Pengertian Fobia Fobia berasal dari istilah Yunani phobos yang berarti lari (fight), takut dan panik (panic-fear), takut hebat (terror). Istilah ini memang dipakai sejak zaman hippocrates. Berikut ini beberapa pengertian dari fobia: Menurut Jaspers (1923), fobia adalah rasa takut yang sangat dan tidak dapat diatasi terhadap suatu keadaan dan tugas yang biasa. Kemudian Ross (1937) menyebutkan bahwa fobia adalah rasa takut yang khas yang disadari oleh penderita sebagai suatu hal yang tidak masuk akal, tetapi tidak dapat mengatasinya. Sementara Errera (1962) mengungkapkan bahwa fobia adalah rasa takut yang selalu ada terhadap suatu benda atau pendapat yang dalam keadaan biasa tidak menimbulkan rasa takut. Dalam Wikipedia disebutkan, fobia adalah rasa ketakutan yang berlebihan pada sesuatu hal atau fenomena. Oleh psikopatolog, fobia didefinisikan sebagai penolakan yang mengganggu atau kecemasan yang luar biasa yang diperantarai oleh rasa takut secara terus menerus dan irasional, terhadap bahaya yang dikandung oleh objek atau situasi tertentu dan diakui oleh si penderita sebagai sesuatu yang tidak berdasar (yang bagi orang lain dipandang tidak berbahaya). Fobia dipandang sebagai emosi-emosi substitusi dan seringkali disebut neurosis yang ditekan (repressed neuroses). Ketakutan itu menimbulkan sesuatu hal yang tak menyenangkan dan telah ditekan dalam lubuk jiwa kita. Dengan kata lain fobia itu punya fungsi tertentu, yakni menyembunyikan atau mengalihkan suatu rasa takut yang seluruhnya berbeda yaitu rasa takut yang pernah atau mungkin sangat menyakitkan kesadaran kita. Jadi fobia merupakan suatu pelarian diri dari sejumlah konflik psikis dari dalam diri kita. Sebagian besar penderita fobia menyembunyikan ketakutannya, atau tidak berterus terang kepada orang lain soal rasa takutnya yang tak wajar karena takut dianggap gila atau sakit jiwa oleh orang lain. Sebenarnya fobia bukanlah gangguan mental yang serius, orang yang menderita fobia tetap bisa beraktivitas normal dengan cara menghindari sumber rasa takutnya.
B. Penyebab Munculnya Fobia Fobia dapat disebabkan oleh berbagai macam hal. Pada umumnya fobia disebabkan karena pernah mengalami ketakutan yang hebat atau pengalaman pribadi yang disertai perasaan malu atau bersalah yang semuanya kemudian ditekan kedalam alam bawah sadar. Peristiwa traumatis di masa kecil dianggap sebagai salah satu kemungkinan penyebab terjadinya fobia. Fobia dapat ditimbulkan akibat pengalaman menakutkan yang secara psikologis tidak dapat terselesaikan dengan baik. Misalnya fobia pada ruangan tertutup terjadi ketika pada usia 35 tahun anak mendapat hukuman dari orang tuanya secara berlebihan (misalnya dimasukan ke ruangan yang terkunci, sempit, gelap serta sering ditakut-takuti), sehingga menyebabkan ketakutan yang tidak tertanggulangi. Rasa takut yang tidak tertanggulangi ini kemudian masuk ke alam bawah sadar anak, dan muncul kembali dalam bentuk fobia ketika anak berusia dewasa. Fobia juga diperoleh setelah individu mengalami kejadian yang tidak menyenangkan (menyebabkan rasa sakit dan penderitaan) yang sangat membekas dalam ingatan. Kecelakaan tragis dapat menyebabkan individu trauma dan pada akhirnya mengalami fobia terhadap kendaraan atau lalu lintas. Namun ada juga fobia yang terjadi bukan karena trauma salah satunya, menurut Martin Seligman di