Anda di halaman 1dari 7

Aturan dalam hub.

Intim secara ISLAM


Setiap Pasutri pasti menginginkan hubungan yang romantis. Istimewanya ajaran Islam, aturan ketika di ranjang pun diajarkan demi mewujudkan keharmonisan rumah tangga. Aturan di sini ada yang menjelaskan mengenai larangan yang mesti dijauhi, ada pula beberapa hal yang sunnah (anjuran), ditambah lagi dengan pelurusan terhadap hal-hal yang dianggap tidak boleh oleh sebagian kalangan padahal asalnya boleh. Semoga dengan semakin mengetahui aturan-aturan Islam ini, hubungan intim dengan sang istri semakin mesra dan tidak sampai melanggar yang Allah larang, yang diinginkan hanyalah ridho Allah. Pertama: Disunnahkan bercumbu rayu sebagai pemanasan terlebih dahulu di awal-awal hubungan badan. Inilah alasan kenapa Nabi shallallahu alaihi wa sallam menganjurkan untuk menikahi wanita perawan karena kita pun bisa menikmati manisnya. Ketika Jabir menikah, Nabi shallallahu alaihi wa sallam bertanya padanya,

. .

Apakah engkau menikahi gadis (perawan) atau janda? Aku menikahi janda, kata Jabir. Kenapa engkau tidak menikahi gadis saja karena engkau bisa bercumbu dengannya dan juga sebaliknya ia bisa bercumbu mesra denganmu? (HR. Bukhari no. 2967 dan Muslim no. 715). Ibnu Hajar mengatakan bahwa hal ini sebagai isyarat kalau gadis sangat menyenangkan jika diisap lidahnya ketika bermain-main atau menciumnya (Fathul Bari, 9: 122). Kedua: Menyetubuhi istri di kemaluan, terserah dari depan atau belakang. Allah Taala berfirman,

Isteri-isterimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat bercocoktanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki (QS. Al Baqarah: 223). Imam Nawawi rahimahullah berkata, Yang namanya ladang (tempat bercocok tanam) pada wanita adalah di kemaluannya yaitu tempat mani bersemai untuk mendapatkan keturunan. Ini adalah dalil bolehnya menyetubuhi istri di kemaluannya, terserah dari arah depan, belakang atau istri dibalikkan. (Syarh Muslim, 10: 6) Dari Jabir bin Abdillah, ia berkata bahwa orang Yahudi berkata kepada kaum muslimin, Barangsiapa yang menyetubuhi istrinya dari arah belakang, maka anaknya nanti bisa juling (matanya). Turunlah firman Allah Taala,

Isteri-isterimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat bercocoktanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki (QS. Al Baqarah: 223). Lantas Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

Terserah mau dari arah depan atau belakang selama di kemaluan. (HR. Ath Thohawi 3: 41 dalam Syarh Maanil Atsar dengan sanad yang shahih) Ketiga: Tidak boleh menyetubuhi istri di dubur Sebagaimana disebutkan dalam surat Al Baqarah ayat 223 di atas bahwa istri adalah seperti ladang kita bercocok tanam. Tempat benih tersebut disemai adalah di kemaluan, bukanlah di dubur sebagaimana kata Imam Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim (10: 6). Hadits yang mendasari larangan ini adalah sabda Rasul shallallahu alaihi wa sallam,

Benar-benar terlaknat orang yang menyetubuhi istrinya di duburnya. (HR. Ahmad 2: 479. Syaikh Syuaib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits tersebut hasan) Begitu juga sabda Rasul shallallahu alaihi wa sallam,

