responden mengenai penanganan sendiri perbaikan ringan pada peralatan kantor yang terjadi selama praktik merupakan bentuk kreativitas pegawai
Pendapat 5 4 3 2 1 Sangat Setuju Setuju Ragu-ragu Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju Jumlah Frekuensi 42 58 7 4 3 114 Skor 210 232 21 8 3 Prosentase 36.84 50.88 6.14 3.51 2.63 100 %

Sumber : data kuesioner, diolah Berdasarkan tabel 4.54 di atas terlihat bahwa sebagian besar responden berpendapat positif. Gambaran tersebut menunjukkan bahwa kualitas siswa SMK pasundan 1 Cimahi terhadap dimensi keterampilan dalam aspek penanganan perbaikan ringan peralatan kantor mampu dilakukan sendiridengan baik.

127

4.3.3

Statistik Deskriptif Hasil perhitungan rata-rata dan simpangan baku setiap variable diperoleh

hasil sebagai

berikut : Tabel 4.55 Descriptive Statistics N Mean 114 4.4119 Std. Deviation .19020

Implementasi Kebijakan Pendidikan Sistem Ganda Kualitas Siswa Valid N (listwise)

114 114

4.3892

.26875

Sumber : Hasil perhitungan statistik

Tabel 4.55 di atas menunjukkan skor rata-rata variabel Implementasi Kebijakan Pendidikan Sistem Ganda lebih tinggi dibandingkan Kualitas Siswa. Tabel di atas juga menginformasikan bahwa variabel Kualitas Siswa mempunyai variasi lebih tinggi dibandingkan variabel Implementasi Kebijakan Pendidikan Sistem Ganda. Artinya dalam kondisi yang sebenarnya banyak siswa yang mempunyai kualitas yang tinggi, tetapi juga banyak diantara mereka yang mempunyai kualitas yang rendah. Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai makna hasil perhitungan statistik deskriptif di atas, selanjutnya dibandingkan dengan tabel kriteria penafsiran kondisi variabel penelitian pada masing-masing variabel yang diteliti. Model yang dipakai mengadaptasi model tentang pengontrolan kualitas (J.Supranto, 2001) sebagai berikut :

128

Tabel 4.56 Kriteria penafsiran kondisi variabel penelitian Rata-rata Skor 4,2 5,0 3,4 4,1 2,6 3,3 1,8 2,5 1,0 - 1,7 Penafsiran Sangat Baik/Sangat Tinggi Baik/Tinggi Cukup Baik/CukupTinggi Buruk/Rendah Sangat Buruk/Sangat Rendah

Berdasarkan hasil perhitungan deskriptif dibandingkan dengan kriteria di atas, maka diperoleh hasil sebagai berikut : Tabel 4.57 Kriteria Ketercapaian Skor tiap Variabel
Variabel Rata-rata Kriteria Sangat baik

Implementasi Kebijakan Pendidikan Sistem Ganda Kualitas Siswa Sumber : Kuesioner diolah

4.4119

4.3892

Sangat Baik

Berdasarkan tabel di atas, telihat bahwa semua variabel dikategorikan sangat tinggi.

4.3.4

Pengujian Pengaruh Implementasi Kebijakan Pendidikan Sistem Ganda terhadap Kualitas Siswa SMK Pasundan 1 Cimahi

4.3.4.1 Hubungan antar Variabel Berikut ini dikemukakan hasil pengolahan data mengenai keterkaitan antar variabel yang diteliti, seperti disajikan dalam tabel berikut:

129

Tabel 4.58
Correlations
Sumber Komunikasi Komunikasi Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Sumber Daya Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Disposisi Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Struktur Birokrasi Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Kualitas Siswa Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N .000 114 .000 114 .004 114 .000 114 114 .224 114 .434
**