dalam teorinya yang dikenal dengan istilah biological preparedness, mengatakan bahwa ketakutan yang menjangkiti tergantung dari relevansinya sang stimulus terhadap nenek moyang atau sejarah evolusi manusia, atau dengan kata lain ketakutan tersebut disebabkan oleh faktor keturunan. Misalnya, mereka yang takut kepada beruang, nenek moyangnya pada waktu masih hidup di dalam gua, pernah diterkam dan hampir dimakan beruang, tapi selamat, sehingga dapat menghasilkan kita sebagai keturunannya. Seligman berkata bahwa kita sudah disiapkan oleh sejarah evolusi kita untuk takut terhadap sesuatu yang dapat mengancam survival kita. Selain itu fobia juga dapat disebabkan oleh budaya. Contohnya: pada jenis fobia spesifik yang dapat dipengaruhi oleh budaya seperti pa-leng (ketakutan terhadap dingin dan kehilangan panas tubuh) di Cina dan taijin kyoshu-fo (ketakutan akan mempermalukan seseorang) di Jepang. Fobia juga dapat terjadi karena faktor biologis di dalam tubuh, seperti meningkatnya aliran darah dan metabolisme di otak. Dapat juga karena ada sesuatu yang tidak normal di struktur otak. Tetapi kebanyakan psikolog setuju, bahwa fobia lebih sering disebabkan oleh kejadian traumatis.
2
Namun sesungguhnya sulit dimengerti bagaimana penyebab munculnya fobia atau rasa takut pada suatu hal. Semua ini memang tergantung pada sudut pandang. Sudut pandang subjek penderita fobia dan sudut pandang orang lain yang tidak menderita fobia. Orang yang mengalami fobia akan melihatnya berdasarkan apa yang ia rasakan, sementara kita yang tidak mengalami fobia akan melihatnya berdasarkan nalar dan logika.
C. Symptom Fobia Symptom yang muncul pada penderita fobia secara umum hampir sama dengan gejala kecemasan/ketakutan, akan tetapi symptom-symptom yang ada terarah pada situasi dan kondisi tertentu saja (tidak menyeluruh). Beberapa gejala yang muncul apabila seseorang memiliki fobia yaitu: 1. Rasa pusing. 2. Merasa tidak berada di alam kenyataan. 3. Takut akan objek tertentu. Rasa takut yang dialami oleh penderita fobia akan hilang secara otomatis dengan cara menghindari objek yang ditakutinya. 4. Jantung berdebar kencang. 5. Kesulitan mengatur napas. 6. Dada terasa sakit. 7. Wajah memerah dan berkeringat secara berlebihan. 8. Gemetar. 9. Mulut terasa kering. 10. Otot menegang. 11. Rasa ingin muntah. 12. Peningkatan rasa cemas. 13. Berpikir secara tidak realistis, takut dan membayangkan sesuatu bakal terjadi. Sedangkan berdasarkan DSM-IV-TR gejala dari fobia adalah 1) Ketakutan yang berlebihan, tidak beralasan, dan menetap yang dipicu oleh objek atau situasi: 2) Keterpaparan dengan pemicu menyebabkan kecemasan intens; 3) Orang tersebut menyadari ketakutannya tidak realistis; 4) Objek atau situasi tersebut dihindari atau dihadapi dengan kecemasan intens.
3
Pada pengamat fobia menggunakan bahasa logika dimana ia akan melakukan/melihat sesuatu dengan logikanya. Sedangkan pada penderita fobia menggunakan bahasa rasa. Sebagai contoh seseorang yang berbadan besar yang memiliki fobia kucing akan lari melihat kucing melintas di depannya. Hal tersebut terjadi karena ia merasa bahwa semua kucing adalah hewan yang sangat menakutkan yang dapat melukainya. Itulah bedanya fobia dengan rasa takut biasa, yaitu sesuatu yang ditakuti oleh penderita fobia biasanya bukanlah obyek yang menakutkan bagi sebagian besar orang normal.