- -

Barangsiapa yang menyetubuhi wanita haid atau menyetubuhi wanita di duburnya, maka ia telah kufur terhadap apa yang diturunkan kepada Muhammad shallallahu alaihi wa sallam-. (HR. Tirmidzi no. 135, Ibnu Majah no. 639. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih). Ancaman yang ditunjukkan pada dua hadits di atas menunjukkan bahwa perbuatan ini termasuk dosa besar karena disertai laknat (jauh dari rahmat Allah) dan dinyatakan sebagai suatu kekufuran. Imam Nawawi rahimahullah mengatakan, Ulama Syafiiyah berpendapat bahwa tidak halal menyetubuhi di dubur sedikit pun baik pada manusia maupun hewan dalam segala macam keadaan. (Syarh Muslim, 10: 6) Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, Allah Taala sendiri mengharamkan menyetubuhi wanita haid karena adanya haid di kemaluaannya. Bagaimana lagi jika yang disetubuhi adalah tempat yang keluarnya najis mughollazhoh (najis yang berat)? Seks anal tidak dipungkuri lagi termasuk jenis liwath (sodomi). Menurut madzhab Abu Hanifah, Syafiiyah, pendapat Imam Ahmad dan Hambali, perbuatan seks anal ini haram, tanpa adanya perselisihan di antara mereka. Demikian pula hal ini menjadi pendapat yang nampak pada Imam Malik dan pengikutnya. (Majmu Al Fatawa, 32: 267-268) Keempat: Tidak boleh menyetubuhi wanita di masa haid Imam Nawawi rahimahullah berkata, Kaum muslimin sepakat akan haramnya menyetubuhi wanita haid berdasarkan ayat Al Quran dan hadits-hadits yang shahih (Al Majmu, 2: 359). Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, Menyetubuhi wanita nifas adalah sebagaimana wanita haid yaitu haram berdasarkan kesepakatan para ulama. (Majmu Al Fatawa, 21: 624) Dalam hadits disebutkan,

- -
Barangsiapa yang menyetubuhi wanita haid atau menyetubuhi wanita di duburnya, maka ia telah kufur terhadap apa yang diturunkan kepada Muhammad shallallahu alaihi wa sallam-. (HR. Tirmidzi no. 135, Ibnu Majah no. 639. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih). Al Muhamili dalam Al Majmu (2: 359) menyebutkan bahwa Imam Asy Syafii rahimahullahberkata, Barangsiapa yang menyetubuhi wanita haid, maka ia telah terjerumus dalam dosa besar. Hubungan seks yang dibolehkan dengan wanita haid adalah bercumbu selama tidak melakukan jima (senggama) di kemaluan. Dalam hadits disebutkan,


Lakukanlah segala sesuatu (terhadap wanita haid) selain jima (di kemaluan). (HR. Muslim no. 302) Dalam riwayat yang muttafaqun alaih disebutkan,

- - . - -

Dari 'Aisyah, ia berkata bahwa di antara istri-istri Nabi shallallahu alaihi wa sallam ada yang mengalami haid. Rasulullahshallallahu alaihi wa sallam ingin bercumbu dengannya. Lantas beliau memerintahkannya untuk memakai sarung agar menutupi tempat memancarnya darah haid, kemudian beliau tetap mencumbunya (di atas sarung). Aisyah berkata, Adakah di antara kalian yang bisa menahan hasratnya (untuk berjima) sebagaimana Nabi shallallahu alaihi wa sallam menahannya? (HR. Bukhari no. 302 dan Muslim no. 293). Imam Nawawi menyebutkan

judul bab dari hadits di atas, Bab mencumbu wanita haid di atas sarungnya. Artinya di selain tempat keluarnya darah haid atau selain kemaluannya. Kelima: Jika seorang pria kuat, ia boleh mengulangi hubungan intim untuk kedua kalinya, namun hendaknya berwudhu terlebih dahulu Dari Abu Said Al Khudri, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