Struktur Disposisi .029 Birokrasi .115

Kualitas Siswa .434


**

Daya .103

.277 114 .103 114 1

.757 114 .174

.224 114 .357


**

.000 114 .392


**

.277 114 .029 114 .174

.064 114 1

.000 114 -.007

.000 114 .270


**

.757 114 .115

.064 114 .357


**

.941 114 -.007 114 1

.004 114 .357


**

.000 114 .392


**

.941 114 .270


**

.000 114 .357


**

114 1

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Sumber : hasil perhitungan SPSS 17 Korelasi menunjukkan indikasi awal adanya hubungan antar variabel. Dari hasil perhitungan korelasi antara variabel independen dengan variabel dependen dengan model 2-tailed atau dua sisi diperoleh :

130

Hubungan antara Komunikasi dalam Implementasi Kebijakan Pendidikan Sistem Ganda dengan Kualitas Siswa memiliki koefisien korelasi sebesar 0,434. Hubungan tersebut signifikan, dimana sig.= 0,000 > 0,05. Maka Komunikasi dalam Implementasi Kebijakan Pendidikan Sistem Ganda berhubungan positif signifikan dengan Kualitas Siswa Jika Komunikasi dalam Implementasi Kebijakan Pendidikan Sistem Ganda lebih baik maka kualitas siswa juga akan lebih baik, sebaliknya setiap penurunan kualitas Komunikasi dalam Implementasi Kebijakan Pendidikan Sistem Ganda, akan menurunkan kualitas siswa.

Hubungan antara Sumber Daya dalam Implementasi Kebijakan Pendidikan Sistem Ganda dengan Kualitas Siswa memiliki koefisien korelasi sebesar 0,392. Hubungan tersebut signifikan, dimana sig.= 0,000 > 0,05. Maka Sumber Daya dalam Implementasi Kebijakan Pendidikan Sistem Ganda berhubungan positif signifikan dengan Kualitas Siswa. Setiap kenaikan Sumber Daya dalam Implementasi Kebijakan Pendidikan Sistem Ganda akan menaikan Kualitas Siswa, sebaliknya setiap penurunan Sumber Daya, akan menurunkan Kualitas Siswa.

Hubungan antara Disposisi dalam Implementasi Kebijakan Pendidikan Sistem Ganda dengan Kualitas Siswa memiliki koefisien korelasi sebesar 0,270 Hubungan tersebut signifikan, dimana sig.= 0,004 < 0,05. Maka Disposisi dalam Implementasi Kebijakan Pendidikan Sistem Ganda berhubungan positif signifikan dengan Kualitas Siswa Setiap kenaikan Disposisi dalam Implementasi Kebijakan Pendidikan Sistem Ganda akan

131

menaikan Kualitas Siswa, sebaliknya setiap penurunan Disposisi dalam Implementasi Kebijakan Pendidikan Sistem Ganda, akan menurunkan Kualitas Siswa. Hubungan antara Struktur Birokrasi dalam Implementasi Kebijakan Pendidikan Sistem Ganda dengan Kualitas Siswa memiliki koefisien korelasi sebesar 0,357 Hubungan tersebut signifikan, dimana sig.= 0,000 < 0,05. Maka Struktur Birokrasi dalam Implementasi Kebijakan Pendidikan Sistem Ganda berhubungan positif signifikan dengan Kualitas Siswa. Setiap kenaikan Struktur Birokrasi dalam Implementasi Kebijakan Pendidikan Sistem Ganda akan menaikan Kualitas Siswa, sebaliknya setiap penurunan Struktur Birokrasi dalam Implementasi Kebijakan Pendidikan Sistem Ganda, akan menurunkan Kualitas Siswa. Hubungan yang paling erat adalah hubungan antara Komunikasi dalam Implementasi Kebijakan Pendidikan Sistem Ganda dengan Kualitas Siswa dengan derajat hubungan yang sedang (korelasi diantara 0,400 0,599), sedangkan hubungan paling lemah adalah hubungan antara Disposisi dalam Implementasi

Kebijakan Pendidikan Sistem Ganda dengan Kualitas Siswa (korelasi aintara 0,200 0,399).