D. Karakteristik Penderita Fobia Menurut DSM IV TR, seseorang dikatakan mengalami fobia apabila memenuhi karakteristik sebagai berikut: 1. Mengalami ketakutan yang luar biasa, tidak masuk akal, dan persisten terhadap kehadiran suatu objek atau situasi. 2. Individu menyadari bahwa perasaan takut tersebut berlebihan dan tidak masuk akal. 3. Individu cenderung menghindari situasi yang menimbulkan fobia, atau bila tidak dapat dihindari, individu akan merasakan stres dan kecemasan yang hebat. 4. Perasaan takut yang intens tersebut secara signifikan mempengaruhi dan menganggu kehidupan sehari-hari individu, baik di dalam pekerjaan/sekolah ataupun fungsi sosial. 5. Untuk individu dibawah usia 18 tahun, keadaan tersebut sudah berlangsung minimal selama 6 bulan.
E. Pengelompokan Jenis Fobia Ada ratusan macam fobia tetapi pada dasarnya fobia-fobia tersebut merupakan bagian dari 3 jenis fobia, yang menurut buku DSM-IV (Diagnostic and Statistical Manual for Mental Disorder IV) ketiga jenis fobia itu adalah : 1. Fobia sederhana atau spesifik Fobia spesifik adalah ketakutan yang beralasan yang disebabkan oleh kehadiran atau antisipasi suatu objek atau situasi spesifik. Lebih ringkasnya fobia ini disebabkan oleh obyek atau situasi spesifik. DSM-IV-TR membagi fobia berdasarkan sumber
4
ketakutannya: darah, cedera, dan penyuntikan, situasi (seperti pesawat terbang, lift, ruang tertutup), binatang (seperti ailurophobia: takut kucing, arachnophobia: takut laba-laba, cynophobia: takut anjing), dan lingkungan alami (seperti takut ketinggian) Contoh: takut pada binatang, tempat tertutup, ketinggian, dan lain lain. 2. Fobia sosial Fobia sosial adalah ketakutan menetap dan tidak rasional yang umumnya berkaitan dengan keberadaan orang lain. Individu yang mengalami fobia sosial biasanya menghindari situasi yang membuat dia merasa dievaluasi (ketakutan terhadap penilaianorang lain), mengalami kecemasan, atau melakukan perilaku yang tidak seharusnya. Contoh: takut jadi pusat perhatian. Orang seperti ini senang menghindari tempat-tempat ramai. 3. Fobia kompleks (Agoraphobia) Fobia kompleks adalah ketakutan terhadap tempat atau situasi ramai dan terbuka misalnya di kendaraan umum/mall). Orang seperti ini bisa saja takut keluar rumah.
F. Dampak Fobia Dalam beberapa kasus, fobia sangat berpengaruh pada kegiatan seseorang atau bahkan orang-orang di sekelilingnya. Berikut beberapa dampak fobia yang dirasakan oleh penderita fobia: 1. Kewaspadaan secara berlebihan (overt alertness). Seseorang yang memiliki fobia mulai menjauhkan diri dari keadaan-keadaan yang bisa memicu terjadinya kecemasan atau menjalaninya dengan penuh tekanan sehingga orang tersebut sering mendapatkan kesulitan dalam kehidupan sehari-hari. 2. Penderita fobia biasanya menjadi tidak produktif. Mereka biasanya tidak dapat beraktivitas secara normal karena faktor yang ditakuti tersebut. Mereka akan menjauhi faktor yang membuatnya takut yang mungkin berpengaruh pada motivasi untuk melakukan sesuatu. 3. Penderita fobia akan mudah merasa lelah dan tegang. Ketakutan yang muncul akan mengakibatkan penderita berkeringat, jantung berdetak tidak beraturan yang dapat berpengaruh pada pola pernafasannya serta otot yang menengang. 4. Merasa lemas dan akhirnya pingsan.