Jika salah seorang di antara kalian menyetubuhi istrinya, lalu ia ingin mengulanginya kembali, maka berwudhulah (HR. Muslim no. 308). Perintah wudhu di sini adalah sunnah (anjuran) dan bukan wajib (Syarh Shahih Muslim, 3: 217). Bahasan berikut adalah lanjutan dari bahasan sebelumnya tentang aturan dan adab dalam hubungan intim. Seperti adab yang sering jadi pelanggaran adalah menyebarkan rahasia di ranjang. Simak saja lanjutannya dalam edisi berikut. Keenam: Boleh-boleh saja suami istri tidak berpakaian sehingga bisa saling melihat satu dan lainnya Hal ini dibolehkan karena tidak ada batasan aurat antara suami istri. Kita dapat melihat bukti hal ini dari hadits Aisyah radhiyallahu anha, ia berkata,

- -

Aku pernah mandi bersama Nabi shallallahu alaihi wa sallam dari satu bejana dan kami berdua dalam keadaan junub (HR. Bukhari no. 263 dan Muslim no. 321). Al-Hafizh lbnu Hajar Al Asqalani rahimahullah berkata, Ad-Dawudi berdalil dengan hadits ini untuk menyatakan bolehnya seorang suami melihat aurat istrinya dan sebaliknya. Pendapat ini dikuatkan dengan kabar yang diriwayatkan lbnu Hibban dari jalan Sulaiman bin Musa bahwasanya ia ditanya tentang hukum seorang suami melihat aurat istrinya. Maka Sulaiman pun berkata, Aku pernah bertanya kepada Atha tentang hal ini, ia menjawab, Aku pernah menanyakan permasalahan ini kepada Aisyah maka Aisyah membawakan hadits ini dengan maknanya. (Fathul Bari, 1: 364). Sebagai pendukung lagi adalah dari ayat Al Quran berikut, Allah Taala berfirman,

)6( (5)

Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau hamba sahaya yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela (QS. Al Muminun: 5-6). Ibnu Hazm berkata, Ayat ini umum, menjaga kemaluan hanya pada istri dan hamba sahaya berarti dibolehkan melihat, menyentuh dan bercampur dengannya. (Al Muhalla, 10: 33) Sedangkan hadits,


Jika seseorang menyetubuhi istrinya, janganlah saling telanjang. (HR. An Nasai dalam Al Kubro 5: 327 dan Al Baihaqi dalam Syuabul Iman 6: 163. Abu Zurah mengatakan Mandal yang meriwayatkan hadits ini adalah keliru). Penulis Shahih Fiqh Sunnah (3: 188) mengatakan bahwa hadits ini munkar, tidak shahih. Maka asalnya boleh suami istri saling telanjang ketika hubungan intim. Wallahu alam. Ketujuh: Istri hendaklah tidak menolak ketika diajak hubungan intim oleh suaminya Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

Jika seorang pria mengajak istrinya ke ranjang, lantas si istri enggan memenuhinya, maka malaikat akan melaknatnya hingga waktu Shubuh (HR. Bukhari no. 5193 dan Muslim no. 1436). Namun jika istri ada halangan,

seperti sakit atau kecapekan, maka itu termasuk uzur dan suami harus memaklumi hal ini. Imam Nawawi rahimahullah berkata, Ini adalah dalil haramnya wanita enggan mendatangi ranjang jika tidak ada uzur. Termasuk haid bukanlah uzur karena suami masih bisa menikmati istri di atas kemaluannya. (Syarh Shahih Muslim, 10: 7) Kedelapan: Jika seseorang tidak sengaja memandang wanita lain, lantas ia begitu takjub, maka segeralah datangi istrinya Dari Jabir bin Abdillah, dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam bahwasanya beliau pernah melihat seorang wanita, lalu ia mendatangi istrinya Zainab yang saat itu sedang menyamak kulit miliknya. Lantas beliau menyelasaikan hajatnya (dengan berjima, hubungan intim), lalu keluar menuju para sahabatnya seraya berkata,