4.3.4.2 Metode Sucsesive Interval Berikut ini adalah perhitungan MSI untuk item nomor 1 utuk variabel Implementasi Kebijakan Pendidikan Sistem Ganda (X) :

132

No 1

Skor 2 3 4 5

Frekuensi 4 5 11 94

Proporsi 0.035088 0.04386 0.096491 0.824561

Proporsi Density Kumulatif 0.035088 0.077429 0.078947 0.147183 0.175439 0.258185 1 0

Skala Interval -1.81078 1 -1.41219 1.616322 -0.93289 2.056348 3.519843 Nilai Z

Cara mencari :
SV2 0,000 0,077429 -2.20671 0,035088 0,000

0,077429 0,147183 SV -1.59041 3 0,078947 0,035088


SV4 SV5 0,147183 0,258185 -1.15038 0,175439 0,078947 0,258185 0,000 1.105 1 0,175439

x2 = (-2,2067 + 3,2067 = 1) x3 = (-1,59041 + 3,2067 = 1,615) x4 = (-1,15038 + 3,2067 = 2,055) x5 = (0,313118+ 3,2067 = 3,519)

4.3.4.3 Pengujian Regresi Linier Berganda Hasil perhitungan regresi melalui software SPSS 17, diperoleh hasil sebagai berikut : Y = -0.053 + 0,366X1+2,05X2+0,257X3+0,231X4 Dimana : Y = Kualitas Siswa

133

X1 X2 X3 X4

= Komunikasi dalam Implementasi Kebijakan Pendidikan Sistem Ganda = Sumber Daya dalam Implementasi Kebijakan Pendidikan Sistem Ganda = Disposisi dalam Implementasi Kebijakan Pendidikan Sistem Ganda = Struktur Birokrasi dalam Implementasi Kebijakan Pendidikan Sistem Ganda

Dari persamaan di atas dapat diartikan bahwa setiap peningkatan Komuniksai dalam Implementasi Kebijakan Pendidikan Sistem Ganda 1 satuan, maka akan

meningkatkan (karena nilainya positif) Kualitas Siswa sebesar 0,366. Sebaliknya setiap penurunan Komunikasi dalam Implementasi Kebijakan Pendidikan Sistem Ganda 1 satuan, maka akan menurunkan (karena nilainya positif) Kualitas Siswa sebesar 0,366. Setiap peningkatan Sumber Daya dalam Implementasi Kebijakan Pendidikan Sistem Ganda 1 satuan, maka akan meningkatkan (karena nilainya

positif) Kualitas Siswa sebesar 0,205. Sebaliknya setiap penurunan Sumber Daya dalam Implementasi Kebijakan Pendidikan Sistem Ganda 1 satuan, maka akan menurunkan (karena nilainya positif) Kualitas Siswa sebesar 0,205. Setiap peningkatan Disposisi dalam Implementasi Kebijakan Pendidikan Sistem Ganda 1 satuan, maka akan meningkatkan (karena nilainya positif) Kualitas Siswa sebesar 0,257. Sebaliknya setiap penurunan Disposisi dalam Implementasi Kebijakan

Pendidikan Sistem Ganda 1 satuan, maka akan menurunkan (karena nilainya positif) Kualitas Siswa sebesar 0,257. Setiap peningkatan Struktur Birokrasi dalam Implementasi Kebijakan Pendidikan Sistem Ganda 1 satuan, maka akan

meningkatkan (karena nilainya positif) Kualitas Siswa sebesar 0,231. Sebaliknya setiap penurunan Struktur Birokrasi dalam Implementasi Kebijakan Pendidikan

134

Sistem Ganda 1 satuan, maka akan menurunkan (karena nilainya positif) Kualitas Siswa sebesar 0,231. Pengaruh Komuniksai dalam Implementasi Kebijakan