5
5. Sulit berkonsentrasi. Hal ini terjadi karena perasaan was-was penderita fobia terhadap faktor yang ditakuti. 6. Hubungan sosial dapat terganggu. Terkadang ada beberapa orang pengamat fobia yang merasa terganggu karena penderita fobia.
G. Teknik Penanganan Anehnya meski fobia dirasakan tidak nyaman namun banyak juga yang tidak mau menghilangkan gangguan tersebut, padahal apabila diperhatikan fobia dapat menyebabkan kerugian seperti: Energi mental naik menjadi terkuras karena habis digunakan untuk merespon sumber ketakutan. Berisiko menghambat karir, hal itu jika fobia berhubungan dengan produktifitas atau pekerjaan. Mengganggu kehidupan sosial ataupun keluarga. Bila sudah sangat parah dan menganggu, fobia memang sebaiknya harus segera diatasi dengan pemberian treatmen tertentu. Banyak hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi fobia yang ada. Segala tindakan tersebut intinya dilakukan untuk menghilangkan ketakutan, antara lain : 1. Hypnotheraphy: Penderita fobia diberi sugesti-sugesti untuk menghilangkan fobia. 2. Flooding: Exposure Treatment yang ekstrim. Si penderita fobia yang takut kepada anjing (cynophobia), dimasukkan ke dalam ruangan dengan beberapa ekor anjing jinak, sampai ia tidak ketakutan lagi. 3. Desentisisasi Sistematis: Dilakukan exposure bersifat ringan. Si penderita fobia yang takut akan anjing disuruh rileks dan membayangkan berada ditempat cagar alam yang indah dimana si penderita didatangi oleh anjing-anjing lucu dan jinak. 4. Abreaksi: Si penderita fobia yang takut pada anjing dibiasakan terlebih dahulu untuk melihat gambar atau film tentang anjing, bila sudah dapat tenang baru kemudian dilanjutkan dengan melihat objek yang sesungguhnya dari jauh dan semakin dekat perlahan-lahan. Bila tidak ada halangan maka dapat dilanjutkan dengan memegang anjing dan bila phobia-nya hilang mereka akan dapat bermain-main dengan anjing. Namun untuk penderita traumatis memerlukan waktu yang cukup lama untuk sembuh dari fobianya.
5. Reframing: Penderita fobia diminta membayangkan kembali menuju masa lampau dimana permulaannya si penderita mengalami fobia, di tempat itu dibentuk suatu manusia baru yang tidak takut lagi pada fobia-nya.
Selain itu ada pula yang mengatakan bahwa fobia dapat di atasi dengan cara: a. Terapi berbicara. Perawatan ini seringkali efektif untuk mengatasi berbagai fobia. Jenis terapi bicara yang bisa digunakan adalah: 1. Konseling: konselor biasanya akan mendengarkan permasalahan penderita fobia, seperti ketakutannya saat berhadapan dengan barang atau situasi yang membuatnya fobia. Setelah itu konselor akan memberikan cara untuk mengatasinya. 2. Psikoterapi: seorang psikoterapis akan menggunakan pendekatan secara mendalam untuk menemukan penyebabnya dan memberi saran bagaimana cara-cara yang bisa dilakukan untuk mengatasinya. 3. Terapi perilaku kognitif (Cognitive Behavioural Therapy/CBT): yaitu suatu konseling yang akan menggali pikiran, perasaan dan perilaku seseorang dalam rangka mengembangkan cara-cara praktif yang efektif untuk melawan fobia. b. Terapi pemaparan diri (Desensitisation). Orang yang mengalami fobia sederhana bisa diobati dengan menggunakan bentuk terapi perilaku yang dikenal dengan terapi pemaparan diri. Terapi ini dilakukan secara bertahap selama periode waktu tertentu dengan melibatkan objek atau situasi yang membuatnya takut. Secara perlahan-lahan seseorang akan mulai merasa tidak cemas atau takut lagi terhadap hal tersebut. Kadang-kadang dikombinasikan dengan pengobatan dan terapi perilaku. c. Menggunakan obat-obatan. Penggunaan obat sebenarnya tidak dianjurkan untuk mengatasi fobia, karena biasanya dengan terapi bicara saja sudah cukup berhasil. Namun, obat-obatan ini dipergunakan untuk mengatasi efek dari fobia seperti cemas yang berlebihan. Terdapat 3 jenis obat yang direkomendasikan untuk mengatasi kecemasan, yaitu: Antidepresan, Obat penenang, atau Betablocker.