Sesungguhnya wanita datang dalam rupa setan, dan pergi dalam rupa setan. Jika seorang di antara kalian melihat seorang wanita yang menakjubkan (tanpa sengaja), maka hendaknya ia mendatangi (bersetubuh dengan) istrinya, karena hal itu akan menolak sesuatu (berupa syahwat) yang terdapat pada dirinya (HR. Muslim no. 1403) Para ulama berkata bahwa Rasul shallallahu alaihi wa sallam melakukan seperti ini sebagai penjelasan bagi para sahabat mengenai apa yang mesti mereka lakukan dalam keadaan demikian (yaitu ketika melihat wanita yang tidak halal, pen). Beliau mencontohkan dengan perbuatan dan perkataan sekaligus. Hadits ini juga menunjukkan tidak mengapa mengajak istri untuk hubungan intim di siang hari atau waktu lain yang menyibukkan selama pekerjaan yang ada mungkin ditinggalkan. Karena bisa jadi laki-laki sangat tinggi sekali syahwatnya ketika itu yang bisa jadi membahayakan badan, hati atau pandangannya jika ditunda (Lihat Syarh Shahih Muslim, 9: 179). Kesembilan: Tidak boleh menyebarkan rahasia hubungan ranjang Dari Abu Said Al Khudri, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

Sesungguhnya termasuk manusia paling jelek kedudukannya di sisi Allah pada hari kiamat adalah laki-laki yang menggauli istrinya kemudian dia sebarkan rahasia ranjangnya. (HR. Muslim no. 1437). Syaikh Abu Malik berkata, Namun jika ada maslahat syari sebagaimana yang dilakukan istri Nabi shallallahu alaihi wa sallam yang menyebarkan bagaimana Rasulullahshallallahu alaihi wa sallam berinteraksi dengan istrinya, maka tidaklah masalah (Shahih Fiqh Sunnah, 3: 189). Kesepuluh: Jika seseorang datang dari safar, hendaklah dia mengabarkan istrinya dan jangan datang sembunyi-sembunyi Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

Jika salah seorang dari kalian datang pada malam hari maka janganlah ia mendatangi istrinya. (Berilah kabar terlebih dahulu) agar wanita yang ditinggal suaminya mencukur bulu-bulu kemaluannya dan menyisir rambutnya (HR. Bukhari no. 5246 dan Muslim no. 715). Dari Jabir bin Abdillah, ia berkata,


Rasulullah shallallahu 'alihi wa sallam melarang seseorang mendatangi istrinya di malam hari untuk mencari-cari tahu apakah istrinya berkhianat kepadanya atau untuk mencari-cari kesalahannya (HR. Muslim no. 715).

Kesebelas: Boleh menyetubuhi wanita saat menyusui Dari Aisyah, dari Judaamah binti Wahb, saudara perempuan Ukaasyah, ia berkata bahwasanya ia mendengar Rasulullahshallallahu alaihi wa sallam bersabda,

Sungguh, semula aku ingin melarang (kalian) dari perbuatan ghiilah. Lalu aku melihat bangsa Romawi dan Persia dimana mereka melakukan ghiilah terhadap anak-anak mereka. Ternyata hal itu tidak membahayakan anak-anak mereka (HR. Muslim no. 1442). Ghiilah bisa bermakna menyutubuhi wanita yang sedang menyusui. Ada pula yang mengartikan wanita menyusui yang sedang hamil (Lihat Syarh Shahih Muslim, 10: 16). Kebolehan menyetubuhi wanita yang sedang menyusui tentu saja dengan melihat maslahat dan mudhorot (bahaya) sebagai pertimbangan.

Link aslinya :

http://rumaysho.com/belajar-islam/keluarga/3661-aturan-dalam-hubungan-intim-1.html 2. http://rumaysho.com/belajar-islam/keluarga/3662-aturan-dalam-hubungan-intim-2.html
1.