Pendidikan Sistem Ganda dengan Kualitas Siswa paling tinggi dibandingkan pengaruh variable lainnya. Untuk mengetahui pengaruh Implementasi Kebijakan Pendidikan Sistem Ganda terhadap Kualitas Siswa perlu dilakukan pengujian statistik. Maka untuk mengujinya akan menggunakan hipotesis statistik sebagai berikut : 1. Pengaruh Secara Simultan (Uji F) Untuk menguji pengaruh Komunikasi, Sumber Daya, Disposisi, dan Struktur Birokrasi dalam Implementasi Kebijakan Pendidikan Sistem Ganda terhadap Kualitas Siswa, digunakan hipotesis sebagai berikut :
H0 : 1 = 2 = 3 = 4 = 0 : Komunikasi, Sumber Daya, Disposisi, dan Struktur Birokrasi dalam Implementasi Kebijakan Pendidikan Sistem Ganda tidak berpengaruh signifikan terhadap Kualitas Siswa H1 : H0 : 1,2,3,4 0 : Komunikasi, Sumber Daya, Disposisi, dan Struktur Birokrasi dalam Implementasi Kebijakan Pendidikan Sistem Ganda

berpengaruh signifikan terhadap Kualitas Siswa.

Dengan kriteria uji : tolak H0 jika F hitung > F tabel atau sig (probability) < 0,05.

135

Tabel 4.61 Hasil Pengujian Simultan Pengaruh Implementasi Kebijakan Pendidikan Sistem Ganda terhadap Kualitas Siswa
ANOVA Model 1 Regression Residual Total Sum of Squares 4.278 6.502 10.780 df 4 109 113
b

Mean Square 1.069 .060

F 17.929

Sig. .000
a

a. Predictors: (Constant), Struktur Birokrasi, Disposisi, Komunikasi, Sumber Daya b. Dependent Variable: Kualitas Siswa

Sumber : Hasil perhitungan SPSS 17 Untuk menguji hipotesis tersebut, diperlukan harga-harga koefisien regresi. Hasil perhitungan (pada lampiran) menunjukkan nilai F hitung adalah 17,929. Dengan tingkat signifikansi () = 5 % derajat kebebasan (degree of freedom) df1 = 4 dan df2 (n-k-1)=114 4 1 = 109 dan pengujian dilakukan dengan dua sisi (2-tiled), di peroleh t tabel sebesar 2,45. Oleh karena F hitung > F tabel (17,929> 2,45) dan probablity = 0,000 < 0,05(5%), maka H0 ditolak. Sehingga dapat disimpulkan bahwa secara simultan (serempak) Komunikasi, Sumber Daya, Disposisi, dan Struktur Birokrasi dalam Implementasi Kebijakan Pendidikan Sistem Ganda berpengaruh signifikan terhadap Kualitas Siswa.

136

2.
a.

Pengujian Secara Parsial Pengaruh Komunikasi dalam Implementasi Kebijakan Pendidikan Sistem Ganda terhadap Kualitas Siswa. Untuk menguji pengaruh Komunikasi dalam Implementasi Kebijakan

Pendidikan Sistem Ganda terhadap Kualitas Siswa, digunakan hipotesis sebagai berikut :
H0 : 1 = 0 : Komunikasi Pendidikan H1 : 1 0 dalam Sistem Implementasi Ganda tidak Kebijakan berpengaruh

signifikan terhadap Kualitas Siswa : Komunikasi dalam Implementasi Kebijakan

Pendidikan Sistem Ganda berpengaruh signifikan terhadap Kualitas Siswa

Dengan kriteria uji : tolak H0 jika nilai sig. < 0,05 (5%) atau t

(1)

hitung > t

tabel dan menerima H0 jika nilai sig. > 0,05 (5%) atau t (1) hitung < t tabel Tabel 4.62 Hasil Pengujian Parsial Pengaruh Komunikasi dalam Implementasi Kebijakan Pendidikan Sistem Ganda terhadap Kualitas Siswa
Koefisien regresi 0,366 t hitung 5,024 t tabel 1,988 Sig (Probability) 0,000 Kesimpulan Ho ditolak, terdapat pengaruh yang signifikan

Sumber : Hasil perhitungan SPSS 17 Untuk menguji hipotesis tersebut, diperlukan harga-harga koefisien regresi. Hasil perhitungan (pada lampiran) menunjukkan nilai t hitung adalah 5,024. Dengan tingkat signifikansi () = 5 % derajat kebebasan (degree of freedom) = n-k-1 atau 114 4 1 = 109 dan pengujian dilakukan dengan dua sisi (2-tiled), di peroleh t tabel sebesar 1,988.

