Anda di halaman 1dari 5

PROGRAM INVESTASI KEHUTANAN (FIP)

I. PENDAHULUAN Kepentingan ekonomis wilayah hutan Indonesia Indonesia adalah Negara kepulauan terbesar dengan populasi terbanyak nomor empat dan beragam macam etnis dan budaya. Sebagai sebuah negara berkembang dengan penghasilan menengah, Indonesia adalah rumah bagi 231 juta orang yang tersebar di 17.000 pulau, mencakup 190 juta hektar daratan dan perairan darat. Indonesia memiliki hutan tropis terbesar ketiga setelah Brazil dan Republik Demokrasi Congo, dan memiliki simpanan keanekaragaman hayati yang kaya. Hutan Indonesia penting tidak hanya bagi pembangunan ekonomi nasional dan penghasilan bagi warga setempat, tetapi juga pada fungsi sistem lingkungan hidup global. Kegiatan dan industri berbasis hutan adalah sumber lapangan kerja yang besar di Indonesia. Selain itu di sektor industri kehutanan (termasuk di dalamnya pembalakan, penggergajian kayu, industri pulp & paper, dan pembuatan furniture). Selain itu lapangan kerja dapat dikembangkan dengan sistem agroforestri sesuai dengan fungsi hutan, seperti campuran tanaman perkebunan dan pangan,dan tanaman non-kayu. Indonesia adalah penghasil kayu bulat (log) terbesar untuk industri diantara negara hutan tropis lainnya, dengan produksi 34,2 juta m3 pada tahun 2009. Produksi industri kayu dari masyarakat dan industri berskala besar masing-masing telah berkontribusi 3-4% dari PDB. Kontribusi dari industri kayu dan pulp & paper masing-masing sekitar 1,1% dan 2,6%, pada tahun 2003-2004.1 Perkiraan ini tidak termasuk untuk penggunaan keperluan sehari-hari dan penggunaan untuk penambahan penghasilan informal dari mata pencaharian berbasis hutan di desa-desa, keuntungan dari kegiatan pembalakan liar dan nilai dari jasa-jasa lingkungan. Hutan Indonesia adalah rumah dari sebagian besar keaneka-ragaman budaya. Penduduk Indonesia terdiri dari sekitar 300 suku yang berbeda dengan 742 dialek bahasa yang berbeda, mewakili hampir 11% dari semua bahasa yang masih dipakai di dunia.2 Sebagian besar budaya ini mempunyai keterkaitan langsung yang cukup lama dan bermacammacam dengan ekosistem alam (termasuk budaya, sosial, politis dan spiritual). Terdapat sekitar 25,000 desa di dalam dan di sekitar hutan, sekitar 50-60 juta orang tinggal di kawasan hutan negara yang pada umumnya adalah masyarakat yang termasuk dalam kategori miskin .

II. PEMAHAMAN MENGENAI ISU-ISU UTAMA SAAT INI

Program Investasi Kehutanan (Forest Investment Program / FIP) adalah salah satu dari tiga program sasaran Dana Iklim Strategis (Strategic Climate Funds / SCF)yang dibentuk di bawah Dana Investasi Iklim (Climate Investment Funds / CIF). Tujuan utama FIP adalah untuk mendukung upaya-REDD negara-negara berkembang, menyediakan pembiayaan-antara di muka (up-front) untuk reformasi kesiapan dan investasi publik dan swasta yang diidentifikasi melalui upaya-upaya penyusunan strategi nasional REDD, dengan mempertimbangkan peluang-peluang untuk membantu adaptasi terhadap dampak perubahan iklim pada hutan dan menyumbangkan manfaat ganda seperti konservasi keanekaragaman hayati, perlindungan hakhak masyarakat asli dan masyarakat lokal, pengentasan kemiskinan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat pedesaan. Indonesia merupakan salah satu dari delapan negara percontohan yang terpilih di seluruh dunia untuk berpartisipasi dalam FIP. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang menjadi focal point secara keseluruhan untuk Dana Investasi Iklim di Indonesia, telah menunjuk Kementerian Kehutanan (Kemenhut) sebagai focal agency FIP. Perkiraan sumber daya pendanaan yang tersedia untuk FIP di Indonesia mencapai maksimal $70 juta, yang terdiri dari hibah maksimal $37,5 juta dan pinjaman konsesional maksimal $32,5 juta. Hibah tambahan sekitar $6,5 juta kemungkinan akan tersedia bagi kegiatan yang terkait dengan masyarakat adat dan masyarakat yang tinggal di dalam atau sekitar kawasan hutan di Indonesia melalui Mekanisme Hibah Khusus bagi Masyarakat Asli dan Masyarakat Lokal. FIP di Indonesia akan didukung secara bersamasama oleh tiga bank pembangunan multilateral (Multirateral Development Banks / MDB), yaitu Bank Pembangunan Asia (ADB), International Finance Corporation (IFC), dan Bank Dunia dengan partisipasi dan kemungkinan pembiayaan bersama dari mitra-mitra pembangunan yang lain. Pada tanggal 11 Juni 2010, Pemerintah Indonesia telah mengajukan pemintaan bantuan hibah persiapan untuk mengembangkan rencana investasi kehutanan. Sebuah misi penentuan skop (scoping mission) telah dilakukan oleh Pemerintah Indonesia dan bank-bank pembangunan multilateral (MDB) pada bulan Agustus 2010. Hibah Persiapan senilai $225.000 untuk dikelola oleh ADB telah disetujui pada bulan Januari 2011 untuk membantu Pemerintah Indonesia dalam mempersiapkan misi gabungan dan mendukung pengembangan rencana investasi.