Berkah di Balik Doa Sebelum Hubungan Intim

Untuk meraih keberkahan dalam hubungan intim pada pasutri, di antaranya adalah dengan berdoa ketika hendak mendatangi istri. Keampuhan doa ini akan memberikan kebaikan pada keturunan yang dihasilkan, itu di antaranya. Juga tentunya hubungan intim yang sesuai ajaran Rasul shallallahu alaihi wa sallam akan semakin menambah kemesraan karena keberkahan yang hadir ketika itu. Dari Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, . Jika salah seorang dari kalian ingin berhubungan intim dengan istrinya, lalu ia membaca doa: [Bismillah Allahumma jannibnaasy syaithoona wa jannibisy syaithoona maa rozaqtanaa], Dengan (menyebut) nama Allah, ya Allah jauhkanlah kami dari (gangguan) setan dan jauhkanlah setan dari rezki yang Engkau anugerahkan kepada kami, kemudian jika Allah menakdirkan (lahirnya) anak dari hubungan intim tersebut, maka setan tidak akan bisa mencelakakan anak tersebut selamanya (HR. Bukhari no. 6388 dan Muslim no. 1434). Kapan Doa Tersebut Dibaca? Ash Shonani berkata bahwa hadits tersebut adalah dalil bahwa doa tersebut dibaca sebelum bercumbu yaitu ketika punya keinginan. Karena dalam riwayat Bukhari lainnya disebutkan, Adapun jika salah seorang dari mereka mengucapkan ketika mendatangi istrinya (HR. Bukhari no. 5165). Makna kata ketika ( ) dalam riwayat ini bermakna berkeinginan. (Subulus Salam, 6: 91). Ibnu Hajar dalam Fathul Bari (9: 228) berpendapat bahwa doa ini dibaca sebelum hubungan intim. Begitu pula pendapat Syaikh Abdul Qodir Syaibah dalam Fiqhul Islam, 7: 61-64.

Intinya, doa ini diucapkan sebelum memulai hubungan intim dan bukan di pertengahan atau sesudahnya. Hukum membaca doa ini adalah sunnah (mustahab) (Lihat Tafsir Al Quran Al Azhim, 1: 190). Dan jika lihat dari tekstual hadits di atas, doa ini dibaca oleh suami. Berkah dari Berdoa Sebelum Hubungan Intim Pertama: Mengikuti ajaran Rasul shallallahu alaihi wa sallam, ini sudah merupakan berkah tersendiri. Abu Bakr radhiyallahu anhu pernah berkata, Aku tidaklah biarkan satu pun yang Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam amalkan kecuali aku mengamalkannya karena aku takut jika meninggalkannya sedikit saja, aku akan menyimpang (HR. Bukhari no. 3093 dan Muslim no. 1759). Kedua: Setan tidak akan turut serta dalam hubungan intim tersebut karena di dalam doa ini diawali dengan penyebutan bismillah. Demikian pendapat sebagian ulama. Mujahid rahimahullah berkata, Siapa yang berhubungan intim dengan istrinya lantas tidak mengawalinya dengan bismillah, maka setan akan menoleh pada pasangannya lalu akan turut dalam berhubungan intim dengannya (Fathul Bari, 9: 229). Ya Allah, lindungilah kami dari gangguan setan kala itu. Ketiga: Kebaikan doa ini pun akan berpengaruh pada keturunan yang dihasilkan dari hubungan intim tersebut. Buktinya adalah riwayat mursal namun hasan dari Abdur Razaq di mana disebutkan, Jika seseorang mendatangi istrinya (berhubungan intim), maka ucapkanlah Ya Allah, berkahilah kami dan keturunan yang dihasilkan dari hubungan intim ini, janganlah jadikan setan menjadi bagian pada keturunan kami. Dari doa ini, jika istrinya hamil, maka anak yang dilahirkan diharapkan adalah anak yang sholeh (Fathul Bari, 9: 229). Keempat: Keturunan yang dihasilkan dari hubungan intim ini akan selamat dari berbagai gangguan setan. Jika dipahami dari tekstual hadits, yang dimaksud dengan anak tersebut akan selamat dari berbagai bahaya adalah umum, yaitu mencakup bahaya dunia maupun agama. Namun Al Qodhi Iyadh berkata bahwa para ulama tidak memahami seperti itu. (Minhatul Allam, 7: 348). Ibnu Daqiq Al Ied berkata, Bisa dipahami dari doa ini bahwa setan juga tidak akan membahayakan agama anak dari hasil hubungan intim tersebut. Namun bukan berarti anak tersebut mashum, artinya selamat dari dosa (Fathul Bari, 9: 229). Syaikh Ibnu Baz memahami bahwa yang dimaksud dalam hadits bahwa anak tersebut akan tetap berada di atas fithroh yaitu Islam. Setan bisa saja menggoda anak tersebut, namun segera ia akan kembali ke jalan yang lurus. Sebagaimana Allah Taala berfirman, Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa bila mereka ditimpa was-was dari syaitan, mereka ingat kepada Allah, maka ketika itu juga mereka melihat kesalahan-kesalahannya (QS. Al Arof: 201) (Lihat Minhatul Allam, 7: 349). Kelima: Keberkahan doa ini berlaku bagi wanita yang akan hamil dengan hubungan intim tersebut, atau yang tidak karena lafazhnya umum. Inilah pendapat Al Qodhi Iyadh (Fathul Bari, 9: 229). Jadikanlah Kebiasaan! Syaikh Abdullah Al Fauzan hafizhohullah berkata, Hendaklah seorang muslim bersemangat mengamalkan doa ini ketika berhubungan intim hingga menjadi kebiasaan. Hendaklah ia melakukannya dalam rangka mengamalkan nasehat Nabi shallallahu alaihi wa sallam dan demi menghasilkan keturunan yang terjaga dan terlindungi dari gangguan setan, juga supaya mendapatkan keberkahan dari doa ini (Minhatul Allam, 7: 348).