137

Oleh karena t hitung > t tabel (5,024> 1,988) dan probablity = 0,000 < 0,05(5%), maka H0 ditolak. Sehingga dapat disimpulkan bahwa Komunikasi dalam Implementasi Kebijakan Pendidikan Sistem Ganda berpengaruh signifikan terhadap Kualitas Siswa.

b.

Pengaruh Sumber Daya dalam Implementasi Kebijakan Pendidikan Sistem Ganda terhadap Kualitas Siswa. Untuk menguji pengaruh Sumber Daya dalam Implementasi Kebijakan

Pendidikan Sistem Ganda terhadap Kualitas Siswa, digunakan hipotesis sebagai berikut :
H0 : 2 = 0 : Sumber Daya dalam Implementasi tidak Kebijakan berpengaruh

Pendidikan H1 : 2 0

Sistem

Ganda

signifikan terhadap Kualitas Siswa : Sumber Daya dalam Implementasi Kebijakan

Pendidikan Sistem Ganda berpengaruh signifikan terhadap Kualitas Siswa

Dengan kriteria uji : tolak H0 jika nilai sig. < 0,05 (5%) atau t

(2)

hitung > t

tabel dan menerima H0 jika nilai sig. > 0,05 (5%) atau t (2) hitung < t tabel Tabel 4.63 Hasil Pengujian Parsial Pengaruh Sumber Daya dalam Implementasi Kebijakan Pendidikan Sistem Ganda terhadap Kualitas Siswa
Koefisien regresi 0,205 t hitung 2,856 t tabel 1,988 Sig (Probability) 0,005 Kesimpulan Ho ditolak, terdapat pengaruh yang signifikan

Sumber : Hasil perhitungan SPSS 17

138

Untuk menguji hipotesis tersebut, diperlukan harga-harga koefisien regresi. Hasil perhitungan (pada lampiran) menunjukkan nilai t hitung adalah 2,856. Dengan tingkat signifikansi () = 5 % derajat kebebasan (degree of freedom) = n-k-1 atau 114 4 1 = 109 dan pengujian dilakukan dengan dua sisi (2-tiled), di peroleh t tabel sebesar 1,988. Oleh karena t hitung > t tabel (2,856 > 1,988) dan probablity = 0,005 < 0,05(5%), maka H0 ditolak. Sehingga dapat disimpulkan bahwa Sumber Daya dalam Implementasi Kebijakan Pendidikan Sistem Ganda berpengaruh signifikan terhadap Kualitas Siswa.

c.

Pengaruh Disposisi dalam Implementasi Kebijakan Pendidikan Sistem Ganda terhadap Kualitas Siswa. Untuk menguji pengaruh Disposisi dalam Implementasi Kebijakan

Pendidikan Sistem Ganda terhadap Kualitas Siswa, digunakan hipotesis sebagai berikut :
H0 : 3 = 0 : Disposisi dalam Implementasi Kebijakan Pendidikan Sistem Ganda tidak berpengaruh signifikan terhadap Kualitas Siswa H1 : 3 0 : Disposisi dalam Implementasi Kebijakan Pendidikan Sistem Ganda berpengaruh signifikan terhadap Kualitas Siswa

Dengan kriteria uji : tolak H0 jika nilai sig. < 0,05 (5%) atau t

(3)

hitung > t

tabel dan menerima H0 jika nilai sig. > 0,05 (5%) atau t (3) hitung < t tabel

139

Tabel 4.64 Hasil Pengujian Parsial Pengaruh Disposisi dalam Implementasi Kebijakan Pendidikan Sistem Ganda terhadap Kualitas Siswa
Koefisien regresi 0,157 t hitung 2,902 t tabel 1,988 Sig (Probability) 0,004 Kesimpulan Ho ditolak, terdapat pengaruh yang signifikan