Namun, sesungguhnya tidak ada obat yang paling ampuh untuk mengatasi fobia selain keyakinan penderita bahwa ia dapat mengatasinya dan tidak ada yang perlu dikhawatirkan dari hal itu.
F. Fobia yang Banyak Ditakuti Ada 10 jenis objek yang paling sering ditakuti oleh manusia di bumi ini, antara lain : 1. Takut ular Ini merupakan jenis phobia yang paling sering dijumpai. Ketakutan secara berlebihan pada ular dikaitkan pada kemampuan nenek moyang kita bertahan di alam liar. Ular sejak dulu dianggap hewan berbisa, menjijikkan, dari masa ke masa. Bahkan juga diidentikkan dengan setan oleh keyakinan tertentu. Ternyata phobia akan ular ini bersifat evolusioner, diturunkan oleh nenek moyang manusia sejak zaman dulu sampai sekarang. 2. Takut laba-laba Ditemukan bahwa kaum perempuan empat kali lipat lebih banyak jumlahnya yang takut atau jijik pada laba-laba daripada kaum lelaki. Pada studi yang dipublikasikan di jurnal Evolution and Human Behavior, David Rakison dari Carnegie Mellon University di Pittsburgh mengatakan bahwa bayi perempuan usia 11 bulan mampu mengekspresikan ketakutan begitu melihat gambar laba-laba dan ular, sedangkan bayi lelaki tidak. Teori evolusi mengatakan bahwa hal itu wajar, sebab kaum perempuan sering bersua labalaba di rumah, atau saat mereka menyiapkan makanan di dapur. Sedangkan kaum lelaki cenderung diajarkan untuk berani pada hewan tersebut ketika berada di alam liar. 3. Takut ruangan tertutup Dikenal juga dengan nama agoraphobia, ketakutan ini diderita oleh 1,8 juta orang Amerika berusia dewasa, demikian menurut laporan National Institute of Mental Health pada tahun 2008. Tempat tertutup yang dianggap sulit untuk mereka melarikan diri atau keluar merupakan obyek yang paling ditakuti. Biasanya mereka takut pada elevator/lift, ruang olah raga tertutup, jembatan, kendaraan transportasi umum, mobil, mall, bahkan juga pesawat. Penderita biasanya malas bepergian atau berada di dalam mobil terlalu lama.