Ibnu Hajar berkata, Faedah yang ditunjukkan dalam doa ini adalah disunnahkannya membaca bismillah dan berdoa serta merutinkannya hingga pada hal yang nikmat semacam dalam hubungan intim. (Fathul Bari, 9: 229). Hadits yang kita ulas kali ini menunjukkan bahwa setan akan mengganggu manusia dalam segala kondisi. Ketika tidur, ketika bangun dari tidur, setan akan terus memberikan was-was. Jika seseorang lalai dari mengingat Allah, maka setan akan mengganggu. Namun jika mengingat Allah, setan akan lari bersembunyi. Oleh karena itu, hendaklah kita membiasakan untuk terus berdzikir, membaca taawudz, berdoa, supaya kita terlindungi dari gangguan setan (Nasehat Syaikh Abdullah Al Fauzan dalam Minhatul Allam, 7: 349). Ya Allah, lindungilah kami dari gangguan setan dalam segala keadaan kami. Wallahu waliyyut taufiq. Referensi: 1. Fathul Bari Syarh Shahih Al Bukhari, Ibnu Hajar Al Asqolani, terbitan Darul Marifah, Beirut, 1379. 2. Fiqhul Islam Syarh Bulughul Marom min Jami Adillatil Ahkam, Abdul Qodir Syaibah Al Hamd, terbitan Muassasah Ulumul Quran, cetakan ketujuh, 1432 H. 3. Minhatul Allam fii Syarh Bulughil Marom, Abdullah bin Sholeh Al Fauzan, terbitan Dar Ibnul Jauzi, cetakan pertama, 1430 H. 4. Subulus Salam Al Mawshulah ila Bulughil Marom, Muhammad bin Ismail Al Amir Ash Shonani, Tahqiq: Muhammad Shobhi Hasan Hallaq, terbitan Dar Ibnul Jauzi, cetakan kedua, 1432 H. 5. Tafsir Al Quran Al Azhim, Ibnu Katsir, terbitan Muassasah Qurthubah, cetakan pertama, 1421 H. Dari artikel Berkah di Balik Doa Sebelum Hubungan Intim Muslim.Or.Id Memurnikan Aqidah Menebarkan Sunnah by null Link: http://muslim.or.id/keluarga/berkah-di-balik-doa-sebelum-hubungan-intim.html

Anda mungkin juga menyukai