Sumber : Hasil perhitungan SPSS 17 Untuk menguji hipotesis tersebut, diperlukan harga-harga koefisien regresi. Hasil perhitungan (pada lampiran) menunjukkan nilai t hitung adalah 2,902. Dengan tingkat signifikansi () = 5 % derajat kebebasan (degree of freedom) = n-k-1 atau 114 4 1 = 109 dan pengujian dilakukan dengan dua sisi (2-tiled), di peroleh t tabel sebesar 1,988. Oleh karena t hitung > t tabel (2,902 > 1,988) dan probablity = 0,004 < 0,05(5%), maka H0 ditolak. Sehingga dapat disimpulkan bahwa Disposisi dalam Implementasi Kebijakan Pendidikan Sistem Ganda berpengaruh signifikan terhadap Kualitas Siswa.

d.

Pengaruh Struktur Birokrasi dalam Implementasi Kebijakan Pendidikan Sistem Ganda terhadap Kualitas Siswa. Untuk menguji pengaruh Struktur Birokrasi dalam Implementasi Kebijakan

Pendidikan Sistem Ganda terhadap Kualitas Siswa, digunakan hipotesis sebagai berikut :

140

H0 : 4 = 0

Sturktur Birokrasi dalam Implementasi Kebijakan Pendidikan Sistem Ganda tidak berpengaruh

signifikan terhadap Kualitas Siswa H1 : 4 0 : Sturktur Birokrasi dalam Implementasi Kebijakan Pendidikan Sistem Ganda berpengaruh signifikan terhadap Kualitas Siswa

Dengan kriteria uji : tolak H0 jika nilai sig. < 0,05 (5%) atau t

(4)

hitung > t

tabel dan menerima H0 jika nilai sig. > 0,05 (5%) atau t (4) hitung < t tabel Tabel 4.64 Hasil Pengujian Parsial Pengaruh Sturktur Birokrasi dalam Implementasi Kebijakan Pendidikan Sistem Ganda terhadap Kualitas Siswa
Koefisien regresi 0,231 t hitung 2,899 t tabel 1,988 Sig (Probability) 0,005 Kesimpulan Ho ditolak, terdapat pengaruh yang signifikan

Sumber : Hasil perhitungan SPSS 17 Untuk menguji hipotesis tersebut, diperlukan harga-harga koefisien regresi. Hasil perhitungan (pada lampiran) menunjukkan nilai t hitung adalah 2,899. Dengan tingkat signifikansi () = 5 % derajat kebebasan (degree of freedom) = n-k-1 atau 114 4 1 = 109 dan pengujian dilakukan dengan dua sisi (2-tiled), di peroleh t tabel sebesar 1,988. Oleh karena t hitung > t tabel (2,899 > 1,988) dan probablity = 0,005 < 0,05(5%), maka H0 ditolak. Sehingga dapat disimpulkan bahwa Sturktur Birokrasi dalam Implementasi Kebijakan Pendidikan Sistem Ganda berpengaruh signifikan terhadap Kualitas Siswa.

141

Koefisien Determinasi (Square Multiple Corelation) merupakan koefisien yang digunakan untuk mengetahui besarnya kontribusi variable independen terhadap perubahan variable dependen. Hasil perhitungan diperoleh nilai koefisien determinasi sebesar 0,397. Nilai tersebut memiliki makna bahwa variasi pada variabel Kualitas Siswa dapat dijelaskan sebesar 39,7% oleh variasi variabel Komunikasi, Sumber Daya, Disposisi dan Struktur Birokrasi dalam Implementasi Kebijakan Pendidikan Sistem Ganda. Sisanya sebesar 61,3 % dijelaskan oleh variabel lain yang tidak diteliti.