4. Takut pada orang lain Wajah memerah saat bicara di depan orang banyak, Berkeringat, susah bicara atau gagap atau bahkan sampai sakit perut. Itulah ciri-ciri orang yang takut pada orang lain atau sosialphobia. Sebanyak 15 juta orang Amerika dewasa menderitanya, demikian menurut National Institute of Mental Health. Parahnya, kadang terjadi bukan saat melakukan pembicaraan di depan umum saja. Penderita sosialphobia juga kerap kesulitan makan atau minum di depan orang banyak. Gejalanya baru terlihat setelah memasuki usia puber. 5. Takut ketinggian Ini adalah jenis phobia yang juga lumayan banyak penderitanya. Diperkirakan sebagnyak 35% dari seluruh populasi dunia menderita akrophobia, yaitu takut berada di tempat tinggi. Pada riset yang pernah dilakukan, penderita akrophobia merasa semua tempat tinggi berjarak lebih tinggi dari yang sesungguhnya. Misalnya tinggi sebenarnya hanya 3 meter, maka di mata penderita akrophobia, mereka seperti melihat obyek yang tingginya 6 meter. 6. Takut kegelapan Takut pada kegelapan yang diderita anak-anak ternyata adalah phobia paling umum juga. Anak-anak mempercayai imajinasinya bahwa di kegelapan bisa mendadak muncul hantu, penculik, atau perampok, jelas Thomas Ollendick, profesor psikologi dan direktur Child Study Center di Virginia Tech. Secara normal, ketakutan ini akan hilang seiring dengan bertambahnya usia. Namun jika hingga usia dewasa kita masih menderita ketakutan pada gelap, maka artinya kita menderita nyctophobia. 7. Takut kilat dan halilintar Bagi para penderita phobia ini, suara halilintar dan kilat akan terasa seperti menghentak jantung, bahkan membuat mereka berkeringat. Penderita yang parah bahkan sampai memutuskan pindah ke daerah yang aman dari petir dan kilat., demikian kata John Westefeld, ilmuwan dari University of Iowa. Westefeld melaporkan, dari surveinya terhadap mahasiswa di tahun 2006, sebanyak 73% menderita ketakutan ringan pada cuaca. Namun kebanyakan mereka malu untuk mengakuinya. Bagi mereka yang phobia pada kilat dan halilintar, ada baiknya mulai melatih rasa panik dan kecemasan.
9
8. Takut terbang Faktanya sebanyak 25 juta warga Amerika menderita phobia ini. Nama penyakitnya adalah aviophobia, dimana seseorang sangat takut naik pesawat. Dapat terjadi sejak lahir, atau ada yang pernah mengalami kecelakaan pesawat sehingga merasa trauma naik pesawat lagi, sebab peristiwa mengerikan itu terus terbayang. 9. Takut Anjing Tidak usah harus anjing besar jenis doberman, anjing yang imut macam pudel pun ditakuti. Penderita cynophobia ini mengalami rasa takut digigit anjing, bisa jadi memang pernah digigit atau melihat orang lain digigit anjing, demikian menurut profesor psikologi Brad Schmidt dari Ohio State University. 10. Takut Dokter Gigi Bukan cuma anak kecil yang takut ke dokter gigi, orang dewasa juga. Sebanyak 9-20 oersen orang Amerika ternyata menghindari memeriksakan giginya ke dokter walau sudah dalam kondisi parah sekalipun. Rasa takut ini lebih disebabkan oleh rasa nyeri yang timbul ketika plak gigi dibersihkan yang memang tidak semua orang bisa menahannya.
10
DAFTAR PUSTAKA
http://rimuu.wordpress.com/2010/04/26/fobia/ diakses tanggal 20 maret 2010 pukul 17.46 http://duniapsikologi.dagdigdug.com/2008/12/22/phobia-adalah-simbol-dari%E2%80%98sesuatu%E2%80%99/ diakses tanggal 17 maret 2010 pukul 20.27 http://www.kita-ada.com/index.php/serba-serbi/96-macam-macam-phobia-dan-teknikpenyembuhannya.html diakses tanggal 17 maret 2010 pukul 20.36 http://bchymera.blogspot.com/2010/03/fobia-dan-cara-mengatasinya.html diakses tanggal 17 maret 2010 pukul 20.58 http://thefubbys.wordpress.com/2010/06/04/gejala-%E2%80%93-gejala-phobia/ diakses tanggal 17 maret 2010 pukul 21.11 http://makalah-artikel-online.blogspot.com/2009/06/tips-menyembuhkan-phobia.html diakses tanggal 17 maret 2010 pukul 21.23 http://mypotik.blogspot.com/2011/03/fobia-gangguan-kecemasan-pada-manusia.html diakses tanggal 17 maret 2010 pukul 21.33 http://www.kita-ada.com/index.php/serba-serbi/96-macam-macam-phobia-dan-teknikpenyembuhannya.html diakses tanggal 17 maret 2010 pukul 19.55
11