Berdasarkan temuan Misi Penentuan Skop pada bulan Agustus 2010 dan lokakarya awal pada bulan April 2011 yang dibiayai dengan hibah persiapan, persiapan FIP direncanakan akan dilaksanakan melalui dua misi gabungan oleh Pemerintah Indonesia dan MDB. Bersadarkan hal tersebut, Misi Gabungan pertama1 yang dipimpin oleh Kemenkeu dan Kemenhut dengan

dukungan dari ADB, IFC, dan Bank Dunia, telah dilaksanakan dari tanggal 13 sampai 22 Juli 2011. Misi menghargai arahan dari berbagai lembaga Pemerintah Indonesia serta berterima kasih kepada semua pemangku kepentingan (lembaga nasional dan provinsi, serta perwakilan dari masyarakat sipil, sektor swasta, dan mitra-mitra pembangunan) atas dukungan dan kerjasama mereka. Misi secara khusus ingin berterima kasih kepada staf Kementerian Kehutanan dan Resident Missions ADB, IFC, dan Bank Dunia di Jakarta atas bantuan dan pendampingan yang diberikan selama misi berlangsung.

A. Penyebab terjadinya Deforestasi dan Degradasi Hutan Memperkirakan bahwa Indonesia telah kehilangan sekitar 24,1 juta hektar tutupan hutan sejak tahun 1990 sampai 2010 (dari 118,5 juta ha pada tahun 1990 menjadi 94,4 juta ha pada tahun 2010), menempati posisi kedua setelah Brazil. Degradasi hutan yang disebabkan oleh kegiatan pembalakan saja diperkirakan mencapai 626.000 ha per tahun3. Selain itu, kebakaran hutan yang hebat dan terjadi secara berkala berdampak terhadap sebagian besar areal hutan, terutama di Kalimantan dan sebagian wilayah di Sumatra, yang sebagian dipengaruhi oleh fenomena El Nio/Osilasi Selatan pada tahun 1997 serta diperparah oleh pembukaan lahan untuk perkebunan dan pertambangan.

Manfaat bersama yang diharapkan dari investasi FIP

Aksi-aksi dan investasi dalam mengurangi deforestasi dan degradasi hutan di Indonesia dapat menghasilkan manfaat bersama (co-benefits) yang penting. Termasuk manfaat didalamnya berupa peningkatan ekonomi lokal, peningkatan pendapatan rumah tangga, dan pengentasan kemiskinan pada masyarakat yang hidupnya tergantung pada hutan. Keuntungan lainnya antara lain peningkatan pemasukan nasional yang lebih tinggi dari kegiatan kehutanan, promosi kesetaraan gender, tersedianya jasa-jasa lingkungan seperti misalnya kualitas air yang lebih baik dan perlindungan terhadap keanekaragaman hayati. 106. Dalam konteks REDD+, merupakan hal penting untuk mengakui bahwa keterlibatan pemangku kepentingan dari masyarakat lokal dan adat, dan manfaat sosial dan ekonomi dianggap sebagai manfaat utama, Keterlibatan para pemangku kepentingan tersebut jauh lebih bermanfaat daripada sekedar aksi-aksi mitigasi perubahan iklim dan perlindungan hutan. Oleh sebab itu, perubahan transformasional bukan hanya untuk pengelolaan lahan dan hutan berkelanjutan, tetapi juga untuk meningkatkan kesejahteraan secara efektif dan berkelanjutan individu-individu, masyarakat dan komunitas yang bergantung pada hutan. Pendorong utama untuk mengarus-utamakan kesiapan REDD+ sekaligus pelaksanaannya di Indonesia diantaranya penguatan kelembagaan, perencanaan tata guna lahan, pengembangan masyarakat dan penguatan usaha-usaha kehutanan. Investasi FIP di bidang ini harus memberikan sejumlah manfaat ekonomi dan sosio-budaya, termasuk berikut ini: Pengakuan yang lebih baik terhadap hak-hak yang sah atas lahan dan penurunan konflik yang terjadi yang berkaitan dengan perebutan klaim atas lahan dan yang berkaitan dengan lahan; Peningkatan investasi di kawasan yang terdegradasi, meningkatkan kontribusi mereka terhadap pengurangan kemiskinan, produksi kayu, dan jasa lingkungan; Meningkatkan mata pencaharian masyarakat lokal melalui pengembangan peluang pendapatan alternatif yang tidak memberikan tekanan kepada hutan; Pembagian manfaat dari hutan yang lebih transparan dan setara, termasuk pembagian manfaat REDD+; Meningkatkan iklim investasi, yang dapat memberikan stabilitas usaha lebih besar dan dasar yang lebih kuat untuk pertumbuhan di masa depan;

Partisipasi lokal yang lebih efektif dalam proses perencanaan pemerintah dan memperkuat kapasitas negosiasi dari kelompok lokal dalam kebijakan tata pemerintahan; Kontribusi terhadap ekonomi lokal dengan menyediakan mata pencaharian bagi orangorang yang hidup di daerah kawasan hutan; dan Meningkatkan akses terhadap hasil-hasil hutan non-kayu dan manfaat hutan lainnya.

Perlindungan kawasan hutan di Indonesia juga mengamankan jasa-jasa lingkungan yang vital. Hal ini termasuk perlindungan daerah aliran sungai dan tingkat kualitas air, kesuburan Dokumen Rencana Investasi Kehutanan Indonesia tanah, mencegah banjir dan erosi, mengurangi serangan hama, penurunan tingkat kebakaran hutan, serta menjaga habitat binatang dan ikan. Simpanan keaneka-ragaman hayati yang besar di hutan-hutan Indonesia menjamin bahwa upaya REDD+ berkontribusi secara signifikan terhadap upaya nasional dan global untuk melindungi keanekaragaman hayati.

Anda mungkin juga menyukai