4.3.5 Pembahasan 1. Implementasi Kebijakan Pendidikan Sistem Ganda di SMK Pasundan 1 Cimahi Hasil tanggapan responden tentang implementasi kebijakan Pendidikan Sistem Ganda diperoleh skor rata-rata sebesar 4,4119 (tabel 4.55). Apabila skor tersebut ditransformasikan ke dalam tabel 4.56 tentang Kriteria penafsiran kondisi variabel penelitian, maka dapat dikatakan bahwa Implementasi Kebijakan Pendidikan Sistem Ganda di SMK Pasundan 1 Cimahi dapat dikategorikan Sangat baik. Kondisi seperti ini jelas merupakan hal yang diharapkan oleh berbagai pihak termasuk sekolah (instansi), karena akan berefek kepada kualitas siswa. Pelaksanaan program Pendidikan Sistem Ganda ( Dual Based Program) yang dilaksanakan pihak SMK Pasundan I Cimahi adalah model I dan model III, dimana pembekalan

kemampuan produktif di Dunia Usaha dan Dunia Industri dilaksanakan mulai tahun

142

ketiga awal, sedangkan kemampuan dasar kejuruan sepenuhnya dilaksanakan di sekolah dan model III, pembekalan kemampuan produktif dimulai sejak tahun pertama, yaitu untuk menangani kemampuan dasar kejuruan, sedang kemampuan produktif sepenuhnya diberikan pada tahun ketiga di Dunia Usaha dan Dunia Industri. Banyak factor yang dapat mendukung terciptanya Implementasi Kebijakan Pendidikan Sistem Ganda yang baik, salah satunya adalah seperti yang dijelaskan oleh Edward III dalam Indiahono (2009:33) bahwa Implementasi kebijakan yang bersifat kompleks menuntut adanya kerjasama banyak pihak. Ketika strukur birokrasi tidak kondusif terhadap implementasi suatu kebijakan, maka hal ini akan menyebabkan ketidakefektifan dan menghambat jalannya pelaksanaan kebijakan.

2.

Kualitas Siswa Hasil tanggapan responden tentang kualitas siswa SMK Pasundan 1 Cimahi

diperoleh skor rata-rata sebesar 4,3892 (tabel 4.55). Apabila skor tersebut ditransformasikan ke dalam tabel 4.56 tentang kriteria penafsiran variabel penelitian, maka dapat dikatakan bahwa tingkat kualitas siswa dapat dikategorikan sangat baik (tinggi). Dengan demikian aspek-aspek perilaku dalam kawasan kognitif, afektif, dan psikomotor telah dapat diaktualisasikan oleh para siswa SMK Pasundan 1 Cimahi.

143

3.

Pengaruh Implementasi Kebijakan Pendidikan Sistem Ganda terhadap Kualitas Siswa SMK Pasundan 1 Cimahi Hasil penelitian diperoleh bahwa terdapat pengaruh yang signifikan

Implementasi Kebijakan Pendidikan Sistem Ganda terhadap kualitas siswa SMK Pasundan 1 Cimahi baik secara simultan maupun secara parsial dengan resiko kekeliruan 5%, kontribusinya mencapai 39,7%. Hasil penelitan sejalan dengan pendapat Edward (1980) bahwa untuk mencapai keberhasilan suatu implementasi kebijakan dipengaruhi empat variabel yang berperan sebagai penentu pencapaian keberhasilan suatu kebijakan, di antaranya: Komunikasi, Sumber daya, Disposisi, dan Struktur birokrasi. Oleh karena itu efektif atau tidaknya pelaksanaan kebijakan Pendidikan Sistem Ganda bergantung pada bagaimana keempat faktor di atas bersinergi dalam pelaksanaan kebijakan tersebut. Jika program Pendidikan Sistem Ganda dikelola dengan baik maka tujuan yang diharapkan pemerintah akan mutu lulusan SMK yang memiliki kompetensi profesionalisme tidak akan meleset. Sementara itu Klaumeier, et al dalam Abdul Hadis (2010) menjelaskan secara garis besar ada dua faktor utama yang mempengaruhi kualita/ mutu proses dan hasil belajar mengajar di kelas, yaitu faktor internal dan eksternal. Adapun yang termasuk ke dalam faktor internal berupa: faktor psikologis, sosiologis, dan fisiologis yang ada pada diri siswa dan guru. Sedangkan yang termasuk ke dalam faktor eksternal ialah semua faktor yang mempengaruhi hasil belajar mengajar di kelas selain faktor yang bersumber dari faktor guru dan siswa. Faktor-faktor eksternal tersebut berupa faktor: masukan lingkungan, masukan peralatan, dan masukan eksternal lainnya.

144

4.3.6 Keterbatasan Dalam menyelesaikan penelitian di SMK Pasundan 1 Cimahi penulis menghadapi beberapa keterbatasan, sehingga dalam penyajiannya masih banyak kekurangan yang akan ditemui, keterbatasan tersebut diantaranya: 1. Generalisasinya lemah, dengan kata lain hasil studi ini tidak dapat digeneralisasikan ke lain objek/tempat melainkan hanya dapat digunakan pada SMK Pasundan 1 Cimahi saja. Karenanya untuk penelitian selanjutnya sebaiknya memperluas generalisasi dengan melakukan penelitian di tempat yang berbeda. 2. Koefisien determinasi untuk kualitas siswa dinilai kurang, hanya sebesar 37,5%, sehingga terdapat kemungkinan ada faktor-faktor lain yang mempengaruhi kualitas siswa. Karenanya untuk penelitian selanjutnya perlu

mempertimbangkan faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi kualitas siswa.

TEMUAN-TEMUAN DI LAPANGAN Berdasarkan penelitian pendahuluan dari pelaksanaan PSG tahun 2009/ 2010 di SMK Pasundan 1 Cimahi, bahwa implementasi kebijakan

145

pendidikan sistem ganda/ PSG dirasa masih belum efektif, penulis menemukan beberapa indikator pernyataan masalah yang timbul dil lapangan. Indikatorindikator masalah tersebut di antaranya sebagai berikut: 1. Belum efektifnya pengelolaan PSG yang dilaksanakan berdasarkan kemitraan antara sekolah dengan Dunia Usaha dan Dunia Industri (DU/ DI); 2. Berdasarkan pemetaan siswa yang melaksanakan PSG ternyata masih banyak tempat praktik yang tidak relevan dengan kompetensi keahlian (jurusan) siswa yang bersangkutan; 3. Masih kurangnya persiapan dalam pembekalan, mental fisik, etika, ataupun kompetensi dasar yang dilakukan pihak sekolah (jurusan) sebelum melepaskan siswa PSG; 4. 5. Belum efektifnya pengawasan pelaksanaan PSG; Belum efektifnya pemantauan dan penilaian yang dilakukan pihak sekolah maupun pihak DU/ DI terhadap siswa yang melaksanakan PSG;

Uji kualitas data

146

Mengawali paparan tentang hasil penelitian dan pembahasan, terlebih dahulu dikemukakan hasil uji veliditas dan reliabilitas angket penelitian. Dalam penelitian yang menggunakan pendekatan kuantitatif, masalah validitas dan reliabilitas alat ukur penelitian merupakan hal yang amat kritis. Valid dan tidaknya alat pengumpulan data yang digunakan akan menentukan terhadap kualitas data yang diperoleh. Karena itu, hal yang perlu diketahui sebelum data penelitian diolah dan dianalisa lebih lanjut adalah Sebagaimana yang telah dijelaskan pada Bab III, dalam penelitian ini ada 2 variabel yang diteliti, yaitu Implementasi Kebijakan Program Pendidikan Sistem Ganda dan Kualitas Siswa SMK. Angket disebarkan pada siswa SMK Pasundan 1 Cimahi. Angket disebarkan langsung oleh peneliti kepada responden dan setelah diisi langsung dikumpulkan kembali oleh peneliti. Melalui cara ini diperoleh tingkat pengembalian angket 100 %. Dengan demikian setelah angket terkumpul kemudian kemudian dilakukan tabulasi data ke dalam tabel induk penelitian, selanjutnya dilakukan pengujian validitas dan reliabilitas dan hasil selengkapnya dilaporkan dalam lampiran.

Anda mungkin juga menyukai